Anda di halaman 1dari 9

Nama : Ni Putu Gita Pramesti

NIM : 1911031185

No.Absen : 11

Kelas :I

Semester :3

Mata Kuliah : Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia

Dosen pengampu : Dra.Ni Nyoman Ganing,M.Hum

UJIAN TENGAH SEMESTER


KETERAMPILAN BERBAHASA DAN SASTRA INDONESIA

1. Marah Roesli dan Sutan Takdir Alisyahbana merupakan sastrawan Indonesia yang
terkenal. Uraikan perbedaan karakteristik karya sastra mereka!
Jawaban:
Marah Roesli merupakan sastrawan Indonesia angkatan balai pustaka
yakni pada tahun 1908 oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai sarana penerbitan
buku sekolah dan novel atau cerita-cerita daerah Indonesia. Kelompok ini disebut
dengan angkatan balai pustaka karena pada masa tersebut buku-buku sastra pada
umumnya diterbitkan oleh penerbit balai pustaka. Lahirnya angkatan balai pustaka
pada kesusastraan Indonesia dilakukan untuk mengurangi pengaruh buruk
kesusastraan melayu yang dianggap terlalu cabul dan liar pada masa itu. Pada
angkatan balai pustaka ini, karya sastra yang dipublikasikan oleh penerbit merupakan
karya-karya yang amat memelihara perbahasaannya, berbeda dengan karya sastra
lainnya dengan penggunakan bahasa sehari-hari sebagai bahasa pengantar sastranya
dan bahkan tidak jarang di antara karya sastra tersebut yang masih menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa pengantar sastra yang mereka hasilkan.Pada angkatan
balai pustaka, kesusastraan Indonesia lebih bercorak Minangkabau. Hal ini terjadi
karena kebanyakan editor yang ada pada masa balai pustaka memang berasal dari
Sumatra Barat.
Masa ini adalah masa ketika penulis dan editornya lebih banyak berdarah
Sumatra, maka bisa dibilang angkatan ini lebih banyak menghasilkan karya-karya
kesumatraan. Selain disebut sebagai angkatan balai pustaka, karya-karya yang lahir
pada masa angkatan kesusastraan ini juga disebut dengan angkatan dua puluh. Titik
awal angkatan balai pustaka dimulai ketika terbitnya roman Azab dan Sengsara oleh
Merari Siregar, yang disebut juga sebagai awal kebangkitan angkatan balai pustaka.
Karyanya Azab dan Sengsara memang lebih banyak menggunakan Bahasa Melayu
dibandingkan dengan Bahasa Indonesia, karena pada masa itu bahasa Indonesia
masih mengalami perkembangan. Namun, bukan berarti karya Merari ini tidak dapat
diklasifikasikan sebagai karya sastra Indonesia, karena prinsip dasar sastra Indonesia
adalah karya-karya yang dijiwai oleh semangat nasionalisme Indonesia.Karya sastra
di Indonesia sejak tahun 1920 – 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka.
Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan
kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia
pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh
buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang
banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis
(liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-
Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa
Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura.
Sedangkan Sutan Takdir Alisyahbana merupakan sastrawan Indonesia
angkatan pujangga baru. Angkatan ini diberi nama Angkatan Pujangga Baru karena
angkatan ini dipublikasikan lewat majalah Pujangga Baru. Angkatan Pujangga Baru
terbentuk tahun 1933. Seiring pelaksanaannya sebagai penerbit, Balai Pustaka
memegang prinsip Nota Rinkes yaitu: netral dari agama, tidak boleh mengandung
politik, dan tidak boleh menyinggung kesusilaan. Namun, Balai Pustaka juga sering
dianggap sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah kolonial mengenai urusan
bacaan yang seharusnya dapat dinikmati secara bebas oleh masyarakat. Prinsip dan
aturan bacaan dari Balai Pustaka tersebut sarat akan legitimasi pemerintah untuk
mengendalikan pemikiran-pemikiran baru yang berpotensi membawa perubahan
atau revolusioner. Prinsip tersebut tentu juga bertentangan dalam penciptaan karya
sastra sebagai bagian dari seni yang mengandung kebebasan dalam mendapatkan
inspirasi serta mengekspresikannya. Hasil dari pertentangan tersebut mengakibatkan
banyak karya sastra dari para pengarang yang ditolak oleh Balai Pustaka.
Para pengarang dengan karyanya yang ditolak tidak sepenuhnya menerima
keputusan tersebut. Beberapa di antaranya tetap berusaha menyebarkan hasil
karyanya, meskipun harus menyandang nama “Bacaan Liar”, “Roman Picisan”, atau
sebutan lainnya yang dianggap lebih rendah dari standar Balai Pustaka. Respon lebih
lanjut dari pertentangan terhadap Balai Pustaka juga dilakukan oleh Sutan Takdir
Alisjahbana. Ia mendirikan majalah Pujangga Baru bersama dengan Armijn Pane dan
Amir Hamzah pada tahun 1933. Semangat mendirikan majalah Pujangga Baru dirasa
membawa perubahan baru dalam sastra Indonesia, khususnya melepaskan diri dari
kekangan Balai Pustaka. Pada akhirnya, istilah Pujangga Baru digunakan sebagai
nama sebuah kelompok sastrawan yang menentang aturan Balai Pustaka dan
dianggap sebagai sebuah angkatan baru dalam periodisasi sastra Indonesia.
Perbedaan karakteristik karya sastra mereka adalah:

Marah Roesli Sutan Takdir Alisyahbana

Bahasa Melayu Bahasa Indonesia


Bentuk tulisan menggunakan bahasa Bentuk tulisan menggunakan bahasa
Melayu yang menjadi bahasa resmi dan Indonesia yang telah diresmikan menjadi
digunakan negara-negara dikawasan Asia bahasa persatuan pada tahun 1928 oleh
Tenggara. para pemuda tanah air. Tentu saja
pujangga baru melaksanakan amanat
sumpah pemuda 28 dan mendidik
masyarakat pribumi agar bisa
menggunakan bahasa persatuan.

Karya Karya
 Sitti Nurbaya. Jakarta: Balai Pustaka.  Dian Tak Kunjung Padam (1932)
1920 mendapat hadiah dari Pemerintah  Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)
RI tahun 1969.  Layar Terkembang (1936)
 Lasmi. Jakarta: Balai Pustaka. 1924.  Anak Perawan di Sarang Penyamun
 Anak dan Kemenakan. Jakarta: Balai (1940)
Pustaka. 1956.
Sifat Sifat
Bersifat didaktis yaitu lebih cenderung Bersifat dinamis (senantiasa berubah
pada sesuatu khususnya mengenai sesuai dengan perkembangan masyarakat)
permasalahan diatas sehingga terlihat
seolah-olah karyanya hanya itu-itu saja
atau monoton.

Bentuk Bentuk
Bentuknya prosa (roman, cerita pendek, Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah,
novel, dan drama) dan puisi yang drama. Berjejak di dunia yang nyata,
menggantikan syair, pantun, gurindam, berdasarkan kebenaran dan kenyataan,
dan hikayat

Masalah yang diangkat dalam karya Masalah yang diangkat dalam karya
sastra sastra
Permasalahan adat, terutama masalah adat Masalahnya bersangkut-paut dengan
kawin paksa, permaduan, dan sebagainya. kehidupan masyarakat kota, seperti
Pertentangan paham antara kaum tua masalah percintaan, masalah individu
dengan kaum muda. Kaum tua manusia, dan sebagainya.
mempertahankan adat lama, sedangkan
kaum muda menghendaki kemajuan
menurut paham kehidupan modern.

Unsur nasionalitas Unsur nasionalitas


Unsur nasionalitas pada sastra Balai Mengandung nafas kebangsaan atau unsur
Pustaka belum jelas. Pelaku-pelaku novel nasional. Hal ini terlihat dalam
periode Balai Pustaka masih karyanya Asmara Hadi yan berjudul “
mencerminkan kehidupan tokoh-tokoh Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada
yang berasal dari daerah-daerah. karya Selasih yang berjudul “Pengaruh
Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan
sajak berjudul “ Kawat Berduri”.

Corak karya sastra Corak karya sastra


Bercorak romantis (melarikan diri) dari Bercorak romantik idealisme.Dalam
masalah kehidupan sehari hari yang melukiskan sesuatu dengan bahasa yang
menekan. indah-indah, tetapi sering terasa
berlebihan.
2. Membuat resensi buku merupakan kegiatan apresiasi sastra secara…. Jelaskan
alasannya!
Jawaban:
Membuat resensi buku merupakan kegiatan apresiasi sastra secara
produktif.Karena resensi menghasilkan suatu produk dari kegiatan
apresiasinya,produk tersebut nantinya sangat bermanfaat bagi pembaca sebagai
bahan pertimbangan mengenai suatu karya dan mempengaruhi mereka atas karya
tersebut.Meresensi tidak semata mata menyalin isi buku tersebut,tetapi pembaca
yang akan meresensi buku harus teliti dan jeli dalam membaca dan memahami buku
tersebut.Apresiasi produktif adalah apresiasi karya sastra yang menekankan pada
proses kreatif dan penciptaan. Dalam hubungannya dalam apresiasi produktif,
pengapresiasi dituntun menghasilkan karya sastra yang dapat berupa puisi, prosa,
drama, pementasan karya sastra,resensi dan esai. Pendekatan yang dapat diterapkan
dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara produktif diantaranya adalah
pendekatan Parafrastis dan pendekatan Analitis. Resensi adalah ulasan atau penilaian
secara ringkas pada sebuah karya, baik itu karya tulis, drama, serta seni film.Resensi
juga sebuah kegiatan membahas, menilai, mengkritik, serta mengungkapkan kembali
isi suatu karya dengan memberikan sinopsis, data, serta kritikan dan masukan pada
karya itu.Dalam pembuatan resensi tersebut pembaca diminta untuk membaca secara
detail karya sastra yang akan di apresiasi.Sehingga pembaca dapat membuat
identitas,sinopsis buku,analisis dan membuat kelebihan dan kekurangan
buku.Tujuan dibuatnya resensi buku yaitu:
 Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah
hasil karya secara ringkas.
 Mengetahui kelebihan dan kelemahan karya yang diresensi.
 Mengetahui latar belakang dan alasan sebuah karya dibuat.
 Menguji kualitas karya dan membandingkannya terhadap karya lainnnya.
 Memberi masukan kepada pembuat karya berupa kritik dan saran.
 Mengajak pembaca untuk mendiskusikan karya yang diresensi.
 Memberikan pemahaman serta informasi secara komprehensif kepada pembaca
tentang karya yang diresensi.

3. Pagiku hilang sudah melayang,


Hari mudaku sudah pergi,
Sekarang petang datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi
Buatlah paraphrase penggalan puisi tersebut!
Jawaban:
Paraphrase adalah Parafrase merupakan salah satu cara meminjam gagasan/ide dari
sebuah sumber tanpa menjadi plagiat. Menurut Kamus Oxford Advanced Leaner’s
Dictionary, parafrase merupakan “cara mengekspresikan apa yang telah ditulis dan
dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan kata-kata yang berbeda agar
membuatnya lebih mudah untuk dimengerti.”Pengutipan yang dilakukan dalam
teknik menulis parafrase merupakan kutipan yang menggunakan kata-kata sendiri
untuk mengungkapkan ide yang sama. Sehingga dapat diaplikasikan saat menulis
buku. Dan aktivitas tersebut ialah legal. Selain membuat gagasan lebih mudah untuk
dimengerti, parafrase dapat juga digunakan untuk menjaga koherensi dan keutuhan
alur tulisan.
Arti kata-kata sulit berdasarkan puisi diatas
Pagiku :masa depan
Hilang :tidak ada lagi/ lenyap/ tidak kelihatan
Melayang :Pergi jauh terbang/ hilang
Petang :Waktu sudah tengah hari/malam/masa depan yang suram
Membayang :kelihatan seperti bayang-bayang / kelihatan samar-samar
Batang :ia telah menjadi
Tinggi :tua

Paraphrasa
Sekarang masa depanku sudah jauh dan sulit untuk digapai
Kini masa-masa mudaku sudah pergi jauh tak akan kembali dan tak bisa diulangi
Sekarang hanya penyesalan dan masa depan yang gelap datang membayangi
pikiranku
Yang kini usiaku sudah mulai tua

4. Ini muka penuh luka


Siapa punya?

Ku dengar seru menderu


Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?

Lagi lain pula


Menggelepar tengah malam buta

Analisislah unsur lahiriah dan unsur batiniah yang membentuk puisi tersebut!
Jawaban:
Unsur lahiriah
Struktur lahiriah atau fisik puisi dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut.
 Perwajahan puisi (tipografi)
Tipografi yaitu bentuk puisi yang seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata
tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan tidak selalu diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
a. Diksi
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata. Contoh seperti pada bait: “Menggelepar
tengah malam buta”. Makna dari kata menggelepar tersebut bisa terdengar atau
muncul, dibandingkan dengan kata terdengar ataupun muncul, kata
“Menggelepar” keselarasan bunyinya jauh lebih indah.
b. Imaji
Imaji yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami penyair. Contohnya pada bait: “Ini muka penuh luka”.
Dari bait tersebut, pembaca seakan melihat luka yang pernah dialami dalam
hidup si penyair.
c. Kata kongkret
Kata kongkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan
atau lambang. Misal kata kongkret “Luka” melambangkan masa lalu yang
buruk yang pernah dialami si penyair.
 Bahasa figurative (majas)
Bahasa figuratif yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek
dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi
prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.(1)Bahasa
figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2)Bahasa figuratif dalah
cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak
menjadi kongret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, (3) Bahasa figuratif
adalah cara menambah intensitas, (4) Bahasa figuratif adalah cara untuk
mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan
sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.Bahasa figuratif disebut
juga majas. Contohnya pada bait “Ini muka penuh luka”, majas yang digunakan
adalah majas personifikasi yaitu mengumpamakan benda mati sebagai benda hidup,
dimana “muka” sebagai benda mati diumpamakan sebagai kehidupan seseorang.
Pada puisi diatas penyair menggunakan majas, yaitu majas personifikasi.
 Versifikasi
Versifikasi adalah nada, intonasi, atau irama yang amat terasa ketika puisi
disuarakan atau dibaca. Verifikasi terdiri atas rima, ritme, dan metrum. Rima adalah
pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi
sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca. Ritme atau ritma adalah cepat-lambat
irama dalam puisi yang biasanya dibangun melalui kata-kata yang bervokal dua,
tiga, atau empat. Jumlah vokal pada kata selalu menetukan lambat atau cepat irama
puisi. Sedangkan metrum adalah perulangan kata yang tetap; bersifat statis. Rima
mencakup:
a. Onomatope, yaitu tiruan terhadap bunyi, misalnya /ah/ yang memberikan efek
memelas.
b. Bentuk intern pola bunyi, yaitu aliterasi, asonansi, persamaan akhir,
persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi
[kata], dan sebagainya. Pada puisi di atas banyak menggunakan persamaan
akhir pada bait.
c. Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang
pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

Struktur Batin Puisi


Adapun struktur batin puisi terdiri dari sebagai berikut.
 Tema
Tema yaitu pokok permasalahan yang diceritakan dalam puisi tersebut. Tema dari
puisi di atas adalah bercermin atau introspeksi diri untuk masa lalu yang buruk .
Hal ini dibuktikan pada bait “Ini muka penuh luka”.”Siapa punya?”yang
menunjukkan bahwa seseorang tersebut ingin meperlihatkan sisi kelam dirinya dan
menekankan kata siapa punya pada bait tersebut.
 Rasa (feeling)
Rasa yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Dalam puisi ini perasaan yang diungkapkan oleh penyair adalah rasa
optimis untuk dapat melupakan masa lalunya.
 Nada (tone)
Nada yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada yang digunakan dalam puisi
ini adalah pelan penuh semangat agar pembaca dapat merasakan rasa sadar penyair
terhadap masa lalunya yang kelam dan ingin melupakannya masa lalu tersebut.
Amanat
Amanat yaitu pesan yang ingin diungkapkan oleh penyair dalam puisi tersebut.
Adapun pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca dalam puisi di atas
adalah agar melupakan masa lalu. Masa lalu yang kelam itu hendaklah dijadikan
pelajaran untuk masa depan. Hal itu dibuktikan pada bait-bait dalam puisi tersebut

5. SD Muhammadiyah tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan


sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi
yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah
kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka. Kesulitan terus
menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas
dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak
Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat
miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok.
Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena
kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa
bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.

Analisislah unsur intrinsik pada kutipan novel tersebut!


Jawaban:
 Tema
Tema utama dalam novel “Laskar Pelangi” ini adalah pendidikan. Namun uniknya
tema pendidikan ini diselingi oleh tema ekonomi terlihat pada kutipan “Mereka
tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di
tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat
mereka”.Namun tema pendidikan lah yang lebih menonjol.
 Alur (Plot)
a. Pengenalan Situasi Cerita
Cerita dalam kutipan novel tersebut dimulai dengan diceritakannya kondisi SD
Muhammadiyah tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan
sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah).
b. Menuju Konflik
Pada kutipan novel di atas, banyak konflik yang bermunculan, namun konflik
yang pertama muncul adalah pada saat mereka tersudut dalam ironi yang sangat
besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah
kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
c. Puncak Konflik
Puncak konflik pada kutipan novel di atas adalah Kesulitan terus menerus
membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan
kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak
Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga
sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan
terseok-seok.
d. Penyelesaian Konflik
Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel
karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang
sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
 Latar Cerita
Latar yang terdapat dalam kutipan novel di atas adalah:
a. Latar tempat
Latar tempat yang terdapat dalam kutipan novel di atas adalah di sebuah
sekolah yakni SD Muhammadiyah.
b. Latar suasana
Latar suasana yang tergambar dalam novel ini beraneka ragam dikarenakan
konflik-konflik yang muncul juga beraneka ragam. Ada kalanya sedih, cemas,
maupun senang. Suasana sedih dirasakan ketika mereka tersudut dalam ironi,
merasakan kesulitan yang terus-menerus membayangi sekolah kampong itu.
Suasana cemas dirasakan ketika sekolah tersebut nyaris dibubarkan oleh
Depdikbud Sulsel karena kekurangan murid. Dan suasana senang dirasakan
ketika sekolah tersebut diselamatkan oleh seorang anak idiot yang melengkapi
jumlah murid yang seharusnya.
 Penokohan (watak tokoh)
Pak K.A. Harpan Noor : baik hati, ramah dan sabar.
Ibu N.A. muslimah Hafsari : sabar, baik hati
 Sudut Pandang
Dari kutipan novel di atas saya mendapati bahwa sudut pandang yang digunakan
adalah sudut pandang orang ketiga jamak. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan
kata mereka dalam segi peneritaan kutipan novel
 Amanat
Amanat yang terkandung dalam kutipan novel di atas adalah:
a. Jangan mudah putus ada oleh suatu keadaan
Keadaan boleh saja serba kekurangan, tapi kekurangan bukanlah menjadi
alasan untuk tidak berusaha. Justru jadikanlah kekurangan itu sebagai
motivasi untuk lebih baik. Dalam kutipan novel ini diceritakan tentang
kehidupan dunia pendidikan yang keadaannya serba kekurangan, akan tetapi
tokoh-tokoh yang digambarkan didalamnya tidak mudah menyerah dengan
keadaan seperti itu.
b. Jauhi Sifat Pesimis
Digambarkan dalam kutipan novel ini yaitu menceritakan sebuah sekolah
Desa, dengan kondisi seadanya yang selalu optimis untuk bisa menjadi lebih
baik lagi dari sekolah yang dari awal memang sudah baik (SDN PN).
c. Sebagai guru haruslah dengan ikhlas mengajar dan berdedikasi tinggi pada
pendidikan
Dalam novel ini dikisahkan oleh seorang guru yang begitu tinggi dedikasinya
pada dunia pendidikan. Guru diibaratkan kompas yang menunjukkan kemana
siswa-siswinya akan pergi. Bu Muslimah adalah sosok guru teladan yang
dengan segenap kekuatannya berjuang untuk memajukan pendidikan di
sebuah desa kecil.

Anda mungkin juga menyukai