Anda di halaman 1dari 5

UNSUR SASTRA BERBENTUK PROSA

Saudara Mahasiswa, karya sastra anak yang berbentuk fiksi (prosa)


dapat berupa novel, roman, novelet, cerpen, dan yang jelasnya dikatakan
sebuah prosa ketika berisi sebuah cerita tentang kehidupan, khusus untuk
anak-anak biasa dikelompokkan dalam cerita anak- anak. Sebuah karya
sastra anak yang berbentuk prosa dibangun oleh unsur-unsur yang saling
mendukung, yaitu tokoh, tema, alur, latar, gaya dan pusat pengisahan.
Secara garis besar perhatikan uraian berikut ini tentang unsur-unsur
pembangun prosa.

a. Karakter atau Perwatakan


Tokoh merupakan pemain, pelaku, pemeran atau orang yang
berada atau yang memiliki peran dalam cerita tersebut. Sebuah karya fiksi
hadir tanpa adanya tokoh cerita atau tanpa adanya tokoh yang bergerak
dari awal hinggas akhir cerita maka belum bisa dikatakan sebagai karya
sastra anak yang berbentuk prosa. Karakter atau perwatakan adalah
gambaran perilaku, watak atau karkter dari masing-masing tokoh dalam
cerita. Perhatikan contoh cuplikan berikut ini.
Batinnya bertarung hebat. Satu sisi batinnya dia sangat butuh, di
sisi lain itu sebuah dosa. Lama batinya bergejolak hebat. “Darah
kita tidak bole dialiri sesuatu dari hal yang tidak halal. Kita tidak
boleh mengambil sesuatu yang bukan hak kita.” Begitu kalimat
yang teramat sering dinasehatkan ayahnya dulu ketika semasa
hidupnya. Demikian pula ibunya, berpesan hanya pada satu hal,
agar kita memegang kejujuran. Dan semua itu telah diikrarkan
dalam hati Alam. Ia telah berjanji agar tidak mengkhianati janji itu.
Cara menghadirkan perwatakan atau penokohan ini dapat
dilakukan oleh pengarang dengan dua cara, yaitu yang pertama,
pengggambaran analitik atau penggambaran langsung yang dilakukan
seorang pengarang tentang watak atau karakter tokoh seperti
penggambaran seorang tokoh yang keras kepala, setia, penyabar,
emosional, religius dan lainnya.Yang kedua adalah penggambaran
dramatik atau penggambaran perwatakan yang tidak dilakukan secara
langsung oleh pengarang, misalnya melalui pilihan nama atau tokoh,
penggambaran fisik atau postur tubuh, dan melalui dialog.

b. Tema
Saudara Mahasiswa, menemukan tema sebuah karya sastra harus
dimulai dengan ditemukannya kejelasan tentang tokoh dan
perwatakannya serta situasi dan alur cerita yang ada, sehingga tema
dapat dikatakan sebagai gagasan sentral yang menjadi dasar cerita.
Perhatikan contoh berikut ini.
Panas terik masih menembus ke ubung-ubung. Sepulang sekolah
Yus dan Ade keliling lapangan menjajakan kue buatan Ibunya.
Aneka macam kue yang dijualnya, ada kue roti pawa, jalankote,
kue lapis dan lain-lain. Siang itu kue jualannya tidak terlalu banyak
laku padahal dia membawa kue jualannya ke lapangan karena di
sana ada pertandingan sepak bola. Ternyata banyak penjual kue
yang datang hari itu. Sebenarnya Yus tidak kecewa karena hari itu
sudah sore sedangkan keranjang kuenya masih banyak. Yus
mengingatkan kepada adiknya agar tidak berputus asa.

c. Alur
Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam
sebuah cerita dan dialami tokoh- tokohnya. Alur atau plot biasa juga
disebut sebagai struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun
sebagai sebuah inter relasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita.
Perhatikan contoh berikut ini.
Perlahan-lahan aku membenci suamiku. Ia tahu bahwa aku takut di
rumah sendiri pada mala hari tetapi ia selalu pulang alrut malam
bahkan kadang tidak pulang aku juga tak tahan bau rokok, tetapi
ia terus merokok tanpa mempedulikan saya. Ketika ku inta lagu-
lagu sentimental, ia malah mengoreksi lagu-lagu rock. Ah beda
terus apa yang ku harap dan dengan apa yang dia berikan.

d. Latar atau Setting


Saudara Mahasiswa, yang dimaksud dengan latar atau setting
adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi yang bentuknya dapat
bermacam-macam, misalnya kampus, pedesaan, perkotaan, nama desa,
nama kota, nama daerah dan nama negara serta segala tepat yang dapat
diamati dengan panca indra kita, seperti suasana pasar malam. Biasanya
latar ini muncul pada semua bagian cerita atau penggalan cerita.
Latar cerita ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang
pertama adalah latar sosial atau penggambaran keadaaan masyarakat
kelompok-kelompok sosal, sepert adat istadat, cara hidup, dan bahasa
yang digunakan. Yang kedua adalah latar fisik atau tempat dalam wujud
fisiknya, yaitu segala sesuatu yang membangun daerah tertentu atau latar
tempat dan waktu. Perhatikan contoh berikut ini.
Tak mengetahui aku membuntutinya serintil terus berjalan.
Langkahnya berkelok menghindari tonggak-tongak nisan atau
pohon kamboja yang tumbuh rapat. Setelah berkelok ke kiri
menuju cungkup makam Ki Secamengala. Ku lihat dia berbalik.
Ronggeng itu terperanjat. Aku berdiri dibalik sebuah nisan yag
cukup besar.

e. Gaya Penceritaan
Saudara Mahasiswa, yang dimaksud dengan gaya penceritaan
adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa agar
menimbulkan penekanan tertentu. Tingkah laku berbahasa ini merupakan
salah satu sarana sastra yang sangat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya
bahasa, sastra tidak ada. Kita tentu ingat bahwa karya sastra pada
dasarnya merupakan salah satu kegiatan pengarang dalam
membahasakan sesuatu kepada orang lain. Perhatikan contoh berikut ini.
Kurus kering sudah tubunya. Lambungnya penuh luka digerogoti
penyakit maag. Mulut dan bibirya dieijeri sariawan sebesar kedelai
benjolannya merah dan dipenuhi nanah. Hilang sudah sisa-sisa
ketampanan pemuda itu.

f. Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang
dalam ceritanya atau dari mana seorang pengarang melihat peristiwa-
peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari titik pandangan
pengarang inilah pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami
temanya. Pusat pengesahan biasa juga disebut sudut pandang, apakah
pengarang bertindak sebagai pelaku atau pencerita. Apabila pengarang
menggunakan kata aku atau saya berarti pengrang menggunakan sudut
pandang orang pertama. Sebaliknya, jika pengarang menggunakan kata
dia atau ia berarti pengarang menggunakan sudut pandang orang ke tiga.
Perhatikan contoh berikut ini.
“Kue, kue” Ade mengulang teriakannya berkali-kali. Dia tidak
berputus asa walaupun tidak ada yang menggubrisnya. Anak-anak pada
asik menonton sepak bola. Fadlan dan Arif juga ikut menonton. Ada yang
hanya tersenyum, dan ada pula menggelengkan kepala. Ade tetap
mengulangi tawanya. Bayangan tetangganya yang tertimpa kebakaran
dua hari yang lalu kembali terlintas. Alam dan Iful sedih sekali, dia ingin
membantunya. Sengaja Ibunya membuat kue agak banyak hari itu, agar
membawa banyak untung untuk disumbangkan kepada korban
kebakaran.

Anda mungkin juga menyukai