Anda di halaman 1dari 9

1.

Pengertian Apresiasi Sastra Anak-anak

Untuk mehamai apresiasi sastra anak-anak perlu dipahamai dengan baik kata
apresiasi dan sastra anak-anak. Apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti
“mengindahkan” atau menghargai”. Berarti secara harpiah apresiasi sastra adalah
penghargaan terhadap karya sastra. Munculnya penghargaan (yang positif) terhadap
karya sastra merupakan manifestasi dari adanya pengetahuan tentang sastra, sejumlah
pengamalan emosional dan penajaman kognitif di bidang sastra, serta pengalaman
keterampilan bersastra, baik secara reseptif maupun secara produktif. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Disick yang menyatakan bahwa “aspek apresiasi yang berkaitan dengan
sikap penghargaan atau nilai berada pada domain afektif merupakan tingkatan terakhir
yang dapat dicapai…pencapaiannya memerlukan waktu yang sangat panjang serta
prosesnya berlangsung terus setelah pendidikan formal berakhir” (dalam Wardani,
1981:1)

Sedangkan sastra anak-anak merupakan karya yang dari segi bahasa memiliki
nilai estetis dan dari segi isi mengandung nilai-nilai yang dapat memperkaya pengalaman
ruhani bagi kalangan anak-anak. Pramuki (2000) mengungkapkan bahwa sastra anak-
anak adalah karya sastra (prosa, puisi, drama) yang isinya mengenai anak-anak; sesuai
kehidupan, kesenangan, sifat-sifat, dan perkembangan anak-anak. Sedang manurut
Solchan dkk (1994:225) membagi pengertian sastra anak-anak atas dua bagian, yakni
sebagai berikut.

“Pertama sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang usianya
remaja atau dewasa yangisi dan bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan
kepribadian anak. Kedua, sastra anak anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang
usianya masih tergolong anak-anak yang isi dan bahasanya mencerminkan corak
kehidupan dan kepribadian anak.

Dengan demikian, sastra anak-anak dapat dikatakan bahwa suatu karya sastra
yang bahasa dan isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik ditulis oleh
pengarang yang sudah dewasa, remaja atau oleh anak-anak itu sendiri. Karya sastra yang
dimaksud bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa, melainkan juga bentuk drama.
2. Tingkatan Apresiasi Sastra

Adapun tingkatan apresiasi sastra, Wardani (1981) membagi tingkatan apresiasi


sastra ke dalam empat tingkatan sebagai berikut.

(1) Tingkat menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik kepada bukubuku sastra
serta keinginan membacanya dengan sungguh-sungguh, anak melakukan kegiatan kliping
sastra secara rapi, atau membuat koleksi pustaka mini tentang karya sastra dari berbagai
bentuk.

(2) Tingkat menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh
pengertian, anak dapat merasakan nilai estetis saat membaca puisi anak-anak, atau
mendengarakan deklamasi puisi/prosa anak-anak, atau menonton drama anak-anak.

(3) Tingkat mereaksi yaitu mulai ada keinginan utuk menyatakan pendapat tentang cipta
sastra yang dinikmati misalnya menulis sebuah resensi, atau berdebat dalam suatu diskusi
sastra secara sederhana. Dalam tingkat ini juga termasuk keinginan untuk berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan sastra.

(4) Tingkat produktif, yaitu mulai ikut menghasilkan ciptasastra di berbagai media masa
seperti koran, majalah atau majalah dinding sekolah yang tersedia, baik dalam bentuk
puisi, prosa atau drama.

Berbeda dengan P. Suparman (Tarigan, 2000) membagi tingkatan apresiasi sastra


atas lima tingkatan, yakni sebagai berikut:

(1) Tingkat penikmatan, misalnya menikmati pembacaan/deklamasi puisi, menonton


drama, mendengarkan cerita.

(2) Tingkat penghargaan, misalnya memetik pesan positif dalam cerita, mengagumi suatu
karya sastra, meresapkan nilai-nilai humanistik dalam jiwa; menghayati amanat yang
terkandung dalam puisi yang dibacanya atau yang dideklamasikan.
(3) Tingkat pemahaman, misalnya mengemukakan berbagai pesan-pesan yang
terkandung dalam karya sastra setelah menelaah atau menganalisis unsur instrinsik-
ekstrinsiknya, baik karya puisi, prosa maupun drama anak-anak.

(4) Tahap penghayatan, misalnya melakukan kegiatan mengubah bentuk karya sastra
tertentu ke dalam bentuk karya lainnya (parafrase), misalnya mengubah puisi ke dalam
bentuk prosa, mengubah prosa ke dalam bentuk drama, menafsirkan menemukan hakikat
isi karya sastra dan argumentasinya secara tepat.

(5) Tingkat implikasi, misalnya mengamalkan isi sastra, mendayagunakan hasil apresiasi
sasatra untuk kepentingan peningkatan harkat kehidupan, Tingkatan apresiasi yang
dipaparkan dia atas mendorong kita untuk tidak sekedar menghasilkan karya sastra tetapi
yang lebih penting adalah untuk dihayati dan diamalkan oleh peserta didik dalam
kehidupannya.

3. Manfaat Apresiasi Sastra

Apresiasi sastra memiliki berbagai manfaat. Moody dan Leslie S. (dalam


Wardani,1981) mengemukakan manfaat apresiasi sastra:

(a) melatih keempat keterampilan berbahasa,

(b) menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia seperti adat istiadat,
agama, kebudayaan, dsb,

(c) membantu mengembangkan pribadi,

(d) membantu pembentukan watak,

(e) memberi kenyamanan,

(f) meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru.

Hal tersebut sejalan dengan Huck (1987) yang mengemukakan dua manfaat
apresiasi sastra, yakni:
(1) nilai personal: memberi kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi
pengalaman yang dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah persoalan
kemanusiaan, menyajikan pengalaman yang bersifat emosional;

(2) Nilai pendidikan: membantu perkembangan bahasa, meningkatkan kelancaran-


kemahiran membaca, meningkatkan keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan
terhadap sastra.

Manfaat apresiasi sastra yang dikemukakan tersebut,

(1) mengembangkan imajinasi,

(2) mengembangkan pandangan ke arah persoalan kemanusiaan,

(3) meningkatkan keterampilan membaca-menulis yang akan diuraikan secara singkat.

4. Teori Pendekatan Analisis Karya Sastra

a. Pendekatan Pragmatikan

Tarigan (1995:35), mengemukakan bahwa sastra anak memiliki nilai instrinsik


dan ekstrinsik. Nilai instrinsik anak antara lain:

(1) memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan;

(2) memupuk dan mengembangkan imajinasi;

(3) memberi pengalaman-pengalaman baru;

(4) mengembangkan wawasan menjadi perilaku insani;

(5) memperkenalkan kesemestaan pengalaman; dan

(6) memberi harta warisan sastra terdahulu.

Sedangkan nilai ekstrinsik sastra bagi anak meliputi empat hal, yakni bagi
perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan kepribadian, dan
perkembangan sosial.
b. Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif menurut Abrams adalah pendekatan yang menitik beratkan


pada karya sastra itu sendiri. Artinya, kajian-kajian terhadap karyasastra dilakukan secara
tertutup (close reading). Pendekatan objektif dilakukan dengan menganalisis struktur
dalam karya sastra itu sendiri.

Pengkaji karya sastra dengan pendekatan objektif biasanya akan memulai


penelaahannya dengan mengkaji unsur pembangun di dalam karya itu (intrinsik). Apabila
yang dikaji adalah fiksi, misalnya, maka yang perlu dikaji antara lain tema, penokohan,
alur, setting, gaya bahasa, sudut pandang. Sedangkan untuk mengkaji puisi, misalnya,
seorang pengkaji harus memulai kajiannya dengan membaca secara heuristik, meliputi
diksi, citraan, bunyi, bahasa kiasan, dan persajakan. Sedangkan untuk mengkaji drama,
maka kajiannya difokuskan pada aspek penokohan, setting, alur, gaya bahasa, dan tema.

c. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang memandang karya sastra adalah


sebuah bentuk tiruan dari alam. Dalam hal ini, pengarang melakukan kerja selektif untuk
mengambil dan memilih kenyataan yang ditemukan di lapangan untuk diambil dan diolah
menjadi karya sastra dengan menggunakan daya kreativitasnya. Pendekatan mimetik
dalam karya sastra memandang bahwa karya sastra tidak hanya merupakan tiruan,
melainkan sekaligus sebagai sebuah bentuk kreativitas.

Kajian mimetik terhadap karya sastra dapat dilakukan dengan mencoba menelaah
fakta cerita yang ada dalam karya sastra. Fakta cerita yang terdiri dari penokohan, latar,
dan konflik adalah elemen penting yang biasa diambil atau dimanfaatkan untuk
menekankan fungsi komunikasi dalam karya sastra. Berikut ini adalah contoh kajian
mimetik terhadap novel Keajaiban untuk Ila karya Anindita S Thayf.

Keajaiban untuk Ila adalah sebuah novel yang berlatar belakang peristiwa
musibah tsunami di tanah Aceh. Pengarang dalam hal ini memanfaatkan unsur-unsur
fakta cerita, seperti latar tempat dan konflik. Tidak ada tokoh dalam dunia nyata yang
dimanfaatkan oleh pengarang untuk menyampaikan maksudnya.
d. Pendekatan ekspresif

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada


pengarang. Pendekatan ekspresif ini adalah pendekatan terhadap karya sastra yang
sebenarnya dikembangkan oleh kaum romantik sejak abad 19. Kaum Romantik
memandang pengarang sebagai makhluk yang jenius. Sehingga, pengarang acap kali
disamakan dengan burung nightingale yang bersuara indah dalam kesunyian di malam
hari. Para pengarang dianggap sebagai orang yang jenius karena menyampaikan
pemikiran-pemikiran kreatif dalam karyanya.

Ada beberapa tahap kerja dalam pendekatan ekspresif. Pertama, penngkaji harus
mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai latar belakang pengarang. Latar
belakang ini bisa berupa pendidikan, ekonomi, sosial, agama, dan lain-lain yang
kemungkinan bisa mempengaruhi pengarang dalam menciptakan karyanya. Kedua,
mencari kemungkinan karakteristik atau pengaruh latar belakangnya terhadap karya yang
diciptakan. Latar belakang daerah juga memiliki kemungkinan pengaruh terhadap karya
sastra yang dihasilkan. Misalnya, mitos Dewi Sri hanya ditemukan pada masyarakat
agraris. Sedangkan mitos Nyai Roro Kidul selaku penguasa laut selatan tidak akan
ditemukan di daerah pegunungan, melainkan masyarakat pesisir.

e. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural adalah pendekatan Kajian terhadap teks karya sastra dengan
melepaskan latar belakang sosial, sejarah, psikologis, dan biografis tidak hanya terjadi di
Rusia. Paham ini juga sampai di Amerika serikat, dibawa oleh Rene Wellek, seorang
strukturalis Praha yang menjadi imigran di Amerika Serikat. Bersama dengan Austin
Warren, Rene Wellek mengembangkan aliran Kritik Baru (atau yang biasa disebut dengan
strukturalisme) dalam studi karya sastra. Pemikiran mereka mengenai strukturalisme
dapat dibaca dalam buku mereka yang berjudul Theory ofLiterature yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia oleh Melanie Budianta dengan Teori Kesusastraan (Gramedia,
1990).

f. Pendekatan Feminisme
Pada awal abad XX, feminisme dipahami sebagai gerakan politis yang
berkomitmen untuk mengubah posisi sosial perempuan. Setelah itu, feminisme dimaknai
sebagai pemikiran yang mempercayai bahwa perempuan ditaklukkan laki-laki karena
jenis kelamin dan perempuan layak mendapat kesamaan posisi di mata hukum. Pada
tahun 1980an, meskipun semua feminis memiliki komitmen yang sama untuk mengakhiri
tekanan terhadap perempuan, mereka tidak selalu mendekati masalah tersebut dari dasar
politis atau filosofis yang sama. Bisa dikatakan bahwa semua feminis sepakat bahwa
perempuan menderita secara sosial atau material karena identitas biologis dan
berkomitmen untuk melawannya, namun cara untuk menentangnya beragam. Tidak dapat
dielakkan bahwa feminisme sebagai batasan menjadi susah dipakai dan terlalu dibebani
dengan makna. Meskipun feminis sepakat pada fakta utama subordinasi perempuan,
banyak feminis menilai bahwa heterogenitas feminisme adalah tanda debat yang sehat.
Namun, pencela feminis menilainya sebagai tanda kelemahan feminis.

g. Pendekatan Semiotik

Pendekatan semiotik adalah sebuah pendekatan yang memandang bahwa karya


sastra pada hakikatnya adalah sebuah sistem tanda. Menurut Jonathan Culler, studi sastra
mestinya bersifat semiotik, yakni memperlakukan sastra sebagai sistem tanda. Tugas
semiotik bukan mendeskripsikan tanda-tanda tertentu, melainkan mendeskripsikan
konvensi-konvensi yang melandasi ragam tingkah laku yang “wajar” dan representasinya.
Semiotika sastra mencoba menemukan konvensi-konvensi yang memungkinkan
terjadinya makna, berusaha mencari ciri-ciri kode yang menjadikan komunikasi sastra
(Culler, 1981:37).
Daftar Pustka

https://staff.uny.ac.id.com
https://scribd.com
Resume
Pengertian, Manfaat, Tingkat dan Teori Karya Sastra
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstrutur dalam mata kuliah
Apresiasi Sastra Anak

Disusun oleh :

Alwasi Dinda Laras

17129006

Seksi 17 BKT 08

Dosen Pembimbing :

Dra. Elfia Sukma M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai