DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusah Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Landasan Hukum Pendidikan....................................................................................3
B. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945...............................................................3
C. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1989..............................................................3
D. Undang-undang no. 14 tahun 2005............................................................................6
E. PP RI Nomor 19 Tahun 2005....................................................................................7
BAB III PENUTUP.................................................................................................8
A. Kesimpulan................................................................................................................8
B. Saran...........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus
komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak lagsung pada bidang Norma
kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang berpendidikan dan
kurang trampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus informasi dan budaya global, serta
menurunnya norma-norma masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap
timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing,
penguasaan pengetahuan dan tegnologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa.
Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke
modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan.
Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill), yaitu
yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi pada peserta
didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini
mulai pendidikan formal di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya
menjadi masyrakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Life Long Learning)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas maka Rumusan Masalahnya.
1. Apa yang dimaksud landasan hukum pendidikan?
2. Apa saja undang-undang yang membicarakan pendidikan?
3. Apa saja undang-undang tentang guru dan dosen?
4. Apa saja peraturan pemerintah tentang pendidikan?
C. Tujuan
Tujuannya adalah:
1. Untuk mengetahui makna landasan hukum pendidikan
2. Untuk mengetahui undang-undang tentang pendidikan
3. Untuk mengetahui undang-undang tentang guru dan dosen.
4. Untuk mengetahui peraturan pemerintah tentang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Hukum Pendidikan
Landasan adalah titik tolak yang mendasari suatu hal, hukum adalah aturan baku yang
patut ditaati, dan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sementara
itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah
disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik
tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
A. Kesimpulan
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya
dengan dunia pendidikan.
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, harus berakar pada kebudayaan
Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi: Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak
menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam
pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik,
pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan,
pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.”
B. Saran
Semoga setelah membaca makalah ini pembaca mampu memperhatikan perkembangan
pendidikan dan hal-hal yang mendasari tentang pendidikan baik landasan yang bersifat hukum,
filsafat dan juga dasar yang membangun pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Freire, Paulo. 1984. “Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan”, (terjemahan A.A. Nugroho). PT
Gramedia: Jakarta
Made Pidarta, dkk. 1991. “Usaha Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu Pendidikan di
Indonesia”. (hasil penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya, Surabaya.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra Sekolah,
Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional.
2.7. Landasan Hukum
Landasan Hukum dapat diartikan peraturan buku sebagai tempat berpijak atau titik tolak
dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan.Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh aturan – aturan buku ini,
contohnya aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang sebagian besar
dikembangkan sendiri oleh para pendidik.Landasan hukum yang dijadikan peraturan buku dalam
kegiatan pendidikan meliputi :
1. Pancasila
2. UUD 1945
Pendidikan juga diatur dalam UUD 1945, Dimana menurut UUD 1945 Pasal – pasal yang
bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31
dan pasal 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib
belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan
system pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
Undang – Undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional,
juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, dasar, fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga Negara,
orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar,
standar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikan dan lain sebagainya.
Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang – Undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum,
kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen
dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi
bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup.
Pendidikan sangatlah penting didalam kehidupan kita, ada beberapa landasan yang
mendukung pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai arti sebagai titik tumpu
atau titik tolak dalam mewujudkan pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai
tujuan yaitu Mengarahkan peserta didik agar mampu melaksanakan berbagai peran sesuai
dengan statusnya, berdasarkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku yang telah diakui.
Ada beberapa jenis – jenis landasan pendidikan yang mendukung pendidikan yaitu :
Landasan Hukum Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 31 :
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan Undang-Undang.
Pasal 32 :
Pemerintah memajukan kebudayaan Nasional Indonesia.
Norma-norma pokok lainnya yang langsung atau tidak langsung berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan di dalam UUD 1945 antara lain adalah:
Pasal 27 yang berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Norma itu mengharuskan sistem dan penyelenggaraan pendidikan nasional, untuk membimbing
para calon warga negara agar mampu memahami dan menjalankan hak dan kewajibannya
berdasarkan hukum yang berlaku.
Pasal 29 yang berbunyi:
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Norma-norma itu mengharuskan pendidikan menyelenggarakan usaha yang memungkinkan
setiap warga negara memiliki ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing. Usaha itu diwujudkan melalui pendidikan agama yang
memungkinkan pemeluknya menjadi taat dan beribadat, bermoral dan berbudi pekerti luhur
sesuai dengan tuntutan agama dan kepercayaan masing-masing. Pada gilirannya berarti juga
bahwa pendidikan agama harus diberikan menurut agama dan kepercayaan masing-masing,
sebagai perwujudan kebebasan beragama yang sekaligus memenuhi perlindunga terhadap hak
asasi manusia dalam memeluk agama dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 34 yang mengatakan: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Norma ini menunjukkan bahwa tidak ada warga negara yang dibiarkan tanpa mendapat
pendidikan. Warga negara yang tidak mampu karena tergolong fakir miskin atau anak yang
terlantar, melelui pemeliharaan negara harus diberikan pendidikan agar dapat menjalani dan
menjalankan kehidupan secara wajar dan manusiawi sebagaimana warga negara yang lain.
Wujud dari pemeliharaan negara itu pada dasarnya merupakan usaha untuk mengantarkan para
fakir miskin dan anak yang terlantar menjadi warga negara yang memahami dan mampu
menjalankan hak dan kewajibannya.
Pasal 35 yang berbunyi: “Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.” Dan pasal 36
yang mengatakan : “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Kedua norma ini mengharuskan
penyelenggaraan pendidikan diwujudkan juga sebagai usaha untuk memupuk, mempertebal dan
meningkatkan perasaan kebangsaan yang memiliki kebanggaan menjadi bangsa Indonesia.
Kebanggaan terhadap bendera sang merah putih dan bahasa Indonesia sebagai alat
berkomunikasi dan alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran/pendapat masing-masing.
Pada gilirannya berarti melalui usaha pendidikan setiap warga negara harus mampu
mempergunakan dan mengembangkan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Di samping norma-norma tersebut di atas masih terdapat lagi beberapa pasal di dalam
UUD 1945 yang menginstruksikan kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara, agar dalam
usaha menyelenggarakan pendidikan mengarahkan pelaksanaannya untuk membantu
pertumbuhan pribadi anak didik menjadi warga negara yang menyadari tentang:
1. Bahwa negaranya merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik dengan kedaulatan
berada di tangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 UUD). Selanjutnya
untuk menyelenggarakan negara dimiliki berbagai perangkat seperti Presiden dan wakil Presiden
(pasal 4 dan 7 UUD) serta DPR (pasal 11 dan pasal 19 s.d.22) dan lain-lain yang memiliki
kekuasaan hukum masing-masing.
2. Bahwa setiap warga negara bersama-sama penyelenggara negara berkewajiban menyelenggarakan
dan mewujudkan kesejahteraan sosial (pasal 23, 29, 31, 32, dan 33 UUD).
3. Bahwa pembelaan negara merupakan kewajiban seluruh rakyat demi kelestarian negara (pasal 30
UUD).
4. Dan lain-lain yang merupakan tuntutan dalam pola tingkah laku dan perlindungan hak bagi setiap
warga negara yang tersurat dan tersirat dalam teks UUD 1945.
Berdasarkan norma-norma dasar itu jelas bahwa sejak kemerdekaan pada tahun 1945
pemerintah sebagai penyelenggara negara harus mewujudkan:
1. Memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi tiap-tiap warga negara Indonesia
untuk mendapat pendidikan yang dinyatakan dalam perkataan pengajaran. Perlindungan dan
pengakuan itu ternyata lebih dahulu daripada pengakuan dunia internasional yang dirumuskan
oleh PBB di dalam Declaration of Human Wright pada tahun 1949.
2. Perlindungan hukum terhadap hak asasi yang berarti juga penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia tidak membedakan warga negaranya berdasarkan warna kulit, ras/keturunan, agama,
kebudayaan, kebangsaan dan lain-lain.
3. Pendidikan harus diselenggarakan untuk seluruh lapisan masyarakat guna mewujudkan tujuan
kemerdekaan atau tujuan negara seperti disebutkan di atas.
4. Penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang harus dikendalikan dan
diawasi pemerintah sebagai pihak yang berwenang menetapkan suatu sistem pengajaran
nasional.
5. Pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban menetapkan Undang-Undang Organik
tentang Pokok-pokok Pendidikan dan Kebudayaan yang menjadi pedoman dalam mewujudkan
sistem pengajaran nasional.
6. Penyelenggaraan pendidikan harus bertolak dari dan untuk memajukan kebudayaan nasional atau
kebudayaan bangsa sendiri. Dengan demikian berarti juga bahwa pendidikan merupakan bagian
daripada kebudayaan, dan sebaliknya kebudayaan harus dipertahankan dan dikembangkan
melalui proses pendidikan.
Undang-Undang Dasar sebagai ketentuan hukum hanya memuat aturan-aturan
dasar/pokok atau garis-garis besar norma-norma bagi setiap aspek kehidupan yang diaturnya.
Aturan-aturan itu merupakan instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara
negara dalam menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Aturan-aturan yang
lebih terurai yang menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu, diserahkan pada UU yang lebih
membuat , mengubah dan mencabutnya. Dengan kata lain hanya aturan-aturan pokok saja yang
ditetapkan di dalam UUD, termasuk juga mengenai bidang pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan aturan-aturan untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu diserahkan pada
undang-undang Organik tentang pokok-pokok Pendidikan dan kebudayaan.
Undang-undang tentang pokok-pokok pendidikan dan kebudayaan adalah sebagai
berikut:
1. Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang undang ini
selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 pasal yang
mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi
dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga
negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa
pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta
masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup.
2. Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Undang undang ini memuat 84
Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini),
kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen
dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi
bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup.
Undang-Undang tersebut diperkuat dan diperjelas lagi dalam beberapa peraturan
pemerintah, diantaranya:
1. Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
2. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
3. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
C. Peranan Landasan Hukum Bagi Pendidikan di Indonesia
Peranan landasan hukum bagi pendidikan di Indonesia adalah memberikan rambu-rambu
tentang bagaimana pelaksanaan sistem pendidikan dan manajemen pendidikan dilaksanakan
selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi segala bentuk kebijakan dan
tindakan yang akan diambil berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan harus berdasarkan atas
landasan hukum pendidikan. Misalnya di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar” (Pasal 6); “Setiap warga Negara yang
berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar” (Pasal 34). Implikasinya, Kepala
Sekolah Dasar atau panitia penerimaan siswa baru di SD harus memprioritaskan anak-anak
(pendaftar) berusia tujuh tahun untuk diterima sebagai siswa daripada anak-anak yang baru
mencapai usia enam tahun. Karena itu, panitia penerimaan siswa baru perlu menyusun daftar
urut anak (pendaftar) berdasarkan usianya, baru menetapkan batas nomor urut pendaftar yang
akan diterima sesuai kapasitas yang dimiliki sekolah.
BAB III
KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Perkembangan suatu pendidikan umum itu sendiri sudah tentu membawa problema-problema
baru dalam sisitem pendidikan. Problema sosial jarang, kalaupun pernah terjadi pasti dapat dipecahkan
semata-mata dengan pendidikan.[2]
Dengan kondisi tersebut, bagaimana mungkin bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan bangsa-
bangsa lain yang kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM)-nya sudah lebih maju. Dalam
konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda
pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang
diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang
memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa
ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Landasan hukum
dapat diartikan peratuarn baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiantan-
kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi
oleh aturan-aturan baku ini, contohnya, aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, yang sebagian
besar dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
Politik pendidikan, yaitu penggunaan kekuasaan untuk mendesakkan kebijakan pendidikan, dapat
bersifat keras dan lunak. Politik pendidikan dikategorikan keras apabila melibatkan kekuatan (fisik)
untuk memdesakkan implementasi kebijakan tertentu. Sebaliknya politik pendidikan lunak menentukan
implementasi kekuasaan secara halus srategi taktis.
Politik pendidikan dapat juga diartikan sebagai studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh
kegiatan pendidikan. Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang kebijaksanaan pendidikan
(Suharto,2008:103)
definisi politik pendidikan. skenario di tingkat Negara atau wilayah untuk membawa pendidikan
ke arah tertentu.Misalnya dulu di zaman orde lama, mahasiswa di perguruan tinggi mendapatkan kuliah
manifesto politik atau sejenisnya. Kemudian di zaman orde baru, begitu masuk perguruan tinggi,
mahasiswa langsung mendapatkan penataran P4 sebagai ganti kuliah pancasila. Ini sangat jelas ke mana
pendidikan mau dibawa, tentu di ke arah paradigma yang selaras dengan kemauan penguasa saat itu.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik, potesi cipta,rasa maupun kaesanya, agar potesi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dinamis guna mencapai tujuan
hidup kemanusiaan selanjutnya.
Landasan hukum pendidikan dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik
tolak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, dasar, fungsi dan
tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan hak, dan kewajiban warga negara,
orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang, dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, standar
nasional pendidikan, pengelola pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, pengawasan,
ketentuan pidana.
Seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualivikasi akademik, hak dan kewajiban sampai
organisasi profesi dan kode etik, sangsi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana mestinya.
Dari beberapa landasan hukum diatas, maka jelas bahwa seluruh lapisan masyarakat negeri ini berhak
mendapatkan pendidikan yang bermutu. Dan untuk memperolehkan, pemerintah berkewajiban untuk
memfalitasinya. Ironisnya pemerintah penyelenggara negara, hanya rajin mendengungkan pentingannya
pendidikan bagi warga negara, tanpa memberi solusi terbaik untuk penyalenggaraan pendidikan
diseluruh jenjang pendidikan. Hal ini terlihat dengan kurangnya anggaran pendidikan, baik dalam APBN
maupun APBD, yang sampai saat ini masih tidak lebih dari 20. kenyataan ini, memaksa kita untuk
menunda keinginan memiliki pendidikan yang berkualitas.
Di Indonesia, politik pendidikan selama ini jarang digunakan sebagai instrument politik dalam
menentukan arah dan bentuk masa depan, pendidikan lebih banyak menjadi korban politik dan bukan
kualitas politik dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan.
Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat
pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan
seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula masyarakat memiliki
kesempatan membaca, membandingkan, dan mengavaluasi. Maka kunci pendidikan politik masyarakat
sebenarnya terletek pada politik pendidikan masyarakat.
Perlunya pemberdayaan pendidikan sebagai bagian penting dari proses politik di Indonesia,
khususnya politik karakter bangsa dari pembangunan. Pendidikan adalah instrument penting dalam
membangun karakter bangsa dan pembangkitan kesadaran atau nasionalisme bangsa. Sayangnya, kita
belum mampu merumuskan atau menggunakan pendidikan sebagai katalis pembangunan atau
pendidikan sebagai instrument polotik kebangsaan. Politik pendidikan adalah sektor penting bagi masa
depan Indonesia. Sebab, dengan politik pendidikan ini, Indonesia bisa menentukan potret hari esok dari
saat ini.
Bagaiamana membangun poitik yang sehat. ada banyak cara, tetapi semua berawal dari kesadaran
para penentu kebijakan; yaitu eksekutif dan legislative. Mereka harus bersikap’sadar didik’ (sense of
edication) menyadri pentingnya pendidikan untuk membangun manusia. Dalam banyak hal yang terkait
kinerja pendidikan, misalnya besarnya anggaran, partisipasi pendidikan, posisi guru, pemberantasan
buta aksara, dan lainnya ternyata pemerintah belum berperan maksimal. Soal anggaran pendidikan,
misalnya. Kita paham dalam beberapa tahun, besar anggaran pendidikan di Indonesia tidak saja terjelek
di Asia Tenggara; tetapi terburuk di dunia.
Harus diakui, dalam satu dua tahun terakhir ini terdapat kemajuan signifikan dalam pengalokasian
anggaran pendidikan, tetapi pertanggungjawaban atas pengaruh positif ada istilah yang sering
digunakan untuk membedakan jenis pendidikan: pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan nonformal.
Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang kita kenal dengan pendidikan persekolahan.
Pendidikan informal menunjuk kepada aktivitas pendidikan dalam keluarga, lingkungan pekerjaan,
media massa dan lain-lain. Pendidikan nonformal adalah aktivitas pendidikan di luar pendidikan formal,
dilakukan secara mandiri, terorganisir, dan sistematis, untuk melayani peserta didik tertentu dalam
mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan formal dan pendidikan nonformal sering dihadapkan secara
berlawanan.
pengalokasian anggaran terhadap kualitas pendidikan belum diperoleh, selain terjadinya kebocoran
di sana-sini sepertinya merupakan penyakit yang tak akan sembuh. pendidikan nonformal bisa
berlangsung di mana saja, dan bisa diprakarsai oleh siapa saja. Tidak harus pemerintah tetapi juga
masyarakat bisa memprakarsainya.
D. Penerapan Ladasan Hukum dan Politik Pendidikan Dalam Dunia Pendidikan di Indonesia
Perhatian atas hak rakyat atas pendidikan hanya ditempatkan sebagai kendala yang dipenuhi agar
sistem utama dapat berjalan. Dalam sistem seperti ini pendidikan ditempatkan sebagai komoditas,
peranan pemerintah dimimalisasi dengan berfokus pada kontrol kurikulum yang standar, melakukan
disentralisasi kepada pemerintah daerah atau dengan kata lain negara melempar kewajibannya pada
entitas politik lokal.
Guru, dosen dan profesi pendidik dinina bobokan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa atau
dengan kata lain ditempatkan dalam status ekonomi dan kondisi kerja yang rendah. upaya kenaikan gaji
yang tidak signifikan atau sistem sertifikasi yang tidak masuk akal, memperkuat asumsi itu. Indikasi ini
dapat diliat pada semua level pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Ada sekolah yang
kaya dan ada juga sekolah yang miskin. Status sekolah menjadi terjantung kondisi sosial ekonomi
muridnya. Ada sekolah yang roboh dan ada sekolah yang megah, padahal semua milik pemerintah.
Bahkan didalam sekolahpun dibedakan, ada yang masuk rintisan sekolah bertaraf internasional dan ada
sekolah yang biasa saja. Yang satu ber-AC dan berbahasa inggris, yang satu berkeringat dan berbahasa
indonesia. Ini adalah wujud dari ketidak percayaan diri pada sekolah nasional. Kalaupun sekolah bertaraf
internaisonal ini memang dianggap memiliki kualitas yang lebih baik kenapa tidak dijadikan standar
nasional untuk semua. Kenapa hanya diperuntukkan untuk kelompok tertentu. Diskriminasi terjadi tidak
hanya ketika akan masuk sekolah yang tersaring dengan tarif mahal, akan tetapi dalam proses
didalamnyapun terjadi diskriminasi lanjutan. Sekolah dan perguruan tinggi didesain agar berfikir dan
bergerak secara swasta, dengan asumsi bahwa swasta lebih baik dari pada publik atau pemerintah.
Logika pasar benar-benar merebah. Uang masuk mahal, SPP mahal, bahkan sampai para dosennya
sendiri tidak mampu menyekolahkan anak di Universitas tenpat ia mengajar.
Perguruan tinggi pun sekarang mengejar kelasnya menjadi berkelas dunia dari pada berusaha
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa sendiri, perguruan tinggi mengikuti arus global
dengan mengacu pada standar-standar internasional yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan
bangsa itu sendiri.
Pada umumnya masayarakat Indonesia dapat merasakan dan menyadari dengan jelas krisis
ekonomi dan finansial. Namun mereka kurang menyadari krisis yang berdampak lebih besar, yaitu krisis
pendidikan Indonesia. krisis pendidikan semakin parah justru terjadi setelah Indonesia berdemokrasi
dan bebes memilih apa yang terbaik untuk rakyat. Tak seperti krisis ekonomi, krisis pendidikan
berimplikasi pelan tapi pasti dan kuat pada struktur sosial di masa depan . sistem ini sebenarnya telah
melecehkan konstitusi yang menempatkan negara yang berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB III
PENUTUP
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu.[3]
Budaya politik dibentuk dan dikembangkan oleh pelaku politik dan apa yang akan ditentukan oleh
pelaku politik sebagai ciri-ciri utama budaya politik mereka sampai batas tertentu, dipengaruhi oleh
pendidikan mereka. Jadi hubungan antara budaya politik dan pendidikan bersifat tidak langsung. Ini
berarti pendidikan tidak secara final membentuk pelaku politik. Pendidikan memberi dasar-dasar kepada
tiap calon pelaku politik. Jika dasar-dasar ini baik dan kokoh, besar kemungkinan (probabilitasnya) akah
lahir pelaku-pelaku politik yang baik. Namun, jika dasar-dasar yang diberikan oleh pendidikan jelek dan
rapuh, kemungkinan besarnya ialah yang akan muncul di kemudian hari adalah pelaku-pelaku politik
yang jelek dan rapuh pula.
Lalu bagaimana sosok pendidikan (kontur pendidikan) yang dapat menjadi landasan ideal
kehidupan politik? Ini tergantung bagaimana kita men-definisi-kan "kehidupan politik" yang ideal.
Namun, secara umum landasan yang baik adalah pendidikan yang dalam jargon politik disebut
"pendidikan manusia seutuhnya".
Dalam idiom modern, ini ialah pendidikan yang membimbing anak menjelajah enam wilayah makna
(realms of meaning), yaitu simbolika, empirika, estetika, sinnoetika, etika, dan sinoptis. Pendidikan ini,
jika diselenggarakan dengan baik, akan menghasilkan anak-anak muda yang mampu berpikir secara
sistematik, mengenal dan memahami aneka persoalan empiris yang ada di masyarakatnya, memiliki rasa
keindahan, memiliki kepekaan sosial, secara sukarela taat kepada norma-norma, dan mampu berpikir
secara reflektif dan integratif. Menurut para ahli, pendidikan seperti ini memerlukan waktu empat belas
tahum. Dalam sistem kita itu berarti pendidikan dari tingkat SD hingga sarjana muda atau D-2/D-3.
Dengan landasan pendidikan seperti ini, kiranya akan lahir insan-insan politik yang mampu merintis
lahirnya budaya politik baru dan perilaku politik yang lebih santun dalam negara kita.
Politik Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh kegiatan pendidikan.
Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang kebijaksanaan pendidikan. (Suhartono, 2008 :103)
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, landasan politik penting untuk melatih jiwa
masyarakat, berbangsa dan bertanah air dan juga dapat dimaknai sebagai suatu studi untuk mengkritisi
suatu system pemerintahan dan pemerintah yang bila memungkinkan melakukan penyimpangan
amanat.
Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat
pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan
seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat
memiliki kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas
dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya terletak pada politik
pendidikan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ali Riyadi. 2006. Politik Pendidikan Menggugat Birokrasi Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz
A. Chaedar Alwasilah. 1997. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
John Vaizey. 1987. Pendidikan di Dunia Modern. Jakarta: PT. Gunung Agung
Redja Mudyahardo. 2001. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal tentang Dasar Dasar Pendidikan pada
Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta