Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH Landasan Hukum Pendidikan Indonesia

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusah Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Landasan Hukum Pendidikan.............................................................. 3
B. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945........................................ 3
C. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1989........................................ 3
D. Undang-undang no. 14 tahun 2005...................................................... 6
E. PP RI Nomor 19 Tahun 2005............................................................... 7
BAB III PENUTUP................................................................................................. 8
A. Kesimpulan........................................................................................... 8
B. Saran..................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 9

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus
komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak lagsung pada bidang Norma
kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang berpendidikan dan

kurang trampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus informasi dan budaya global, serta
menurunnya norma-norma masyarakat kita yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap
timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing,
penguasaan pengetahuan dan tegnologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa.
Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke
modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan.
Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill), yaitu
yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi pada peserta
didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini
mulai pendidikan formal di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya
menjadi masyrakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Life Long Learning)
B.
1.
2.
3.
4.
C.
1.
2.
3.
4.

Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas maka Rumusan Masalahnya.
Apa yang dimaksud landasan hukum pendidikan?
Apa saja undang-undang yang membicarakan pendidikan?
Apa saja undang-undang tentang guru dan dosen?
Apa saja peraturan pemerintah tentang pendidikan?
Tujuan
Tujuannya adalah:
Untuk mengetahui makna landasan hukum pendidikan
Untuk mengetahui undang-undang tentang pendidikan
Untuk mengetahui undang-undang tentang guru dan dosen.
Untuk mengetahui peraturan pemerintah tentang pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Hukum Pendidikan
Landasan adalah titik tolak yang mendasari suatu hal, hukum adalah aturan baku yang
patut ditaati, dan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sementara
itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah
disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik
tolak dalam melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
B. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal
pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal,
yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu
menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajar Pasal 32 pada Undang Undang Dasar berbunyi :
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia yang diatur dengan Undang Undang.
C. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini. Yang dibahas adalah pasal pasal
penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk

mengembangkan pendidikan. Pertama tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi
sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional
yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 45. Undang undang ini
mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila
dan Undang Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia saja. Ini
berarti teori teori pendidikan dan praktek praktek
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada
kebudayaan Indonesia.Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang
berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan
dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga
Kependidikan tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup
tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan
pengembang pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.
Dari bahasan diatas untuk lebih jelasnya bahwa undang-undang tentang pendidikan
nasional sebagai berikut: Pasal 1 Ayat 2, Ayat 5, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15,
Pasal 20, Pasal 24, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 36 Ayat 1, Pasal 39, Pasal 45, dan Pasal 58.
Pasal 1 Ayat 2 menerangkan, Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia. Sedangkan Pasal 1 Ayat 5 berbunyi, Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pasal 5 bermakna, Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu, baik bagi mereka yang berlainan fisik, di daerah
terpencil, maupun yang cerdas sekalipun.
Pasal 6 menjelaskan, Memberdayakan semua komponen masyarakat berarti pendidikan
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerja sama saling
melengkapi dan memperkuat.
Pasal 12, Peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan agama yang
sesuai dengan agama yang dianutnya yang diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Pasal 13, Jalur pendidikan formal merupakan ppendidikan yang diselenggarakan di
sekolah secara berjenjang dan bersinambungan, sedang jalur pendidikan nonformal dan informal
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah yang tidak harus berjenjang dan
bersinambungan.
Pasal 15, Jalur pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan
professional.
Pasal 20, Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik
atau professional.

Pasal 24, Tentang kebebasan akademik, kebebasan mimbar akadmik, dan otonomi
keilmuan.
Pasal 28, Pendidikan anak usia dini dapat terjadi pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
Pasal 29, Meningkatkan kinerja pegawai dan calon pegawai negri yang diselenggarakan
oleh departemen atau nondepartemen pemerintah.
Pasal 36 Ayat 1, Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidian untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 39, Tentang kewajiban tenaga kerja.
Pasal 45, Pengadaan dan pendayagunan sumber daya pendidikan yang harus dilakukan
oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga peserta didik.
Pasal 58, Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik.

D. Undang-undang no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.


Ada beberapa hal yang diuraikan dalam Undang-Undan Guru dan Dosen. Tercantum dalam
Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 15, Pasal 19, Pasal 24, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 46, Pasal 48,
dan Pasal 49.
Pasal 8, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Pasal 10, Potensi guru mencakup pedagogik, kepribadian, social, dan professional.
Pasal 11, Sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pangadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 15, Guru yang berkualitas diberi imbalan berupa gaji pokok, beserta tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus bagi yang bertugas
di daerah khusus, dan maslahat tambahan.
Pasal 19, Yang dimaksud maslahat tambahan berupa kesejahteraan seperti tunjangan
pendidikan, asuransi pendidikan beasiswa, layanan kesehatan, dan penghargaan-penghargaan
tertentu.
Pasal 24, Menentukan tentang pengangkatan guru.
Pasal 40, Guru juga diberi cuti seperti pegawai biasa dan tugas belajar.
Pasal 42, Tentang organisasi profesi guru.
Pasal 46, Dosen minimal lulusan magister untuk mengajar di program diploma dan
sarjana dan lulusan program doktor untuk mengajar di pascasarjana.
Pasal 48, Persyaratan untuk menduduki jabatan guru besar harus memiliki ijazah doktor.

E. PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini. Yang dibahas adalah pasal pasal
penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk
mengembangkan pendidikan.
Pasal 3, Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadiwarganegara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Pasal 6,Ayat (1), Yang dimaksudpendidikanumummeliputi SD/MI/paket A,
SMP/MTs/Paket B, dan SMA/MA/Paket C atau bentuk lain yang sederajat.Yang
dimaksudpendidikankejuruanmeliputi SMK/MAK ataubentuklain yang sederajat.Yang
dimaksudpendidikankhususmeliputi SDLB, SMPLB, dan SMALB ataubentuklain yang
sederajat.Pelaksanaansemuakelompokmatapelajarandisesuaikandengantingkatperkembanganfisik
dan psikologis peserta didik.
Ayat (1) butir a,Yang dimaksud dengan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
termasuk di dalamnya muatan akhlak mulia yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan
dari pendidikan agama.Kelompokmatapelajaran agama danakhlakmuliapada SD/MI/SDLB/Paket
A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk pe-ningkatan potensi spiritual. Peningkatan potensi spiritual dalam
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia mencakup penge-nalan, pemahaman, serta
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakat.
Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi
yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai
makluk Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya
dengan dunia pendidikan.
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, harus berakar pada kebudayaan
Indonesia.Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi: Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak
menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam

pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik,


pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan,
pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.
B. Saran
Semoga setelah membaca makalah ini pembaca mampu memperhatikan perkembangan
pendidikan dan hal-hal yang mendasari tentang pendidikan baik landasan yang bersifat hukum,
filsafat dan juga dasar yang membangun pendidikan.
http://sastrawanpemula.blogspot.co.id/2013/05/makalah-landasan-hukumpendidikan.html

makalah tentang landasan hukum pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan
arus komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak lagsung pada
bidang Norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang
kurang berpendidikan dan kurang trampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya
arus informasi dan budaya global, serta menurunnya norma-norma masyarakat kita
yang bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan
disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan
pengetahuan dan tegnologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu
bangsa. Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau
sumber daya alam ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan.
Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life
Skill), yaitu yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan
kompetensi tinggi pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam
suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya.
Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal
di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi
masyrakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Life Long Learning)

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas maka Rumusan Masalahnya.

1.

Apa yang dimaksud dengan pendidikan?

2.

Apa saja yang menjadi landasan pendidikan?

3.

Apa saja asas-asas pokok pendidikan?

4.

Apa yang dimaksud dengan konsep pendidikan?

5.

Apa saja dampak dari konsep pendidikan?

C. Tujuan
Tujuannya adalah:
1.

Untuk mengetahui tentang pengertian pendidikan.

2.

Untuk mengetahui yang melandasi pendidikan

3.

Untuk mengetahui asas-asas pendidikan

4.

Untuk mengetahui arti dari konsep pendidikan.

5.

Untuk mengetahui dampak dari konsep pendidikan.

BAB 2
PEMBAHASAN

Sebelum kita jauh mengenal tentang makna pendidikan dan juga landasan
hukumnya, kita harus tahu terlebih dahulu. Apa itu pendidikan? Konsep apa yang
mendasarinya dan hal-hal apa saja yang mendasari pendidikan tersebut.

A. Pengertian Pendidikan
Seseorang dapat memahami pengertian pendidikan dengan benar manakala dia memahami
unsur-unsur pendidikan, sistem pendidikan, landasan pendidikan, dan wujud pendidikan sebagai
sebuah sistem. Karena itu, ada beberapa batasan tentang pengertian pendidikan tersebut.
Sebelumnya, dapat dipahami bahwa pendidikan berkaitan dengan segenap elemen dalam
lingkungan kehidupan manusia: kebudayaan, ekonomi, hankam, politik, etos kerja, sumber daya,
dan sebagainya. Semua itu, dapat dilihat dari bagan berikut.
Bagan komponen yang turut mempengaruhi kualitas output pendidikan

a.

Pendidikan sebagai proses transformasi budaya


Pendidikan yang diartikan sebagai proses transformasi budaya adalah sebuah kegiatan
pewarisan budaya dari satu genarasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian, pendidikan
berkaitan dengan kebiasaan dalam suatu komunitas. Misalnya, berkenaan dengan kebiasaan
tentang perkawinan di suatu tempat, acara pesta sunat rasul, dan kegiatan adat lainnya. Semua itu,
berkenaan bagaimana memberikan sebuah pendidikan kepada generasi berikutnya tentang kegiatan
dan kebiasaan yang dilakukan dalam komunitas tersebut. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai
suatu nilai yang kemudian mengalami proses transformasi dari generasi ke generasi.
Menurut Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, dalam bukunya Pengantar Pendidikan, ada tiga bentuk
tranformasi pendidikan, yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan, misalnya nilai kejujuran; nilai
yang kurang cocok untuk diperbaiki, misalnya tata cara perkawinan; dan nilai yang tidak cocok untuk
diganti, misalnya tentang beberapa hal yang dianggap tabu untuk dipakai/diterapkan zaman
sekarang (2005:33-34).
Hal ini memperlihatkan bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan
budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas mempersiapkan peserta didik untuk hari

esok. Untuk mesti disadari bahwa pendidikan merupakan subsistem dari sistem pembangunan
nasional.

b.

Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi


Sebagai pembentukan pribadi, pendidikan diartikan menjadi kegiatan yang sistematis dan
sistemik. Terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Dikatakan sistematis karena
proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap kesinambungan (prosedural). Disebut sistemik
karena berlangsung dalam semua situasi dan kondisi.
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran, yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang
belum dewasa dan pembentukan pribadi bagi mereka yang sudah dewasa. Keduanya dikatakan
Tirtarahardja berlangsung secara alamiah dan menjadi sebuah keharusan (2005:35). Pembentukan
pribadi tersebut mencakup pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif, dan psikomotor)
yang sejalan dengan pengembangan fisik.

c.

Pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara


Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan menjadi suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Warga negara yang baik di
sini relatif, tergantung falsafah negara masing-masing. Bagi Indonesia, warga negara yang baik
diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal ini tercantum
dalam UUD 1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tak ada kecualinya.

d.

Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja


Batasan pendidikan ini dimaksudkan untuk membimbing peserta didik memiliki dasar untuk
bekerja. Pendidikan diberikan berupa pembekalan dasar seperti pembentukan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan kerja. Hal ini sesuai UUD 1945 pasal 27 ayat (2), yang menyatakan bahwa setiap
warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Selanjutnya, dalam GBHN (BP 7 Pusat) butir 23 disebutkan bahwa pemerataan lapangan kerja dan
kesempatan kerja serta memberikan perhatian khusus pada penanganan angkatan kerja usia muda.

B.

Landasan Pendidikan

Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam


berkaitannya dengan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentang
:
landasan
hukum,landasan
filsafat,landasan
sejarah,landasan
sosial
budaya,landasan psikologi,dan landasan ekonomi .
1.

Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak. Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut
ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan
mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum
dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam
melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.

a.

Pendidikan menurut Undang-Undang 1945


Undang Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di
Indonesia. Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang Undang
Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan
tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat
1 berbunyi : Tiap tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2
pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajar Pasal 32 pada Undang Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional Indonesia yang diatur dengan Undang Undang.

b.

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional


Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini. Yang dibahas adalah
pasal pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam
serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama tama adalah
Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang Undang Dasar 45. Undang undang ini mengharuskan
pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila
dan Undang Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia
saja. Ini berarti teori teori pendidikan dan praktek praktek
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar
pada kebudayaan Indonesia.Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan
pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah
setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan
pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam

pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik,


pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang
pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.

C. Asas-Asas Pokok Pendidikan


Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau
tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.
Khusus di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalahAsas
Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam
belajar.
1.

Asas Tut Wuri Handayani


Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian
dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan
lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:

Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh)


Ing Madyo Mangun
dan semangat)

Karso

(jika

ditengah-tengah

Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan)

2.

Asas Belajar Sepanjang Hayat

memberi

dukungan

Asas belajar sepanjang hayat ( life long learning ) merupakan sudut pandang
dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup ( life long education ). Kurikulum
yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi
yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan
kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan
peserta didik di masa depan. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu
katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar
sekolah.
3.

Asas Kemandirian dalam Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian


dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu
suiap untuk ulur tangan bila diperlukan.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru
dalam peran utama sebagai fasilitator dan motifator.

D. Konsep Pendidikan
Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi
ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya
(keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang
terbeban (concern) terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi ke
depan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab.
Oleh karena itu, yang duduk di kementerian pendidikan, kepala dinas, dan pembuat konsep
pendidikan dipercayakan kepada orang-orang yang dinilai memiliki konsep (pemikiran) yang matang
untuk memajukan dunia pendidikan.
Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, dalam buknya Pengantar Pendidikan (2005:42), mengemukakan
salah satu konsep pendidikan itu adalah Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH). Kata dia, konsep PSH
sudah ada sejak zaman Rasulullah, sesuai sebauah hadis, Tuntutlah ilmu sejak di buaian hingga ke
liang lahat.
Menariknya, konsep PSH disebutkan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan
persekolahan, melainkan merupakan suatu proses berkesinambungan dan berlangsung sepanjang
hidup. Ide PSH ini sudah dicetuskan sejak belasan abad silam, namun sekarang terkesan
tenggelam dengan hadirnya beragam konsep baru ala pemerintahan. Konsep-konsep baru tersebut
memandang bahwa kualitas peserta didik akan tercapai dengan melakukan ujian akhir. Hal ini
menimbulkan beberapa konsep pendidikan di Indonesia yang mulai berkiblat kepada UUD 1945 dan
Pancasila, disusul dengan Surat Keputusan (SK) atau semacam kurikulum.
Konsep pendidikan yang dicetuskan oleh sistem pendidikan nasional (Indonesia) melahirkan
sejumlah kurikulum. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Adapun
kurikulum yang dicetuskan itu kemudian melahirkan sejumlah pendekatan. Pendekatan-pendekatan
tersebut misalnya Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Setelah pendekatan ini ditengarai tidak mampu
menghasilkan tujuan pendidikan yang diharapkan, kurikum diubah lagi dengan model pendekatan
pembelajaran yang baru.
Perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia sejatinya dilakukan setiap sepuluh tahun
sekali. Akan tetapi dalam dekade ini, kurikulum sudah berubah sesuka hati pemerintah, setiap
pergantian Menteri Pendidikan. Karena itu, kurikulum pendidikan yang pada tahun 2004 dikenal

dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) hanya dapat bertahan tiga tahun. Setelah itu
diganti lagi dengan Kurikulum Tingkat Satuan Acuan Pembelajaran (KTSP).
Kendala kemudian adalah hasil pendidikan di Indonesia tidak berubah sehingga kurikulum-kurikulum
yang dianggap sangat handal memajukan pendidikan itu mendapat pelesetan. KBK dipelesetkan
menjadi Kasih Buku Keluar. Maksudnya, guru-guru di sekolah hanya pintar memberikan buku
panduan (modul) kepada siswa, lalu keluar dari ruangan. Hal ini tidak jauh beda
dari pemelesetan CBSA sebagai Catat Buku Sampai Abis. Adapun KTSP yang masih dipakai
sebagai kurikul di Indonesia sekarang mulai dipelesetkan menjadi Kasih Tugas Suruh Pulang

E.

Dampak Konsep Pendidikan


Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan beberapa konsep pendidikan. Bab ini hanya menelaah
konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia, yakni berdasarkan kurikulum yang ada dengan
beragam model pendekatannya.
Umumnya, perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia adalah setiap sepuluh tahun sekali. Hal
ini telah terpraktik sejak masa pemerintahan Soeharto sebagai presiden. Namun, belakangan,
perubahan sistem pendidikan nasional sebagai sebuah standar dalam pendidikan secara universal
(nasional), telah dilakukan setiap pergantian Menteri Pendidikan. Karenanya, pergantian kurikulum
dari KBK menuju KTSP berlaku hanya dalam rentang waktu tiga tahun setengah. Di sini terkesan
ada ego pribadi terhadap setiap menteri yang menjabat. Kemungkinan takut menggunakan metode
yang sudah dilakukan oleh Menteri Pendidikan sebagai sebuah ketidaka-daaan konsep yang baru,
oleh orang yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan berikutnya, memberikan/ memutuskan harus
ada kurikulum pendidikan yang baru. Tanpa disadari bahwa perubahan konsep pendidikan
(kurikulum) sebentar-sebentar telah mengacaukan dunia pendidikan secara nasional.
Karena itu, bagaimanakah dalam prkatik di lapangan kurikulum dengan beragam model
pendekatan pembelajarannya, penulis mencoba menelaah itu satu demi satu.

a.

Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)


CBSA merupakan konsep pendekatan pembelajaran dengan menuntut siswa lebih aktif dari
guru. Akhirnya, kesalahpengertian terhadap model pendekatan ini membuat guru cenderung
melepaskan pembelajaran kepada siswa sepenuhnya, tanpa bimbingan dan arahan. Hal ini
dilakukan dengan memberikan buku kepada siswa, meminta siswa membaca dan merangkum
sendiri apa yang ada dalam buku pegangan yang diberikan. Kerja malas guru untuk membacakan
atau menerangkan isi buku akhirnya model CBSA dipelesetkan menjadi Catat Buku Sampai
Abis. Tentunya ini sebuah model pendekatan yang membosankan.

b.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)


Pendekatan dengan model KBK sesungguhnya mengharapkan pembelajaran kontekstual. Siswa
benar-benar diharapkan aktif dalam menemukan sesuatu dari hasil pembelajaran. Pada model
penekatan dalam kurikulum ini sesungguhnya juga mengharapkan siswa lebih aktif; yakni aktif
dalam menemukan sesuatu sselama proses pembelajaran. Karena itu, model pendekatan
pembelaharan dalam KBK dituntut kontekstual. Sayangnya, model menemukan sendiri dan
kontekstual ini diukur guru dengan meninggalkan buku kepada peserta didik, berharap peserta
didik menemukan hasil pembelajaran yang akan dicapai, lalu si guru keluar dari kelas sehingga KBK
pun mendapat pelesetan Kasih Buku Keluar.

c.

Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP)


Seperti dua model pendekatan pembelajaran dalam kurikulum di atas, KTSP pun tak ubah
diperlakukan guru seenak perut. Kurikulum ini sebenarnya mengharapkan model
pendekatan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Keaktifan
yang dimaksudkan masih pada siswa sebagai peserta didik, kemudian inovatif dan kreatif dalam
menemukan hasil pembelajaran yang dimaksudkan sehingga pembelajaran tidak hanya
dititikberatkan dalam ruangan (kelas) semata. Proses pembelajaran yang efektif untuk
mencapai outputpendidikan pun memberikan keluesan kepada siswa untuk mengaitkan materi
pembelajaran sesuai dengan apa yang diamati dan dialami siswa (kini dan di sini). Akan tetapi,
konsep ini juga salah dimengerti oleh guru sehingga keaktifan, kekreatifan, dan keefektifan
pembelajaran diukur dengan aktif dan kreatifnya siswa menyelesaikan tugas. Akibatnya, siswa
kelimpungan menerima tugas dari guru saban kali masuk kelas sehingga KTSP dipelesetkan
menjadi Kasih Tugas Suruh Pulang. Maksudnya, guru hanya berpikir bagaimana memberikan tugas
kepada siswa, lalu siswa dipersilakan pulang mengerjakan tugas tersebut. Padahal, seorang guru
dituntut
menjadi
mediator
dan
sekaligus
fasilitator,
yang
mengarahkan
siswa
menemukan output pendidikan
Dari model/konsep yang salah diartikan tersebut menimbulkan beragam dampak kepada peserta
didik. Sudah jelas, proses pembalajaran tidak akan dapat membuahkan hasil seperti harapan, jika
guru hanya menyerahkan pembelajaran 100% kepada siswa. Seharusnya, guru menjadi pemandu,
motivator, sekaligus fasilitator.
Dalam hal ini, kita tak tahu harus mempersalahkan siapa terhadap hasil (output) pendidikan.
Menyalahkan siswa ketika tak mau mengerjakan tugas yang diberikan boleh jadi sebuah
kemungkinan. Akan tetapi, guru sebagai pemandu menemukan hasil belajara pun mestinya benarbenar dapat memosisikan diri sebagai fasilitator dan mediator proses pembelajaran.

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam
berkaitannya dengan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentang
:
landasan
hukum,landasan
filsafat,landasan
sejarah,landasan
sosial
budaya,landasan psikologi,dan landasan ekonomi.
Jadi Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah
berakar pada kebudayaan Indonesia.Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga
Pendidik
adalah
anggota
masyarakat
yang
mengabdikan
diri
dalam
penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga
kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan
tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup
tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti,
dan pengembang pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.

B.

Saran
Semoga

setelah membaca

makalah

ini

pembaca

mampu

memperhatikan

perkembangan pendidikan dan hal-hal yang mendasari tentang pendidikan baik landasan yang
bersifat hukum, filsafat dan juga dasar yang membangun pendidikan.

http://adhie-gustiana.blogspot.co.id/2011/12/makalah-tentang-landasan-hukum.html

LANDASAN HUKUM PENDIDIKAN


A. Pengertian
Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional pasal 1 :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang selalu bertolak dari sejumlah landasan serta
pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting,
karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan
masyarakat bangsa tertentu. Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Landasan yuridis atau hukum pendidikan dapat diartikan seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak atau acuan (bersifat
material, dan bersifat konseptual) dalam rangka praktek pendidikan dan studi
pendidikan. Jadi, landasan hukum pendidikan adalah dasar atau fondasi perundangundangan yang menjadi pijakan dan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan di suatu
negara.

Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Landasan yuridis


pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan
yang menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia, yang meliputi :

Pembukaan UUD 1945


UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia.
Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia.
Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis Pendidikan
Nasional
Keputusan Presiden sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
Instruksi Menteri sebagai Landasan yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional

B. Undang-Undang dan Peraturan Pendidikan

B.1 Undang-Undang Pendidikan

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan terdapat
pada Alinea Keempat.

Pendidikan menurut Undang-Undang 1945


Undang Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal
32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam
pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan
adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan


Nasional
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan
umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan
tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur
dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan,
sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa
pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan
pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain,
ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan
nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan
umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban
warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan
jenis pendidikan, bahasa pengantar, stndar nasional pendidikan, kurikulum,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan,
pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat
dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan
pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain,
pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen


Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan
umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan,
prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari
kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode

etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional


Pendidikan
Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan
Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar
Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar
Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi,
Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan
Penutup.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B.2 Peraturan Pendidikan

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan


Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila
dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap
program studi dan bersifat nasional

Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan

Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksana Peraturan Menteri


No. 22 dan No. 23

Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah

Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008


Tentang Guru

Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan

Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian

Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun


2008 tentang Standar Sarana Prasarana.

Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi

Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU

Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan

Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium

Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan

Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga


Kependidikan

Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu

Implikasi Landasan Hukum Pendidikan di Indonesia


Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep
pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan
profesional.
2. Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan
satu teori, tetapi juga mempelajari cara membina tenaga pembantu dan
mengusahakan alat-alat bekerja
3. Sebagai konsekuensi dari beragamnya kemampuan dan minat siswa serta
dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan
berbagai ragam sekolah kejuruan.
4. Untuk merealisasikan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya maka perlu
perhatian yang sama terhadap pengembangan afektif, kognitif dan psikomotor
pada semua tingkat pendidikan.
5. Pendidikan humaniora perlu lebih menekankan pada pelaksanaan dalam
kehidupan sehar-hari agar pembudayaan nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah
dicapai.
6. Isi kurikulum mulok agar disesuaikan dengan norma-norma, alat, contoh dan
keterampilan yang dibutuhkan di daerah setempat.
7. Perlu diselenggarakan suatu kegiatan badan kerjasama antara sekolah
masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi, mengawasi pelaksanaan
pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.
Landasan hukum pendidikan merupakan seperangkat peraturan dan perundangundangan yang menjadi panduan pokok dalam pelaksanaan sistem pendidikan di
Indonesia. Peraturan yang satu dan yang lain seharusnya saling melengkapi.
Permasalahan yang saat ini terjadi adalah perundangan dan peraturan yang ada belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran. Pada kenyataannya masih banyak warga negara
baik dari kelompok masyarakat miskin, daerah tertinggal dan sebagainya yang belum
mendapatkan pengajaran seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut.
Pada UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 4 ayat 2 berbunyi : Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa. Namun dalam kenyataanya sebagian penyelenggaraan pendidikan belum
sesuai dengan peraturan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan masih saja bersifat
diskriminatif dan tidak menjunjung hak asasi manusia. Misalnya dalam
penyelenggaraan pendidikan di RSBI dengan pelajarannya yang begitu padat siswa
kehilangan hak-haknya untuk bermain, serta diskriminatif karena hanya siswa yang
pandai dan mampu saja yang bisa menempuh pendidikan disana.
Kita akan masih banyak menemukan beberapa undang-undang yang belum mencapai
tujuannya, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, tentu tidak

mudah mencapai semua tujuan dengan singkat dan cepat. Tercapainya tujuan
pendidikan membutuhkan dukungan positif dari pendukung segala aspek masyarakat,
penyelenggara pendidikan dan pemerintah. Maka penyelenggaraan pendidikan yang
baik adalah sesuai dengan landasan-landasan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang
berlandaskan hukum akan menjadikan penyelenggaraan pendidikan terarah, teratur
dan sesuai dengan akar kebudayaan nasional.
Masalah Hukum Pendidikan di Indonesia
Para pendidik dan masyarakat umum perlu bersikap dan bertindak positif
mensukseskan tujuan pendidikan tersebut, antara lain dengan cara :
1. Memberikan dorongan kepada peserta didik dan warga belajar untuk belajar
terus
2. Mengurangi beban kerja anak-anak manakala mereka harus membantu
meringankan beban ekonomi orang tuanya
3. Membantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat-alat belajar di rumah untuk
merangsang kemauan belajar anak-anak
4. Membantu biaya pendidikan
5. Mengijinkan anak pindah sekolah, bila ternyata sekolah semula sudah tidak dapat
menampung
6. Bila diperlukan, membantu menyiapkan gedung untuk lokasi belajar
7. Bersedia menjadi narasumber untuk keterampilan-keterampilan tertentu yang
banyak dibutuhkan para pendidik dasar tingkat-tingkat akhir
8. Mengizinkan peserta didik dan warga belajar magang di perusahaan-perusahaan
dan perdagangan-perdagangan
9. Responsif terhadap kegiatan-kegiatan sekolah, terutama yang dilaksanakan di
masyarakat
10. Bersedia menjadi orang tua angkat atau orang tua asuh bagi anak-anak yang
sudah tidak memiliki orang tua, atau orang tuanya tidak mampu membiayai
anak-anaknya.
https://rahmawatiindahlestari.wordpress.com/semester-1/lkpp/landasan-hukumpendidikan/

Makalah Landasan Hukum Pendidikan


Diposkan oleh evhie masyur di 6/22/2013 11:22:00 PM

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah
dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk
mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan
kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan di Indonesia merupakan suatu system
yang harus mampu menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap
lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya
sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Pendidikan mempunyai tugas
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan
zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya.
Kondisi dunia pendidikan di Indonesia tidak serta-merta seperti tergambarkan di
atas. Berbagai fakta menyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang
peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu
komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per
kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102
(1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political
and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada
urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data
yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya
saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia
hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang
(2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja
yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP).
Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036
SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Diploma Program (DP).
Dari data-data di atas tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
menjelaskan bahwa ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan.
Masalah tersebut kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Untuk itu,
salah satu solusi adalah setiap unsur dalam dunia pendidikan harus memahami
dengan baik landasan pendidikan sehingga dapat menjalankan roda pendidikan
dengan baik sehingga tujuan pendidikan Indonesia dapat tercapai.

Landasan pendidikan di Indonesia terdiri atas landasan Ideologi, Landasan


Konstitusional, Landasan Visional, Landasan Filosofi, Landasan Historis, Landasan
Hukum, Landasan Antropologi, Landasan Psikologi, Landasan Sosiologi, Landasan
Ekonomi dan Profesionalisme Guru. Dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang Landasan Hukum Pendidikan di Indonesia.

B.

RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu :


1.

Bagaimana menyikapi berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia ?

2.
Bagaimana implikasi landasan hukum dalam pengembangan konsep
penidikan di Indonesia ?

C.

TUJUAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.


1.
Menjelaskan bagaimana menyikapi berbagai permasalahan pendidikan di
Indonesia.
2.
Menjelaskan implikasi landasan hukum dalam pengembangan konsep
pendidikan di Indonesia.

D.

MANFAAT

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1.
Untuk Sekolah, makalah ini diharapkan bisa memberikan solusi terhadap
persoalan pendidikan yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikann dan
mampu melaksanakan pendidikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh
hukum dan Undang-Undang.
2.
Untuk Peneliti Pendidikan, dapat dijadikan referensi untuk penulisan karya
ilmiah maupun penelitian tentang pendidikan.
3.
Untuk Penulis, dapat menambah wawasan tentang landasan hukum
pendidikan yang merupakan pijakan pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN LANDASAN HUKUM

Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.
Landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan
tentang pengangkatannya sebagai guru. Yang melandasi atau mendasari ia menjadi
guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya. Surat keputusan itu
merupakan titik tolak untuk ia bisa melaksanakan pekerjaan guru. Begitu pula
halnya anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling sedikit sampai dengan tingkat
SLTP, adalah dilandasi atau didasari atau bertitik tolak pada Peraturan Pendidikan
tentang Pendidikan Dasar dan ketentuan wajib tentang belajar.
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati.
Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan
mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Seorang guru yang
melanggar disiplin misalnya, bisa dikenai sanksi dalam bentuk kenaikan pangkatnya
ditunda. Begitu pula seorang peserta didik yang kehadirannya kurang dari 75%
tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku diatas, tidak selalu dalam bentuk tertulis. Seringkali aturan
itu dalam bentuk lisan, tetapi diakui atau ditaati masyarakat. Hukum adat misalnya,
banyak yang tidak tertulis, diturunkan secara lisan turun-temurun di masyarakat,
yang merupakan kebiasaan yang sangat kuat mengikat masyarakat. Huum seperti
ini juga menjadi landasan pendidikan. Kalau masyarakat masih taat melaksanakan
gotong royong dalam kehidupan, maka sekolahpun perlu menanamkan kebiasaankebiasaan gotong royong dalam kehidupan kepada para siswa-siswanya.
Uraian diatas memberikan gambaran jelas tentang makna kata landasan hukum.
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik
tolak dalam melaksankan kegiatan-kegiatan tertentu dalam hal ini kegiatan
pendidikan.

B.

PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia.


Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini. Sesuai dengan namanya, ia
mendasari semua perundang-undangan yang muncul kemudian. Kedudukan seperti
ini membuat Undang-Undang Dasar mengandung isi yang sifatnya umum.
Demikianlah aturan tentang pendidikan dalam Undang-Undang Dasar ini sangat
sederhana.
Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945
hanya 2 pasal, yatu Pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang
pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1

berbunyi : Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 Pasal ini
berbunyi : Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP
yang sedang dilaksanakan. Agar wajib belajar ini berjalan lancar, maka biayanya
harus ditanggung oleh Negara. Kewajiban Negara ini berkaitan erat dengan ayat 4
pasal yang sama yang mengharuskan negarai memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.
Ayat 3 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
system pendidikan nasional. Ayat ini mengharuskan pemerintah mengadakan satu
system pendidikan nasional, untuk member kesempatan kepada setiap warga
Negara mendapatkan pendidikan. Kalau karena suatu hal seseorang atau
sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar, maka mereka
bisa menuntut hak itu kepada pemerintah. Atas dasar inilah pemerintah
menciptakan sekolah-sekolah khusus yang bisa melayani kebutuhan masyarakat
terpencil, penduduknya tersebar berjauhan satu dengan yang lain. Sekolah-sekolah
yang dimaksud antara lain ialah SD kecil, SD pamong, SMP terbuka, dan system
belajar jarak jauh.
Pasal 32 Undang-Undang Dasar itu pada Ayat 1 bermaksud memajukan budaya
nasional serta memberi kebebasan kepada masyarakat untuk mengembangkannya
dan ayat 2 menyatakan Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai bagian dari budaya nasional. Mengapa pasal ini juga berhubungan dengan
pendidikan ? Sebab penddikan adalah bagian dari kebudayaan. Seperti kita ketahui
bahwa kebudahaan adalah hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan
berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu sebagian besar
budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan. Jadi bila
pendidikan maju, maka kebudayaan pun akan maju pula.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama
lain. Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya
memajukan pendidikan.

C.
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL
Di antara peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan
pendidikan adalah Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003. Sebab undang-undang
ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan. Undangundang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu yang
bertalian dengan pendidikan, mulai dari pra sekolah sampai dengan pendidikan
tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 1 ayat 2 berbunyi : Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang Dsar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan Nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.
Undang-undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional
dan nilai-nilai agama yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang dasar
1945. Ini berarti teori-teori pendidikan dan praktik-pratik pendidikan yang
diterapkan di Indonesia, tidak bolah tidak haruslah berakar pada kebudayaan
Indonesia dan agama. Tetapi kenyataan menunjukkan kita belum punya teori-teori
pendidikan yang khas sesuai dengan budaya bangsa. Kita sedang mulai
membangunnya teori pendidikan kita masih dalam proses pengembangan. Teoriteori pendidikan beserta prakteknya yang dilakukan di Indonesia sampai saat ini
sebagian besar merupakan teori-teori yang diimpor dari luar negeri. Dimana para
pendidika elajar disitulah mereka menerima teori-teori pendidikan. Dimana para
penguasa pendidikan mengadakan studi banding, disitu pulalah mereka menerima
teori-teori itu. Teori-teori luar negeri itu lengkap dengan buku-bukunya dibawa ke
Indonesia, sebagian ditatarkan kepada para pendidik lainnya, tentu sesudah direvisi
sana-sini.
Teori-teori dari luar negeri ini tidak mesti direplikasi dulu melalui penelitianpenelitian. Sebagian besar diterapkan begitu saja di negeri ini. Karena teori itu
banyak ragamnya, yang diterapkan pun dipilih sesuai dengan pandangan dan
selera pendidik, terutama oleh yang mempunyai wewengan menentukan kebijakan
pendidikan.
Selanjutnya pasal 1 Ayat 5 berbunyi : Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut
ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota
masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang
yang dimaksud dengan tenaga kependidikan tertera dalam pasal 39 ayat 1, yang
mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga administrasi, pengelola/kepala
lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan,
pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar.
Dari ketujuh macam tenaga kependidikan tersebut di atas ditambah ayat 2 tentang
pendidikan, yang sudah jelas kedudukan dan wewenangnya, baik karena keahlian
maupun karena surat keputusan yang diterimanya adalah penilik/pengawas, peneliti
dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar.
Tentang tenaga pendidik dan tenga pengelola sebagian sudah jelas karena keahlian
dan surat pengangkatan, tetapi sebagian lagi belum jelas. Mereka itu sebgian besar
pendidik dan pengelola pada jalur nonformal dan informal, baik pendidikan keluarga
maupun pendidikan di masyarakat. Tetapi secara hukum kedudukan mereka tetap
sah karena mereka telah mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bukan hanya warga masyarakat yang mengabdikan diri pada jalur informal dan
nonformal saja, yang peranannya sah sebagai pendidik, tetapi juga bagi mereka

yang mengabdikan diri pada jalur formal. Di Negara maju warga Negara seperti ini
cukup banyak jumlahnya. Dalam batas-batas tertentu mereka membantu dan
bekerja sama dengan personalia sekolah memajukan pendidikan. Kerjasama seperti
ini sangat bagus dan perlu dikembangkan. Kerja sama seperti ini pulalah yang
didambakan oleh undang-undang pendidikan kita, seperti tertulis dalam penjelasan
pasal 6 sebagai berikut : Memberdayakan semua komponen masyarakat berarti
pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana
kemitraan dan kerja sama yang saling melengkapi dan memperkuat.
Jadi, disamping masyarakat mempunyai kewajiban membiayai pendidikan, mereka
juga mempunyai kewajiban memikirkan, memberi masukan, dan membantu
penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah. Kewajiban ini perlu diinformasikan
kepada masyarakat luas, agar mereka menjadi lebih paham. Dengan demikian
partisipasi warga masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan diharapkan
semakin besar. Partisipasi itu bisa saja ditampung lewat komite sekolah atau badanbadan lain yang sejenis, sehingga kegiatan badan-badan seperti itu tidak hanya
terfokus pada upaya mencari dana tambahan, melainkan juga kepada masalahmasalah lain, seperti mengembangkan kurikulum local, disiplin proses belajar
mengajar, kesediaan menjadi narasumber, penanganan kenakalan siswa,
peningkatan respek terhadap guru, dan sebagainya.
Demikianlah tugas dan kewajiban pendidik dan pengelola pendidikan yang berasal
dari masyarakat umum, baik pada pendidikan di masyarakat maupun di sekolah
perlu mendapat penegasan dan informasi lebih rinci. Dengan cara ini diharapkan
perhatian, pengetahuan dan komitmen mereka lebih meningkat dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Selanjutnya, pasal 5 Undang-Undang pendidikan berbunyi : Setiap warga Negara
berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,
baik bagi mereka yang berlainan fisik, di daerah terpencil, maupun yang cerdas
atau berbakat khusus, yang bisa berlangsung sepanjang hayat. Semetara itu pasal
6 mewajibkan warga Negara berusia 7 sampai 15 tahun mengikuti pendidikan dasar.
Semua pihak seharusnya berusaha menyukseskan program wajib belajar ini. Pihak
pemerintah berusaha dengan berbagai cara agar program ini berjalan lancer, begitu
pula pihak masyarakat yang putra-putranya dikenai oleh pendidikan harus juga
berusaha membantu pemerintah. Sebab kalau masyarakat berdiam diri, apalagi
menentang program wajib belajar ini, berarti menelantarkan atau meniadakan
peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar tersebut. Dapat saja sikap atau
tindakan itu dikatakan melalaikan hukum atau menentang hukum. Kalau hal ini
terjadi jelas akan merugikan masyarakat sendiri, baik sebagai konsekuensi dan
melalaikan atau menentang hukum maupun dan kerugian yang diterima oleh putraputra mereka akibat tidak dapat kesempatan mengikuti pelajaran sebagaimana
mestinya.

Undang-undang pendidikan ini membedakan jalur pendidikan dengan jalur


nonformal dan informal yang tertera pada pasal 13. Dikatakan jalur pendidikan
formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah secara berjenjang
dan bersinambungan, sedangkan jalur pendidikan nonformal dan informal
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah yang tidak harus
berjenjang dan bersinambungan. Sebagai konsekuensi dari peraturan ini maka yang
berhak masuk ke jalur pendidikan nonformal dan informasl tidak dibatasi umurnya.
Orang boleh masuk ke lembaga ini kapan saja dan pada umur berapa saja. Boleh
juga berhenti kapan saja dalam waktu yang tak terbatas sebelum melanjutkan studi
lagi atau berhenti selamanya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hasil belajar pada jalur pendidikan formal
tidak mesti sama baiknya dengan hasil belajar pada jalur pendidikan nonformal.
Belum ditemukan hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan ini. Namun dari
pengamatan di sana-sini, tampaknya tidak ada perbedaan yang mencolok tentang
prestasi belajar kedua kelompok ini, terutama bila dikaitkan dengan tugas belajar,
izin belajar dan belajar sambil bekerja di perguruan tinggi. Prestasi belajar itu
sebagian besar ditentukan oleh minat, bakat dan kemampuan mereka masingmasing. Sebab itu baik jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, bila pendidikannya
dikelola dan dilaksanakan secara professional akan memberikan hasil yang tidak
jauh berbeda.
Pada jalur pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan
pendidikan professional (pasal 15). Pendidikan umum terdiri dari pendidikan dasar
dan pendidikan menengah umum, pendidikan kejuruan adalah pendidikan
menengah kejuruan, pendidikan khusus adalah pendidikan untuk anak-anak luar
biasa, dan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang banyak diwarnai oleh
keagamaan. Sementara itu pendidikan akademik dan professional/lokasi
diselenggarakan di perguruan tinggi.
Pendidikan kedinasan tertulis pada pasal 29 yang menyatakan untuk meningkatkan
kinerja pegawai dan calon pegawai negeri yang diselenggarakan oleh departemen
atau nondepartemen pemerintah. Pendidikan ini bisa dalam jalur formal bisa juga
nonformal.
Pendidikan anak usia dini tertuang pada pasal 28, yang terjdi pada jalur formal,
nonformal dan informal. Taman Kanak-Kanak termasuk pendidikan jalur formal.
Hal lain yang perlu diberi penjelasan adalah pendidikan akademik dan pendidikan
professional. Pasal 20 menyebutkan bahwa sekolah tinggi, institute dan universitas
menyelenggarakan pendidikan akademi dan politeknik menyelenggarakan
pendidikan professional. Pertama-tama yang perlu dijelaskan adalah apa beda
endidikan akademik dengan professional. Pendidikan akademik adalah pendidikan
yang berupaya melayani pengembangan sikap, berpikir dan perilaku ilmiah para

mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni


sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dengan demikian kemampuan orientasi pendidikan akademik ini adalah pada
kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi dan seni melalui kegiatan-kegiatan
penelitian. Dengan harapan mereka yang telah lulus dari pendidikan ini kelak dapat
mendarmabaktikan dirinya pada upaya pengembangan-pengembangan tersebut di
atas, baik untuk ilmu, teknologi dan seni yang bersifat universal, maupun yang khas
sesuai dengan kebudayaan dan geografis bumi Indonesia. Yang terakhir ini sangat
diperlukan mengingat Indonesia mempunyai kebudayaan tersendiri yang diwarnai
oleh filsafat Pancasila dan geografis tersendiri pula. Jadi tamatan-tamatan ini
diharapkan mampu mandiri atau berkelompok mengadakan pengembanganpengembangan itu, berarti pula mampu menghidupi diri sendiri. Implikasinya
adalah mereka tidak pad tempatnya menuntut untuk ditempatkan dalam suatu
tugas pekerjaan tertentu. Karena pada hakikatnya mereka tidak disiapkan untuk
mampu melaksanakan tugas teretntu yang sudah ada di masyarakat. Mereka ini
hanya dibina lahir batin agar semua potensi, terutama bakat mereka berkembang
secara optimal. Dengan bakat yang sudah berkembang ini mereka diharapkan
mampu mencari kerja atau menciptakan kerja sendiri.
Tamatan pendidikan akademik inilah yang diberi gelar sarjana, magister atau
doktor. Gelar sarjana dan magister ditulis di belakang nama, sedangkan gelar
doktor ditulis di depan nama yang berhak. Sementara itu lulusan professional hanya
diberi sebutan professional. Sebab makna professional berbeda dengan akademik.
Bila istilah akademik berkaitan dengan sikap, berpikir dan perilaku ilmiah, maka
istilah professional berkaitan dengan pelayanan terhadap klien atau orang yang
membutuhkan secara benar.
Pendidikan professional menekankan pada aplikasi teori-teori ang telah ada. Yang
dipelajari dalam pendidikan ini adalah teori-teori atau konsep-konsep yang ada
sebagai temuan dari para akademisi dan cara-cara penerapannya di lapangan
secara efektif dan efisien. Para mahasiswa tidak begitu penting mempelajari
bagaimana terjadinya suatu teori, mengetes kebenaran suatu teori, atau
mereplikasinya agar cocok dengan keadaan wilayah tertentu. Pekerjaan-pekerjaan
seperti ini adalah tugas para akademisi, yaitu mereka yang telah memiliki gelar.
Sebaliknya dalam pendidikan professional ini penerapan suatu teori lebih
diperhatikan, di samping memahami teori itu sendiri.
Penerapan suatu teori akan mencakup tenaga-tenaga pembantu, alat-alat
pembantu, lingkungan kerja, iklim kerja, materi yang dikerjakan, system penilaian,
efektifitas, efisien dan akuntabilitas. Mari kita ambil contoh di bidang kedokteran,
yang harus menyembuhkan pasien dari penyakitnya. Dokter itu membutuhkan
pembantu berupa perawat dan para pegawai, membuuthkan berbagai alat untuk
bekerja, lingkungan kerjanya harus tenang dan kalau sedang mengoperasi pasien
harus memakai memakai ruang bebas kuman, iklim kerja yang bergairah dan saling

membantu, setiap kegiatan dinilai proses sertea hasilnya. Dan disini akan diketahui
keberhasilan atau efektivitas kerjanya, serta efisiensinya bila dikaitkan dengan
waktu dan uang. Tingkat keberhasilan penyembuhan dan lamanya berobat akan
menentukan akuntabilitas kerja dokter itu atau sampai berapa besar hasil
pengobatan itu member kepuasan kepada pasien beserta keluarganya, dokter itu
sendiri, serta pengelola rumah berobat itu.
Bila pendidikan akademik membuat manusia berkembang secara optimal, maka
pendidikan professional berusaha membuat manusia-manusia pekerja dalam
bidang-bidang tertentu.
Pada pasal 12 menyebutkan peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan
pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya yang diajarkan oleh
pendidik yang seagama. Mereka juga berhak mendapatkan pelayanan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mendapatkan beasiswa bagi yang
berprestasi tetapi tidak punya dana. Mendapatkan biaya pendidikan bagi orang
tuanya yang tidak mampu. Pindah program pendidikan ke program lain atau
lembaga pendidikan lain yang setara. Dan boleh menyelesaikan pendidikan sesuai
dengan kecepatan mereka masing-masing.
Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat dilihat adanya pendidikan yang bersifat
terbuka, berhak pindah ke sekolah lain, berhak mendahului menyelesaikan program
dan mengembangkan mina, bakat serta kemampuannya. Yang dimaksud dengan
pendidikan terbuka disini antara lain adalah :
1.
Peserta didik berhak pindah ke lembaga atau sekolah lain dengan alasan
tertentu. Sebagai missal, kalau orang tua pindah tempat tinggal, maka anakanaknya harus pula diberi kesempatan pindah. Contoh lain ialah kalau kesehatan
anak tidak cocok dengan kondisi wilayah sekolah itu, maka ia harus diberi
kesempatan pindah. Anak-anak juga berhak dipindahkan ke kelas atau ke sekolah
yang lebih tinggi kalau kemampuannya sudah melebihi tuntutan di kelas atau di
sekolah semula. Bila hal ini tidak diizinkan, maka yang melarang bisa kena sanksi
hukum.
2.
Peserta didik berhak menyelesaikan program belajar mendahului temantemannya, termasuk berhak lulus lebih dahulu. Disini terkandung maksud
kemampuan dan kecepatan anak tidak boleh dihambat.
3.
Peserta didik berhak mengikuti pelajaran atau studi sesuai dengan minat,
bakat, dan kemampuannya. Anak-anak tidak boleh diarahkan ke kebutuhn pasar
yang ada yang bertentangan dengan bakatnya. Orang tua tidak boleh memaksakan
kehendaknya agar anak memasuki jurusan tertentu, yang menurut pandangan
orang tua menguntungkan dari segi ekonomi, misalnya. Penghalang pengembangan
minat, bakat dan kemampuan ini juga bisa dikenai sanksi hukum.

Selanjutnya pasal 39 tentang kewajiban tenaga kependidikan. Kewajiban itu secara


berturut-turut adalah sebagai berikut :
1.
Membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideology Negara
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan idea l dan landasan
konstitusional bangsa dan Negara. Loyal terhadapnya merupakan kewajiban utama
bagi semua warga Negara.
2.
Menjunjung tinggi kebudayaan bangsa. Tenaga kependidikan harus
menghargai dan memelihara budaya bangsa. Bagi yang mengagung-agungkan
kebudayaan asing, tetapi menomorduakan atau merendahkan kebudayaan sendiri
bisa dituntut secara hukum.
3.
Melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab dan pengabdian. Butir ini
menunjukkan bahwa bagi tenaga kependidikan yang malas bekerja, tidak
bertanggungjawab, dan bekerja hanya karena gaji dapat pula dituntut secara
hukum.
4.
Meningkatkan kemampuan professional sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.
Kaliman ini mengharuskan para tenaga kependidikan belajar terus secara formal
dan bisa juga belajar secara tidak formal. Bagi yang melalaikan kewajiban
mengembangkan profesi bisa juga dikenai sanksi atas dasar pasal ini.
5.
Menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan, yang diberikan masyarakat,
bangsa dan Negara. Nama baik bisa dijaga antara lain dengan cara bekerja secara
professional, seperti mengutamakan pengabdian, mengerjakan sesuatu sesuai
dengan teori, taat pada waktu, bersemangat dan sebagainya.
Pasal 45 Undang-Undang ini menyangkut pengadaan dan pendayagunaan sumber
daya pendidikan yang harus dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga
peserta didik. Pemerintah, masyarakat dan keluarga adalah partner
penyelenggaraan pendidikan. Ketiganya patut bertanggungjawab bersama dalam
batas-batas kemampuan mereka masing-masing secara professional dalam bidang
perencanaan, pengadaan, pelaksanaan dan pengawasan. Sehingga pendidikan di
tingkat manapun tidak hanya diserahkan kepada sekolah saja untuk menanganinya.
Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan adalah seperti tersebut di bawah
ini :
1.

Materi yang dipelajari peserta didik

2.

Metode yang dipakai untuk belajar dan mengajar

3.

Berbagai alat perga

4.

Berbagai media pendidikan

5.

Orang-orang seperti pengelola, guru, narasumber dan pengawas

6.

Informasi pendidikan

7.

Dana pendidikan

8.

Sarana pendidikan

9.

Prasarana pendidikan

Sementara itu yang bisa ikut ditangani oleh masyarakat atau tokoh masyarakat dan
keluarga peserta didik adalah sebagai berikut :
1.
Materi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang disebut kurikulum
muatan lokal
2.
Beberapa alat peraga yang ada di masyarakat dan atau yang dimiliki oleh
masyarakat/orang tua peserta didik
3.
Beberapa narasumber yang ada di masyarakat, yaitu orang-orang yang
memiliki ketrampilan tertentu yang tidak dimiliki oleh sekolah
4.
Masyarakat dan orang tua siswa juga berfungsi sebagai pengawas terhadap
pelaksanaan pendidikan di sekolah
5.

Memberikan informasi yang bertalian dengan pendidikan

6.

Membantu dana pendidikan dan ikut mencari sumber-sumber dana yang baru

7.

Membantu mengembangkan prasarana dan sarana pendidikan.

Pasal yang bertalian dengan kurikulum yang perlu diberi penjelasan adalah pasal 36
ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut : Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Pengembangan ini harus memperhatikan (ayat 3) peningkatan iman dan
takwa (agama), peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat, keragaman potensi daerah, tuntutan pembangunan daerah dan nasional,
tuntutan dunia kerja perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
dinamika perkembangan global dan persatuan nasional serta nilai-nilai kebudayaan
nasional. Menurut pasal ini ada dua macam kurikulum yaitu kurikulum nasional dan
kurikulum lingkungan setempat. Kurikulum nasional ditetapkan oleh pemerintah
pusat, sementara itu kurikulum lingkungan ditetapkan oleh lembaga-lembaga
pendidikan yang bersangkutan beserta badan lain yang berwenang untuk itu.
Badan itu adalah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Komite Sekolah bersama-sama dengan sekolah menyelenggarakan pendidikan.
Kerjasama antara masyarakat, orang tua peserta didik dan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan adalah sah secara hukum. Oleh sebab itu kerjasama

ini sngat pantas bila diwadahi oleh suatu badan. Dengan cara ini pengurusan
penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih mudah.
Selanjutnya pada UU NO. 20 tahun 2003 Pasal 58 mengatakan evaluasi hasil belajar
peserta didik dilakukan oleh pendidik. Sementara itu evaluasi peserta didik,
program dan lembaga pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang mengacu
pada criteria standar nasional.
Evaluasi hasil belajar dalam pendidikan system desentralisasi dilakukan oleh badan
atau lembaga pada tingkat desentralisasi itu. Evaluasi atau ujian akhir di Indonesia
pada waktu ini dilakukan oleh tim pendidik sekabupaten/kota. Kelak dapat juga
dilakukan oleh guru-guru pada masing-masing sekolah manakala desentralisasi
sudah ada pada tingkat sekolah. Evaluasi formatif, sumatif, dan ujian akhir haruslah
afeksi, kognisi dan psikomotor agar ada jaminan tujuan pendidikan nasional bisa
diwujudkan.
Keuntungan yang bisa dipetik pada desentralisasi pendidikan antara lain adalah :
1.

Ujian akhir bisa dilakukan sendiri

2.
Ujian akhir hanya diikuti oleh peserta didik di kelas terakhir di lembaga
pendidikan itu sendiri
3.
Karena peserta tidak banyak, maka tidak sulit untuk menilai segala aspek
perkembangan yang dituntut oleh lembaga bersangkutan.
4.
Ini berarti aspek afeksi, kognisi, dan psikomotor bisa dimasukkan ke dalam
materi ujian
5.
Akibatnya setiap peserta didik akan berusaha mengembangkan dirinya pada
ketiga aspek itu secara berimbang
6.
Keuntungan akhir yang didapat dari kondisi seperti ini adalah lebih mudah,
mewujudkan cita-cita bangsa untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya
yang berkepribadian Pancasila.
Walaupun keuntungan tersebut di atas akan diperoleh melalui system desentralisasi
dalam pendidikan, masih diperlukan beberapa syarat agar pendidikan dapat
berjalan dengan baik. Syarat yang dimaksud antara lain :
1.
Kriteria bisa diterima di lembaga pendidikan di atasnya adalah kualitas
perkembangan peserta didik secara keseluruhan, yaitu afeksi, kognisi dan
psikomotor.
2.
Para pendidik pada setiap lembaga pendidikan mampu menilai peserta didik
secara objektif. Artinya tidak perlu membandingkan hasil penilaian itu dengan hasil
penilaian di lembaga-lembaga pendidkan yang lain yang sejenis dan setingkat.

3.
Setiap pengelola mampu mengelola lembaga pendidikannya secara
professional.

D.

UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

Banyak hal dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang belum banyak
disosialisasikan kepada masyarakat. Contohnya klasifikasi misalnya adalah dalam
wujud ijazah, sementara itu sertifikasi adalah sebagai bukti tenaga professional.
Pada makalah ini akan diuraikan beberapa pasal.
Pasal 8 berbunyi : Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Sementara itu pasal 10 menyatakan kompetensi guru
mencakup pedagogic, kepribadian, sosial dan professional. Yang menarik disini
adalah pernyataan yang menekankan kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Disini guru diminta tidak hanya sekedar mengajaradah peserta
didik paham dan terampil tentang materi pelajaran yang diajarkan, melainkan
materi-materi pelajaran itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Itulah sebabnya guru harus mengembangkan afeksi, kognisi dan
ketrampilan peserta didik secara berimbang dan menilainya yang ketiganya
dimasukkan ke dalam rapor.
Sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah
(pasal 11). Ini berarti sertifikasi tidak boleh dikeluarkan oleh badan-badan atau
lembaga-lembag lain selain seperti tersebut di atas. Ketentuan ini bermaksud
menjaga mutu kualifikasi guru.
Bagi guru yang berkualits memenuhi persyaratan tersebut di atas diberi imbalan
seperti yang tertuang dalam pasal 15 yaitu gaji pokok, beserta tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus bagi
yang bertugas di daerah khusus, dan maslahat tambahan. Yang dimaksud dengan
maslahat tambahan tertuang dalam pasal 19, berupa kesejahteraan seperti
tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan beasiswa, layanan kesehatan, dan
penghargaan-penghargan tertentu. Guru juga diberi cuti seperti pegawai bisa dan
tugas belajar (Pasal 40).
Pada pasal 24 menentukan tentang pengangkatan guru. Guru pendidikan
menengah dan pendidikan khusus diangkat, ditempatkan, dipindahkan dan
diberhentikan oleh pemerintah propinsi. Sedangkan untuk guru pendidikan dasar
dan usia dini dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pada pasal 42 menguraikan tentang organisasi profesi guru yang memiliki
wewenang sebagai berikut :

1.

Menetapan dan menegakkan kode etik guru

2.

Memberikan bantuan hukum kepada guru

3.

Memberikan perlindungan profesi guru

4.

Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru

5.

Memajukan pendidikan nasional

Secara umum, persyaratan untuk dosen tidak banyak berbeda dengan persyaratan
guru, seperti kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi juga dipersyaratkan bagi dosen.
Pasal 46 menyatakan dosen minimal lulusan magister untuk mengajar di program
diploma dan sarjana, dan lulusan program doktor untuk mengajar di pascasarjana.
Pasal 48 menyebutkan untuk menduduki jabatan guru besar harus memiliki ijazah
doktor. Dengan demikian dosen nondoktor tidak diizinkan mengusul menjadi guru
besar. Maksud aturan ini adalah agar semua guru besar memiliki kualifikasi yang
bagus. Selanjutnya pasal 49 menyebutkan guru besar yang memiliki karya ilmiah
atau karya monumental sangat istimewa dalam bidangnya dan diakui secara
internasional dapat diangkat menjadi professor paripurna.
Sama dengan guru, para dosen ini juga dapat imbalan bagi yang memenuhi semua
persyaratan. Imbalan yang dimaksud adalah gaji pokok besert tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
tunjangan kehormatan dan maslahat tambahan. Yang dimaksud dengan tunjangan
kehormatan adalah tunjangan yang hanya diberikan kepada dosen yang menjabat
guru besar setelah berdinas dua tahun. Di samping imbalan tersebut di atas, para
dosen juga diberi hak cuti seperti pegawai pada umumnya dan cuti untuk studi atau
melakukan penelitian dengan tetap menjadap gaji penuh.
http://evimasyur.blogspot.co.id/2013/06/makalah-landasan-hukum-pendidikan.html

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :


1.
Untuk menyikapi berbagai masalah pendidikan di Indonesia, setiap unsur
pelaksana pendidikan seharusnya melihat kembali landasan yang merupakan
pijakan dari pendidikan, agar setiap permasalahan pendidikan dapat teratasi dan
berajalan sesuai dengan jalur yang telah ditentukan oleh hukum
2.
Beberapa implikasi landasan hukum dalam pendidikan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Untuk merealisasikan terwujudnya pengembangan manusia Indonesia
seutuhnya seperti yang telah dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional,
diperlukan perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi dan
psikomotor pada semua tingkat pendidikan.
Dalam kaitannya dengan memajukan kerjasama antara sekolah, masyarakat
dan orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu digalakkan kegiatan
kerjasama dalam bentuk antara lain menampung aspirasi masyarakat, serta
mencari sumber-sumber dana sebanyak mungkin dan bekerjasama memikirkan
segala sesuatu untuk kemajuan pendidikan.
B.

SARAN

Pendidikan adalah menjadi tanggung jawab semua unsur yang terdapat dalam
sistem pendidikan. Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut setidaknya segera
menemukan solusi atas permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini dengan
selalu berpegang pada hukum yang menjadi landasan pelaksanaan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai