Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANDANGAN PSIKOLOGI HUMANIS TENTANG BELAJAR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Henry Setya Budhi, M.Pd

Disusun Oleh :

1. M. Shobihun Najib (2010710044)


2. Intan Permata Sari (2010710046)
3. Nur Khotimatul H (2010710047)
4. Wafirotul Chusna (2010710048)
5. Ainur Rahmita (2010710049)

Kelas : B3PAR

PROGRAM STUDI TADRIS IPA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pandangan Psikologi Humanis
Tentang Belajar ” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen, mata
kuliah Psikologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pandangan Psikologi Humanis Tentang Belajar bagi pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Henry Setya Budhi, M.Pd. selaku Dosen
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini .

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang dapat membangun makalah ini agar lebih
baik ke depannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Kudus, 6 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Pembahasan ..................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 2
2.1 Konsep Dasar Psikologi Humanis ................................................................................ 2
2.2 Tokoh dan Konsep Psikologi Humanis......................................................................... 3
2.3 Implikasi Psikologi Humanis dalam Pembelajaran ....................................................... 9
BAB III ............................................................................................................................... 12
PENUTUP .......................................................................................................................... 12
3.1Kesimpulan................................................................................................................. 12
3.2 Saran ......................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini
boleh dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus
mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat
menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang
manusia.1

Pada tahun 1950, muncul beberapa ahli psikologi yaitu Abraham Maslow, Carl Rogers
dan Clark Moustakas yang mendirikan sebuah asosiasi profesional berupaya untuk mengkaji
secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang self (diri), kesehatan,
harapan, cinta, aktualisasi diri, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya. 2

Dalam tulisan singkat ini akan dijelaskan mulai dari konsep dasar psikologi humanis,
tokoh tokoh penting dalam aliran humanistik dan teorinya yang relevan dengan psikologi
pendidikan, dan diakhiri dengan aplikasi psikologi humanistik dalam dunia pendidikan,
khususnya dalam proses pembelajaran

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Dasar Psikologi Humanis?
2. Siapa saja Tokoh Psikologi Humanis Beserta Konsepnya?
3. Bagaimana Implikasi Psikologi Humanis dalam Pembelajaran?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui Konsep Dasar Psikologi Humanis


2. Mengetahui tokoh psikologi humanis dan konsep yang dikemukannya
3. Mengetahui implikasi psikologi humanis dalam pembelajaran.

1
Ratna Syifa’a Rachmahana, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan, Jurnal El Tarbawy, no 1
vol 8 Tahun 2008
2
Shazad Ali dkk, Pendekatan Konseling Humanistik, Behaviouristik, dan Psikoanalisis, Tahun 2008

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Psikologi Humanis


Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah
suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang
memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli
psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik
yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis.

Psikologi humanistik memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang


dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan
Humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran
nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier
menjadi fokus dalam model pendidikan humanistic.

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi, daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat
mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak
berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-
citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. 3

Konsep pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan


positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini
mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.
Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting
dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik

Tujuan utama para pendidik menurut humanistik adalah membantu peserta didik
untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal

3
Sulaimain & Neviyarni S, Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Humanistik Serta Implikasinya Dalam
Proses Belajar dan Pembelajaran,Jurnal SIKOLA, Vol 2 No. 3 Tahun 2021

2
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-
potensi yang ada dalam diri mereka.

Ellis dan Meriam (1980) mengatakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan
personal untuk memilih dan menentukan aktivitas hidupnya. Prinsip-prinsip humanis (dalam
Hamachek, 1990) menekankan pada pentingnya kebutuhan individual manusia. Beberapa
asumsi teori ini antara lain:4

1. secara nature manusia dilahirkan sebagai pribadi yang baik;

2. setiap individu bebas dan otonom, di mana mereka bisa membuat pilihan-pilihan sendiri;

3. setiap individu mempunyai potensi untuk berkembang tanpa batas;

4. self concept mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan;

5. setiap individu mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan diri;

6. masing-masing individu mendefinisikan realitas;

7. setiap individu mempunyai tanggung jawab untuk dirinya dan orang lain.

Patterson, dan Maslow (dalam Hiemstra & Sisco, 1990) mengatakan bahwa tujuan dari
pendidikan adalah membangun aktualisasi diri. Individu mempunyai potensi untuk
berkembang menurut kapasitasnya, dan berhak menentukan jalan hidupnya, tidak terikat oleh
lingkungan. Oleh karena itu, proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar secara
bertahap ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Jadi teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.

2.2 Tokoh dan Konsep Psikologi Humanis


1. Arthur Combs

Combs menekankan pada konsep kebermaknaan (meaning) dalam belajar. Belajar


terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Menurut Combs (dalam Soemanto, 2006) guru tidak
bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak
tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa, juga karena merasa sebenarnya tidak ada alasan penting untuk mempelajarinya.

4
Fadhilah Suralaga, (2021), Psikologi Pendidikan : Implikasi dalam Pembelajaran,Depok: Raja Grafindo

3
Combs menambahkan bahwa perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan
baginya. Jadi jika seseorang berperilaku menyimpang, menurut Combs adalah “akibat tidak
ingin melakukan, tetapi dia tahu bahwa dia harus melakukan” artinya tak lain hanyalah dari
ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak memberikan kepuasan
baginya.Seorang guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut. Jika guru ingin mengubah perilaku siswa, maka guru harus berusaha
mengubah keyakinan atau pandangannya.

Combs (dalam Soemanto, 2006) berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Menurut Combs arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu, tetapi
bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan gambaran persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang berpusat pada satu titik. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi
diri, dan lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri akan makin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku individu. Jadi hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, akan makin mudah terlupakan. Combs dan kawan-
kawan (dalam Soemanto, 2006) menyatakan untuk memahami tingkah laku manusia, yang
penting adalah bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya.

2. Abraham Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal:

a. suatu usaha yang positif untuk berkembang;

b. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi


kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri masing-masing orang bisa timbul berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada
saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).

4
Maslow berpendapat bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmani yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yang paling estetis,
yaitu sebagai berikut.

a. Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, tidur, seks.

b. Kebutuhan akan rasa aman, seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari
bahaya dan bencana.

c. Kebutuhan untuk memiliki dan dicintai, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan
berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok, dan sebagainya.
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain
untuk mendapatkan pengakuan dan perhatian, misalnya dia berprestasi agar banyak yang
menyukainya (sebagai pengganti cinta kasih).

d. Kebutuhan harga diri yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan dipercaya oleh orang
lain.

e. Kebutuhan untuk tahu dan mengerti yaitu dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu
dan pemahaman.

f. Kebutuhan estetis yakni dorongan akan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan,
kesimetrisan dan kelengkapan.

g. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu mengoptimalkan kemampuan diri untuk mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan
tertentu.

h. Transcendence, yaitu dorongan untuk mengakui Tuhan.

Maslow (dalam Hamacheck, 1989) berpendapat, untuk tingkat Kebutuhan paling


rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau Mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini
adalah kebutuhan yang Paling dasar. Tetapi jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya
Dan rasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang Lebih tinggi, yaitu
kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan Akan harga diri dalam kelompok mereka
sendiri. Jika kebutuhan ini Terpenuhi orang akan kembali mencari kebutuhan yang lebih tinggi
Lagi, prestasi intelektual, kebutuhan estetis dan self actualization, serta Kebutuhan
transendence.

5
Teori Maslow mengenai proses belajar mengajar, misalnya apabila Guru menemukan
kesulitan untuk memahami mengapa siswa-siswa Tertentu tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, mengapa siswa tidak dapat Tenang di kelas, atau bahkan mengapa siswa tidak
mempunyai motivasi Belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan siswa atas
Kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses Tidak terpenuhinya
kebutuhan siswa di bawah kebutuhan untuk tahu Dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut
belum atau tidak melakukan Makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak,
atau ada Masalah pribadi atau keluarga yang membuat mereka cemas atau takut, Dan lain-lain.
Yang penting diperhatikan dari teori kebutuhan Maslow Ini adalah bahwa seseorang yang
belajar harus memiliki motivasi untuk Belajar, khususnya motivasi intrinsik.

3. Carl Rogers

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

a. Kognitif (kebermaknaan);
b. Experiential (pengalaman atau signifikansi).

Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam Pengetahuan terpakai seperti


mempelajari mesin dengan tujuan untuk Memperbaiki mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan Kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
Mencakup: keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh Siswa sendiri, dan
adanya efek yang membekas padanya.

Carl Rogers adalah ahli psikologi humanistik yang mempunyai ide-Ide yang
memengaruhi teori dan aplikasi pendidikan. Dalam bukunya, Freedom to Learn and Freedom
to Learn for the 80’s, dia menganjurkan Pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat
belajar dan Mengajar lebih manusiawi, lebih personal, dan berarti. Ia menunjukkan Beberapa
prinsip belajar humanistik yang penting, yaitu sebagai berikut.

a. untuk belajar (the desire to learn). Keingintahuan anak yang Sudah melekat atau sudah
menjadi sifatnya untuk belajar adalah Asumsi dasar yang paling penting untuk pendidikan
humanistik. Anak diberi kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka, Untuk
mengikuti minat mereka yang tak bisa dihalangi, untukmenemukan diri mereka sendiri,
serta apa yang penting dan berarti tentang dunia yang mengelilingi mereka. Orientasi ini
sangat berlawanan dengan kelas tradisional, di mana guru dan kurikulum menentukan apa
yang harus dipelajari.

6
b. Belajar secara signifikan (significant learning), terjadi apabila belajar dirasakan relevan
dengan kebutuhan dan tujuan siswa. Pandangan Rogers bahwa belajar terkait dua hal,
meliputi perolehan informasi baru dan sesuai dengan selera siswa. Jika siswa belajar
dengan baik dan tepat, humanis menganggap ini adalah belajar yang signifikan.

c. Belajar tanpa ancaman (learning without threat). Belajar yang baik adalah memperoleh
dan menguasai lingkungan yang bebas dari ancaman. Proses belajar dipertinggi ketika
siswa dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan membuat
kesalahan tanpa sakit hati karena kritik dan celaan.

d. Belajar atas inisiatif sendiri (self initiated learning), merupakan cara yang dapat memberi
motivasi yang tinggi dan memberikan hasil yang mendalam. Belajar atas inisiatif sendiri
juga mengajar siswa untuk mendiri dan percaya diri. Ketika siswa belajar atas inisiatifnya,
mereka mempunyai kesempatan untuk membuat pertimbangan, pemilihan, dan penilaian.
Mereka lebih tergantung kepada diri sendiri dan sebaliknya.

e. Belajar dan berubah (learning and change). Belajar yang paling bermanfaat adalah
belajar tentang proses belajar. Pengetahuan berada dalam keadaan yang terus berubah
secara konstan. Yang dibutuhkan sekarang menurut Rogers adalah individu mampu belajar
dalam lingkungan yang berubah.5

4. Baharuddin dan Moh. Makin

Pendidikan humanistik adalah pendidikan yang mampu memperkenalkan Apresiasinya


yang tinggi kepada manusia sebagai makhluk Allah yang Mulia dan bebas serta dalam batas-
batas eksistensinya yang hakiki, dan Juga sebagai khalifatullah di muka bumi. 6 Tidak bisa kita
pungkiri bahwamanusia merupakan ciptaan terbaiknya Allah Swt, dengan demikian manusia
tentu bisa mempertanggung jawabkan apa yang telah diberikan kepada Allah dengan sebaik
baiknya. Dengan cara mensyukuri serta mempergunakan pemberian tersebut sesuai dengan
aturan yang telah berlaku dalam agama khususnya agama Islam. 7

5. Muhammad Arkoun.

5
Suralaga,Fadhilah.2021.Psikologi pendidikan: Implikasi dalam pembelajaran.Depok:Rajawali Pers
6
Baharuddin, Moh. Makin, Pendidikan Humanistik (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 23.
7
Ramadhan,Risky.2019.Implementasi Pembelajaran Humanistik dalam Pendidikan Karakter (Studi Multi Kasus
di SD Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya dan SD Yayasan Islam Malik Ibrahim Gresik) dalam Tesis.
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

7
Humanisme dikembangkan Oleh Muhammad Arkoun sekitar pada abad ke-4 Hijriah
atau 10 Masehi. Arkoun Memberikan pandangan bahwa humanisme Islam memiliki tiga
tipologi di antara Nya yaitu:

1). Humanisme literer,

Dengan begitu epistemologi humanisme Islam bukan hanya terkait dengan persoalan
Teks suci (wahyu Al-Qur’an) namun juga berhubungan dengan pengalaman langsung berbagai
fenomena kehidupan sosial-keagamaan. Epsitemologi humanisme Islam ini juga mempunyai
plus minusnya tersendiri, karena ia merupakan sintesa dari humanisme Islam yang bertumpu
pada teks suci atau literer keislaman yang tidak dibaca secara kaku dan ahistoris plus
humanisme relijius (sufisme) yang berbasis pada direct experiences dan banyak
mengembangkan social skill. Kedua humanisme ini tentu mempunyai kelebihan dan
kelemahannya tersendiri.

Kelemahan dari humanisme literer dalam keberagamaan Islam dalam konteks ini
tampaknya dikarenkan ia teralu mengidolakan “Teks” secara dalam posisi yang begitu tinggi
sehingga ia sering tidak membumi. Ia dibaca secara ahistoris sehingga menyisihkan
pengalaman dan kenyataan hidup manusia yang senantiasa berubah. Otoritas Teks ini yang
senantiasa membayangi dan menghantui masyarakat pengangung kitab suci. Keberlanjutan
dalam represi dan otoritas “teks” ini dalam dunia modern mengakibatkan kecendrungan pada
paham fundamentalisme. Yakni Pemahaman agama yang bersifat literalis-skripturalis dan
bibliografik akibat dari dominasi teks yang berlebihan sehingga dimensi manusia dan
kemanusiaan sering lenyap dari inti keberagamaan dan mengelak dari pengalaman spiritualnya
sendiri yang lebih autentik.

2). Humanisme religius

Humanisme relijius atau istilah yang populer sufisme sebenarnya merupakan inti dari
spiritualitas dalam Islam. Ia secara praktis bisa membentuk moralitas melalui latihan-latihan
mujahadah dalam berbagai fase atau Maqamat (stations) juga melalui ordo-ordo sufisme
dimana dalam sejarahnya telah memunculkan para tokoh Sufi besar, misalnya al-Ghazali, Ibnu
Arabi, dan tokoh-tokoh lain. Hanya saja dalam praktik humanisme relijius Ini sering
memunculkan ordo-ordo sufisme dengan jenjang sosial yang bersifat feodalistis sehingga
Fazlur Rahman menyebutnya sebagai agama dalam agama (religion within religion). Karena
itu pula dalam era Kontemporer ini di satu sisi sufisme telah menjadi kebutuhan dan di sisi lain

8
ia sering menjadi pelarian dari Kerasnya kehidupan sehingga telah memunculkan kesenjangan
antara teori dan praktik dalam humanisme Relijius atau sufisme.

3). Humanisme Filosofis.

Humanisme filosofis sebagaimana temuan penulis dalam model pemikirtan


Arkoun.Humanisme integral-Filosofis semacam ini dalam wujud praksisnya tentu harus bisa
menggabungkan antara idealitas bahasa teks Wahyu dalam arti “seutuhnya” yang menurut
Arkoun berdimensi mitis dengan realitas kehidupan manusia Secara nyata atau dalam lingkup
kesejarahan manusia di bumi ini (tarikh al-ardiy/terresterial history). Cara-Cara semacam ini
dalam bahasa aksiomatis Arkoun tentu akan menempatkan bahasa wahyu sebagai bahasa
Kebenaran yang senantiasa relevan dengan kenyataan historis (Revelation= Verite +
historique). Selain itu Ia juga membutuhkan berbagai penelitian yang bersifat multidisipliner.
Wahyu sebagai fenomena bahasa keberagamaan universal dalam kajiannya yang
multidisipliner tentunya juga tidak harus mempertentangan antara dimensi kebahasaan secara
tekstual dan dimensi kesejarahan manusia di bumi secara konseptual. 8

Dari ketiga bentuk humanisme Islam tersebut bahasan pokoknya adalah tentang peran
manusia, manusia dengan Tuhan atau manusia dengan sesama mahluk 9. Humanisme dan Islam
akan berjalan dalam garis dialog yang saling beriringan, antara Allah, manusia dan sejarahnya,
bersandingya Islam dan humanisme akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana agama tersebut
dipahami. Jika agama dimaknai dalam konteks historisnya, maka akan muncul benang merah
bahwa sesungguhnya Islam dan agama-agama lainnya tidak lain bertujuan untuk menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.

Sebuah peradaban yang humanis akan melahirkan suatu bentuk pembebasan manusia
dari segala bentuk ketidakadilan. Keadaan tersebut mengharuskan semua bagian-bagiannya
untuk saling berhubungan secara mutualis sehingga dapat membentuk formulasi yang hanya
bisa bekerja dengan satu dan lainnya, tanpa menafikan kepentingan dari salah satunya. 10

2.3 Implikasi Psikologi Humanis dalam Pembelajaran


1. Konsep Rogers

8
Baedhowi,M.Ag.2016.Epsitomologi Humanisme Islam dan Relevansinya bagi Kehidupan Kontemporer :
Kajian Pemikiran Mohammed Arkoun , jurnal Proceeding of International Conference On Islamic
Epistemology.Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta,
9
Baedhowi, Humanisme Islam: Kahian Terhadap Pemikiran Filosofis Muhammad Arkoun, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), h. 6.
10
Andriadi.2020. Konsep humanism Islam dalam Perspektif Buya Hamka dan Aktualissasinya di Indonesia,
Skripsi.Lampung:Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

9
Menurut Rogers, yang dimaksud pendidikan yang berpusat dalam pribadi seseorang
(person centered education) yaitu prinsip-prinsip belajar juga sifat-sifat guru yang
teridentifikasi sebagai pusat dari filsafat pendidikan dan disertakan dalam pendekatan. Hal ini
memperoleh belajar yang lebih cepat, mudah menyerap, dan lebih dalam daripada belajar
dengan pendekatan tradisional. Selain itu, menurut Rogers metodologi pengajaran tidak terlalu
diperhatikan. Menurutnya bahwa dalam pembelajaran terdapat strategi pengajaran juga metode
tertentu yang dapat membantu dalam memperkenalkan belajar melalui teori humanistik.

Rogers menyarankan strategi pengajaran yang dimaksud ialah memberi kemungkinan


siswa belajar dari berbagai sumber yang mendukung serta membimbing pengalaman belajar
siswa. Sumber tersebut seperti bimbingan, buku, media (misalnya komputer), dan berbagai
rujukan yang lain. Selain itu, dapat juga berupa orang, seperti anggota masyarakat yang
memiliki suatu bidang minat atau ahli yang bersedia menceritakan pengalaman-
pengalamannya.11 Para guru juga menjadi salah satu sumber pengalaman, pengetahuan, serta
keterampilan yang dibutuhkan peserta didik.

Menurut Rogers juga menyarankan strategi seperti siswa mengajar siswa yang lain
(peer-tutoring). Rogers menyatakan bahwa,

a. Belajar harus menyenangkan,

b. Belajar harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga lebih bermakna,

c. Pembelajaran harus mengembangkan semua potensi peserta didik,

d. Belajar harus bebas dari ancaman psikologis dan berfokus pada problem solving.

2. Guru dengan Perspektif Humanistik

Dua hal yang ditekankan dalam pandangan humanistik yaitu sikap guru kepada siswa-
siswa dan keunikan para siswanya.12 Oleh karena itu, guru-guru humanistik harus lebih sensitif
terhadap keanekaragaman siswa yang ada pada setiap kelas. Apabila mengajar ialah ilmu
pengetahuan juga seni, maka para behavioris berada di sisi ilmu pengetahuan lalu para humanis
berada di sisi seni.

11
Suralaga, Fadhilah.2021.Psikologi Pendidikan Implikasi dalam Pembelajaran.Depok : PT RAJAGRAFINDO
PERSADA.
12
Suralaga, Fadhilah.2021.Psikologi Pendidikan Implikasi dalam Pembelajaran.Depok : PT RAJAGRAFINDO
PERSADA.

10
3. Teori Humanistik Rogers

Teori humanistik Carl Rogers, berkaitan dengan personality dan behavior yang
kemudian diuji beberapa pendekatan pada pendidikan yang mencerminkan pengenalan
humanistik. Teorinya muncul karena reaksi atas pendekatan terkenal lainnya dalam terapi
misalnya teori Freud dan behaviorisme. Menurutnya pendekatan ini sedikit lebih jauh dari
humanisasi yang seharusnya dilaksanakan. Teori Rogers berlanjut sampai pengaruh psikoterapi
dan konseling. Hal itu juga ditawarkan bagi guru-guru tentang pendekatan berbeda dalam
berinteraksi terhadap siswa. Rogers membuktikan dugaan bahwa keamanan, lingkungan yang
mendukung masing-masing orang (termasuk anak-anak) terhadap alur diri, penemuan,
penghargaan yang diarahkan pada kegiatan pembelajaran.

4. Istilah-Istilah Utama dalam Teori Rogers

Pendekatan yang biasanya dipakai oleh Rogers yaitu client-centered therapy atau
disebut juga person-centered therapy, ialah pendekatan terapi yang terpusat terhadap klien yang
dirancang sesuai keperluan klien yang berkaitan dengan masalah tingkah laku juga emosional.
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan dalam konseling yaitu terapi direktif. Terapi client-
centered tidak menekankan peran konselor, namun ahli terapi memberi pemecahan
permasalahan atau nasihat pada klien, sehingga klien menemukan permasalahan mereka
sendiri, bereaksi terhadap masalah mereka, kemudian bertindak dengan solusi klien sendiri. 13

13
Suralaga, Fadhilah.2021.Psikologi Pendidikan Implikasi dalam Pembelajaran.Depok : PT RAJAGRAFINDO
PERSADA.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu
pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang
memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Tujuan utama para
pendidik menurut humanistik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada dalam diri mereka.
2. Adapun tokoh-tokoh Psikologi Humanis diantaranya : Arthur Combs, Abraham Maslow,
Carl Rogers, Baharuddin dan Moh. Makin, Muhammad Arkoun.
3. Implikasi Psikologi Humanis dalam Pembelajaran yaitu berkonsep pada teori Rogers yaitu
berkaitan dengan personality dan behavior yang kemudian diuji beberapa pendekatan pada
pendidikan yang mencerminkan pengenalan humanistik. Pendekatan yang biasanya dipakai
oleh Rogers yaitu client-centered therapy atau disebut juga person-centered therapy, ialah
pendekatan terapi yang terpusat terhadap klien yang dirancang sesuai keperluan klien yang
berkaitan dengan masalah tingkah laku juga emosional.

3.2 Saran
Demikianlah Makalah yang berjudul Pandangan Psikologi Humanis Tentang Belajar ini kami
buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Sehingga perlulah bagi kami, dari para pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang membantu supaya menjadi lebih baik. Atas
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA
Ratna Syifa’a Rachmahana, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan, Jurnal
El Tarbawy, no 1 vol 8 Tahun 2008

Shazad Ali dkk, Pendekatan Konseling Humanistik, Behaviouristik, dan Psikoanalisis, Tahun
2008

Sulaimain & Neviyarni S, Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Humanistik Serta
Implikasinya Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran,Jurnal SIKOLA, Vol 2 No. 3
Tahun 2021

Baharuddin, Moh. Makin, Pendidikan Humanistik (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 23.

Ramadhan,Risky.2019.Implementasi Pembelajaran Humanistik dalam Pendidikan Karakter


(Studi Multi Kasus di SD Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya dan SD Yayasan Islam
Malik Ibrahim Gresik) dalam Tesis. Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya

Baedhowi,M.Ag.2016.Epsitomologi Humanisme Islam dan Relevansinya bagi Kehidupan


Kontemporer : Kajian Pemikiran Mohammed Arkoun , jurnal Proceeding of
International Conference On Islamic Epistemology.Surakarta:Universitas
Muhammadiyah Surakarta,

Baedhowi, Humanisme Islam: Kahian Terhadap Pemikiran Filosofis Muhammad Arkoun,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 6.

Andriadi.2020. Konsep humanism Islam dalam Perspektif Buya Hamka dan Aktualissasinya
di Indonesia, Skripsi.Lampung:Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung

Suralaga, Fadhilah.2021.Psikologi Pendidikan Implikasi dalam Pembelajaran.Depok : PT


RajaGrafindo Persada

13

Anda mungkin juga menyukai