PENGEMBANGAN BAHASA
INDONESIA
OLEH
I PUTU GEDE SUTRISNA, S.PD.,M.PD.
PENDAHULUAN
resmi atau formal, tetapi juga dalam situasi lain, seperti dalam pergaulan sehari-hari
(obrolan di balai desa, bersantai di kantin kampus atau di rumah), perdagangan (jual beli di
toko atau pasar), dan bertegur sapa di jalan.
PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Sasaran pengembangan bahasa Indonesia adalah bahasa Indonesia itu sendiri, bagaimana bahasa
Indonesia dapat menjalankan kedudukan dan fungsinya.
Latar belakang perlunya pengembangan bahasa Indonesia adalah karena bahasa Indonesia (dengan nama
Indonesia) merupakan bahasa yang masih muda usianya (jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa modern
di dunia).
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu faktor yang memungkinkan “diangkatnya” bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah karena bahasa Melayu (Indonesia)
bersifat reseptif, yakni mudah menerima pengaruh (dari bahasa-bahasa lain) dalam rangka pengembangan
dirinya.
Pengembangan bahasa Indonesia (sampai dengan keadaannya sekarang ini) berorientasi pada berbagai
unsur bahasa sumber, yakni (1) unsur swadaya bahasa Indonesia, (2) unsur bahasa serumpun, dan (3)
unsur bahasa asing.
1. Pengembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Unsur Swadaya Bahasa
Strategi pertama, analogi, adalah pembentukan baru berdasarkan pola atau contoh
yang sudah ada sebelumnya.
Kata dewa-dewi dan putra-putri, misalnya, sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia (bahkan sejak bernama
bahasa Melayu). Kata-kata tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna. Fonem /a/ dan /i/ pada akhir kata-kata itu
memiliki fungsi menyatakan jenis kelamin: dewa adalah sebutan untuk hyang yang berjenis kelamin maskulin dan
dewi mengacu pada jenis kelamin feminim; putra menyatakan jenis kelamin laki-laki, dan putri menunjukkan kelamin
perempuan. Berdasarkan contoh pola itu, dalam bahasa Indonesia dibuat bentukan-bentukan baru: saudari di
samping bentuk saudara, mahasiswi di samping mahasiswa, pemudi di samping pemuda, dan sebagainya. Akan
tetapi, bentukan seperti itu tidak mutlak dan harus dibatasi, sekadar yang memang diperlukan. Jangan sampai
bentukan baru berbenturan artinya dengan kata yang sudah ada. Sebagai contoh, janganlah dibentuk kata babi di
samping kata baba (babah), sebutan bagi seorang laki-laki dewasa dari etnis Cina (Badudu, 1993).
1. Pengembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Unsur Swadaya Bahasa
Derivasi kata tidur, misalnya, dapat berupa tiduran, tidur-tiduran, tiduri, tidurkan, tidurlah,
bertiduran, ditiduri, ditidurkan, ketiduran, meniduri, menidurkan, dan tertidur.
1. Pengembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Unsur Swadaya Bahasa
Adaptasi adalah penyesuaian unsur-unsur bahasa yang masuk dengan tata bunyi dan pola
pembentukan kata bahasa Indonesia. Hal ini tampak pada kata-kata aktivitas, ekspor, kontrak, metode,
organisasi, dan teori yang masing-masing diadaptasi dari bentuk aslinya activity, export, contract,
method, organization, dan theory.
Penerjemahan merupakan alih bahasa yang dilakukan dengan mencari atau membentuk padanan
kata dari unsur asing itu ke dalam bahasa Indonesia, seperti tampak pada istilah alat pandang dengar,
perakitan, rekayasa, dan pemerolehan yang masing-masing dipadankan dari istilah atau kata-kata
bahasa asing audio visual aid, assembling, engineering, dan acquisition.
TERIMA KASIH
PERGUNAKANLAH BAHASA INDONESIA DENGAN BAIK DAN BENAR