Anda di halaman 1dari 22

“PROBLEMATIKA PENERJEMAHAN BAHASA ARAB”

Tugas Ini Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah

“Analisis dan Pengembangan Kurikulum”

Dosen Pengampu:

Nunik Zuhriyah, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Bahrawi
2. Inayatul Lutfiah
3. Muslikah
4. Sundusiyah

JURUSAN TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

STAI-BA (SEKOLAH TINGGI ISLAM BADRUS SHOLEH)

TAHUN AJARAN 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa Arab merupakan bahasa agama, bahasa ilmu pengetahuan dan
kebudayaan di seluruh dunia. Terlebih bagi umat Islam, bahasa Arab
menempati posisi vital untuk memahami dan menangkap makna yang
terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits.
Kesalahan berbahasa sering terjadi ketika seseorang sedang
mempelajari bahasa asing, baik itu dalam hal pengucapan maupun penulisan.
Hal itu disebabkan banyaknya perbedaan antara bahasa asing dengan bahasa
yang biasa dipakai oleh pelajar. Seperti halnya bahasa Arab, bahasa yang
diketahui sebagai bahasa yang digunakan kitab suci umat Islam yakni al-
Qur’an, pada dasarnya sudah sewajarnya apabila umat Islam mampu atau
mahir berbahasa Arab karena bahasa ini sudah tidak asing lagi bagi mereka.
Bahasa arab sudah sering digunakkan oleh umat Islam diberbagai negara di
belahan dunia untuk mereka beribadah. Namun, untuk mempelajari bahasa
asing terutama bahasa Arab memang tidak semudah mempelajari bahasa ibu
atau bahasa asli orang 'ajam (orang yang bukan asli dari Arab) tersebut.
mengingat bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat kompleks butuh kerja
keras untuk mempelajarinya.
Kegiatan penerjemahan mempuyai peran penting dalam mentrasfer
ilmu pengetahuan dan informasi dalam berbagai bidang kehidupan seperti
bidang agama, sosial-politik, ekonomi, dan budaya. Kegiatan tersebut
memberikan andil yang cukup besar dalam alih teknologi, penyebaran
informasi, dan peningkatan sumber daya manusia. Dengan pemikiran di atas
upaya penerjemahan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia
terus dilakukan oleh pemerintah, institusi swasta, penerbit, dan berbagai
institusi atau pribadi yang mempunyai perhatian dalam bidang penerjemahan.
Upaya penerjemahan buku-buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia
dewasa ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat

1
dilihat dari jumlah terjemahan, penerbit, penerjemah, dan pembaca
terjemahan.
Menerjemahkan sebuah teks bukanlah semata persoalan mengalihkan
kata demi kata dari bahasa sumber ke dalam bahasa target. Menerjemah
berarti menghadirkan pesan, gagasan, pemikiran dan perasaan secara
ekuivalen. Karena di dalam teks ada amanat yang harus disampaikan kepada
yang pembaca yang terkadang memiliki budaya bahasa berbeda dengan
bahasa sumber. Oleh karena itu, produk terjemahan sudah seharusnya
dibingkai dalam nuansa budaya dan situasi bahasa target.
Proses penerjemahan bisa dipastikan sangat komplek, dan di situlah
penerjemah dituntut bertindak cermat dan teliti. Penerjemah bukanlah penulis,
dia hanya seorang penyampai pesan, dan posisinya berada di tengah sebagai
mediator yang menjembatani penulis teks dan pembacanya dalam bahasa yang
berbeda. Penerjemah hanya berupaya menyampaikan pandangan penulis
semaksimal mungkin apa adanya, tanpa penambahan dan pengurangan.
Tulisan ini pada dasarnya berusaha mendiskripsikan dan menganalisis
problematika yang dihadapi mahasiswa (dan mungkin juga para penerjemah
pemula) dalam menerjemahkan teks berbahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan problematika penerjemahan bahasa Arab?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi problematika penerjemahan bahasa
Arab?
3. Apa saja kesalahan umum dalam penerjemahan bahasa Arab?
4. Kesulitan apa saja yang dialami siswa dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa Arab?
5. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk megatasi problematika
penerjemahan bahasa Arab?

2
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami tentang problematika penerjemahan bahasa Arab.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi problematika
penerjemahan bahasa Arab.
3. Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan umum dalam penerjemahan
bahasa Arab.
4. Untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam berkomunikasi
menggunakan bahasa Arab.
5. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk megatasi
problematika penerjemahan bahasa Arab.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Problematika Penerjemahan Bahasa Arab


Ada tiga kesulitan yang sering menjadi problem komunikasi bagi
pembelajar bahasa kedua (bahasa asing), yaitu: 1) kesulitan dalam pemilihan
arti, 2) kesulitan dalam pemilihan bentuk, dan 3) kesulitan dalam pemilihan
Rules of Speaking. Yang dimaksud dengan pemilihan arti adalah pemilihan
konsep, ide, harapan, emosi, dan sebagainya yang ingin dikomunikasikan oleh
pembelajar bahasa kedua. Pembelajar bahasa kedua sering mengalami
kesulitan dalam upayanya untuk mengekspresikan arti, karena terbatasnya
bekal bahasa target yang dimiliki. Ini menyebabkan pemilihan alternatif
pemecahan kesulitan pun sukar diperoleh.1
Hal terpenting yang sering menjadi kendala besar bagi pembelajar
bahasa asing khususnya bahasa Arab adalah minimnya penguasaan tata bahasa
yang mereka miliki, walaupun banyak orang mempercayai bahwa ketika ingin
mahir berbahasa asing yang paling utama adalah belajar untuk praktek atau
belajar untuk berani berbicara dengan menggunakan bahasa tersebut, namun
tetap saja para pembelajar banyak yang enggan melakukan praktek untuk
membudayakan bahasa asing, karena mereka takut salah untuk menyebutkan
mufrodat dan aturan yang harus mereka pakai dalam kalimat yang akan
diucapkan. Untuk itu penting sekali bagi para pembelajar bahasa asing
khususnya bahasa Arab untuk mempelajari tata bahasa Arab atau kaidah-
kaidah bahasa Arab yang didalamnya meliputi sharaf, nahwu, i’lal dan lain
sebagainya.
Untuk mentransfer pesan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia
diperlukan pengetahuan dan kemampuan khusus dalam hal linguistik.
Sementara itu, bahasa Indonesia memiliki bahasa baku dan tak-baku yang
memang berbeda dengan bahasa Arab. Tidak jarang problematika dalam
penerjemahan bahasa Arab ke bahasa Indonesia berkutat pada persoalan

1
Nurhadi, Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2010), hlm 84

4
linguistik, di samping juga banyak hal yang berbeda antara budaya Arab
dengan budaya Indonesia, terutama dalam ungkapan-ungkapan keseharian. Di
antara faktor linguistik adalah adanya perbedaan mengenai sistem tata bunyi,
tata bahasa (nahwu dan shorof), perbendaharaan kata (mufrodat), uslub
(susunan kata) dan tulisan. Sedangkan diantara faktor non linguistik adalah
sosial-historis.2
B. Faktor yang Mempengaruhi Problematika Penerjemahan Bahasa Arab
Problematika akan muncul ketika pengalih-bahasaan suatu bahasa ke
dalam bahasa lain, baik problematika linguistik maupun non linguistik.
Konteks linguistik adalah segala sesuatu yang terkait dengan kebahasan teks,
sedangkan teks non linguistik adalah segala sesuatu yang menyertai teks di
luar aspek kebahasan teks, yang antara lain mencakup budaya, historisitas,
ideologi dan kondisi sosial-politik.3
1. Problematika Linguistik
a. Kosakata
Kesulitan kosakata yang sering dijumpai karena pengetahuan
tentang bahasa yang amat terbatas atau kata-kata yang mengandung
pengertian yang tidak diketahui sebelumnya. Kesulitan ini bisa diatasi
dengan menyediakan kamus-kamus standar yang berisi kosakata yang
baku.4
Kosakata sulit biasanya yang berkenaan dengan kebudayaan.
Yang dimaksud dengan kosakata kebudayaan ialah ungkapan yang
menggambarkan tradisi, kebiasaan, norma dan budaya yang berlaku di
kalangan penutur bahasa sumber. Termasuk ke dalam kelompok ini
ialah kebiasaan berbahasa para penutur bahasa sumber. Cara
penerjemahan kosakata seperti itu adalah dengan mencari padanannya
di dalam bahasa penerima, bukan menerjemahkannya secara harfiah.

2
Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2011), hlm 65-70
3
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab. Cet. I,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm 106
4
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori Dan Praktek. Cet. I, (Bandung: Humaniora,
2005), hlm 156

5
Faktor yang menguntungkan para pelajar bahasa Arab dan guru
bahasa Arab di Indonesia adalah kosakata atau perbendaharaan kata.
Sudah banyak kata dan istilah Arab yang diserap dan dimasukkan ke
dalam kosakata bahasa Indonesia. Semankin banyak kata-kata yang
berasal dari kata-kata Arab yang menjadi perbendaharaan kata bahasa
Indonesia (bahasa ibu) semankin mudah untuk membina kosakata dan
pengertiannya, serta meletakkan ke dalam ingatan seseorang.5
Selain memberi keuntungan, perpindahan dan penyebaran kata-
kata dari bahasa asing ke dalam bahasa pelajar dapat menimbulkan
banyak hal kerugian. Kerugian tersebut antara lain:
1) Terjadinya penggeseran arti, yakni banyak kata-kata yang sudah
masuk ke dalam kosakata bahasa Indonesia yang artinya berubah
dari arti bahasa aslinya, seperti kata “ kasidah” yang bersak dari
kata qasidah, dalam bahasa Arab, arti kasidah adalah sekumpulan
bait syair. Dalam bahasa Iandonesia arti “kasidah” sudah berubah
menjadi hanya lagu-lagu arab atau irama padang pasir dengan kat-
katanya yang puitis (berbentuk syair).
2) Lafaznya berubah dari bunyi aslinya, tetapi artinya tetap semisal
kata “berkat” dari kata barakah, dan kata “kabar” dari kata khabar.
3) Lafaznya tetap, tetapi artinya sudah berubah semisal kata “kalimat”
yang bahasa Arabnya kalimat, dalam bahasa Indonesia, kalimat
diartikan sebagai “susunan kata-kata (jumlah), sedangkan bahasa
Arab mengartikannya sebagai “kata-kata”.
Berkaitan dengan problematika kosakata tersebut perlu
diketahui, banyak segi-segi sharaf (morfologi) dalam bahasa Arab
yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, semisal konjugasi
(tashrif). Dalam morfologi bahasa Arab, hal-hal yang telah diuraikan
di atas ada bandingannya atau persamaannya dalam bahasa Indonesia.
Karena itu persoalan-persoalan tersebut harus di ajarkan secara cermat

5
Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, (Salatiga: Diva Press, 2012),
hlm 65

6
dengan menjelaskan kedudukannya dan tidak mudah dimengerti
karena tak ada persamaannya dalam bahasa Indonesia.6
b. Tata kalimat (al-qawa’id)
Sering dijumpai sekalipun translator banyak menguasai kitab-kitab
al-qawa’id. Misalnya, menentukan fi’il, fa’il dan maf’ul secara
keseluruhan dalam kalimat major (jumlah al-kubra) yang terdiri atas
beberapa kalimat. Kesulitan ini bisa diatasi dengan terus berusaha
menguasai al-qawa’id (sharf, nahw dan balaghah) secara teoritis dan
praktis.7
c. Susunan kalimat
Seseorang tidak dapat menerjemahkan secara urut begitu saja
kata demi kata dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, kecuali
harus meletakkan kata-kata itu dalam kerangka konteks keseluruhan
unit, juga karena susunan kata-kata bahasa Arab cukup berbeda,
bahkan berbalikan dengan susunan kata bahasa Indonesia.Kesulitan ini
bisa diatasi dengan berusaha mengetahui susunan kalimat bahasa Arab
sebagai hal-hal yang komplek karena tidak ada persamaan dalam
bahasa Indonesia.8
d. Transliterasi
Kesulitan translasi, khususnya berkenaan dengan nama orang
dan kota. Kesulitan ini bisa diatasi dengan berusaha secara intensif
untuk memiliki kemampuan dua bahasa: bahasa alihan dan sumber.
Kesulitan transliterasi nama-nama asing disebabkan tiadanya
aturan yang konsisten yang dapat dijadikan pegangan, karena
transliterasi ini didasarkan atas simakan orang Arab, bukan atas tulisan
(transkripsi). Huruf ‘g’ misalnya, kadang ditransliterasi menjadi gin
atau jim tanpa dapat dipastikan kapan ‘g’ menjadi jim atau menjadi
gin.

6
Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2007), hlm 75-78
7
Ibid., hlm 215
8
Soegeng dan Madyo Ekosusilo, Pedoman Penerjemahan (Bagaimana Menerjemahkan Bahasa
Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia), (Semarang: Dahara Prize, 1990), hlm 21

7
e. Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa bergantung pada perkembangan ilmu dan sains,
seperti tentang kata, istilah, atau ungkapan yang sebelumnya tidak ada
dalam bahasa Arab. Kesulitan ini bisa diatasi dengan mencari dan
mengikuti perkembangan bahasa, khususnya istilah-istilah yang sesuai
dengan disiplin ilmu tertentu.9
Faktor lain kesulitan linguistik dalam penerjemahan yang perlu
dipaparkan di sini adalah interferensi antara bahasa Arab dan bahasa
Indonesia. Syihabuddin berhasil merumuskan bentuk-bentuk interferensi
penyebab terjemahan tidak gramatikal. Ketidakgramatikalan ini tampak
pada beberapa kategori seperti berikut.10
a. Terjemahan yang tidak gramatikal karena kesalahan urutan kata atau
kelompok kata dalam kalimat atau klausa.
b. Terjemahan yang tidak gramatikal karena mengandung unsur yang
tidak perlu.
c. Kategori terjemahnya yang tidak gramatikal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tingginya nilai bahasa struktur nas sumber.
d. Terjemahnya yang kurang tepat karena menggunakan ungkapan yang
tidak lazim dalam bahasa Indonesia.
e. Terjemahan yang dapat menimbulkan salah paham.
f. Terjemahan yang tidak gramatikal karena kesalahan penggunaan
bentuk kata kerja yang berfungsi sebagai predikat.
2. Problematika Non-linguistik
Kesulitan non linguistik yang sering dijumpai biasanya menyangkut
masalah sosial, politik, budaya, ideologi, sejarah dan lain-lain. Persoalan
non linguistik muncul kepermukaan terutama apabila terdapat jurang
perbedaan yang serius antara latar sosial-budaya dari teks sumber dan teks
sasaran, baik dilihat dari perbedaan tingkatan maupun dari perbedaan

9
Ibid., Izzan, Metodologi Pembelajaran..., hlm 216
10
Ibid., Syihabuddin, Penerjemahan..., hlm 150-154

8
warna budaya tersebut. Semakin lebar jurang yang ada, akan semakin
besar kesulitan yang akan dihadapi penerjemah.11
a. Sosio kultural
Kesulitan non linguistik yang sering dijumpai biasanya
menyangkut masalah sosial dan kultural. Sosio-kultural bangsa Arab
pasti berbeda dengan sosio-kultural bangsa Indonesia, Perbedaan ini
menimbulkan problematika. Fenomena sosial (termasuk bahasa)
adalah mempengaruhi terhadap pembinaan pengajaran bahasa Arab.
Apalagi mayoritas penduduk indonesia beragama islam, maka
pemahaman bahasa Arab penting sebagai bahasa agama. Hal ini
kontak bahasa dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor dimana
manusia akan terbiasa menggunakan suatau bahasa karena mereka
membutuhkan komunikasi secara terus menerus.12
Problematika yang kemudian timbul adalah ungkapan-
ungkapan, istilah-istilah, nama-nama benda yang tidak terdapat dalam
bahasa Indonesia tidak mudah dipahami pengertiannya oleh pelajar
bahasa Arab dari orang Indonesia yang belum mengenal sedikitpun
sosio-kultural bangsa Arab.13
Kesulitan ini bisa diatasi dengan mengetahui latar belakang
sosio-kultural bangsa Arab khususnya, baik dulu maupun sekarang.
Kemudian perlu diusahakan penyusunan materi pelajaran bahasa Arab
yang mengandung hal-hal yang dapat memberikan gambaran sekitar
sosio-kultural bangsa Arab.
b. Rasa enggan dan membosankan
Banyak di antara siswa dan generasai muda menjadi enggan dan
merasa bosan menghadapi teks yang berbahasa Arab. Hal ini
disebabkan oleh dasar penguasan bahasa Arab yang kurang, ditambah
dengan banyaknya kata-kata yang tidak tahu artinya.

11
Ibid., Burdah, Menjadi Penerjemah..., hlm 107
12
Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab, (Surabaya: al-Ikhlas, 1992), hlm 83
13
Ibid., Izzan, Metodologi Pembelajaran..., hlm 81

9
Kesulitan ini bisa diatasi dengan memulai membaca bukubuku
atau teks yang sederhana yang tertulis dalam bahasa Arab yang relatif
lebih mudah, disamping memilih buku-buku ilmiah populer, juga perlu
bagi pemula uantuk memilih buku-buku atau teks yang menarik
baginya. Daya tarik tertentu akan menghilangkan rasa enggan dan
bosan yang akan mempermudah dalam pemahaman.14
c. Tingkat kemampuan penerjemah berbeda-beda
Kesukaran suatu teks bisa dikaitkan dengan tingkat kemampuan
penerjemah, timbul dua hal yang saling berhubungan. Teksnya
dianggap mudah karena tingkat kemampuan penerjemahnya sudah
baik sekali, atau tingkat teksnya dianggap sukar karena tingkat
kemampuan si penerjemah masih sangat rendah. Akan tetapi, karena si
penerjemah adalah pelaku utama dalam proses penerjemahan, tingkat
kemampuannya menjadi faktor penentu berhasil tidaknya
penerjemahan itu dilakukan. Apabila dia sudah memiliki kompetensi
penerjemahan yang komprehensif, masalah-masalah yang timbul
dalam praktek menerjemahkan bisa diatasinya dengan mudah.
Sebaliknya, penerjemah pemula yang kompetensi penerjemahannya
masih sangat terbatas akan berbagai macam kesulitan.15
Moch. Syarif Hidaytullah membagi problematika penerjemahan bahasa
Arab ke bahasa Indonesia menjadi 11 kategori yang harus diperhatikan saat
hendak menerjemahkan. Adapun kategori tersebut adalah:16
1. Perangkat mental
Perangkat mental berhubungan dengan unsur-unsur yang kita
pikirkan saat dihadapkan pada suatu hal. Dalam hal ini, apa yang kita
pikirkan terkait dengan kata tertentu, maka itu juga yang dimaksud dengan
perangkat mental.

14
Ibid., Soegeng dan Ekosusilo, Pedoman Penerjemahan..., hlm 18-19
15
Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
hlm 59-60
16
Moch Syarif Hidayatullah, Jembatan Kata Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia,
(Jakarta: PT Grasindo, 2017), hlm 59-67

10
Isu perangkat mental pada kata hari bila memperhatikan struktur
budaya Indonesia, hari dimulai setelah di tengah malam, sedangkan hari
dalam bahasa Arab dimulai setelah tenggelamnya matahari. Dalam
struktur budaya Indonesia, kata hari juga digunakan untuk mengacu pada
peristiwa bersejarah, penting, dan yang perlu diingat oleh khlayak,
misalnya Hari Pahlawan, hari Guru, atau Hari Santri.
2. Ungkapan stereotip
Ungkapan stereotip ialah kalimat atau ujaran yang diucapkan hanya
dalam situasi tertentu yang khusus yang penggunaannya terkadang tidak
dapat dipertukarkan. Padanan untuk ungkapan-ungkapan semacam ini
tampakknya mudah dan sederhana, padahal sering terjadi perbedaan
konsep.
Dalam kasus kata subhanallah misalnya, ungkapan ini biasanya
dipadankan dengan Mahasuci Allah, Namun, konsep Mahasuci Allah
dalam bahasa Arab tidak selalu sama dengan konsep Mahasuci Allah
dalam bahasa Indonesia. Ihwal semacam ini kadang-kadang menimbulkan
kesulitan tersendiri bagi penerjemah, apalagi bila penerjemah tidak
memahami situasi apa yang membuat ungkapan itu dikatakan atau
dituliskan.
3. Peristiwa budaya
Setiap negera mempunyai apa yang disebut dengan “Peristiwa
Budaya”. Peristiwa budaya berarti semua kejadian, hal, perkara, dan
sebagainya, yang berhubunga dengan pikiran atau akal budi manusia. Di
Arab Saudi, peristiwa tahunan ibadah Haji merupakan peristiwa budaya,
selain terkait dengan ritual keagamaan umat Islam. Di Iran, peristiwa
budaya juga bisa ditemui pada peringatan Karbala, setiap tanggal 10
Muharrom.
4. Bangunan tradisional
Sekarang ini banyak negara memiliki bangunan yang sama dengan
yang terdapat di negara lain. Fenomena semacam ini barangkali karena
adanya film-film di TV. Namun demikian, di masing-masing negara

11
tersebut masih banyak juga bangunan yang mempunyai ciri khas lokal dan
tidak terdapat di negara atau di daerah lain.
Bangunan semacam ini dalam penerjemahannya menimbulkan
banyak kesulitan bila si penerjemah tidak berhasil menghadirkan gambar
atau deskripsi yang tepat mengenai bangunan tersebut. Dengan bantuan
gambar atau video yang da di Internet tentang bangunan tradisional,
seorang penerjemah akan terbantu dalam mendeskripsikannya.
5. Kekerabatan
Hal kekerabatan juga terdapat dalam suatu negara. Sistem
kekerabatan ini tampaknya sederhana bagi yang memilikinya. Namun
yang tampaknya sederhana bagi yang memilikinya. Namun, yang
tampaknya sederhana itu ternyata menimbulkan banyak kesulitan bagi
seorang penerjemah karena sistem kekerabatan ini berbeda dari bangsa
atau etnik yang satu dengan yang lain. Karena bahasa Arab mengenal
pembeda gender dalam kata dan jalur ayah atau ibu, yang unik, hal ini
jelas akan menimbulkan sedikit banyak kesulitan bagi seorang
penerjemah.
6. Bahasa kolokial
Seperti bahasa yang lain, bahasa Arab juga mengenal bahasa standar
dan bahasa nonstandar. Fushha merupakan bahasa standar, sedangkan
amiyah merupakan bahasa non standar. Untuk kasus fushha, seorang
penerjemah biasanya tidak terlalu mengalami kesulitan karena sistem tata
bahasa dan kosakatnya telah terstruktur dan banyak kamus yang dapat
membantu.
Hal yang sama tidak terjadi pada bahasa amiyah. Penerjemah yang
tidak terlalu mengenalai sistem budaya dan bahasa Arab, tentu akan
kesulitan mengalihbahasakannya. Meskipun ragam amiyyah ini lebih
sering ditemui dalam kegiatan informal dan tuturan, tidak jarang juga
ragam ini bisa ditemui pada kegiatan formal dan tulisan. Di sinilah seorang
penerjemah perlu memiliki wawasan ihwal bahasa amiyyah, baik dari

12
buku, tayangan stasiun televisi negara-negara Arab, maupun komik, lagu,
film, dan kartun Arab.
7. Ekologi
Ekologi terkait dengan flora, fauna, angin, dataran, dan bukit. Salah
satu contoh yang bisa dihadirkan diantaranya soal sebutan untuk unta.
Dalam bahasa Indonesia, hanya dikenal unta, tanpa ada sebutan lainnya
yang menandakan ciri pembeda antara satu unta dengan unta lainnya.
Berbeda dengan dalam bahasa Arab, unta dikenalkan dengan banyak nama
sesuai umurnya. Ini terkait dengan unta yang merupakan bagian dari
kebudayaan Arab. Di sinilah seorang penerjemah memerlukan wawasan
kebudayaan terkait dengan aspek ekologi secara detail, agar dia tidak salah
dalam mencarikan padanan.
8. Budaya material
Budaya Material berarti hasil karya dan karsa manusia berupa benda
yang meliputi hal makanan, pakaian, dan senjata. Dalam penerjemahan
hal-hal yang termasuk dalam kategori budaya material, seorang
penerjemah perlu memahami secara jelas bentuk, kegunaan, fungsi, dan
ciri khusunya. Saat ini, dengan bantuan internet dalam bentuk gambar atau
video, seorang penerjemahakan dengan mudah mendapatkan gambaran
terkait dengan benda-benda hasil kebudayaan seperti yang disebutkan di
atas, atau benda-benda lain sejenisnya.
9. Konsep agama
Konsep agama merupakan ide atau pengertian terkait dengan istilah-
istilah khusus yang terkait dengan ajaran-ajaran pokok dalam agama yang
meliputi aspek akidah, ibadah, dan muamalah. Karena agama Islam secara
kebetulan diturunkan di kawasan Arab, konsep-konsep Islam dalam kata-
kata tertentu perlu mendapat perhatian dari penerjemah agar dapat
menginformasikan secara penuh maksud dari istilah-istilah itu, terutama
bila hasil terjemahannya diperuntukkan bagi mereka yang belum
mempunyai wawasan terkait konsep Islam itu.

13
10. Isyarat dan kebiasaan
Setiap kebudayaan mempunyai isyarat dan kebiasaan yang khas dan
berbeda dengan kebudayaan yang lain. Bahkan tak jarang isyarat dan
kebiasaan yang sama, tetapi maknanya berbeda. Dalam kasus bahasa Arab,
hal ini bisa kita temukan pada kasus ayat berikut.

Artinya:
“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh Telah kami binasakan.
dan cukuplah Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha melihat dosa
hamba-hamba-Nya.” (QS. al-Isra’(17): 17).
“Tangan terbelenggu pada leher” adalah simbol kikir yang bersumber
pada isyarat tangan yang dikenal di kalanagn bangsa Arab. Isyarat dan
kebiasaan seperti ini dengan makna “kikir”, ternyata tidak dikenal dalam
budaya bahasa Indonesia.
11. Metafora
Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan
arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan
persamaan atau perbandingan.
C. Kesalahan Umum dalam Penerjemahan Bahasa Arab
Mu’min menyebut beberapa kesalahan umum yang dilakukan oleh
seorang penerjemah, terutama yang pemula. Meskipun ia mendasarkan
kajiannya pada kasus penerjemahan Arab-Inggris, namun kesalahan itu juga
ditemukan dalam kasus penerjemahan Arab-Indonesia. Berikut kesalahan
umum yang kerap muncul terutama dalam kasus penerjemahan Arab-
Indonesia.17
1. Kesalahan yang berhubungan dengan kepenguasaan terhadap topik Tsu
(Teks Suatu Bahasa/Teks Sumber).
Ini akan berakibat fatal pada pesan yang dialihkan ke dalam TSa
(Teks Sasaran). Karena, bisa jadi pesan yang disampaikannya bukan pesan
17
Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,
(Jakarta: Dikara, 2010), hlm 27

14
yang hendak disampaikan penulis TSu. Oleh karenanya, penerjemah harus
memahami topik TSu yang hendak diterjemahkannya. Minimal, ia harus
membaca TSu secara tuntas dan cermat.
2. Kesalahan yang berhubungan dengan konotasi.
Padahal, konotasi bisa memberikan kelengkapan informasi pada
pesan yang sebetulnya hendak disampaikan oleh penulis TSu. Konotasi ini
bisa dipelajari dengan mengkaji aspek budaya pada TSu atau bisa juga
dibantu oleh ensiklopedia dan kamus yang memadai.
3. Kesalahan yang berhubungan dengan persoalan idiom dalam TSu.
Penerjemah dituntut peka dalam mengenali idom yang ada di Tsu,
karena idiom tidak dimarkahi penanda linguistik. Idiom hanya bisa
dikenali dengan rasa bahasa yang harus dimiliki oleh penerjemah.
Kepekaan itulah yang harus mendorongnya untuk segera membuka
kamus  idiom di saat ia menemukan kejanggalan pada pemaknaan TSu
yang ada di hadapannya.
4. Kesalahan yang berhubungan dengan makna figuratif.
Untuk menghindari hal ini, seorang penerjemah harus membekali
diri dengan kepenguasaan terhadap stilistika dan pragmati TSu.
5. Kesalahan yang berhubungan dengan pemilihan diksi.
Ini biasanya bisa diselesaikan dengan mencermati konteks dari kata.
Untuk memaksimalkan upaya ini, seorang penerjemah bisa
mendiskusikannya dengan orang yang dianggap memiliki wawasan terkait
konteks dimaksud.
6. Kesalahan yang berhubungan dengan penerjemahan nama diri, peristiwa
sejarah, dan kata kata asing.
Kesalahan ini bisa dihindari bila penerjemah mempunyai
wawasan  cukup luas, yang mutlak juga meniscayakannnya
untuk  memilih kamus, ensiklopedia, dan akses terhadap mesin pencari di
internet, yang mungkin akan membantunya dalam memecahkan
kesulitannya itu.

15
7. Kesalahan yang berhubungan dengan singkatan atau akronim.
Terkait dengan TSu yang berbahasa Arab, singkatan atau akronim
bisa dikatakan sangat minim.  Namun, justru di sinilah masalahnya.
Penerjemah yang berbahasa Indonesia, akan mendapati kesulitan untuk
mengenali suatu konstruksi  itu bisa disingkat atau tidak. Bila dipastikan
termasuk konstruksi itu bisa disingkat, ia harus tahu bagaimana cara
menyingkatnya yang lazim. Contoh konstruksi al umam al muttahidah.
Bila penerjemah tidak memiliki wawasan terkait konstruksi  tersebut, bisa
saja menerjemahkannya menjadi bangsa-bangsa yang bersatu atau umat-
umat yang bersatu. Padahal, konstruksi itu bermakna  persatuan bangsa-
bangsa yang biasa disingkat dengan PBB dalam bahasa Indonesia dan UN
dalam bahasa Inggris.
8. Kesalahan yang berhubungan dengan kecerobohan.
Penerjemah yang tidak mengecek kembali hasil terjemahannya, akan
mendapati banyak kesalahan, baik makna maupun struktur gramatika, di
kemudian hari. Minimal, ia harus membaca satu atau dua kali hasil awal
terjemahannya.
9. Kesalahan yang berhubungan dengan kekakuan dalam memandang TSu.
Penerjemah yang baik akan berusaha  menangkap pesan yang
tersimpan di balik TSu, tanpa harus terikat oleh struktur teks sumber.
Kekakuan dalam memandang TSu akan hilang dengan sendirinya bila
yang bersangkutan  mau terus berlatih dan berdiskusi dengan penerjemah
yang sudah ahli.
10. Kesalahan yang berhubungan dengan kata tugas, konjungsi, dan partikel.
Sering kali penerjemah hanya menerjemahkan harf sesuai dengan
makna  yang dikenali secara umum, padahal makna harf lebih sering
bergantung pada konteks.
D. Kesulitan-Kesulitan Siswa dalam Berkomunikasi Bahasa Arab
Setiap pembelajar bahasa Arab di asumsikan memiliki keinginan untuk
dapat berkomunikasi dalam bahasa yang dipelajarinya (dalam hal ini bahasa
Arab). Namun pada saat pembelajar bermaksud mengkomunikasikan ide-

16
idenya dalam bahasa target, sering muncul hambatan-hambatan bahasa yang
disebut kesulitan atau problem komunikasi.18 Di bawah ini dikemukakan
beberapa kesulitan yang sering menjadi problem komunikasi bahasa
khususnya bahasa Arab yaitu:
1. Kesulitan dalam pemilihan arti
Yang dimaksud dengan pemilihan arti disini adalah pemilihan
konsep, ide, harapan, emosi dans ebagainya, yang ingin dikomunikasikan
oleh pembeajar bahasa. Dalam pemilihan arti disini walaupun masih
dirasakan sulit tetapi siswa yang ingin belajar bahasa haruslah ia benar-
benar mamilih kata-kata yang bisa dipahami, baik oleh dirinya sendiri
maupun orang lain.
2. Kesulitan dalam mendapatkan makna kata/shigah
Pencarian dan pemilihan bentuk yang benar dan sesuai untuk
menyampaikan arti yang dimaksud merupakan tahap awal dalam proses
komunikasi dan pembelajar harus memutuskan apakah bentuk atau
struktur yang dipilih sesuai dengan konteks dan berikanmakna kata pada
siswa dengan sedapat mungkin menghindari terjemahan, karena sering kita
lihat sering kali menggunakan bahsa ibu kepada siswa, maka akan terjadi
komunikasi langsung dalam bahasa yang sedang dipelajari, sementara
makna kata itu akan cepat dilupakan oleh siswa.
3. Kesulitan dalam pemilihan rules of speaking
Kompetensi komunikatif tidak hanya mencakup tata bahasa dan
kosakata tetapi yang paling penting adalah rules of speaking (kebiasaan
dalam memakai atau memperaktekkan bahasa tersebut). Dengan adanya
rules of speaking ini akan mendukung siswa untuk bisa lancar dalam
berkomunikasi karena tanpa rules of speaking bahasa itu tidak akan
berkembang dan sebenarnya bahasa Arab mudah atau tidak sulit asal tekun
dan rutin, serta berani memperaktekkannya, tidak perlu malu atau takut
salah dan banyak-banyak latihan baik disekolah maupun diluar sekolah,
18
Muhajirin Ramzi dan Adil Imam, Upaya Guru dalam Mengatasi Kesulitan berkomunikasi
Bahasa Arab Siswa Kelas X SMK Islam al-Hananiyah Bodak Tahun Pelajaran 2016/2017, Jurnal
el-Tsaqâfah, Vol.17 No.1, 2018, hlm 84-85

17
sehingga bahasa Arab bukan lagi bahasa yang ditakuti dan dianggap sukar
oleh anak didik tetapi menjadi dan cenderung mempelajarinya sebagai
bahasa al-Quran.
Oleh karena itu kebiasaan untuk bisa berkomunikasi sesama siswa
harus dapat diterapkan dilingkungan, khususnya dilingkungan sekolah
dimana siswa belajar didalamnya, lingkungan sekolah juga meupakan
tempat atau sarana yang tepat untuk memperaktikkan suatu bahasa
khususnya bahasa Arab, karena lingkungan sekolah banyak mempunyai
teman untuk sama- sama berkomunikasi bahasa Arab. Dengan terjalinnya
komunikasi langsung antar sesama teman yang dilakukan setiap hari maka
kesulitan dalam berkomunikasi akan dapat teratasi dan siswa akan semakin
lancar dalam berkomunikasi tersebut.
E. Upaya Mengatasi Problematika Kebudayaan dalam Penerjemahan
Bahasa Arab
Telah dijelaskan di atas, bahwa dalam proses menerjemahkan
memerlukan beberapa hal sebagai bekal untuk menghasilkan karya terjemahan
yang bermutu dan layak baca, dan dalam proses ini seorang penerjemah juga
harus mempunyai keterampilan yang melibatkan banyak bakat daripada upaya
dan teori.
Dalam mencari padanan bagi kata yang berhubungan langsung dengan
konsep-konsep buadaya, Mildred L. Larson menyarankan bagi penerjemah
untuk mencari cara terbaik dalam mengungkapkan konsep-konsep kebudayaan
itu. Ada tiga alternatif dasar yang dapat dipilih penerjemah untuk mencari
padanan dalam bahasa sasaran: kata generik dengan frasa deskriptif. Kata
asing (kata pinjaman), dan penggati kebudayaan.19
Senada dengan penjelasan di atas Moch Syarif menambahkan teknik
penerjemahan kultural seperti adaptasi, pemadanan berkonteks, dan
pemadanan bercatatan. Hal ini penting agar hasil terjemahannya tidak terasa
asing dan kaku saat dibaca. Teknik penerjemahan kultural ini merupakan jalan
keluar bagi seorang penerjemah agar terbebasa dari jarak ruang bahasa yang
19
Nur Mufid dkk, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah, dan
Kreatif), (Ponorogo: Pustaka Progresif , 2007), hlm 60

18
selalu dihadapi oleh penerjemah, terutama yang pemula. Adapun teknik itu
adalah:20
1. Adaptasi. Teknik ini menuntut penerjemah untuk mengupayakan padanan
kultural antara dua situasi tertentu.
2. Pemadanan Bercatatan. Teknik ini dilakukan bila segala prosedur
penerjemahan tidak dapat menghasilkan padanan yang diharapkan.
Catatan dapat diberikan baik secara catatan kaki maupun catatan akhir
pada setiap akhir bab.
3. Pemadan Berkonteks. Penerjemah dituntut untuk memberi suatu informasi
dalam konteks agar maknanya jelas
Selain tiga teknik di atas adan strategi lain yang dapat dimanfaatkan
oleh penerjemah. Pertama, penerjemahan dengan menggunakan kata yang
lebih umum. Kedua, penerjemahan menggunakan kata yang lebih netral.
Ketiga, penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan. Keempat,
penerjemahan dengan menggunakan kata serapan atau kata serapan yang
disertai dengan penjelasan. Strategi ini sering digunakan dalam
menerjemahkan kata yang berhubungan dengan kebudayaan, konsep modern,
dan kata yang tidak jelas maknanya.

20
Ibid., Hidayatullah, Jembatan Kata..., hlm 68-70

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada tiga kesulitan yang sering menjadi problem komunikasi bagi
pembelajar bahasa kedua (bahasa asing), yaitu: 1) kesulitan dalam pemilihan
arti, 2) kesulitan dalam pemilihan bentuk, dan 3) kesulitan dalam pemilihan
Rules of Speaking. Problematika dalam penerjemahan bahasa Arab ke bahasa
Indonesia bersumber pada persoalan linguistik dan non linguistik. Konteks
linguistik adalah segala sesuatu yang terkait dengan kebahasan teks,
sedangkan teks non linguistik adalah segala sesuatu yang menyertai teks di
luar aspek kebahasan teks, yang antara lain mencakup budaya, historisitas,
ideologi dan kondisi sosial-politik.
Mu’min menyebut beberapa kesalahan umum yang dilakukan oleh
seorang penerjemah, terutama yang pemula. Yaitu: 1) Kesalahan yang
berhubungan dengan kepenguasaan terhadap topik TSu (Teks Suatu
Bahasa/Teks Sumber), 2) konotasi, 3) idiom dalam TSu, 4) makna figuratif, 5)
pemilihan diksi, 6) penerjemahan nama diri, peristiwa sejarah, dan kata kata
asing, 7) singkatan atau akronim, 8) kecerobohan, 9) kekakuan dalam
memandang TSu, dan 10) Kesalahan yang berhubungan dengan kata tugas,
konjungsi, dan partikel.
Beberapa kesulitan yang sering menjadi problem komunikasi bahasa
khususnya bahasa Arab yaitu kesulitan dalam pemilihan arti, makna
kata/shigah, dan kesulitan pemilihan rules of speaking. Ada tiga alternatif
dasar yang dapat dipilih penerjemah untuk mencari padanan dalam bahasa
sasaran: kata generik dengan frasa deskriptif. Kata asing (kata pinjaman), dan
penggati kebudayaan. Selain itu Moch Syarif juga menambahkan teknik
penerjemahan kultural seperti adaptasi, pemadanan berkonteks, dan
pemadanan bercatatan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Burdah, Ibnu. 2004. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab. Cet. I.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Dahlan, Juwairiyah. 1992. Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: al-Ikhlas

Hidayatullah, Moch Syarif. 2010. Tarjim al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia.


Jakarta: Dikara

________2017. Jembatan Kata Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia. Jakarta: PT Grasindo

Izzan, Ahmad. 2007. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humanior

________2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora

Mufid, Nur dkk. 2007. Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah, dan
Kreatif). Ponorogo: Pustaka Progresif 

Nababan, Rudolf. 2003. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nuha, Ulin. 2012. Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab. Salatiga: Diva Press

Nurhadi. 2010. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Soegeng dan Ekosusilo, Madyo. 1990. Pedoman Penerjemahan (Bagaimana Menerjemahkan


Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia). Semarang: Dahara Prize

Syihabuddin. 2005. Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori Dan Praktek. Cet. I. Bandung:


Humaniora

Ramzi, Muhajirin dan Imam, Adil. 2018. Upaya Guru dalam Mengatasi Kesulitan berkomunikasi
Bahasa Arab Siswa Kelas X SMK Islam al-Hananiyah Bodak Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal
el-Tsaqâfah. Vol.17 No.1

21

Anda mungkin juga menyukai