Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran qawa’id merupakan hal yang sangat urgen sekali, karena dengan
memahami qawa’id secara baik akan mengantarkan kepada pemahaman teks yang
tepat dan benar. Oleh karena betapa pentingnya hal ini, pemakalah akan membahas
lebih lanjut tentang pengertian, materi, model,pendekatan, metode, strategi, media,
dalam penyampaian qawaid.
Proses mempelajari bahasa asing khususnya bahasa Arab bagi orang Indonesia
merupakan usaha-usaha khusus untuk membentuk dan membina kebiasaan baru yang
dilakukan secara sadar. Pada saat ini bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Arab
di Indonesia menyaksikan kehadiran berbagai strategi, metode, pendekatan dan yang
serupa dengannya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pengajaran bahasa
Arab itu sendiri.

Dalam pembelajaran bahasa Arab, salah satu unsur terpenting adalah


memahami tata bahasanya yang dikenal dengan istilah qawa’id. Dalam berbagai
disiplin ilmu, istilah qawa’id telah dikenal dikalangan ulama, misalnya ada istilah
qawa’id ushuliyyah, qawa’id fiqhiyyah, qawa’id ulum al-hadits dan yang lainnya.

Kata qawa’id merupakan jama’ dari kata qai’dah. Secara makna leksikal,
Munawwir (2002: 1138) mengartikan dengan arti dasar, alasan, pondamen, peraturan,
kaidah. Sedangkan secara istilah, qa’idah adalah ketentuan universal yang bersesuaian
dengan bagian-bagiannya (juz-juznya) (Syafe’i, 2007: 251). Namun dewasa ini,
mayoritas para peserta didik yang belajar bahasa asing khususnya bahasa Arab lebih
mementingkan aspek kemahiran berbicara sehingga aspek kebenaran dan ketepatan
tata bahasanya kurang diperhatikan. Dari latar belakang masalah ini, agar dapat
membantu kegiatan pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Arab, maka
penyusun menyajikan makalah dengan judul “‫”القواعد تعليم‬.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qawaid/takrib?
2. Apa materi Qawaid/tarkib di MI?
3. Apa saja model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI?
4. Apa pendekatan, metode, strategi, media dan evaluasi?
5. Apa kelebihan dan kelemahan pembelajaran qowaid?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Qawaid/tarkib di MI.
2. Mengetahui materi Qawaid/tarkib di MI.
3. Memahami apa saja model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI.
4. Dapat mengetahui pendektan, metode, strategi, media dan evaluasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qawaid/tarkib
Pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction” yang banyak digunakan
dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Pembelajaran dapat diartikan sebagai
proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah
yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki oleh
siswa. Usman mengemukakan bahwa pembelajaran atau pengajaran adalah tehnik
menyajikan bahan pelajaran terhadap siswa agar tercapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
Mulyasa berpendapat bahwa Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah
merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk pembuatan. Dalam pendidikan
berdasarkan kompetensi pelaksanaan pembelajaran suatu rangkaian pembelajaran
yang dilakukan secara berkesinambungan, yang meliputi tahap persiapan, penyajian,
aplikasi dan penilaian.
Sedangkan qowaid merupakan jama dari kata qaidah yang berarti aturan,
undang-undang. Qowaid adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam
menyusun kalimat bahasa Arab, di mana cabang dari ilmu qowaid ini sangat banyak
diantaranya adalah ilmu nahwu dan sharaf. Nahwu adalah ilmu tentang pokok-pokok
yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal, kata-kata bahasa arab dari segi i’rob dan
bina’nya, yaitu dari sisi yang dihadapinya dalam keadaan kata-kata itu disusun.
Didalamnya diketahui apa yang wajib terjadi dari harakat akhir dari suatu kata, dari
rofa’, nasab, jar, atau jazem, atau tetap saja pada suatu keadaan setelah kata tersebut
tersusun didalam suatu kalimat.
Qowaid merupakan kaidah-kaidah bahasa yang lahir setelah adanya bahasa
itu, dan telah digunakan oleh penggunanya. Kaidah-kaidah ini lahir karena adanya
kesalahan-kesalahan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, qowaid dipelajari
agar pemakai bahasa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab
dengan baik dan benar. Jadi dalam pembelajarannya, siswa tidak cukup dengan
menghafal kaidah-kaidah nahwu saja, melainkan setelah menghafal siswa harus
menerapkan kaidah itu didalam latihan membaca dan menulis teks berbahasa arab.

3
Dengan demikian, pembelajaran qowaid adalah proses interaksi peserta didik
dengan lingkungannya dalam hal ini materi qowaid sehingga terjadi perubahan
perilaku peserta didik di mana mereka dapat memahami, mengerti dan menguasai
qowaid dan diharapkan mereka mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Arab yang baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Tanpa qowaid yang baik,
seseorang akan banyak mengalami kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab baik
pasif maupun aktif.
Pembelajaran qawa’id merupakan suatu kemestian, karena dengan memahami
qawa’id seseorang mampu memahami bahasa Arab dengan tepat dan benar. Selain itu
yang dimaksud qawaid/tarkib dalam bahasa Arab yaitu susunan yang ditinjau dari
ilmunahwu dan ilmu shorof. Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang
membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob.

Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata
yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan
perubahan tersebut. Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca
kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab,
tasrif, i’lal, dan lain-lain. Juga erat hubungannya dengan pemahaman yang benar.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyampaiaan materi kaidah antara lain :

1. Guru menyuruh siswa membaca, memperhatikan dan memahami contoh-contoh


kalimat.
2. Guru menjelaskan kaidah yang terkandung dalam contoh susunan kalimat.
3. Dalam menjelaskan kaidah, guru dapat menggunakan buku lain sebagai
pelengkap, seperti kitab nahwu dan saraf.
4. Guru melakukan Tanya jawab untuk memperkuat pemahaman kaidah.
5. Guru memberikan tugas untuk mengerjakan latihan dan mengoreksinya.

4
B. Materi Qawaid/tarkib di MI
Dalam pembelajaran MI qawaid erat hubungannya dengan cara membaca
kalimat dalam bahasa Arab, qawaid ini bisa disebut juga tata bahasa. Pembelajaran
qawaid di MI membahas secara terkhusus tidak terlalu luas dalam artian supaya
mudah dipahami oleh peserta didik. Adapun materi qawaid yang terdapat pada tingkat
MI yaitu sebagai berikut :
a. Na’t (kata sifat)
Na’t atau kata sifat adalah kata yang menunjukan sifat kata sebelumnya.
Contoh kata sifat adalah sebagai berikut : ٌ‫( َوا ِسع‬Luas), َ
ٌ‫( ن َِظيْف‬Bersih), ٌ‫ط ِويْل‬
(Panjang).
b. Mubtada’, Khabar, Zarf dan Jar Majrur
Susunan kalimat yang digunakan pada bab ini adalah
ٌٌٌ‫ٌو َمجْ ر‬ ٌّ ‫ظ ْرفٌأَ ْوٌ َج‬
َ ‫ار‬ َ ٌ+ٌ‫ٌ َخ َبر‬+ٌ‫م ْبتَدَأ‬
Mubtada’ adalah ism yang terletak di awal kalimat atau jumlah dan
berfungsi sebagai subjek. Adapun khabar adalah ism yang terletak sesudah
mubtada’ serta menyempurnakan pengertian kalimat atau berfungsi sebagai
predikat. Sedangkan huruf jar adalah huruf yang menyebabkan kata yang
ditempelinya menjadi jar (kasroh). Yang termasuk pada huruf jar adalah……….
‫ل‬،‫ك‬،‫ ب‬،‫ ِفي‬،‫علَى‬
َ ،‫ ع َْن‬،‫ِلى‬
َ ‫ ا‬،‫ِم ْن‬
Contoh kata ٌ‫هللا‬boleh dibaca fatah, dhomah, kasroh tapi setelah ditempeli
huruf jar maka bacanya wajib kasrohِ‫ع َلى هللا‬
َ ِ‫ بِاهلل‬،ِ‫ِمنَ هللا‬

Sedangkan majrur adalah kata yang ditempeli huruf jar dan harus dibaca jar
(kasroh). Jadi kata ِ‫هللا‬
ٌ ٌ َ‫من‬,
ِ ٌ‫من‬adalah
ِ huruf jar dan kata ٌِ‫هللا‬adalahmajrur. Kita kembali
pada pembahasan khabar jar majrur. Khabar jar majrur adalah khabar yang
tersusun dari haraf jar dan majrur.

c. Kahabar Muqaddam + Mubtada’ Mu’akhkhar


Pengertian mubtada’ dan khabar telah dijelaskan pada penjelasan di atas.
Pada dasarnya, setiap mubtada’ terletak di awal kalimat atau jumlah. Akan tetapi,
adakalanya khabar diletakkan sebelum mubtada’ dan mubtada’ diakhirikan
sesudah khabar. Khabar harus didahulukan atas mubtada’ dengan syarat sebagai
berikut: Mubtada’ berupa ism nakirah, sedangkan khabar-nya berupa syibhul
jumlah dan Khabar berupa kata Tanya.

5
d. Jumlah mufidah
Mufidah adalah berupa kalimat sempurna yang memiliki kelengkapan
kata. Contohnya seperti :
Kebun itu bagus. ٌ‫ْالب ْست َاٌنٌ َج ِميْل‬
Matahari itu terbit. َ ٌ‫شمس‬
ٌ‫طاٌ ِلعَة‬ َّ ‫ال‬
Ikan itu hidup di air. ٌ‫اء‬ ْ
ِ ‫ٌفىٌال َم‬ ‫س َمك‬
َّ ‫يَ ِعيْشٌال‬
Pembahasan
Jika kita perhatikan susunan kalimat yang pertama, maka kita menemukan
ْ
kalimat itu tersusun dari dua kata, kata kesatu ٌ‫(الب ْست َاٌن‬kebun)dan kedua ٌ‫( َج ِميْل‬bagus).
Jika kita ambil kata kesatu saja yaitu kata ْ
ٌ‫الب ْست َا ٌن‬maka kita tak akan mengerti
maksudnya kecuali arti kata tunggal itu saja yang tidak cukup sempurna digunakan
untuk bercakap-cakap. Demikian pula keadaanya bila kita ambil kata yang ke dua saja
yaitu ‫ْل‬
ٌ ‫ َج ِمي‬.Tetapi bila ke dua kata itu kita hubungkan sedemikian rupa seperti dalam
ْ
susunan di atas, kemudian kita ucapkan:ٌ‫(الب ْستَاٌنٌ َج ِميْل‬kebun itu bagus)
Maka kita dapat memahami maknanya yang lengkap, dan kita pun mengambil
faedahnya secara sempurna, yaitu bahwa sifat kebun itu bagus. Oleh karena itu
susunan ini dinamakanً ‫( ج ْملَةًٌمٌِف ْيدٌَ ٌة‬Kalimat sempurna). Setiap kata dari dua kata dalam
kalimat itu dihitung sebagai bagian dari jumlah (kalimat), demikian pula dengan
contoh-contoh lain di atas.
Dengan demikian,kita berpendapat bahwa satu kata saja tidaklah cukup untuk
bercakap-cakap. Percakapan itu hendaknya tersusun dari dua kata atau lebih sehingga
orang dapat mengerti secara sempurna.

C. Model Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI


Model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI masih tergolong sederhana menurut
sistem yang terbaru di Mesir, bahwa pembelajaran Qawaid diajarkan di kelas V dan
VI hanya sekedarnya saja tidak terlalu mendalam. Mempelajari kaidah ini erat
hubungannya dengan cara membaca kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam
qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab, tasrif, i’lal, dan lain-lain. Juga erat
hubungannya dengan pemahaman yang benar. Model pembelajaran Qawaid/tarkib di
MI hanya berupa tata bahasa saja yang mudah untuk dipahami oleh peserta didik, tata
bahasanya pun sangatlah umum dan sering dijumpainya dilingkungan dan kehidupan
sekitarnya.

6
Model Pembelajaran Qowaid
Model pembelajaran shorof disamakan dengan model pembelajaran nahwu
yang keduanya berada dalam satu rumpun yaitu rumpun qowaid. Ada dua model
pembelajaran qowaid, model ini dikenal dengan metode qiyasi (deduktif), dan metode
istiqraiy (induktif), namun menurut Hasan Syahatah ada tiga model pembelajaran
qowaid, dengan adanya metode al mu’dilah. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Model qiyasi (deduktif)


yaitu metode yang pembelajarannya dimulai dengan kaidah-kaidah atau
ta’rif kemudian memberi contoh-contoh. Cara mengajar dengan pendekatan ini
diawali oleh guru dengan menyebutkan kaidah nahwu yang ingin mengajarkan
dengan memberi contoh-contoh pemberian contoh tersebut disesuaikan dengan
topik/muatan materi dan tingkat kemampuan siswa cara seperti ini lebih
dianjurkan pada siswa tingkat mutawashith dan mutaqaddim.

Adapun langkah aplikatif bagi seorang guru adalah sebagai berikut:

1) Guru masuk kelas dan memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu
2) Guru melanjutkan dengan menjelaskan kaidah-kaidah nahwu
3) Pelajaran dilanjutkan dengan siswa memahami serta menghafal tentang
kaidah-kaidah nahwu
4) Guru memberikan contoh atau teks yang berkaitan dengan kaidah
5) Guru memberikan kesimpulan pelajaran
6) Setelah dianggap cukup, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan

Beberapa kelebihan metode qiyasi adalah sebagai berikut:

1) Tujuannya lebih spesifik


2) Aplikasinya mudah dan cepat
3) Memudahkan siswa dalam pemahaman dengan cepat
4) Tidak menekankan adanya hafalan

Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut:

1) Pemahaman siswa cepat luntur, karena tidak dihafalkan


2) Adanya ketergantungan kepada orang lain
3) Lemahnya dari sisi keaktifan berfikir dan mengemukakan pendapat

7
4) Kesulitan dalam qowaid yang bersift juz’iyah

b. Model istiqraiy (induktif)


Yaitu metode yang dimulai dengan contoh-contoh yang baru, kemudian
yang diikuti dengan qowaid pada umumnya. Pada pembelajaran bahasa nahwu
dengan pendekatan ini guru justru memulai pelajaran dengan menampilkan
contoh-contoh pola kalimat terlebih dahulu guru mengiringi penjelasan dengan
pengambilan kesimpulan kaidah yang terdapat dalam contoh-contoh tersebut.
Cara ini lebih baik untuk diberikan pada siswa tingkat ibtida’iyah.

Adapun langkah- langkahnya sebagai berikut:

1) Guru memulai pelajaran dengan menentukan tema pelajaran


2) Guru memberikan contoh kalimat atau teks yang berhubungan dengan tema.
3) Siswa secara bergantian diminta untuk membaca contoh atau teks yang
diberikan oleh guru
4) Setelah dianggap cukup, guru menjelaskan kaidah nahwu yang terdapat dalam
contoh atau teks yang berkaitan dengan tema
5) Dari contoh atau teks, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
atau rangkuman tentang kaidah nahwu
6) Siswa diminta untuk mengerjakan latihan-latihan.

Adapun metode istiqraiy mempunyai kelebihan dan kekurangan.


Kelebihannya adalah sebagai berikut:

1) Metode ini merupakan metode yang baik untuk menemukan tujuan dari
qowaid nahwu
2) Mampu menyimpulkan kaidah yang umum dengan cepat
3) Memberikan makna jelas dan mudah praktiknya
4) Pemberian contoh dengan uslub-uslub yang mudah dipahami

Sedangkan kekurangannya adalah sebagai berikut:

1) Lambat dalam memperoleh informasi karakteristik siswa


2) Tidak efisien karena kebanyakan contoh-contoh yang diberikan oleh guru
3) Contoh yang diberikan biasanya parsial, sering terpisah tidak sesuai dengan
tingkatan siswa.

8
c. Model al-mu’dilah merupakan pengembangan dari dua metode sebelumnya yaitu
metode pembelajaran nahwu menggunakan metode yang bersambung tidak
terpisah. Yang dimaksud bersambung adalah potongan bacaan dari satu topik teks
bacaan yang dibaca siswa, kemudian ditunjukan beberapa hal yang dianggap
spesifik kemudian setelah itu mengambil kesimpulan tentang kaidahnya dan
ditambah praktik berupa latihan.

Berbagai model pembelajaran qowaid yang telah dipaparkan sebelumnya


merupakan model yang sering digunakan dimadrasah maupun pondok pesantren.
Menurut penulis, sebenarnya model tersebut dapat dilakukan dan digunakan
bukan sesuai dengan tingkat pendidikannya seperti yang dicantumkan diatas,
tetapi model tersebut digunakan sesuai dengan tujuan awal dalam mempelajari
bahasa. Jika bahasa digunakan atau dipelajari untuk kepentingan komunikatif atau
mahir dalam berbicara dapat digunakan model istiqraiy atau induktif. Jika tujuan
mempelajari bahasa Arab dengan tujuan memahami teks arab dan cenderung
menguasai bahasa Arab secara pasif maka model yang digunakan hendaklah
model qiyasi atau deduktif.

Problem Pembelajaran Qowaid


Di antara problem-problem yang dihadapi saat berlangsungnya pembelajaran
qowaid adalah:

a. Guru menitikberatkan perhatian pada kaidah qowaid untuk menghafal dan


memahami isi bacaan. Pengajaran qowaid membutuhkan waktu yang panjang dan
sangat lama dalam proses pembelajarannya, sehingga mengabaikan pembelajaran
lain yang tidak kalah pentingnya.
b. Siswa yang sering dituntut hafalan syair-syair atau matan tentang ilmu
nahwu/sharf tetapi mereka tidak paham dari makna dan penjelasan syair yang
diihafal tersebut. Oleh karena itu, jika memang diajarkan dalam bentuk lagu dan
menghafalkan syair dengan tujuan untuk menarik siswa dan untuk mengingat
dengan mudah, maka guru harus menjelaskan secara detail makna dan isi dari
syair yang dipelajari, agar siswa paham dan mengerti makna yang terkandung di
dalamnya.

9
c. Pembelajaran qowaid diajarkan tidak utuh dan parsial, terkesan terpisah-pisah
serta mengalami penyempitan dan membatasi diri dalam wilayah garapannya,
sebatas menyajikan contoh-contoh tanpa dikaji secara kritis.
d. Pembelajaran qowaid sering lebih berorientasi untuk menjelaskan keadaan yang
tidak memasuki wilayah substantif, menjelaskan keadaan rafa’, nasab, mubtada’,
fail, maf’ul bih, naibul fail dengan mengabaikan implikasi makna yang
menyertainya. Juga tidak memperhatikan konsekuensi makna yang mengikuti dan
ada dalam masing-masing pola.
e. Pola hubungan guru dan murid dalam pembelajaran tarakib terkadang terlihat
kaku, guru hanya menyajikan contoh kemudian peserta didik dituntut dan diberi
tugas membuat contoh serupa. Guru jarang mengetahui kekuatan dan kelemahan
siswa adalam pembelajarannya.
f. Buku ajar qowaid yang di dapat terkadang materinya tidak sesuai dengan
kemampuan siswa. Seperti materi yang terlalu panjang, monoton, dan jauh dari
nilai-nilai humanis, sehingga menjadi beban bagi siswa.
g. Pembelajaran qowaid tidak disandingkan lagi dengan disiplin ilmu lain, seperti
ilmu al-Qur’an, atau ilmu bahasa, psikologi, dan humaniora.

D. Pendekatan, Metode, Strategi, Media dan evaluasi di MI


1. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Qawaid di MI
Penerapan metode yang lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab
adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan
untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta
memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks,
terutama buku Arab klasik. Pendekatan pembelajaran ini memerlukan metode
pembelajaran yang tepat. Pilihan yang tepat adalah metode eklektik, yaitu metode
gabungan yang mengambil aspek-aspek positifnya baik dari keterampilan maupun
pengetahuan bahasa, sehingga mencapai tujuaan dan hasil pembelajaran yang
maksimal. Metode eklektif dimaksud mencakup metode percakapan,membaca,
latihan, dan tugas.

10
Metode Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI :
 Metode Istiqraaiyyah dalam Pembelajaran Qawa’id/tarkibdi MI

Qawa’id merupakan bagian dari pembahasan bahasa Arab yang bertujuan


untuk memperoleh pengetahuan. Metode Istiqraaiyyah merupakan metode yang
paling cocok untuk pembelajaran bahasa Arab. Metode ini dikemukakan dengan
pemberian contoh kemudian menetapkan kaedah- kaedahnya.

Adapun kebiasaan sebelumnya dalam pembelajaran qawa’id bahasa Arab


adalah metode al-Ilqaaiyyah al-Akhbaariyyah, yaitu adanya serentetan qawa’id
yang diikuti dengan contoh- contoh. Akan tetapi para pakar menyarankan untuk
tidak menggunakan metode ini dan menggunakan metode Istiqraaiyyah. Dalam
metode ini dikemukakan contoh-contoh yang beraneka ragan sesuai dengan
kehidupan, pengalaman serta pengetahuan siswa, setelah itu baru ditetapkan
qawa’idnya dari contoh-contoh tersebut.

Agar sukses dalam pembelajaran qawa’id, seorang guru mesti


mempersiapkan materi serta langkah- langkah metode pembelajaran qawa’id
sebelumnya, kemudian memberikan hak masing-masing langkah dari langkah-
langkah yang ada, sehingga satu tahapan dengan tahapan yang lainnya tidak
berdiri sendiri. Seorang guru juga harus memperhatikan contoh- contoh yang
diberikan dalam pembelajaran qawa’id, mudah, jelas dan tidak berlawanan dengan
pengetahuan dan pemikiran siswa sehingga mereka memahaminya. Dan lebih
diutamakan memilih sebuah paragraf yang menghimpun semua contoh-contoh
yang mengantarkan kepada kaedah baru. Dan untuk pemantapan qawa’id yang
telah dipelajari siswa, akan lebih baik jika guru memberikan latihan-latihan,
berupa lisan kemudian tulisan.

 Metode Al-Iqtishaadiyyah dalam Pembelajaran Qawa’id /tarkib di


MI
Dalam pembelajaran qawa’id, metode- metode sebelumnya merupakan
metode yang sering digunakan, berbeda dengan metode Al-Iqtishaadiyyah, yaitu
mempelajari qawa’id ketika pembelajaran Muthala’ah dan teks-teks sastra tanpa
mengkhususkan waktu tertentu untuk mempelajarinya dan tidak ditemukan
pembelajaran ini dalam jadwal pembelajaran. Siswa mendiskusikan kaedah-
kaedah tersebut kemudian guru memberikan penjelasan serta tambahan dengan
metode Istiqraaiyyah, sehingga siswa memahami kaedah demi kaedah.
11
 Metode Taqliidiyyah

Metode dengan menyebutkan kaedah-kaedah, pengertian atau pembahasan


secara umum, kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang sesuai. Misalnya
Jamii’uddurus Al-‘Arabiyyah, qawa’id disajikan dengan cara mengawalinya
melalui defenisi/kaedah, baru disertai dengan contoh dan penjelasan.

2. Strategi dan Media Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI


Strategi adalah salah satu diskursus yang sering kali disorot dalam sistem
pembelajaran bahasa. Sukses atau tidaknya suatu program pengajaran bahasa
senantiasa dinilai dari strategi pengajaran yang digunakan, karena strategilah yang
menentukan tercapainya isi dan cara mengajar bahasa. Kursus-kursus bahasa yang
tumbuh bak jamur dimusim hujan dengan mempromosikan usahanya dan
menonjolkan “strategi yang mutakhir” merupakan satu bukti akan pentingnya
strategi dalam suatu pengajaran.

Metodologi pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing mengalami


perkembangan terus menerus seiring dengan perkembangan yang terjadi pada
disiplin ilmu bahasa linguistik dan ilmu pendidikan. Ada tiga unsur bahasa yang
diketahui dan diperhatikan dalam mempelajari bahasa yaitu al ashwat, al
mufrodat, dan al tarakib. Salah satu unsur yang penting dalam pembelajaran
bahasa Arab adalah tarakib, tarakib ini terdiri dari qowaid al nahwi dan qowaid al
sharfi. Tarakib menjadi kebutuhan pokok ketika belajar bahasa Arab. Seseorang
tidak mungkin membaca teks arab dan membuat suatu kalimat tanpa memahami
kaidah bahasa tersebut.

Dalam pembelajaran bahasa Arab terdapat empat keterampilan berbahasa


yang diajarkan secara integral, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Seorang pengajar harus mempunyai strategi pembelajaran yang baik untuk sampai
pada tujuan yang diinginkan, namun pada kenyataannya para pengajar kurang
memahami strategi pembelajarannya khususnya qowaid, sehingga banyak dari
siswa kurang menguasai tarakib tersebut. Maka dengan adanya asumsi tersebut
makalah ini akan membahas tentang tarakib atau qowaid meliputi definisi qowaid,

12
problem pembelajaran qowaid, tujuan pembelajaran qowaid, model pembelajaran
qowaid, dan strategi pembelajaran qowaid.

Strategi Pembelajarannya antara lain :


 Deduktif
Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika,
karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada
gramatika saja.
Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri
dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk dijadikan
analisa perbandingan bagi peserta didik.
Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan
kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang
bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.

Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang


paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya hitam-putih,
bundar-persegi.
Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya dipilih huruf jar
yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang
paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: ‫الكتاب ٌفي ٌالصندوق‬, Contoh jumlah
fi’iliyah : ‫خرجٌالطابٌمنٌالفصل‬
Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat peserta didik
harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran mereka.
Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk berekspresi melalui
tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka merasa terlibat
langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung.
Manfaat atau kegunaan dari strategi deduktif ini adalah agar siswa lebih
memhami kaidah tata bahasa nahwu secara menyeluruh yang terdapat dalam
sebuah kalimat.

13
 Mind Mapping
Proses belajar dilakukan secara interaktif. Dengan mengaktifkan tiga alat
sensor utama yaitu pendengaran, penglihatan, dan gerakan anggota tubuh maka
proses pembelajaran akan lebih mudah dan tidak membosankan. Gerakan tubuh
dilakukan dengan cara membuka tombol-tombol yang ada, dan anda akan
menemukan hubungan antara satu tombol dengan tombol yang lain.
Sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan diawali dari yang
paling mudah dulu dan diusahakan tidak ada tumpang tindih pembahasan,
maksudnya materi yang belum perlu dibahas tidak dibahas kecuali sedikit, apabila
terpaksa harus dibahas, dan tidak ada penekanan.
Menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Penggunaan istilah-istilah
dalam Tata Bahasa Arabditulis dengan tulisan latin agar tidak terkesan rumit.
Menggunakan peta pikiran. Penggunaan peta pikiran akan lebih mudah
memberikan gambaran global tentang apa saja yang akan dibahas dan
memudahkan dalam memahami hubungan antara satu bab dengan bab lainnya.
Penggunaan peta pikiran juga akan memudahkan dalam menghafal materi.

Manfaat atau kegunaaan dari strategi mind mapping ini adalah siswa lebih
sistematis dalam berfikir dan mempermudah siswa dalam teori pengajaran nahwu.
Media Pembelajarannya antara lain :
a) Kubus Struktur

Kubus struktur adalah sebuah kotak yang berbenyuk kubus yang


kesemua sisinya ukurannya sama.kubus ini terbuat dari kertas yang kuat atau
triplek, yang didalamnya memuat unsur-unsur kalimah yang telah diajarkan
oleh guru.

Pada setiap sisi kubus ditulis kalimah dengan tujuan sebagai media
untuk mempelajari susunan kalimah. Misalakan saja pada kubus pertama
dibuat kaliamh yang mempunyai kedudukan sebagai mubtada atau pada kubus
kedua sebagai fi’il pada kubus ketiga sebagai maf’ulbih pada kubus ke empat
sebagai hal. Kalimah itu diletakan pada kertas dan ditempelkan pada kubus.
Kubus struktur ini cocok untuk mempelajari kedudukan kalimah.

14
Langkah-langkah penggunaan kubus kalimah :

 Letakan kubus struktur pada meja yang tinggi dengan urutan


kalimahnya.
 Bacalah kalimah yang terdapat pada sisi kubus dua atau tiga kali.
 Guru mencari materi lkemudia membaca lalu diikuti oleh para murid.
 Putar kubus pertama untuk mubtada’ jika ingin belajar tenteng fi’il
putarlah kubus yang kedua jika ingin belsjsr mengenai mafbul bih
putar kubus yang ketiga.
b) Papan Selip

Papan selip merupakan media yamg berupa papan yang memiliki saku.
Papan ini ditempelkan pada papan tulis yang diletakan dari ujung kiri ke ujung
kananpapan ini dibuat dari karton ukurannya 100 cm x 70 cm. papan selip
sangat membantu siswa dalam mempelajari tarkib dan mengurutkan kalimah,
menyempurnakan jumlah dengan mengganti gambar sebagai kalimah. Lebih
bagusnya untuk pembaca, membaca dulu.

Strategi Pembelajaran Qowaid


Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai
hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Strategi
pembelajaran juga berarti cara-cara yang digunakan oleh pengajar, untuk memilih
kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut
dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan
dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian yaitu
pengenalan kaidah-kaidah bahasa (nahwu dan shorof) dan pemberian latihan atau
drill. Kedua kegiatan tersebut dapat dilaksanakan baik dengan cara deduktif maupun
induktif dan disesuaikan dengan pandangan dasar dari pendekatan yang digunakan.

a. Pengenalan Kaidah. Pengenalan kaidah bahasa dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1) Cara deduktif. Dimulai dengan memberikan kaidah-kaidah bahasa yang harus
difahami dan dihafalkan, kemudian diberikan contoh-contoh. Setelah itu siswa

15
diberikan kesempatan untuk melakukan latihan-latihan untuk menerapkan
kaidah atau rumus yang telah diberikan tadi
2) Cara induktif. Dilaksanakan dengan cara, guru pertama-tama menyajikan
contoh-contoh. Setelah mempelajari contoh yang diberikan, siswa dengan
bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri kaidah-kaidah bahasa
berdasarkan contoh- contoh tersebut.
Ada dua hal yang perlu dicatat dalam pengenalan kaidah ini, pertama
bahwa siswa tidaklah dituntut harus menghafalkan kaidah diluar kepala,
melainkan kemampuan memahami dan memfungsikannya kaidah tersebut
kedalam praktik berbahasa sehari-hari. Kedua, tidak semua topik dalam
nahwu harus diajarkan. Topik-topik kaidah bahasa perlu dipilih berdasarkan
kebutuhan pemakainya dan disesuaikan dengan tingkat atau level para
pembelajar.
b. Latihan atau dril
Beberapa pendekatan dan metode menekankan perlunya penyajian
gramatika fungsional, baik dari segi pilihan materi maupun cara penyajiannya.
Yang ditekankan bukanlah penguasaan kaidah apalagi sekedar menghafalkan
definisinya, melainkan kemampuan membuat kalimat-kalimat gramatikal.

Ada tiga jenis atau jenjang latihan yang masing-masing berdiri sendiri atau
bisa dilakukan secara berurutan sehingga merupakan satu kesatuan, yakni:

1) Latihan Mekanis. Latihan ini bertujuan menanamkan kebiasaan dengan


memberikan stimulus untuk mendapatkan respon yang benar. Latihan ini
diberikan secara lisan maupun tulisan.
2) Pengulangan sederhana

‫فتحٌالمدرسٌكتابا‬
ٌ‫فتحٌالمدرسٌكتابا‬

3) Penggantian sederhana

‫فتحٌالمدرسٌكتابا‬
‫فتحٌالمدرسٌبابا‬

16
4) Penggantian berganda

‫فتحٌالمدرسٌكتابا‬
‫فتحٌالطالبٌبابا‬

5) Transformasi

‫فتحٌالمدرسٌكتابا‬
‫فتحتٌالمدرسةٌكتابا‬

6) Penggabungan kalimat menggunakan isim maushul

‫قرأتٌكتاباٌ–ٌاشتريتٌكتاباٌباألمس‬
‫قرأتٌالكتابٌالذيٌاشتريتهٌباألمس‬

7) Latihan Bermakna. Jika latihan mekanis semuanya bersifat manipulatif, karena


kaliamt yang diucapkan siswa sama sekali tidak dihubungkan dengan konteks
dan situasi, maka latihan bermakna meskipun belum sepenuhnya bersifat
komunikatif, tapi sudah dihubungkan dengan konteks atau situasi sebenarnya.
Pemberian konteks, untuk meningkatkan latihan manipulatif ke latihan
bermakna dapat menggunakan alat peraga atau media dan mendesain situasi
kelas dengan memanfaatkan benda-benda didalamnya.
8) Latihan Komunikatif

Latihan ini menumbuhkan daya kreasi siswa dan merupakan latihan


berbahasa yang sebenarnya. Oleh karena itu, latihan ini sebaiknya diberikan
apabila guru merasa bahwa siswa telah mendapatkan bahan yang cukup yang
sesuai dengan situasi dan konteks yang ditentukan.

3. Evaluasi Pembelajaran Qawa’id


Al-Khuli (1986: 157) menjelaskan bahwa evaluasi bahasa itu bertujuan untuk
mengukur berbagai macam kemahiran, diantaranya adalah kemahiran dalam
qawa’id. Menurut al-Khuli, evaluasi qawa’id dilakukan dengan cara siswa diuji
untuk memahami struktur dan pembentukan bahasa Arab. Al-Khuli (1986: 158-
159) menyebutkan 10 model evaluasi dalam pembelajaran qawa’id, yaitu sebagai
berikut:

17
 Menyesuaikan Sighah

Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menyesuaikan sighah pada kalimat
yang ada di dalam kurung yang sesuai dengan jumlah. Contohnya:

(‫أمسِ الولد )يأتى‬

 Mengisi tempat yang kosong.

Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menyimpan kalimat yang sesuai
pada tempat yang kosong.

Contohnya:

____ ‫احمد يتعلم‬

 Menggabungkan

Evaluasi ini menuntut siswa untuk menggabungkan dua jumlah menjadi


satu jumlah.

 Menyingkap kesalahan

Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menggaris bawahi pada tulisan yang
salah kemudian membenarkan jumlah yang benarnya. Contoh:

‫)كانت( جالسة فاطمة كان‬

 Melengkapi jumlah

Contohnya:

‫________الصالة قبل المسلم‬

 I’rab, misalnya: i’rabkanlah jumlah berikut atau i’rabkanlah kata yang digaris
bawahi.

‫الدرس الولد يكتب‬

 Memindahkan atau merubah kalimat, contohnya: ubahlah jumlah ini dari madhi
menjadi mudhare’, dari mufrad menjadi jama’, dari mutakallim menjadi

18
mukhathab, dari mutsanna menjadi mufrad, atau dari mudzakkar menjadi
muannats, atau dari mabni ma’lum menjadi mabni majhul.
 Menguji dari beberapa pilihan, misalnya: pilihlah jawaban yang benar berikut ini:

‫الدرس يكتب الولد‬. ‫هو الولد‬.......

‫فاعل‬.‫به مفعول‬ ‫ج‬.‫مبتدأ‬ ‫د‬. ‫أ ب‬.‫خبر‬

 Menggantikan, contohnya: simpanlah kalimat berikut dengan cara menggantikan


kalimat yang sesuai pada jumlah atau paragraph berikut:

‫الدرس كتب الولد‬

(‫)الولدان‬

 Mengulangi susunan kalimat

Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menyusun kalimat sehingga menjadi
suatu jumlah.

Contohnya:

‫الطفل – وجد – البيت – في – أباه‬

E. Tujuan Pembelajaran Qowaid

Dalam pembelajaran Qowaid terdapat beberapa tujuan, baik umum maupun


khusus. Menurut Hasan Syahatah diantara tujuan umum pembelajaran Qowaid adalah
sebagai berikut:

1. Untuk memperbaiki uslub-uslub dari kesalahan-kesalahan secara nahwiyah.


2. Melatih murid berfikir dan menemukan perbedaan struktur kata, ungkapan dan
kalimat.
3. Pengembangan materi kebahasaan agar mudah difahami
4. Mensistematiskan pengetahuan kebahasaan murid agar mampu menggunakan
bahasa secara baik serta memungkinkan murid untuk menganalisis struktur
kata dan ungkapan ataupun pernyataan yang dianggap tidak jelas
5. Membantu murid dalam meningkatkan ketajaman kajian terhadap berbagai pola
dan kaidah pembentukan kata serta meningkatkan rasa bahas

19
6. Melatih murid-murid dalam menggunakan kata dan kalimat secara benar
7. Membiasakan murid berbahasa dengan benar, sehingga mereka tidak
terpengaruh dengan bahasa-bahasa pasaran
8. Membekali siswa tentang struktur kata dan kalimat serta melatih untuk
membedakan antara struktur yang salah dan benar

Adapun tujuan khusus dari pembelajaran nahwu seperti yang dikemukakan


oleh Abdul Alim Ibrahim, dibagi menjadi tiga tingkatan berbahasa yaitu tingkat Al-
Ibtidaiyah, tingkat Al- I’dadiyah, dan tingkat As-tsanawiyah.

a. Tingkat Ibtidaiyah
Pada tingkatan ibtidaiyah dikelompokkan menjadi tiga halaqah yaitu: ula,
tsaniyah, dan tsalisah. Di dalam halaqah ula meliputi dua kelas, yaitu pertama dan
kedua. Pada halaqah ini anak tidak diajarkan secara khusus tentang nahwu, tidak
dibutuhkan latihan-latihan tertentu dari susunan kalimat dengan bentuk tertentu,
karena anak pada halaqah ini terbatas informasinya, yang dibutuhkan anak adalah
keluasan informasi, berkembang pemerolehan bahasa agar anak dapat
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan tanpa dibatasi. Oleh karena itu peran guru
pada halaqah ini terfokus kepada kemampuan anak berbicara dengan bahasa
yang ia kuasai dan menjadi ukuran pada umumnya bahwa benarnya susunan
bahasa akan terjadi melalui percobaan-percobaan.
b. Tingkat I’dadiyah
Pada tingkatan I’dadiyah murid memulai pelajaran ilmu nahwu dengan
program yang direncanakan berupa gambaran yang lebih luas dan komprehensif. Pada
tingkat ini dapat mengulangi sebagian bab-bab yang diajarkan pada tingkat
sebelumnya serta materi bersifat lebih detail dan rinci.
c. Tingkat Tsanawiyah
Metode-metode pada tingkat ini terfokus pada bab-bab dan masalah-
masalah yang muncul dalam pemahaman pada murid tingkat I’dadiyah dan
mengkhususkan qawa’id serta penerapannya secara lengkap. Metode yang sesuai
adalah metode khusus nahwu. Dari penjelasan tentang model pengajaran qawa’id
(nahwu) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengajarkan nahwu harus
memperhatikan tingkat (marhalah) dalam suatu lembaga pendidikan. Jadi nahwu
belum tentu sesuai diajarkan di setiap tingkat, hal ini dikarenakan tingkat berfikir
siswa di setiap marhalah tidak sama.

20
Untuk lebih meningkatkan hasil belajar dalam belajar / mengajarkan nahwu,
hendaklah para pengajar nahwu memperhatikan hal-hal berikut :
1) Hendaklah menyiapkan beberapa contoh untuk kaidah yang akan diajarkan.
2) Contoh itu dituliskan di papan tulis dengan tulisan yang terang dan benar.
3) Siswa melihat dan memperhatikan ke papan tulis dan salah seorang di antaranya
disuruh membaca misal itu.
4) Para siswa memperhatikan misal itu satu persatu, yaitu dengan pertanyaan-
pertanyaan yang jawabannya menjadi pokok dan jalan untuk memahami kaidah
tersebut.
5) Setelah selesai bertanya jawab dan memperbandingkan misal-misal itu, maka
kemudian guru menyuruh menyimpulkan kaidah definisi contoh tersebut.
6) Guru menuliskan definisi yang disimpulkan oleh siswa.
7) Berikanlah kata-kata kunci, supaya siswa menyusun kata-kata itu dalam kalimat
yang mengandung arti, sesuai dengan kaidah yang telah dipelajari.
8) Perlihatkanlah kepada siswa beberapa kalimat dan disuruh mereka mengatakan
apa-apa yang berhubungan dengan kaidah tersebut
9) Sedangkan tujuan mempelajari ilmu shorof adalah untuk memahami berbagai
perubahan kata asal (pokok) menjadi beberapa macam kata dan memahami
berbagai cara perubahannya menurut pola perubahan pembentukan kata atau
waznnya dan untuk menghindari berbagai kesalahan yang berhubungan dengan
masalah-masalah sharfiah.

Secara ringkas menurut penulis dapat dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran


qowaid adalah mengenalkan dan membiasakan peserta didik menggunakan kaidah-
kaidah nahwu dan sharaf secara tepat, sehingga terhindar dari kesalahan lisan, baca,
makna, maksud yang ingin disampaikan kepada orang lain dan kesalahan dalam
ekspresi tulisan. Selain itu, nahwu juga sangat membantu seeorang untuk memahami
teks bahasa Arab. Implikasinya adalah peserta didik mampu secara tepat dan cermat
menyusun ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, untuk kepentingan komunikasi
aktif maupun pasif.

21
F. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Qawa’id

Kelebihan pengajaran Qawa’id ini antara lain, adalah:

a. Siswa terbiasa menghafal kaidah-kaidah tata bahasa arab yang sangat


diperlukan untuk mampu bercakap-cakap dalam bahasa arab yang benar dan
mampu menulis dengan betul.
b. Melatih mental disiplin dan ulet dalam mempelajari bahasa.
c. Bagi guru terlalu sulit menerangkan pembelajaran ini, karena kemampuan
kecakapan tidak diutamakan, dengan kata lain guru asalkan ia menguasai
gramatika ( tata bahasa) yang baik, pengajaran dapat dilaksanakan.

Kekurangan pengajaran Qowa’id, adalah :

a. Secara didaktis dan psikologi pengajaran ini bertentangan dengan kenyataan,


pengetahuan bahasa seseorang tidaklah didahului dengan pengajaran tata
bahasa terlebih dahulu. Tapi melalui peniruan ucapan atau percakapan.
b. Penguasaan tata bahasa tidak dengan sendirinya menguasai percakapan.
Membosankan atau jenuh terutama apabila guru tidak dapat menyajikan
pelajaran secara baik dan menarik bagi siswa.

22
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pembelajaran qawa’id merupakan suatu kemestian, karena dengan memahami
qawa’id seseorang mampu memahami bahasa Arab dengan tepat dan benar. Selain itu
yang dimaksud qawaid/tarkib dalam bahasa Arab yaitu susunan yang ditinjau dari
ilmunahwu dan ilmu shorof. Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang
membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob.

Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata
yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan
perubahan tersebut. Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca
kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab,
tasrif, i’lal, dan lain-lain.

B. Saran
Dalam makalah ini sudah menjelaskan tentang pembelajaran Qawaid/tarkib di MI
secara lebih terperinci,untuk menambah pengetahuan penulis menyerahkan kepada
pembaca untuk melanjutkan pembahasan mencari tahu lebih dalam tentang
Qawaid/tarkib di MI ini sebagai kajian ilmiah yang lebih sempurna.

23
DAFTAR PUSTAKA

Chakim Lukman, 2009. Bahasa Arab untuk MI Kelas VI. Semarang: Aneka Ilmu.

Hanomi, 2009.Qawa’id Dan Qiraah.Padang: Hayfa Press.


Syaekhuddin, dkk, 2009. Belajar Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI.
Jakarta: Erlangga.
http://megainfo92.blogspot.co.id/2013/12/metode-pembelajaran-qowaid-bahasa-
arab.html

http://penerbit.insanrabbani.com/metode-pembelajaran-qawaid/

24
25

Anda mungkin juga menyukai