PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran qawa’id merupakan hal yang sangat urgen sekali, karena dengan
memahami qawa’id secara baik akan mengantarkan kepada pemahaman teks yang
tepat dan benar. Oleh karena betapa pentingnya hal ini, pemakalah akan membahas
lebih lanjut tentang pengertian, materi, model,pendekatan, metode, strategi, media,
dalam penyampaian qawaid.
Proses mempelajari bahasa asing khususnya bahasa Arab bagi orang Indonesia
merupakan usaha-usaha khusus untuk membentuk dan membina kebiasaan baru yang
dilakukan secara sadar. Pada saat ini bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Arab
di Indonesia menyaksikan kehadiran berbagai strategi, metode, pendekatan dan yang
serupa dengannya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pengajaran bahasa
Arab itu sendiri.
Kata qawa’id merupakan jama’ dari kata qai’dah. Secara makna leksikal,
Munawwir (2002: 1138) mengartikan dengan arti dasar, alasan, pondamen, peraturan,
kaidah. Sedangkan secara istilah, qa’idah adalah ketentuan universal yang bersesuaian
dengan bagian-bagiannya (juz-juznya) (Syafe’i, 2007: 251). Namun dewasa ini,
mayoritas para peserta didik yang belajar bahasa asing khususnya bahasa Arab lebih
mementingkan aspek kemahiran berbicara sehingga aspek kebenaran dan ketepatan
tata bahasanya kurang diperhatikan. Dari latar belakang masalah ini, agar dapat
membantu kegiatan pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Arab, maka
penyusun menyajikan makalah dengan judul “”القواعد تعليم.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qawaid/takrib?
2. Apa materi Qawaid/tarkib di MI?
3. Apa saja model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI?
4. Apa pendekatan, metode, strategi, media dan evaluasi?
5. Apa kelebihan dan kelemahan pembelajaran qowaid?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Qawaid/tarkib di MI.
2. Mengetahui materi Qawaid/tarkib di MI.
3. Memahami apa saja model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI.
4. Dapat mengetahui pendektan, metode, strategi, media dan evaluasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qawaid/tarkib
Pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction” yang banyak digunakan
dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Pembelajaran dapat diartikan sebagai
proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah
yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki oleh
siswa. Usman mengemukakan bahwa pembelajaran atau pengajaran adalah tehnik
menyajikan bahan pelajaran terhadap siswa agar tercapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
Mulyasa berpendapat bahwa Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah
merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk pembuatan. Dalam pendidikan
berdasarkan kompetensi pelaksanaan pembelajaran suatu rangkaian pembelajaran
yang dilakukan secara berkesinambungan, yang meliputi tahap persiapan, penyajian,
aplikasi dan penilaian.
Sedangkan qowaid merupakan jama dari kata qaidah yang berarti aturan,
undang-undang. Qowaid adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam
menyusun kalimat bahasa Arab, di mana cabang dari ilmu qowaid ini sangat banyak
diantaranya adalah ilmu nahwu dan sharaf. Nahwu adalah ilmu tentang pokok-pokok
yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal, kata-kata bahasa arab dari segi i’rob dan
bina’nya, yaitu dari sisi yang dihadapinya dalam keadaan kata-kata itu disusun.
Didalamnya diketahui apa yang wajib terjadi dari harakat akhir dari suatu kata, dari
rofa’, nasab, jar, atau jazem, atau tetap saja pada suatu keadaan setelah kata tersebut
tersusun didalam suatu kalimat.
Qowaid merupakan kaidah-kaidah bahasa yang lahir setelah adanya bahasa
itu, dan telah digunakan oleh penggunanya. Kaidah-kaidah ini lahir karena adanya
kesalahan-kesalahan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, qowaid dipelajari
agar pemakai bahasa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab
dengan baik dan benar. Jadi dalam pembelajarannya, siswa tidak cukup dengan
menghafal kaidah-kaidah nahwu saja, melainkan setelah menghafal siswa harus
menerapkan kaidah itu didalam latihan membaca dan menulis teks berbahasa arab.
3
Dengan demikian, pembelajaran qowaid adalah proses interaksi peserta didik
dengan lingkungannya dalam hal ini materi qowaid sehingga terjadi perubahan
perilaku peserta didik di mana mereka dapat memahami, mengerti dan menguasai
qowaid dan diharapkan mereka mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Arab yang baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Tanpa qowaid yang baik,
seseorang akan banyak mengalami kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab baik
pasif maupun aktif.
Pembelajaran qawa’id merupakan suatu kemestian, karena dengan memahami
qawa’id seseorang mampu memahami bahasa Arab dengan tepat dan benar. Selain itu
yang dimaksud qawaid/tarkib dalam bahasa Arab yaitu susunan yang ditinjau dari
ilmunahwu dan ilmu shorof. Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang
membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob.
Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata
yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan
perubahan tersebut. Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca
kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab,
tasrif, i’lal, dan lain-lain. Juga erat hubungannya dengan pemahaman yang benar.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyampaiaan materi kaidah antara lain :
4
B. Materi Qawaid/tarkib di MI
Dalam pembelajaran MI qawaid erat hubungannya dengan cara membaca
kalimat dalam bahasa Arab, qawaid ini bisa disebut juga tata bahasa. Pembelajaran
qawaid di MI membahas secara terkhusus tidak terlalu luas dalam artian supaya
mudah dipahami oleh peserta didik. Adapun materi qawaid yang terdapat pada tingkat
MI yaitu sebagai berikut :
a. Na’t (kata sifat)
Na’t atau kata sifat adalah kata yang menunjukan sifat kata sebelumnya.
Contoh kata sifat adalah sebagai berikut : ٌ( َوا ِسعLuas), َ
ٌ( ن َِظيْفBersih), ٌط ِويْل
(Panjang).
b. Mubtada’, Khabar, Zarf dan Jar Majrur
Susunan kalimat yang digunakan pada bab ini adalah
ٌٌٌٌو َمجْ ر ٌّ ظ ْرفٌأَ ْوٌ َج
َ ار َ ٌ+ٌٌ َخ َبر+ٌم ْبتَدَأ
Mubtada’ adalah ism yang terletak di awal kalimat atau jumlah dan
berfungsi sebagai subjek. Adapun khabar adalah ism yang terletak sesudah
mubtada’ serta menyempurnakan pengertian kalimat atau berfungsi sebagai
predikat. Sedangkan huruf jar adalah huruf yang menyebabkan kata yang
ditempelinya menjadi jar (kasroh). Yang termasuk pada huruf jar adalah……….
ل،ك، ب، ِفي،علَى
َ ، ع َْن،ِلى
َ ا،ِم ْن
Contoh kata ٌهللاboleh dibaca fatah, dhomah, kasroh tapi setelah ditempeli
huruf jar maka bacanya wajib kasrohِع َلى هللا
َ ِ بِاهلل،ِِمنَ هللا
Sedangkan majrur adalah kata yang ditempeli huruf jar dan harus dibaca jar
(kasroh). Jadi kata ِهللا
ٌ ٌ َمن,
ِ ٌمنadalah
ِ huruf jar dan kata ٌِهللاadalahmajrur. Kita kembali
pada pembahasan khabar jar majrur. Khabar jar majrur adalah khabar yang
tersusun dari haraf jar dan majrur.
5
d. Jumlah mufidah
Mufidah adalah berupa kalimat sempurna yang memiliki kelengkapan
kata. Contohnya seperti :
Kebun itu bagus. ٌْالب ْست َاٌنٌ َج ِميْل
Matahari itu terbit. َ ٌشمس
ٌطاٌ ِلعَة َّ ال
Ikan itu hidup di air. ٌاء ْ
ِ ٌفىٌال َم س َمك
َّ يَ ِعيْشٌال
Pembahasan
Jika kita perhatikan susunan kalimat yang pertama, maka kita menemukan
ْ
kalimat itu tersusun dari dua kata, kata kesatu ٌ(الب ْست َاٌنkebun)dan kedua ٌ( َج ِميْلbagus).
Jika kita ambil kata kesatu saja yaitu kata ْ
ٌالب ْست َا ٌنmaka kita tak akan mengerti
maksudnya kecuali arti kata tunggal itu saja yang tidak cukup sempurna digunakan
untuk bercakap-cakap. Demikian pula keadaanya bila kita ambil kata yang ke dua saja
yaitu ْل
ٌ َج ِمي.Tetapi bila ke dua kata itu kita hubungkan sedemikian rupa seperti dalam
ْ
susunan di atas, kemudian kita ucapkan:ٌ(الب ْستَاٌنٌ َج ِميْلkebun itu bagus)
Maka kita dapat memahami maknanya yang lengkap, dan kita pun mengambil
faedahnya secara sempurna, yaitu bahwa sifat kebun itu bagus. Oleh karena itu
susunan ini dinamakanً ( ج ْملَةًٌمٌِف ْيدٌَ ٌةKalimat sempurna). Setiap kata dari dua kata dalam
kalimat itu dihitung sebagai bagian dari jumlah (kalimat), demikian pula dengan
contoh-contoh lain di atas.
Dengan demikian,kita berpendapat bahwa satu kata saja tidaklah cukup untuk
bercakap-cakap. Percakapan itu hendaknya tersusun dari dua kata atau lebih sehingga
orang dapat mengerti secara sempurna.
6
Model Pembelajaran Qowaid
Model pembelajaran shorof disamakan dengan model pembelajaran nahwu
yang keduanya berada dalam satu rumpun yaitu rumpun qowaid. Ada dua model
pembelajaran qowaid, model ini dikenal dengan metode qiyasi (deduktif), dan metode
istiqraiy (induktif), namun menurut Hasan Syahatah ada tiga model pembelajaran
qowaid, dengan adanya metode al mu’dilah. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Guru masuk kelas dan memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu
2) Guru melanjutkan dengan menjelaskan kaidah-kaidah nahwu
3) Pelajaran dilanjutkan dengan siswa memahami serta menghafal tentang
kaidah-kaidah nahwu
4) Guru memberikan contoh atau teks yang berkaitan dengan kaidah
5) Guru memberikan kesimpulan pelajaran
6) Setelah dianggap cukup, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan
7
4) Kesulitan dalam qowaid yang bersift juz’iyah
1) Metode ini merupakan metode yang baik untuk menemukan tujuan dari
qowaid nahwu
2) Mampu menyimpulkan kaidah yang umum dengan cepat
3) Memberikan makna jelas dan mudah praktiknya
4) Pemberian contoh dengan uslub-uslub yang mudah dipahami
8
c. Model al-mu’dilah merupakan pengembangan dari dua metode sebelumnya yaitu
metode pembelajaran nahwu menggunakan metode yang bersambung tidak
terpisah. Yang dimaksud bersambung adalah potongan bacaan dari satu topik teks
bacaan yang dibaca siswa, kemudian ditunjukan beberapa hal yang dianggap
spesifik kemudian setelah itu mengambil kesimpulan tentang kaidahnya dan
ditambah praktik berupa latihan.
9
c. Pembelajaran qowaid diajarkan tidak utuh dan parsial, terkesan terpisah-pisah
serta mengalami penyempitan dan membatasi diri dalam wilayah garapannya,
sebatas menyajikan contoh-contoh tanpa dikaji secara kritis.
d. Pembelajaran qowaid sering lebih berorientasi untuk menjelaskan keadaan yang
tidak memasuki wilayah substantif, menjelaskan keadaan rafa’, nasab, mubtada’,
fail, maf’ul bih, naibul fail dengan mengabaikan implikasi makna yang
menyertainya. Juga tidak memperhatikan konsekuensi makna yang mengikuti dan
ada dalam masing-masing pola.
e. Pola hubungan guru dan murid dalam pembelajaran tarakib terkadang terlihat
kaku, guru hanya menyajikan contoh kemudian peserta didik dituntut dan diberi
tugas membuat contoh serupa. Guru jarang mengetahui kekuatan dan kelemahan
siswa adalam pembelajarannya.
f. Buku ajar qowaid yang di dapat terkadang materinya tidak sesuai dengan
kemampuan siswa. Seperti materi yang terlalu panjang, monoton, dan jauh dari
nilai-nilai humanis, sehingga menjadi beban bagi siswa.
g. Pembelajaran qowaid tidak disandingkan lagi dengan disiplin ilmu lain, seperti
ilmu al-Qur’an, atau ilmu bahasa, psikologi, dan humaniora.
10
Metode Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI :
Metode Istiqraaiyyah dalam Pembelajaran Qawa’id/tarkibdi MI
12
problem pembelajaran qowaid, tujuan pembelajaran qowaid, model pembelajaran
qowaid, dan strategi pembelajaran qowaid.
13
Mind Mapping
Proses belajar dilakukan secara interaktif. Dengan mengaktifkan tiga alat
sensor utama yaitu pendengaran, penglihatan, dan gerakan anggota tubuh maka
proses pembelajaran akan lebih mudah dan tidak membosankan. Gerakan tubuh
dilakukan dengan cara membuka tombol-tombol yang ada, dan anda akan
menemukan hubungan antara satu tombol dengan tombol yang lain.
Sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan diawali dari yang
paling mudah dulu dan diusahakan tidak ada tumpang tindih pembahasan,
maksudnya materi yang belum perlu dibahas tidak dibahas kecuali sedikit, apabila
terpaksa harus dibahas, dan tidak ada penekanan.
Menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Penggunaan istilah-istilah
dalam Tata Bahasa Arabditulis dengan tulisan latin agar tidak terkesan rumit.
Menggunakan peta pikiran. Penggunaan peta pikiran akan lebih mudah
memberikan gambaran global tentang apa saja yang akan dibahas dan
memudahkan dalam memahami hubungan antara satu bab dengan bab lainnya.
Penggunaan peta pikiran juga akan memudahkan dalam menghafal materi.
Manfaat atau kegunaaan dari strategi mind mapping ini adalah siswa lebih
sistematis dalam berfikir dan mempermudah siswa dalam teori pengajaran nahwu.
Media Pembelajarannya antara lain :
a) Kubus Struktur
Pada setiap sisi kubus ditulis kalimah dengan tujuan sebagai media
untuk mempelajari susunan kalimah. Misalakan saja pada kubus pertama
dibuat kaliamh yang mempunyai kedudukan sebagai mubtada atau pada kubus
kedua sebagai fi’il pada kubus ketiga sebagai maf’ulbih pada kubus ke empat
sebagai hal. Kalimah itu diletakan pada kertas dan ditempelkan pada kubus.
Kubus struktur ini cocok untuk mempelajari kedudukan kalimah.
14
Langkah-langkah penggunaan kubus kalimah :
Papan selip merupakan media yamg berupa papan yang memiliki saku.
Papan ini ditempelkan pada papan tulis yang diletakan dari ujung kiri ke ujung
kananpapan ini dibuat dari karton ukurannya 100 cm x 70 cm. papan selip
sangat membantu siswa dalam mempelajari tarkib dan mengurutkan kalimah,
menyempurnakan jumlah dengan mengganti gambar sebagai kalimah. Lebih
bagusnya untuk pembaca, membaca dulu.
a. Pengenalan Kaidah. Pengenalan kaidah bahasa dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1) Cara deduktif. Dimulai dengan memberikan kaidah-kaidah bahasa yang harus
difahami dan dihafalkan, kemudian diberikan contoh-contoh. Setelah itu siswa
15
diberikan kesempatan untuk melakukan latihan-latihan untuk menerapkan
kaidah atau rumus yang telah diberikan tadi
2) Cara induktif. Dilaksanakan dengan cara, guru pertama-tama menyajikan
contoh-contoh. Setelah mempelajari contoh yang diberikan, siswa dengan
bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri kaidah-kaidah bahasa
berdasarkan contoh- contoh tersebut.
Ada dua hal yang perlu dicatat dalam pengenalan kaidah ini, pertama
bahwa siswa tidaklah dituntut harus menghafalkan kaidah diluar kepala,
melainkan kemampuan memahami dan memfungsikannya kaidah tersebut
kedalam praktik berbahasa sehari-hari. Kedua, tidak semua topik dalam
nahwu harus diajarkan. Topik-topik kaidah bahasa perlu dipilih berdasarkan
kebutuhan pemakainya dan disesuaikan dengan tingkat atau level para
pembelajar.
b. Latihan atau dril
Beberapa pendekatan dan metode menekankan perlunya penyajian
gramatika fungsional, baik dari segi pilihan materi maupun cara penyajiannya.
Yang ditekankan bukanlah penguasaan kaidah apalagi sekedar menghafalkan
definisinya, melainkan kemampuan membuat kalimat-kalimat gramatikal.
Ada tiga jenis atau jenjang latihan yang masing-masing berdiri sendiri atau
bisa dilakukan secara berurutan sehingga merupakan satu kesatuan, yakni:
فتحٌالمدرسٌكتابا
ٌفتحٌالمدرسٌكتابا
3) Penggantian sederhana
فتحٌالمدرسٌكتابا
فتحٌالمدرسٌبابا
16
4) Penggantian berganda
فتحٌالمدرسٌكتابا
فتحٌالطالبٌبابا
5) Transformasi
فتحٌالمدرسٌكتابا
فتحتٌالمدرسةٌكتابا
قرأتٌكتاباٌ–ٌاشتريتٌكتاباٌباألمس
قرأتٌالكتابٌالذيٌاشتريتهٌباألمس
17
Menyesuaikan Sighah
Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menyesuaikan sighah pada kalimat
yang ada di dalam kurung yang sesuai dengan jumlah. Contohnya:
Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menyimpan kalimat yang sesuai
pada tempat yang kosong.
Contohnya:
Menggabungkan
Menyingkap kesalahan
Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menggaris bawahi pada tulisan yang
salah kemudian membenarkan jumlah yang benarnya. Contoh:
Melengkapi jumlah
Contohnya:
I’rab, misalnya: i’rabkanlah jumlah berikut atau i’rabkanlah kata yang digaris
bawahi.
Memindahkan atau merubah kalimat, contohnya: ubahlah jumlah ini dari madhi
menjadi mudhare’, dari mufrad menjadi jama’, dari mutakallim menjadi
18
mukhathab, dari mutsanna menjadi mufrad, atau dari mudzakkar menjadi
muannats, atau dari mabni ma’lum menjadi mabni majhul.
Menguji dari beberapa pilihan, misalnya: pilihlah jawaban yang benar berikut ini:
()الولدان
Pada evaluasi ini siswa diminta untuk menyusun kalimat sehingga menjadi
suatu jumlah.
Contohnya:
19
6. Melatih murid-murid dalam menggunakan kata dan kalimat secara benar
7. Membiasakan murid berbahasa dengan benar, sehingga mereka tidak
terpengaruh dengan bahasa-bahasa pasaran
8. Membekali siswa tentang struktur kata dan kalimat serta melatih untuk
membedakan antara struktur yang salah dan benar
a. Tingkat Ibtidaiyah
Pada tingkatan ibtidaiyah dikelompokkan menjadi tiga halaqah yaitu: ula,
tsaniyah, dan tsalisah. Di dalam halaqah ula meliputi dua kelas, yaitu pertama dan
kedua. Pada halaqah ini anak tidak diajarkan secara khusus tentang nahwu, tidak
dibutuhkan latihan-latihan tertentu dari susunan kalimat dengan bentuk tertentu,
karena anak pada halaqah ini terbatas informasinya, yang dibutuhkan anak adalah
keluasan informasi, berkembang pemerolehan bahasa agar anak dapat
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan tanpa dibatasi. Oleh karena itu peran guru
pada halaqah ini terfokus kepada kemampuan anak berbicara dengan bahasa
yang ia kuasai dan menjadi ukuran pada umumnya bahwa benarnya susunan
bahasa akan terjadi melalui percobaan-percobaan.
b. Tingkat I’dadiyah
Pada tingkatan I’dadiyah murid memulai pelajaran ilmu nahwu dengan
program yang direncanakan berupa gambaran yang lebih luas dan komprehensif. Pada
tingkat ini dapat mengulangi sebagian bab-bab yang diajarkan pada tingkat
sebelumnya serta materi bersifat lebih detail dan rinci.
c. Tingkat Tsanawiyah
Metode-metode pada tingkat ini terfokus pada bab-bab dan masalah-
masalah yang muncul dalam pemahaman pada murid tingkat I’dadiyah dan
mengkhususkan qawa’id serta penerapannya secara lengkap. Metode yang sesuai
adalah metode khusus nahwu. Dari penjelasan tentang model pengajaran qawa’id
(nahwu) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengajarkan nahwu harus
memperhatikan tingkat (marhalah) dalam suatu lembaga pendidikan. Jadi nahwu
belum tentu sesuai diajarkan di setiap tingkat, hal ini dikarenakan tingkat berfikir
siswa di setiap marhalah tidak sama.
20
Untuk lebih meningkatkan hasil belajar dalam belajar / mengajarkan nahwu,
hendaklah para pengajar nahwu memperhatikan hal-hal berikut :
1) Hendaklah menyiapkan beberapa contoh untuk kaidah yang akan diajarkan.
2) Contoh itu dituliskan di papan tulis dengan tulisan yang terang dan benar.
3) Siswa melihat dan memperhatikan ke papan tulis dan salah seorang di antaranya
disuruh membaca misal itu.
4) Para siswa memperhatikan misal itu satu persatu, yaitu dengan pertanyaan-
pertanyaan yang jawabannya menjadi pokok dan jalan untuk memahami kaidah
tersebut.
5) Setelah selesai bertanya jawab dan memperbandingkan misal-misal itu, maka
kemudian guru menyuruh menyimpulkan kaidah definisi contoh tersebut.
6) Guru menuliskan definisi yang disimpulkan oleh siswa.
7) Berikanlah kata-kata kunci, supaya siswa menyusun kata-kata itu dalam kalimat
yang mengandung arti, sesuai dengan kaidah yang telah dipelajari.
8) Perlihatkanlah kepada siswa beberapa kalimat dan disuruh mereka mengatakan
apa-apa yang berhubungan dengan kaidah tersebut
9) Sedangkan tujuan mempelajari ilmu shorof adalah untuk memahami berbagai
perubahan kata asal (pokok) menjadi beberapa macam kata dan memahami
berbagai cara perubahannya menurut pola perubahan pembentukan kata atau
waznnya dan untuk menghindari berbagai kesalahan yang berhubungan dengan
masalah-masalah sharfiah.
21
F. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Qawa’id
22
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pembelajaran qawa’id merupakan suatu kemestian, karena dengan memahami
qawa’id seseorang mampu memahami bahasa Arab dengan tepat dan benar. Selain itu
yang dimaksud qawaid/tarkib dalam bahasa Arab yaitu susunan yang ditinjau dari
ilmunahwu dan ilmu shorof. Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang
membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob.
Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata
yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan
perubahan tersebut. Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca
kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab,
tasrif, i’lal, dan lain-lain.
B. Saran
Dalam makalah ini sudah menjelaskan tentang pembelajaran Qawaid/tarkib di MI
secara lebih terperinci,untuk menambah pengetahuan penulis menyerahkan kepada
pembaca untuk melanjutkan pembahasan mencari tahu lebih dalam tentang
Qawaid/tarkib di MI ini sebagai kajian ilmiah yang lebih sempurna.
23
DAFTAR PUSTAKA
Chakim Lukman, 2009. Bahasa Arab untuk MI Kelas VI. Semarang: Aneka Ilmu.
http://penerbit.insanrabbani.com/metode-pembelajaran-qawaid/
24
25