Anda di halaman 1dari 17

PENGGUNAAN ASALIB AL-MA’ANI DI BEBERAPA AYAT

DALAM AL-QUR’AN AL-KARIM

Hamzah1, Basri Mahmud2


IAI DDI Polewali Mandar, Sulawesi Barat1,2
hamzah87_aziz@ymail.com1, basri141mahmud@gmail.com2

Abstrak

Kajian tentang Uslub (gaya bahasa) tidak terlepas dari ranah ilmu Balaghah itu sendiri, yaitu
sebuah ilmu yang membidangi tiga kajian yaitu ilmu al-Ma’ani, ilmu al-Bayan dan ilmu al-
Badi’. Dalam hal ini, peneliti mencoba untuk mengungkap asalib al-ma’ani di beberapa ayat
dalam al-Qur’an yang merupakan sebuah mukjizat Rasulullah SAW yang sampai pada hari ini
belum ada yang bisa menandingi struktur dan gaya bahasanya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap uslub al-Qur’an di beberapa ayat dari segi bentuk-bentuk asalib al-ma’ani.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan jenis studi pustaka dengan menganalisis
bentuk-bentuk kalimat (ayat) berdasarkan penggunaan asalib al-ma’ani seperti uslub al-iyjaz,
uslub al-hadzf, uslub al-qashr, uslub al-tikrar, uslub al-i’tirad, uslub dzikrul khas ba’’da al-
‘am wa aksuhu, uslub al-fashl baina al-jumlatain dan uslub al-iltifat. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa di beberapa ayat tekandung dan gaya bahasanya berbentuk seperti dalam
asalib al-ma’ani berdasrkan tinjauan dari bentuk-bentuk kalimatnya.

Kata Kunci: Uslub al-Qur’an, Asalib al-Ma’ani, Ilmu al-Ma’ani, Ilmu Balaghah

Pendahuluan
Dalam kajian al-Qur’an, al-Qur’an dinilai sebagai kitab klasik yang berisi
kumpulan wahyu (firman Allah) yang memiliki sisi keagungan sastra, bahkan karya
sastra ideal itu sendiri. Ia merupakan mukjizat yang letak kemukjizatannya tidak hanya
terletak pada isinya, tetapi juga keindahan bahasanya (balaghah-nya) (Farid, 1980),
sesuai firman Allah dalam Q.S. al-Isra/17: 88.

ِ ِ ِِ ِ ‫اْلِ ُّن علَ ٰى أَ ْن َيْتُوا ِبِِثْ ِل ٰه َذا الْ ُقر‬ ِ ِ ْ ‫قُل لَئِ ِن‬
ُ ‫آن ََل ََيْتُو َن ِبثْله َولَ ْو َكا َن بَ ْع‬
‫ض ُه ْم‬ ْ َ َ َ ْ ‫س َو‬ ُ ْ‫اجتَ َم َعت ْاْلن‬ ْ
ٍ ‫لِبَ ْع‬
‫ض ظَ ِه ًريا‬
Terjemahnya:

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat


yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain" (Mujamma’ al-Malik Fahd li-Tiba’ah al-Mushaf al-Syarif, 1418).

889 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh seorang sastrawan Arab Jahiliyah (pra-
Islam) bernama Abu al-Walid bahwa ia telah di utus oleh elite-elite pemuka Qurays
untuk menemui Nabi Muhammad dengan misi mengajak Nabi agar meninggalkan
dakwah. Saat itu, Nabi sedang membaca Q.S. al-Fussilat/41 dari awal hingga akhir.
Setelah mendengar surat itu, bukannya mengajak Nabi meninggalkan dakwah, malah ia
kembali kepada elite-elite pemuka Qurays Makkah yang mengutusnya. Katanya:

“Aku belum pernah mendengarkan kata-kata yang seindah itu. Itu bukanlah puisi,
bukan sihir, bukan pula kata-kata ahli tenung. Sesungguhnya al-Qur’an itu ibarat
pohon yang daunnya rindang, akarnya terhunjam ke dalam tanah. Susunan kata-
katanya manis dan enak didengar. Itu bukanlah kata-kata manusia. Ia adalah tinggi
tidak ada yang mengatasinya (Mujamma’ al-Malik Fahd li-Tiba’ah al-Mushaf al-
Syarif, 1418).
Selain itu, keindahan sastra al-Qur’an juga bisa dilihat dari sejarah masuk
Islamnya Umar bin al-Khattab. Semua sejarahwan menyebutkan bahwa beliau masuk
Islam karena keterpesonaannya yang luar biasa terhadap estetika bentuk dan isi al-
Qur’an yaitu pada Q.S. Thaha/20: 1-5 (Kamil, 2009).

Karena itu, wajar jika al-Qur’an bukan saja sebagai faktor yang melatari lahirnya
tata bahasa baku Arab (morfologi dan sintaksisnya “nahwu sharf”), tetapi juga
balaghah sebagai kaidah baku keindahan sastra Arab klasik di atas. Al-Qur’an
dengan gaya bahasanya yang indah berhasil memperkuat kesadaran kaum
Muslimin terhadap pentingnya sastra dan ilmu Poetika (perpuisian dan persajakan)
(Badawi, 1950), (Ismail Raji al-Faruqi, Louis Lamya al-Faruqi, 1998)
Menurut Muhammad Barakat Hamdi Abu ‘Ali, buku Dalail al-I’jaz (bukti-bukti
kemukjizatan [al-Qur’an]) karya ‘Abdul al-Qahir al-Jurjani yang merupakan simbol
kematangan balaghah juga dimotivasi oleh keinginan mengungkap keindahan sastra al-
Qur’an tersebut (Ali, t.th).
Manna’ al-Qattan juga mengemukakan secara ringkas terkait letak i’jaz al-Quran
yang menjadi dan melahirkan gaya bahasa (uslub) al-Quran yang mencapai tingkat yang
tidak bisa ditandingi oleh siapapun. Kemukjizatan al-Quran tersebut adalah terletak
dalam rangkaian bunyi dan huruf, keselarasan bentuk kata dan struktur kalimat, dan
kesesuaian semua unsur kebahasaan dengan situasi dan kondisi (al-Qattan, 1973).
Berdasarkan hal di atas, maka tidak mengejutkan jika kepuitisan al-Qur’an juga
menjadi objek kajian para pengkaji sastra Arab, dari masa klasik hingga saat ini. Selain
itu, mengingat balagah lahir karena dipegaruhi al-Qur’an, maka balagah juga
merupakan alat atau pendekatan yang sangat baik jika digunakan sebagai pendekatan

890 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


kajian keagungan al-Qur’an dan teks sastra klasik. Hal ini mengingat dalam al-Qur’an
memang banyak memuat sisi balaghah (Hamzah, 2019).
Pada tulisan kali ini, penulis mencoba untuk mengkaji tentang pengunaan gaya
bahasa (uslub) al-Quran yang erat hubungannya dengan ilmu Balaghah khusunya dalam
ranah ilmu al-Ma’ani dengan tema “penggunaan asalib al-Ma’ani di beberapa ayat
dalam al-Quran al-Kariem”.

Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi
pustaka dengan menganalisis bentuk-bentuk kalimat (ayat) berdasarkan penggunaan
asalib al-ma’ani seperti uslub al-ijaz, uslub al-hadzf, uslub al-qashr, uslub al-tikrar,
uslub al-i’tirad, uslub dzikrul khas ba’da al-‘am wa aksuhu, uslub al-fashl baina al-
jumlatain dan uslub al-iltifat.

Pembahasan
Sudah diketahui secara umum bahwa kajian dalam Ilmu Balaghah terbagi
dalam tiga bagian, kajian Ilmu al-Ma’ani, kajian Ilmu al-Bayan dan kajian Ilmu al-
Badi’. Balaghah dengan ketiga kajiannya memiliki hubungan tak terpisahkan dengan
gaya bahasa (uslub) karena pada hakekatnya pembahasan ketiga tersebut tiada lain
adalah pembahasan tentang gaya bahasa (uslub). Walaupun masing-masing kajian
tersebut memiliki pokok bahasan tersendiri namun ruang lingkup pembahasannya
bertemu pada pembahasan tentang gaya bahasa (uslub/stylistics) (Hasan, 2000).
Ilmu al-Ma’ani membahas macam-macam uslub dari segi struktur kalimat
seperti struktur kalimat dalam ilmu Nahwu. Bedanya adalah pembahasan struktur
kalimat dalam ilmu Nahwu dimulai dari kata dan berhenti sampai dengan kalimat.
Sedangkan pembahasan struktur kalimat dalam ilmu al-Ma’ani dimulai dari kalimat
dan dilanjutkan dengan hubungan antar kalimat yaitu hubungan (konteks) satu kalimat
dengan kalimat lain yang terletak sebelumnya atau sesudahnya (Hidayat, 2011).
Adapun ilmu al-Bayan membahas tentang uslub atas dasar penggunaan bahasa
kiasan mulai dari tasybih (penyerupaan atau perbandingan), lalu majaz (kiasan)
kemudian yang terakhir kinayah (ungkapan yang bermakna polisemi) (Hamzah, 2019).
Sedangkan ilmu al-Badi membahas uslub dan membedakannya atas dasar
pertautan (al-tawafuq) dan pertentangan (al-tadhadh) yang melahirkan keserasian (al-

891 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


tanasub) yang pada akhirnya akan berfungsi sebagai hiasan pada suatu kalimat baik
hiasan pada bunyi leksikal kata (al-muhassinat al-lafdziyah) maupun hiasan pada bunyi
makna (al-muhassinat al-maknawiyah) (Hidayat, 2011).
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa dalam pembahasan ini, penulis
memfokuskan pada ranah ilmu Ma’ani terkait beberapa bentuk-bentuk uslubnya.
Karena objek kajian ini tentang ayat al-Quran maka secara otomatis kajian ini akan
menggunakan syawahid dari beberapa ayat al-Quran terkait uslub-uslub dalam ilmu al-
Ma’ani.
1. Uslub al-Ijaz
Kata al-Ijaz berarti ringkas, padat, sedikit kata tapi mengandung banyak
makna. Suatu teks ijaz akan semakin tinggi nilainya jika semakin sedikit kata-
katanya tetapi semakin luas maknanya, namun demikian tetap bisa dipahami
maknanya oleh mukhatab dengan jelas dan lugas.
Uslub al-ijaz tercipta ada situasi yang menghendaki kalimat berbentuk
ijaz, seperti keadaan mukhatab yang cerdas, pandai sehingga sama sekali tidak
memerlukan kalimat yang panjang-panjang, atau mukhatab dalam keadaan
darurat, kritis, atau dalam keadaan bahaya sehingga terbaca pesan yang
disampaikan.
Contoh beberapa ayat yang menggunakan uslub al-ijaz sebagai berikut:
a. Surah al-A’raf: 99.

﴾99﴿ ‫خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين‬

Ayat ini menghimpun semua akhlak yang mulia karena dalam kata
‫( العفو‬memaafkan) terkandung makna mendamaikan pihak-pihak yang
bersengketa, lalu di dalam ‫( أمر بالعرف‬menyuruh mengerjakan yang
ma’ruf) terkandung makna taqwa kepada Allah, silaturrahim dan
menghindari hal-hal yang buruk, sebab tidak sepantasnya seseorang
melakukan amar makruf sedangkan dia sendiri melakukan yang mungkar,
dan dalam ‫( أعرض عن الجاهلين‬berpaling dari pada orang-orang yng bodoh)
terkandung sifat sabar, hilm dan menahan diri untuk tidak melayani
orang-orang bodoh.
b. Surah al-A’raf: 54.

892 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


﴾45﴿ ... ‫ أال له الحق واألمر‬...

“Ingatlah, hanya hak Allah menciptakan dan memerintah (segala


urusan).”
Meskipun ungkapan tersebut hanya terdiri dari lima kata tetapi
kandungannya meliputi seluruh sifat Tuhan sebagai Pencipta seluruh alam
dan Pengatur semua urusan tanpa terkecuali.
c. Surah al-Baqarah: 179.

﴾979﴿ ‫ولكم في القصاص حياة يا أولي األلباب‬

“Dan dalam qishas itu ada kelangsungan hidup bagimu hai orang-orang
yang berakal.”
Sebelum Islam datang, orang Arab bangga dengan ungkapan
peribahasa mereka yaitu membunuh lebih meniadakan pembunuhan (al-
qatlu anfa li al-qatl). Namun setelah turunnya ayat qishash tersebut
mereka tidak menggunakan peribahasa tersebut karena uslub dan
ungkapan al-Quran lebih tinggi nilai bahasanya maupun maknanya.
Mereka menyadari bahwa penggunaan kata al-qatl sampai dua kali
mengasosiasikan tindakan kejam dan sadis, sedangkan ayat al-Quran
mengesankan sebaliknya yakni menjaga keangsungan hidup (hayat)
sebagai tujuan qishash.

2. Uslub al-Hadzf
Untuk menciptakan kalimat efektif (nilai balaghahnya) selain penggunaan
uslub al-ijaz, maka dalam situasi tertentu digunakan uslub al-hadzf yaitu
membuang atau menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dari konstruksi
sintaksis yang lengkap, mulai dari menghilangkan huruf hijaiyah yang ikut
membentuk suatu kata, kelompok kata sampai menghilangkan satu kalimat atau
lebih. Dalam istilah Indonesia disebut dengan gaya bahasa “elipsis” (Hidayat,
2011). Sebagaimana contoh berikut:
a. Pembuangan mubtada
1) Surah al-Qari’ah: 10-11. Dan Surah al-Furqan: 5.

893 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


﴾99﴿ ‫) نار حامية‬...( ﴾91﴿ ‫وما أدراك ماهيه‬

﴾4﴿ ‫) أساطير األولين اكتتبها‬...( ‫وقالوا‬

Mubtada dari dua ayat di atas dibuang atau dihilangkan karena


terletak dalam jawaban dari kalimat pertanyaan atau dari penyataan
sebelumnya. Jika diucapkan selengkapnya maka akan berbunyi:

﴾99﴿ ‫﴾ (هي) نار حامية‬91﴿ ‫وما أدراك ماهيه‬

﴾4﴿ ‫وقالوا (هي) أساطير األولين اكتتبها‬

2) Surah al-Mu’minun: 92 dan Surah Al-Baqarah: 18

﴾91﴿ ‫) عالم الغيب والشهادة فتعالى عما يشركون‬...(

﴾91﴿ ‫) صم بكم عمي فهم ال يرجعون‬...(

Mubtada pada ayat di atas dibuang atau dihilangkan karena


sudah dimaklumi konteks kalimatnya, pada surah al-Mu’minun ayat
92 dimaklumi bahwa siapa lagi yang memiliki sifat yang disebutkan
pada khabar (alim) tersebut kalau bukan Allah. Begitupun pada surah
al-Baqarah ayat 18 dihilangkan mubtada-nya karena sudah dimaklumi
siapa lagi yang memiliki sifat buruk tersebut kalau bukan al-
munafiqun sehingga ia tidak perlu lagi disebutkan bahkan si mukhatab
pun tahu maksud pembicaraan si mutakallim (Hidayat, 2011). Jika
diucapkan selengkapnya maka akan berbunyi:

﴾91﴿ ‫(هللا) عالم الغيب والشهادة فتعالى عما يشركون‬

﴾91﴿ ‫(المنافقون) صم بكم عمي فهم ال يرجعون‬

b. Pembuangan fa’il
1) Surah al-Qiyamah:24-26.

﴾42﴿ ‫﴾ كال إذا بلغت التراقي‬44﴿ ‫﴾ تظن أن يفعل بها فاقرة‬45﴿ ‫ووجوه يومئذ باصرة‬

2) Surah al-Waqi’ah: 83-84.

894 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


﴾15﴿ ‫﴾ وأنتم حينئذ تنظرون‬18﴿ ‫فلوال بلغت الحلقوم‬

3) Surah Hud: 44.

‫وقيل يا أرض ابلعي مائك ويا سماء أقلعي وغيض الماء وقضي األمر واستوت على الجودي‬
﴾55﴿

Memperhatikan konteks makna pada ayat-ayat di atas, tidak


sulit bagi pembaca memahami apa yang dikemukaka oleh para
mufassir seperti Ath-Thabari, bahwa fail kata ‫ بلغت‬pada surah al-
Qiyamah ayat 26 dan surah al-Waqi’ah pada ayat 83 adalah ‫الروح أو‬
‫( النفس‬nyawa), dan fail kata ‫ استوت‬pada surah Hud ayat 44 adalah ‫السفينة‬
(kapal laut). Suasana kritis pada saat sakratul maut dan keadaan
gelombang pasang di lautan yang dahsyat itulah yang ingin
ditonjolkan dalam ayat-ayat tersebut sehingga subjek atau pelaku
yaitu “ruh” dan “kapal laut” menjadi tidak begitu penting untuk
disebutkan. Tanpa disebutkan secara eksplisit pun pembaca tetap tidak
akan sulit untuk memahami dan menampilkannya sendiri. Disinilah
letak nilai fasahah ayat-ayat tersebut (Hidayat, 2011).
c. Pembuangan al-maf’ul bih
1) Pembuangan maf’ul kata ‫ يشاء‬- ‫شاء‬
a) Surah al-An’am: 149.

﴾959﴿ ‫قل فلله الحجة البالغة فلو شاء لهداكم أجمعين‬

b) Surah Fusshilat: 14.

﴾95﴿ ‫قالوا لو شاء ربنا ألنزل مالئكة فإن بما أرسلتم به كافرون‬

c) Surah al-Kahfi: 29.

﴾49﴿ ‫وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر‬

Dalam ayat-ayat di atas terdapat kata ‫ شاء‬yang dihilangkan


maf’ul bih-nya. Kata tersebut terletak sebagai fiil syarat sehingga
objeknya disebutkan dalam jawab syarat. Jadi jika objek ditampilkan
maka akan tampil seperti berikut:

895 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


‫فلو شاء (أن يهديكم) لهداكم أجمعين‬

‫لو شاء ربنا (أن ينزل مالئكة) ألنزل مالئكة‬

‫فمن شاء (أن يؤمن) فليؤمن ومن شاء (أن يكفر) فليكفر‬

2) Pembuangan maf’ul dengan tujuan menggenaralisir/bersifat umum


(‫)لقصد العموم‬
a) Surah Yunus: 25.

﴾44﴿ ‫وهللا يدعوا إلى دار السالم ويهدي من يشاء إلى صراط مستقيم‬

b) Surah al-‘Alaq: 1-2.

﴾4﴿ ‫﴾ خلق اإلنسان من علق‬9﴿ ‫إقرأ باسم ربك الذي خلق‬

c) Surah al-A’raf: 28.

﴾41﴿ ‫قل إن هللا ال يأمر بالفخشاء أتقولون على هللا ما ال تعلمون‬

Pada ayat-ayat tersebut, objeknya (maf’ul) dihilangkan karena


ayat-ayat tersebut bersifat umum atau generalisir kepada yang
ditujukan, seperti kata ‫ يدعوا‬yakni Allah menyeru kepada setiap orang,
kata ‫ خلق‬yakni Allah menciptakan semua makhluk, kata ‫ يأمر‬yakni
Allah tidak menyuruh kepada siapapun (Hidayat, 2011).

3) Pembuangan maf’ul dengan tujuan menjaga rima bacaan ( ‫لمراعة‬


‫)الفاصلة‬
Pembuangan objek dalam hal ini dimaksudkan agar bunyi
akhir ayat atau rima bacaan (fashilah dalam istilah ilmu al’Arudh wal
qawafi) tetap sama dengan bunyi akhir ayat sebelunya atau ayat
lainnya. Sebagai berikut:
a) Surah al-Dhuha: 1-3.

﴾8﴿ ‫﴾ ما ودعك ربك وما قلى‬4﴿ ‫﴾ والليل إذا سجى‬9﴿ ‫والضحى‬

b) Surah adz-Dzadhriyat: 55-57.

﴾42﴿ ‫﴾ ما أريد منهم من رزق وما أريد أن يطعمون‬44﴿ ‫وما خلقت الجن واإلنس إال ليعبدون‬

896 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


c) Surah al-Fajr: 15-16.

‫﴾ وأما إذا ما ابتاله فقدر‬94﴿ ‫فأما اإلنسان إذا ما ابتاله ربه فأكرمه ونعمه فيقول بري أكرمن‬
﴾92﴿ ‫عليه رزقه فيقول ربي أهانن‬

Ayat-ayat yang digaris bawahi di atas nampak maful-nya


dihilangkan agara bisa seirama semua bunyi akhirnya berdasarkan
ayat sebelumnya, dan jika ayat-ayat tersebut tidak dihilangkan
amaful-nya maka masing-masing akan berbunyi ... ،‫ وما قالك‬...
‫ أهانني‬... ‫ أكرمني‬... ،‫ يطعموني‬... ،‫( يدعوني‬Hidayat, 2011).

d. Pembuangan al-ma’tuf alaih


1) Surah al-Baqarah: 213.

‫كان الناس أمة واحدة فبعث هللا النبيين مبشرين ومنذرين وأنزل معهم الكتاب بالحق ليحكم‬
﴾92﴿ ‫بين الناس فيما اختلفوا فيه‬

Ayat di atas secara tersurat nampak ganjil bila tidak


diperhatikan secara teliti. Permulaan ayat di atas menimbulkan
pertanyaan irrasional yaitu bagaimana mungkin Allah mengutus para
Nabi sebagai pemberi peringatan kepada umat yang sudah baik dan
dalam keadaan bersatu? Pertanyaan ini menimbulkan pemahaman
adanya ungkapan yang tidak disebutkan yaitu ungkapan ‫فاختلفوا‬,
ungkapan tersebut nampak dari ungkapan terakhir ‫ فيما اختلفوا فيه‬pada
ayat tersebut. Selengkapnya adalah:

‫كان الناس أمة واحدة (فاختلفوا) فبعث هللا النبيين مبشرين ومنذرين وأنزل معهم الكتاب‬
﴾92﴿ ‫بالحق ليحكم بين الناس فيما اختلفوا فيه‬

3. Uslub al-Qashr
Al-Qashr artinya pemfokusan yakni upaya penonjolan, penegasan atau
penekanan pada salah satu unsur atau bagian kalimat yang dipentingkan (Chaer,
2015). Dalam uslub ini dilakukan dengan penempatan pada awal kalimat
(taqdim) atau dengan memakai kata ganti pemisah (dhamir al-fashl) atau dengan
menggunakan alat fokus (adawat al-qashr) (Hidayat, 2011).

897 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Beberapa contoh berikut yang mengandung uslub al-qashr dengan cara
taqdim, dhamir al-fashl dan adawat al-qashr:
a) Surah al-Mulk: 29 dengan cara taqdim.
﴾49﴿ ... ‫قل هو الرحمن آمنا به وعليه توكلنا‬
Pada ayat tersebut, dalam konteks “beriman” tidak menggunakan
uslub taqdim seperti (‫ )به آمنا‬melainkan menggunakan kalimat ‫ آمنا به‬yang
tidak ada penekanan sebagai isyarat bahwa beriman itu tidak hanya
kepada Allah melainkan juga beriman kepada malaikat, kepada rasul
Allah dan sebagainya seperti dalam rukun Iman yang enam. Sedangkan
dalam konteks “tawakkal” digunakan uslub taqdim ‫( عليه توكلنا‬ada
penekanan) sebagai isyarat bahwa sikap tawakkal tiada lain hanya kepada
Allah, tidak boleh bertawakkal kepada selain Allah.
b) Surah al-Baqarah: 5 dengan cara dhamir al-fashl.
Dari segi makna, dhamir al-fashl digunakan untuk pemfokusan
pada makna kepada mubtada, yang susunannya dengan meletakkan
dhamir antara mubtada dan khabar yang ber-alif lam (ma’rifah). Ciri
penerjemahanya ada partikel ....lah diakhir kata. Seperti ayat berikut:

﴾4﴿ ‫أولئك على هدى من ربهم وأولئك هم المفلحون‬

....dan mereka-lah orang-orang yang beruntung.


c) Surah Fatir: 28 dengan cara qashr bi adat ‫إنما‬
﴾4﴿ ‫إنما يخشى هللا من عباده العلماء‬
Dalam uslub ini, unsur atau fungsi kalimat yang difokuskan (ditekankan)
maknanya terletak pada akhir kalimat bukan pada awal kalimat. Seperti
kata ‫ العلماء‬pada ayat di atas (Hidayat, 2011).

4. Uslub al-Tikrar
Untuk menciptakan kalimat-kalimat yang efektif, di samping dilakukan
uslub al-ijaz atau uslub al-qashr maka dalam situasi tertentu digunakan uslub
tikrar atau perulangan atau dalam bahasa Indonesia disebut repetisi. Perulangan
(tikrar) yang dimaksudkan disini adalah perulangan sebuah kata atau kelompok
kata yang persis sama.

898 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Perulangan (tikrar) pada dasarnya menunjukan sebuah kata atau
kelompok kata yang mendapat pengulangan karena itu dianggap penting, karena
merupakan pikiran inti atau gagasan utama yang harus mendapat penekanan atau
harus lebih ditonjolkan dari unsur-unsur teks yang lain (Nassar, 2003).
Beberapa contoh ungkapan yang termasuk bentuk uslub al-tikrar dalam
beberapa surah (ayat) dalam al-Quran sebagai berikut:
a) Surah al-haqqah: 1-4.
﴾5﴿ ‫﴾ كذبت ثمود وعاد بالقارعة‬8﴿ ‫﴾ وما أدراك ما الحاقة‬4﴿ ‫﴾ ما الحاقة‬9﴿ ‫الحاقة‬
Pada surah ini kata ‫ الحاقة‬terulang sebanyak tiga kali yang
dimaksudkan sebagai penegasan bakal datangnya hari kiamat yang
diingkari oleh kaum ‘Ad dan Kaum Tsamud.
b) Surah al-Qari’ah: 1-4.
﴾5﴿ ‫﴾ يوم يكون الناس كالفراش المبثوث‬8﴿ ‫﴾ وما أدراك ما القارعة‬4﴿ ‫﴾ ما القارعة‬9﴿ ‫القارعة‬
Pada surah ini kata ‫ القارعة‬terulang sebanyak tiga kali yang
dimaksudkan sebagai penegasan bakal datangnya hari kiamat yang
dahsyat.
c) Surah al-Qiyamah: 33-35.
﴾84﴿ ‫﴾ ثم أولى لك فأولى‬85﴿ ‫﴾ أولى لك فأولى‬88﴿ ‫ثم ذهب إلى أهله يتمطى‬
Pada surah ini kata ‫ أولى‬terulang sebanyak empat kali sebagai
penegasan atas kutukan (kecelakaan) terhadap orang kafir. Celaka
pertama di saat ia akan mati, celaka kedua ketika ia dalam kubur, celaka
ketiga ketika pada waktu hari berbangkit dan dan celaka keempat ketika
ia dalam neraka jahannam.
d) Surah al-Naba: 1-5.
‫﴾ ثم كال‬5﴿ ‫﴾ كال سيعلمون‬8﴿ ‫﴾ الذي هم فيه مختلفون‬4﴿ ‫﴾ عن النبإ العظيم‬9﴿ ‫عم يتساءلون‬
﴾4﴿ ‫سيعلمون‬
Pada surah ini kalimat ‫ كال سيعلمون‬terulang sebanyak dua kali yang
dimaksudkan sebagai penegasan bakal datangnya hari kiamat sekaligus
sanggahan kepada orang kafir Makkah yang mengingkarinya.
e) Surah al-Takasur: 1-4.
﴾5﴿ ‫﴾ ثم كال سوف تعلمون‬8﴿ ‫﴾ كال سوف تعلمون‬4﴿ ‫﴾ حتى زرتم المقابر‬9﴿ ‫الهاكم التكاثر‬

899 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Pada surah ini kalimat ‫ كال سوف تعلمون‬terulang sebanyak dua kali
yang dimaksudkan sebagai penegasan akan akibat buruk (siksaan) di
akhirat akibat perilaku mereka bermegah-megahan dengan banyak harta.
f) Surah al-Rahman: 13-77.
،58 ،51 ،81 ،82 ،85 ،84 ،81 ،41 ،44 ،48 ،49 ،91 ،92 ،98﴿ ‫فبأي ءاالء ربكما تكذبان‬
﴾77 ،74 ،78 ،79 ،29 ،27 ،24 ،28 ،29 ،49 ‫ن‬47 ،44 ،48 ،49 ،59 ،57 ،54
Pada surah ini kalimat ‫ كال سوف تعلمون‬terulang sebanyak tiga puluh
satu kali yang dimaksudkan sebagai penegasan akan pentingnya
bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan berbagai nikmat yang
tak terhingga (Hidayat, 2011).

5. Uslub al-I’tirad
Uslub al-I’tirad yaitu menyisipkan satu ungkapan (kalimat sisipan atau
jumlah mu’taradhah) dalam suatu teks dengan maksud memberikan penegasan
sesuai konteks penyisipan. Namun jika tidak dicantumkan itu tidak mengganggu
makna kalimat yang bersangkutan (Hidayat, 2011).
Beberapa ayat yang tampak dengan menggunakan uslub al-i’tirad,
sebagai berikut:
a) Surah al-Baqarah: 24.
﴾45﴿ ‫فإن لم تفعلوا ولن تفعلوا فاتقوا النار التي وقودها الناس والحجارة‬
Kalimat ‫ لن تفعلوا‬yang terletak diantara fiil syarat dan jawaban-nya
sebagai penegeasan bahwa mereka tidak dapat bahkan tidak akan dapat
membuatnya.

b) Surah al-Baqarah: 116.


﴾992﴿ ‫وفالوا اتخذ هللا ولدا سبحانه بل له ما في السموات واألرض‬
Kalimat ‫ سبحانه‬yang terletak diantara dua kalimat sebagai
penegeasan bahwa Tuhan Mahasuci dari mempunyai anak seperti yang
mereka duga.
c) Surah al-Waqi’ah: 75-76.
﴾72﴿ ‫﴾ وإنه لقسم لو تعلمون عظيم‬74﴿ ‫فال أقسم بموقع النجوم‬

900 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Kalimat ‫ لو تعلمون‬yang terletak antara khabar (‫ )قسم‬dan na’at (‫)عظيم‬
sebagai penegasan begitu hebatnya sumpah itu.

6. Uslub Dzikrul Khas ba’da al-‘Am wa Aksuhu


Uslub Dzikrul Khas ba’da al-‘Am wa Aksuhu merupakan uslub yang
dimaksudkan memberikan penekanan kepada kata atau kelompok kata yang
mengandung makna yang lebih dipentingkan atau yang lebih ditonjolkan (khas)
dari pada unsur yang bersifat umum (‘am). Dalam hal ini terbagi dua macam,
yaitu: dzikrul khas ba’dal ‘am (umum disusul khusus) dan dzikrul ‘am ba’dal
khas (khusus disusul umum).
a) Dzikrul khas ba’dal ‘am (umum disusul khusus)
Berikut contoh penggunaan uslub dzikrul khas ba’dal ‘am di
beberapa surah dalam al-Quran:
1) Surah al-Baqarah: 238.
﴾481﴿ ‫حافظوا على الصلوات والصالة الوسطى‬
Dalam konteks ayat ini diberikan penekanan (perhatian
khusus) kepada shalat wushta yang sebagian ulama menyebutnya
adalah shalat Ashar, dan juga yang menyebutnya shalat Tahajjud.
Yaitu dengan cara menyebutkan yang khusus (‫ )الصالة الوسطى‬setelah
yang umum (‫)الصلوات‬.
2) Surah al-Qadr: 4.
﴾5﴿ ‫تنزل المالئكة والروح فيها بإذن ربهم من كل أمر‬
Dalam ayat ini diberikan perhatian khusus kepada Malaikat
Jibril (malaikat yang paling tinggi derajatnya) sebagai penyampai
wahyu kepada para nabi Allah. Yaitu dengan cara menyebutkan yang
khusus (‫ )الروح أو ملك جبريل‬setelah yang umum (‫)المالئكة‬.
b) Dzikrul ‘am ba’dal khas (khusus disusul umum).
Berikut contoh penggunaan uslub dzikrul ‘am ba’dal khas di
beberapa surah dalam al-Quran:
1) Surah al-An’am: 162.
﴾924﴿ ‫كل إن صالتي ونسكي ومحياي ومماتي هلل رب العالمين‬

901 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Dalam ayat ini diberikan penekanan kepada Shalat sebagai
salah satu bentuk ibadah terpenting. Yaitu dengan cara menyebutkan
yang umum (‫ )نسكي‬setelah yang khusus (‫)صالتي‬.
2) Surah Nuh: 28.
﴾41﴿ ‫رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات‬
Dalam ayat ini diberikan penekanan kepadaku, Nabi Nuh,
kedua orang tuanya dan orang beriman yang masuk di rumahnya
sebagai kelompok orang yang beriman (baik laki maupun
perempuan) kepada risalahnya. Yaitu dengan cara menyebutkan yang
umum (‫ )للمؤمنين والمؤمنات‬setelah yang khusus ( ‫لي ولوالدي ولمن دخل بيتي‬
‫)مؤمنا‬.

7. Uslub al-Fashl baina al-Jumlatain


Al-Fashl baina al-Jumlatain berarti terpisah, maksudnya dari segi
struktur uslub ini terdiri dari dua kalimat terpisah karena antara dua kalimat
tersebut tidak dihubungkan oleh kata konjungsi atau kata penghubung seperti
waw al-athaf. Dari segi makna, kalimat yang kedua berfungsi sebagai penjelas
(bayan) atau penegas (taukid) dari makna yang pertama. Berikut contoh
penggunaan uslub ini di beberapa surah dalam al-Quran:
a) Surah Thaha: 120.
﴾941﴿ ‫فوسوس إليه الشيطان قال يا آدم هل أدلك على شجرة الخلد‬
Kalimat kedua yang bergaris bawah di atas (‫ إلخ‬... ‫)قال يا آدم‬
merupakan penjelasan tentang apa yang dibisikkan syaithan kepada
Adam pada kalimat pertama (‫)فوسوس إليه الشيطان‬.
b) Surah Al-Baqarah: 49.
﴾59﴿ ‫يسومونكم سوء العذاب يذبحون أبناءكم‬
Kalimat kedua yang bergaris bawah di atas (‫ )يذبحون أبناءكم‬juga
(penjelasan) menjelaskan siksaan berat (‫ )سوء العذاب‬apa yang ditimpakan
mereka kepadamu? Yaitu menyembelih anak-anakmu yang laki-laki.
c) Surah al-Baqarah: 6.
﴾2﴿ ‫إن الذين كفروا سواء عليهم ءأنذرتهم أم لم تنذرهم ال يؤمنون‬

902 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Kalimat kedua pada ayat di atas ‫ ال يؤمنون‬menjelaskan diberi
peringatan atau tidak diberi peringatan kepada orang-orang kafir, mereka
tidak akan beriman.
d) Surah Yusuf: 31.
﴾89﴿ ‫ما هذا بشرا إن هذا إال ملك كريم‬
Kalimat kedua (‫ )إن هذا إال ملك كريم‬pada ayat di atas merupakan
penegasan bahwa ia bukanlah manusia melainkan seorang malaikat.
e) Surah al-Najam: 3-5
﴾4-8﴿ ‫وما ينطق عن الهوى إن هو إال وحي يوحى‬
Kalimat kedua pada ayat di atas juga merupakan penegasan yang
menegaskan bahwa ucapan Nabi tidak keluar dari hawa nafsu melainkan
sebagai wahyu.
f) Surah Luqman: 7.
﴾7﴿ ‫وإذا تتلى عليه آياتنا ولى مستكبرا كأن لم يسمعها كأن في أذنيه وقرا‬
Kalimat kedua ‫ كأن في أذنيه وقرا‬pada ayat di atas juga merupakan
penegasan terhadap kalimat pertama (‫ )كأن لم يسمعها‬yang “seolah-olah ia
tidak mendengar” sehingga disindir dengan ungkapan semacam “kedua
telinganya tersumbat kotoran” (Hidayat, 2011).
8. Uslub al-Iltifat
Secara bahasa iltifat berarti melirik, mengalihkan. Artinya mengalihkan
perhatian mukhatab dari satu ke yang lain diantara kata ganti pertama, seperti - ‫أنا‬
‫ نحن‬, kata ganti kedua seperti ‫ أنتم‬- ‫ أنت‬, atau kata ganti ketiga seperti ‫هو – هم‬.
Penggunaan gaya bahasa (uslub) iltifat membuat teks atau kalimat
bervariasi, tidak membosankan, melainkan tetap terasa segar dan maknanya lebih
hidup. Contoh penggunaan uslub iltifat dalam al-Quran sebagai berikut:
a) Surah al-Fatihah: 2-4.
﴾5﴿ ‫﴾ إياك نعبد وإياك نستعين‬8﴿ ‫﴾ مالك يوم الدين‬4﴿ ‫الرحمن الرحيم‬
Pada ayat di atas terdapat penggunaan uslub iltifat dari kata ganti
‫ هو‬ke ‫ أنت‬sehingga jika tanpa iltifat akan nampak seperti kalimat berikut:

﴾5﴿ ‫﴾ إياه نعبد وإياه نستعين‬8﴿ ‫﴾ مالك يوم الدين‬4﴿ ‫الرحمن الرحيم‬

b) Surah al-Baqarah: 27-28.

903 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


﴾41﴿ ... ‫﴾ كيف تكفرون باهلل وكنتم أمواتا فأحياكم ثم يميتكم ثم يحييكم‬47﴿ ‫أولئك هم الخاسرون‬
Pada ayat di atas terdapat penggunaan uslub iltifat dari kata ganti
)‫ هم (الخاسرون‬ke )‫ أنتم (تكفرون‬.
c) Surah al-Zumar: 53.
﴾47﴿ ‫قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم ال تقنطوا من رحمة هللا‬
Pada ayat di atas terdapat penggunaan uslub iltifat dari kata ganti
)‫ـي (عبادي‬/‫ أنا‬ke )‫ه (هللا‬/‫ هو‬. Pada situasi memanggil, pihak mutakallim serta
mukhatab mesti berdekatan dan komunikasi tersebut terasa lebih dekat,
lebih intim, dengan digunakannya kata “Aku”. Tetapi dalam konteks
rahmat (kasih sayang) digunakanlah lafal Allah (‫ )هللا‬karena pemilik
rahmat tiada lain adalah Allah )‫ (هللا‬yang maha Agung (Hidayat, 2011).
Demikianlah uslub iltifiat membuat ayat-ayat terasa hidup dan
menyentuh perasaan. Demikian pula halnya iltiftat dari (‫ ربكم‬- ‫ )كم‬ke (‫ ربي‬- ‫)ـي‬
pada surah Hud: 90 di bawah ini.
﴾91﴿ ‫واستغفروا ربكم ثم توبوا إليه إن ربي رحيم ودود‬

Penutup
Sebagai penutup dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa al-Quran dengan
gaya bahasanya, efektifitasnya dan munasabah-nya antar kata menunjukan ke luar
biasaannya dan menjadi kemukjizatan al-Quran itu sendiri. Gaya bahasa al-Quran yang
disampaikan di dalamnya sangat beragam, dan di antara gaya bahasanya terkandung
dan berbentuk asalib al-ma’ani berdasarkan tinjauan dari bentuk-bentuk kalimatnya,
seperti uslub al-ijaz, uslub al-hadzf, uslub al-qashr, uslub al-tikrar, uslub al-i’tirad,
uslub dzikrul khas ba’’da al-‘am wa aksuhu, uslub al-fashl baina al-jumlatain dan
uslub al-iltifat.

Daftar Rujukan

Ali, M. B. (t.th). Ma’alim al-Manhaj al-Balagi ‘inda Abdul al-Qahir al-Jurjani .


Amman: Dar al-Fikri.
al-Qattan, M. (1973). Mabahis fi 'Ulum al-Quran . Beirut: Mansyurat al-'Ashri al-
Hadits.
Badawi, A. A. (1950). Min Balagah al-Qur’an. Kairo: Dar al-Nahdhah.

904 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020


Chaer, A. (2015). Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses (II ed.). Jakarta
Timur: Rineka Cipta.
Farid, F. A.-K. (1980). Funun al-Balaghah Baina al-Quran wa Kalam al-'Arabi.
Riyadh: Dar al-Liwa'.
Hamzah. (2019). Majaz dalam Tinjauan Kontrastif dalam Bahasa Arab & Bahasa
Indonesia. (R. K. dkk, Penyunt.) Malang: Edulitera.
Hasan, T. (2000). Al-Ushul. Kairo: Alim al-Kutub.
Hidayat, D. (2011). Al-Balaghah li al-Jami' wa al-Syawahid min Kalam al-Badi'.
Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang & Yayasan Bina Masyarakat
Qur'ani Jakarta.
Ismail Raji al-Faruqi, Louis Lamya al-Faruqi. (1998). Atlas Budaya Islam: Menjelajah
Khazanah Peradaban Islam (The Cultural Atlas of Islam). Bandung: Misan.
Kamil, S. (2009). Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern (I ed.). Jakarta: PT.
Rajawali Pers.
Mujamma’ al-Malik Fahd li-Tiba’ah al-Mushaf al-Syarif. (1418). Al-Quran al-Karim
wa Tarjamatu Ma'anihi bi al-Lughah al-Indunisiyyah. Al-Madinah al-
Munawwarah: Fihris Maktabah al-Malik Fahd al-Wataniyyah Atsna' al-Nasyr.
Nassar, H. (2003). Al-Tikrar. Kairo: Maktabah al-Khanijiy.

905 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Anda mungkin juga menyukai