إتقان الطالب لتحليل األلفاظ حنويا وصرفيا يف درس الرتكيب وعالقته بقدرهتم
Disusun oleh:
N. Zakiyyatul fitriyyah
1142030056
Dalam mempelajari bahasa Arab ada dua ilmu alat yang penting untuk
dipelajari yakni ilmu nahwu dan shorof, karena pentingnya ilmu ini dalam
mempelajari bahasa Arab muncullah ungkapan :
“Ilmu shorof adalah induknya segala ilmu dan ilmu nahwu bapaknya”
Ilmu shorof disebut induk segala ilmu sebab ilmu shorof itu melahirkan
bentuk setiap kalimat sedangkan kalimat itu menunjukkan bermacam-macam ilmu.
Kalau tidak ada kalimat tertentu tidak ada tulisan tanpa tulisan sukar mendapatkan
ilmu. Adapun ilmu nahwu disebut juga dengan bapak ilmu, sebab ilmu nahwu itu
untuk memperbaiki setiap kalimat dalam susunan, I’rob, bentuk, dan sebagainya.
Selain itu dalam mempelajari bahasa arab pelajar dituntut untuk bisa
mengembangkan kemampuannya dalam menggunakan bahasa baik lisan maupun
tulisan. Kemampuan menggunakan bahasa dalam dunia pengajaran Bahasa disebut
keterampilan berbahasa (maharat al-lughah). Keterampilan tersebut ada empat, yaitu
: keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. ( Acep Hermawan 2013
: 129).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 sisi yang berbeda,
satu sisi kemampuan santri dalam menganalisis lafadz-lafadz bahasa Arab dari segi
nahwu dan shorof dalam pembelajaran tarkib, namun disisi lain kemampuan mereka
dalam membaca teks-teks arab masih rendah.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kemampuan santri dalam menganalisis lafadz-lafadz dari
segi nahwu dan shorof dalam pembelajaran tarkib di kelas 2 Ibtidaiyah
Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri
2. Utuk mengetahui kemampuan santri dalam membaca teks-teks Arab di Kelas
2 Ibtidaiyah Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri
3. Untuk mengetahui hubungan kemampuan santri dalam pembelajaran tarkib
dengan menganalisis lafadz-lafadz dari segi nahwu dan shorof dengan
kemampuan mereka dalam membaca teks-teks Arab di Kelas Kelas 2
Ibtidaiyah Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri
D. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran tata bahasa bukanlah agar santri mampu menghafal sekumpulan
kaidah semata. Akan tetapi mereka bisa memahami (reseptif) dengan baik dan bisa
memberi pemahaman (produktif dengan tepat). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kemampuan adalah kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan. Sedangkan menurut Chaplin
(2011 : 1) kemampuan merupakan kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan untuk
melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak
lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktik. Definisi lain mengatakan kemampuan
adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan
(Sthepen P. Robbins, 2006:46). Dengan kata lain kemampuan merupakan potensi
sesorang menguasai suatu keahlian dalam melakukan tugas pada suatu pekerjaan.
Bloom dkk berpendapat (1956) bahwa taksonomi ranah tujuan kognitif meliputi
enam proses jenjang berpikir, yaitu : (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4)
analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Maka kemampuan peserta didik dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kemampuan tingkat
rendah terdiri dari pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sedangkan kemampuan tingkat
tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi dan kreativitas (Higher Order Thinking Skills).
Dilihat dari cara berpikir, maka kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dibagi
menjadi dua, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah kemampuan
melakukan generalisasi dengan menggabungkan, mengubah atau mengulang kembali
keberadaan ide-ide tersebut. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan
memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan penilaian terhadap
sesuatu tersebut. Tinggi rendahnya kemampuan peserta didik dalam berpikir tidak
terlepas dari kebiasaan guru dalam melakukan evaluasi atau penilaian yang hanya
mengukur tingkat kemampuan yang rendah saja melalui paper and pencil test. Peserta
didik tidak akan mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi jika tidak diberikan
kesempatan untuk mengembangkannya dan tidak diarahkan untuk itu (Zainal Arifin,
2009:21-22).
Dalam pembelajaran bahasa Arab tidak bisa lepas dari penguasaan kaidah bahasa
Arab, karena diantara unsur penting yang harus diajarkan oleh guru bahasa Arab adalah
tata bahasa, yaitu nahwu dan sharaf. Kata “sharaf” صرف – يصرف – صرفاbermakna al-
dafu’ (menolak) atau al-radd (menentang). Dalam kamus al-Munjid halaman 402, ilmu
sharaf yaitu :
علم يبحث عن صيغ الكلمات العربية واحواهلا التى ليست بإعراب والبناء
وكيفية إعراهبا، وظبط أواخر الكلمات،النحو قواعد يعرف هبا وظيفة كل كلمة داخل اجلملة
“Nahwu adalah tatacara untuk mengetahui fungsi setiap kata dalam kalimat, dan
ketepatan akhir-akhir kata serta tata cara i’robnya”.
Teori tata bahasa yang sering digunakan adalah teori tradisional yaitu teori yang
membagi kata kedalam nomina (‘ism), verba (fi’il), dan partikel (huruf). Isim terdiri dari
‘ism saraf dan jenis fungsional. Fi’il mazid dan mujarrad, sahih dan mu’tal, lazim dan
muta’addi, maadi, mudaari’, dan ‘amr, mabni dan mu’rab, marfu, mansub, dan majzum.
Sedangkan huruf terdiri dari harf Jar, harf ‘ataf, harf syarat dan sebagainya. Kalau kita
perhatikan kebanyakan buku gramatika klasik dan modern sekarang ini mengikuti teori
ini. (al-khuli, 2016 : 63). Jadi pembelajaran tarkib dipondok pesantren Miftahul Huda Al-
Musri santri tidak hanya dituntut menghafal kaidah semata tapi juga dituntut untuk bisa
memahami makna tertentu yang lahir dari struktur bahasa yang digunakan oleh pengguna
bahasa.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan santri dalam
menganalisis lafadz-lafadz dari segi nahwu dan shorof dalam pembelajaran tarkib adalah
sebagai berikut:
1. Menjelaskan kaidah nahwu dan shorof
2. Mengemukakan contoh dengan kaidah nahwu dan shorof
3. Menerapkan kaidah nahwu dan shorof dalam kalimat
4. Analisis lafadz-lafadz yang relevan dengan kaidah
5. Koreksi penggunaan kaidah nahwu dan shorof
Menurut Muhammad Ali Al-Khuli (2010 : 99) membaca termasuk salah satu
keterampilan pokok dalam pembelajaran, selain keterampilan yang lain yaitu
mendengarkan, berbicara, dan menulis. Dalam pembelajaran membaca terdapat beberapa
teori dan metode yang muncul dan berkembang. Namun, masing-masing memiliki
kehilangan dan kekurangan tersendiri. Sedangkan Menurut Ahmad Izzan (2009:155)
yaitu kemampuan yang harus dikembangkan dalam diri pelajar dalam membaca adalah
kemahiran mengenal simbol-simbol alfabeth arab, mengetahui kaidah-kaidahnya seperti
nahwu dan sharaf (sintaksis dan morfologi). Setelah mengetahui simbol-simbol alfabeth
arab dan mengetahui kaidah nahwu dan sharaf maka santri akan mudah dalam
pemahaman isi atau arti yang dibaca. Dalam pemahama dan isi atau arti yang dibaca
dibutuhkan banyak mengetahui kosakata dan akan mempermudah dalam menarik sebuah
simpulan dalam bacaan.
Membaca adalah mengucapkan secara jelas kata-kata yang tertulis dalam sebuah teks.
Cara membaca seperti ini mencakup hal-hal pada bacaan dalam hati, yaitu untuk
mengetahui simbol-simbol dalam tulisan dan untuk mengetahui maksud dan maknanya.
Selain itu, ungkapan menambahkannya dengan pelafalanyang keras secara lantang.
Membaca dengan cara keras dianggap paling baik untuk melatih keterampilan alat ucap,
memberi contoh makna, khususnya pada masa awal, seperti memandu para santri dari
kesalahan pengucapan, dan juga dapat membantu siswa tingkat atas dalam merasakan
sastra, menyelaraskan nada dengan musik, agar santri yang takut menjadi lebih berani.
(Dedih Wahyudin, 2014).
Adapun indikator kemampuan santri dalam membaca teks-teks arab yang ingin
dicapai adalah :
1. Menyesuaikan simbol-simbol alfabeth Arab
2. Mengartikan kosakata
3. Menjelaskan tarkib kalimat
4. Membaca teks sesuai kaidah dan lancar
5. Menjelaskan isi bacaan
6. Menyimpulkan isi bacaan
Dari kedua variable yang hendak diteliti bahwa kemampuan santri dalam
menganalisis lafadz-lafadz dari segi nahwu dan shorof dalam pembelajaran tarkib
memiliki hubungan dan pengaruh yang cukup besar pada kemampuan santri dalam
membaca teks-teks arab.
Secara sistematis kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :
(Variabel X) (Variabel Y)
HUBUNGAN
E. Hipotesis
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil adalah di pondok pesantren Miftahul Huda
Al-Musri yang beralamat di Kampung ciendog rt 03/07 Desa Kertajaya
Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur. Penulis memilih lokasi ini sebagai
tempat penelitian mengingat penulis menemukan permasalahan, juga tersedia
data dan sumber berkaitan dengan masalah yang diteliti.
4. Populasi dan Sample
a. Populasi
Populasi atau population menurut bahasa sama dengan penduduk atau
orang banyak, bersifat umum (universe). Dalam penelitian, populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Objek populasi dilakukan apabila peneliti ingin
melihat semua liku-liku yang ada di dalam populasi. (Arikunto, 2013; 173-
174). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah santri kelas 2 Ibtidaiyah
pondok pesantren Miftahul Huda Al-Musri Ciranjang – Cianjur tahun ajaran
2018 yang berjumlah 246.
b. Sampel
Sampel adalah sebagaian atau wakil populasi yang diteliti. Penelitian
sampel boleh dilaksanakan apabila keadaan subjek di dalam populasi benar-
benar homogen (Arikunto, 2013: 175). Selain itu sampel bisa diambil apabila
populasi melebihi 100 orang maka boleh diambil sampel 10-15% atau 20-
25%. Tapi jika populasi kurang dari 100 maka tidak bisa diambil sampel
(Arikunto, 2006: 134).
Berdasarkan ketentuan tersebut, peneliti mengambil sampel 10%, jadi
banyaknya sampel adalah 10% x 246 = 25 maka sampel yang diambil adalah
25 santri. Adapun teknik pengambilan sampelnya adalah dengan menggunakan
teknik random sampling.
3) Test
Tes adalah rangkaian pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Mahmud, 2011 : 185).
b. Analisis Korelasi
Setelah data kedua variabel dianalisis secara terpisah, maka selanjutnya
adalah menganalisis hubungan variabel X dan variabel Y, dengan langkah
sebagai berikut :
1. Menentukan linieritas regresi dengan langkah sebagai berikut :
Menentukan persamaan regresi linier dengan rumus :
𝑦 = 𝑎 + 𝑏 (𝑥)
(∑𝑦)(∑𝑥 2 ) − (∑𝑥)(𝑥𝑦)
𝑎=
𝑛 ∑𝑥 2 − (∑𝑥)2
𝑛 ∑𝑥𝑦−(∑𝑥)(∑𝑦)
𝑏= (Sudjana 2005:315)
𝑛 ∑𝑥 2 −(∑𝑥)²
𝐾 = √1 − 𝑟 2
Menghitung kadar pengaruh (Kd) dengan rumus :
𝐾𝑑 = 𝑟 2 𝑥 100
(Sudjana 2005:13)
DAFTAR PUSTAKA