Anda di halaman 1dari 109

KUMPULAN MAKALAH

ILM DILALAH

Buku ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ILM DILALAH

Dosen Pengampu : N. Lalah Alawiyah. M.A.

Disusun Oleh : Kelas 6A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan pembukuan kumpulan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilm
Dilalah

Makalah-makalah ini telah kami buat dan kami susun dengan maksimal berdasarkan
referensi yang jelas dan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar kami
dalam proses penyusunan dan pembukuannya. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah bekontribusi dalam proses pembukuan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa isi dari makalah-makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, Terkhusus Dosen
pengampu dan para pembaca kami memohon penilaiannya berupa kritik maupun saran guna
memperbaiki pembuatan makalah-makalah di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga dibuatnya buku ini bisa memberikan wawasan
yang lebih luas dan juga menjadi salah satu sumber pemikiran dan kajian bagi para pembaca
dan khususnya untuk para mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab semester 6.

Ciputat, 1 Juni 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengatar...................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................ii

Pembahasan

1- ‫( مفهوم الداللة‬Wildan&hani)

2- ‫ اإلشارية والتصورية والسلوكية‬:‫ نظريات الداللة‬Miftah,anggun) a)

3- ‫(النظرية السياقية في دراسة المعنى‬Andhika, Nabila,mutiara)

4- ‫(نظرية المكونات الداللية‬Rama,Rahma,helmi)

5- ‫(نظرية الحقول الداللية‬Maulana,Roza,husen)

6- ‫(أنواع المعنى‬Badri,Amel,safira)

7- ‫(العالقة الداللية‬insan,Hanin,via)

8- ‫(التطور الداللي‬lathifah,Eka,Anisa)

9- ‫(التداولية‬Iqbal P, Azizah,lisa)

10- ‫(التداولية والبالغة العربية‬azky,Fikri,Irham,kresna)

iii
‫مفهوم الداللة‬
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilm Dilalah

Dosen Pengampu:

N. Lalah Alawiyah, M.A.

Disusun Oleh :

M.Wildan Agil Zuhdi


11170120000010

Hani Maulidina 11170120000030

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Makna memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan khususnya dalam proses
berbahasa sehari-hari. Makna yang terkandung dalam bahasa dapat berbentuk lisan maupun
tulisan. Dengan adanya makna, seseorang dapat memahami maksud dari seuatu bahasa
tersebut. Oleh sebab itu, makna tidak terlepas dari sebuah bahasa. Pemakai bahasa haruslah

iv
memperhatikan penguasaan akan makna. Hal ini dikarenakan agar proses komunikasi dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan keinginan pengguna bahasa.

Ada empat tingkatan makna yang harus dilewati seseorang agar mengetahui makna
apa yang hendak disampaikan oleh penutur dan bagaimana seseorang dikatakan memahami
makna sebuah tutur, di antaranya adalah aras makna linguistik, aras makna proposisi, aras
makna kontekstual dan aras makna pragmatik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aras analisis semantik?
2. Apa saja macam-macam aras analisis semantik?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian aras analisis semantik
2. Mengetahui macam-macam aras analisis semantik

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aras Analisis Semantik

Bahasa dalam bentuk struktur sintaksis dan morfologis pada satu sisi dan struktur
bunyi pada sisi yang lain hanyalah merupakan sarana untuk menyampaikan segala aspek

v
kemaknaan yang hendak disampaikan oleh penuturnya. Runtun proses berbahasa dapat
digambarkan sebagai berikut:

Tata Bahasa Tata Bahasa

Semantik – Sintaksis – Fonologi – Sintaksis – Semantik

Morfologi Morfologi

Jadi ada dua ujung yang sama, yakni penutur hendak menyampaikan makna dan
peserta tutur menangkap makna pula. Akan tetapi, sebenearnya makna apa yang hendak
disampaikan penutur? Bagaimana seseorang dikatakan memahami makna sebuah tutur?
Ada empat tingkatan makna yang harus dilewati untuk menyampaikan makna dan
memahami makna.

B. Aras Makna Linguistik

Aras makna linguistik ialah makna-makna leksikal dan makna-makna struktural


sebuah bahasa. Pada aras makna linguistik para penutur harus sudah dapat membedakan
fungsi-fungsi unsur-unsur bahasa yang digunakan, seperti fungsi objek, subjek, predikat
dan keterangan. Mereka harus dapat membedakan ciri-ciri kalimat berita, tanya, dan
perintah, mereka dapat menggunakan partikel-partikel penghubung dengan tepat sesuai
peraturan ketatabahasaan bahasa yang digunakan. Aras makna linguistik inilah yang
merupakan tahap awal dan tahap dasar pemahaman akan makna bahasa.

C. Aras Makna Proposisi

Aras makna yang kedua ini memepersoalkan apakah sebuah kalimat/proposisi/ujaran


benar atau tidak benar. Penyampaian suatu makna belum menjamin bahwa
kalimat/proposisi/ujaran itu benar atau tidak benar. Aras makna proposisi mencakup
kelogisan makna dan keempirisan makna. Aras makna proposisi disebut juga aras makna
logika. Ukuran yang dipakai ialah kelogisan berbahasa.

D. Aras Makna Pragmatik

vi
Aras makna pragmatik termasuk pemahaman akan tujuan dan fungsi sebuah tutur.
Seperti kalimat berita yang diujarkan seorang anak yang sedang sakit “saya haus”,
bermakna “minta minum”.

Pragmatik memusatkan perhatian pada studi makna sebagaimana dikomunikasikan


oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Ini lebih berkaitan dengan analisis tentang
apa yang orang maksudkan dengan ucapan mereka sendiri daripada apa yang diartikan
oleh kata atau frasa dalam ucapan itu sendiri.

Jenis studi ini harus melibatkan interpretasi tentang apa yang orang maksud dalam
konteks tertentu dan bagaimana konteks memengaruhi apa yang dikatakan. Dibutuhkan
pertimbangan bagaimana penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan sesuai dengan
siapa mereka berbicara, di mana, kapan, dan dalam situasi apa.

E. Aras makna Kontekstual

Untuk memahami makna sebuah wacana, perlu pemahaman akan konteks


keberlangsungan ujaran-ujaran. Berbagi pengetahuan dan pengetahuan bersama
merupakan salah satu syarat pemahaman wacana secara kontekstual

Sebagai contoh, terdapat pesan seorang nenek kepada cucunya dengan surat wasiat
berbunyi:

“Cucuku, jika kamu ingin memperbaiki nasibmu, galilah harta karun di sekitar
rumahmu.”

Cucuk nenek tersebut memahami wacana tersebut hanya dalam tahap awal. Lalu ia
menggali tanah disekitar rumahnya untuk memperoleh harta karun. Ia akhirnya menjadi
gila. Datanglah dokter dan menjelaskan wacana tersebut sesuai dengan konteksnya.
“harta karun” tersebut adalah lahan pertanian di sekitar rumah yang dapat ditanam dan
membawa hasil.

vii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahasa dalam bentuk struktur sintaksis dan morfologis pada satu sisi dan struktur
bunyi pada sisi yang lain hanyalah merupakan sarana untuk menyampaikan segala aspek
kemaknaan yang hendak disampaikan oleh penuturnya. Ada empat tingkatan makna yang
harus dilewati untuk menyampaikan makna dan memahami makna yaitu:

viii
a. Aras makna linguistik. Aras makna linguistik ialah makna-makna leksikal dan makna-
makna struktural sebuah bahasa.
b. Aras makna proposisi. Aras makna proposisi mencakup kelogisan makna dan
keempirisan makna. Aras makna proposisi disebut juga aras makna logika.
c. Aras makna pragmatik. Aras makna pragmatik termasuk pemahaman akan tujuan dan
fungsi sebuah tutur.
d. Aras makna kontekstual. Untuk memahami makna sebuah wacana, perlu pemahaman
akan konteks keberlangsungan ujaran-ujaran. Berbagi pengetahuan dan pengetahuan
bersama merupakan salah satu syarat pemahaman wacana secara kontekstual.

DAFTAR PUSTAKA

Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

http://repository.umrah.ac.id/3377/1/Journal%20Firdaus%20PDF.pdf pada tanggal 31 Maret


2020.

ix
TEORI SEMANTIK

(NAZHARIYAH AL-ISYARIYAH, AT-TASHAWURIYAH, DAN AS-SULUKIYAH)

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Ilm Dalalah

Dosen Pengampu: N. Lalah Alawiyah, M.A

x
Disusun Oleh:

Ahmad Miftach Farchad Rizqi 11170120000001


Anggun Lestari 11170120000028

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tidak ada
komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah
manusia layak disebut makhluk sosial, sebagai sarana komunikasi maka segala

xi
yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa. Sebagai unsur yang
dinamik, bahasa senantiasa dikaji dan dianalisis dengan menggunakan berbagai
pendekatan. Diantara pendekatan yang digunakan adalah pendekatan makna.
Bagaimana pengguna bahasa memperoleh makna dan memahami makna dari
sebuah bahasa.
Semantik adalah salah satu subdisiplin linguistik yang mengkaji sistem makna,
dan objek yang dijadikan sebagai kajian utama adalah makna. Makna yang
dijadikan kajian dalam semantik ini dikaji dalam banyak segi, terutama teori dan
aliran yang berada dalam linguistik tersebut. Teori yang mendasari dan dalam
lingkungan mana semantik di bahas membawa kita kepengenalan teori-teori
pendekatan semantik yang mengkaji makna. Di antaranya adalah teori referensial,
teori behavioral, dan teori konseptual.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori referensial
(nazhariyyah al-isyariyyah), teori konseptual (nadzariyyah at-tashawwuriyah) dan
teori behavioral (nazhariyyah as-sulukiyyah).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori referensial (nazhariyyah al-isyariyyah)?
2. Apa pengertian teori konseptual (nazhariyyah at-tashawuriyyah)?
3. Apa pengertian teori behavioral (nazhariyyah as-sulukiyyah)?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui teori referensial (nazhariyyah al-isyariyyah)
2. Untuk mengetahui teori konseptual (nazhariyyah at-tashawuriyyah)
3. Untuk mengetahui teori behavioral (nazhariyyah as-sulukiyyah)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nazhariyah Al-Isyariyah (Teori Referensial)

xii
Teori Referensial/Isyariyah adalah teori pertama yang berusaha memahami hakekat
makna. Teori ini berpendapat bahwa makna sebuah ungkapan kata/kalimat ialah yang
dirujuknya atau untuk apa ungkapan dipakai. Umpamanya, ungkapan “si manis”, berarti
kucing yang bernama si manis “kucing” adalah jenis kucing atau sifat-sifat yang dipunyai
kucing.
Menurut teori referensial, sebuah makna tergantung pada sesuatu/acuan yang
ditunjukkan oleh kata/kalimat, dan sesuatu itu berada di luar kata/bahasa. Acuan/sesuatu
yang berada di luar, jelas tidak terbatas. Karena itu, teori ini berupaya membatasi acuan
dengan cara mengklasifikasikan dalam beberapa hal, yaitu:
1. Isim Alam; yaitu: acuan berupa benda tunggal yang telah tertentu (mu’ayyan) yang
berada di luar bahasa.
2. Kata Kerja; yaitu: acuan berupa peristiwa (huduts) yang berada di luar bahasa.
3. Kata Sifat; yaitu: acuan berupa karakteristik/sifat benda yang berada di luar
bahasa.
4. Ahwal; yaitu: acuan berupa karakteristik peristiwa yang terjadi di luar bahasa.
5. Isim Jenis; yaitu: acuan pada sesuatu yang belum tertentu, seperti: kata pohon,
berarti semua pohon yang berada yang diacu dan di luar bahasa.

Dalam pemahaman makna, teori referensial melakukan analisis terhadap acuan,


sehingga makna adalah hubungan antara bahasa/kata dengan benda/acuan, sebagaimana
teori ‘segituga makna’ di atas. Kelemahan teori referensial adalah adanya ketidaksamaan
antara kata dan acuan.

Berikut beberapa kekurangan dari teori referensial, yaitu:

1. Adanya beberapa kata yang tidak memiliki acuan di luar bahasa; yaitu:
a. Al-Adawaat, seperti: ‫( إن‬sesungguhnya).
b. Kata-kata yang bermakna kognitif, seperti: ‫(الصدق‬jujur).
c. Benda-benda tahayul, seperti: kuntilanak, tuyul dan sebagainya.
d. Benda-benda gaib, seperti jin, malaikat, ifrit.
2. Adanya perbedaan antara makna dan acuan. Terkadang, ada 2 makna tetapi acuanya
satu. Misalnya, kata bintang sore dan bintang pagi, kedua kata ini mengacu pada satu
benda langit. Contoh lain, ada satu orang, tetapi ia bisa dipanggil dengan beberapa
nama/kata misalnya: ayah, saudara, paman, dan kakek.

xiii
3. Jumlah makna ada satu tetapi acuanya banyak. Misalnya, kata ganti (dhamir) dan kata
isyarat.
4. Terkadang, sebuah acuan telah lenyap dan tinggal maknanya, seperti: kata “Istana
Babilonia”, dan “Perpustakaan Iskandariyah”.
B. Nadzariyah Tashawwuriyah (Teori Konseptual)
Dari sudut kebahasaan, kata tashawwur adalah bentuk mashdar dari kata kerja
tashawwara-yatashawwaru yang berarti membayangkan, atau menggambarkan. Dengan akar
kata yang sama terangkailah kata shurah yang berarti gambar. Dengan demikian, secara
bahasa tashawwur dapat diartikan sebagai bayangan atau gambaran. Adapun secara istilah,
tashawwur itu ialah pengetahuan atau gambaran kita terhadap sesuatu yang tidak disertai
penghukuman apapun terhadap sesuatu tersebut. Contohnya seperti pengetahuan kita
terhadap buku, pulpen, kertas, masjid, rumah, hotel, dan sebagainya. Pengetahuan kita
terhadap lafaz-lafaz tunggal itu, dalam bahasa ilmu mantiq dinamai tashawwur. Singkatnya,
tashawwur itu ialah pengetahuan “telanjang” kita terhadap sesuatu.

Nama lain dari ‘nadzariyah tashawwuriyah’ adalah teori konseptual, teori ideasional,
menurut teori ini, makna suatu ungkapan ialah ide atau konsep yang dikaitkan dengan
ungkapan itu dalam pikiran orang yang mengetahui ungkapan itu. Berarti, makna berada di
dalam benak atau pikiran manusia (dzihniyah), ketika sebuah kata didengar oleh pendengar
atau dipikirkan oleh pembicara.

Menurut Al-Juwaini dan Al-Razi, kata-kata mufrad (tunggal) tidak ditujukan pada
acuan luar bahasa, akan tetapi pada makna-makna yang terdapat di dalam pikiran. Pendapat
yang sama dikatakan Al-Baidhawi, Ibnu Zamalkani dan Al-Qurthuby. Al-Razi berargumen,
bahwa seseorang yang melihat sesuatu dari kejauhan, ia mengiranya batu, lalu ia berkata
batu. Ketika jaraknya lebih dekat, ia menyakininya pohon, lalu berkata pohon. Disaat
jaraknya lebih dekat lagi, ia berfikir kuda, lalu berkata kuda. Kemudian, jika ia telah sampai
dan mengetahui bahwa sesuatu itu adalah manusia, ia pun berkata manusia. Hal ini
menunjukan bahwa lafal kata dapat berubah sesuai dengan makna yang terkonsep dalam
benak seseorang, bukan pada benda/acuan yang barada di luar.

Namun, penting untuk diketahui sejak awal bahwa contoh-contoh di atas hanya salah
satu jenis tashawwur, bukan satu-satunya. Tidak selamanya tashawwur itu dihasilkan melalui
lafaz-lafaz yang berbentuk tunggal. Bisa jadi suatu kalimat itu tersusun (murakkab).

xiv
Contohnya seperti: "Laptop Vero", "Baju Nabila", "Rumah Nurma", "Mobil Radit",
"Nayla putri Nuruddin", dan sejenisnya. Meskipun ia terangkai dari dua kata, tapi karena
tidak adanya unsur penghukuman yang pasti, maka ia dinamai tashawwur. Biasanya, dalam
bahasa Arab, kalimat-kalimat seperti di atas itu disebut dengan istilah murakkab idhafiy.

Atau bisa jadi juga lafaznya tersusun, disertakan atribut, tapi karena tidak adanya
unsur penghukuman, maka ia tetap tashawwur. Contohnya seperti: "hewan yang berpikir",
"hewan yang meringkik", "cowok ganteng", "cewek cantik", “ustad jomblo” dan sebagainya.

Sekalipun tersusun, ia tetap dinamai tashawwur, karena di sana tidak ada unsur
penghukuman. Dalam bahasa Arab, biasanya contoh kalimat kedua ini disebut dengan
murakkab taushifiy, karena di samping tersusun, di sana juga ada penyertaan atribut atau
sifat.

Begitu juga halnya dengan kalimat yang berisikan perintah dan larangan. Sekalipun
tersusun, ia masuk ke dalam kategori tashawwur. Mengapa? Karena di sana tidak ada unsur
penghukuman.

Misalnya, pacar Anda menggombal. “Sayang, please, jangan tinggalkan aku.” Atau,
“Cinta, biarkan aku hidup selamanya di sampingmu.” Atau Anda berandai-andai: “Oh Tuhan,
andaikan aku menjadi kekasihnya.” Semua ini adalah tashawwur.

Mengapa? Karena, sekali lagi, tidak ada unsur penghukuman. Dengan kata lain,
kalimat-kalimat tersebut tak bisa diuji benar atau salahnya. Dalam bahasa Arab, contoh
kalimat seperti ini biasanya disebut dengan istilah murakkab insyai.

Bisa jadi juga kalimatnya sudah sempurna, ada objek, ada atribut, dan ada unsur
penghukuman, tapi kita meragukan kebenarannya. Misalnya ada orang berkata: Mirza
Ghulam Ahmad itu adalah seorang Nabi.

Meskipun kalimat tersebut sudah sempurna, ada subjek dan atribut, tapi kalau kita
menyangsikan kebenarannya, maka itu juga masih tashawwur (gambaran), bukan tashdiq
(pembenaran).

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tashawwur itu ialah pengetahuan kita
terhadap sesuatu yang hanya sebatas gambaran, sementara tashdiq itu ialah pembenaran kita
terhadap suatu proposisi, baik secara afirmatif maupun negatif.

xv
Menurut ahli barat:
1. Ogden dan Richard
Ogden dan Richard mencipta model segitiga dasar, yaitu sebagai suatu model yang
mengkaji suatu makna dengan menggunakan pendekatan analitis atau referential
(Ullman, 2012: 66; Umar, 1998: 54), jika digambarkan sebagai berikut:

‫ الفكرة‬pikiran (Reference)

lambang (symbol) ‫الرمز‬ acuan (referen) ‫المشار إليه‬

Gambar diatas menunjukan pada tiga komponen makna, yaitu simbol berupa unsur
linguistik berupa kata/nama atau kalimat, pikiran berupa konsep/ide yang berada didalam
pikiran dan acuan sebagai objek dari kata, dalam hal ini tidak terdapat hubungan langsung
antara lambang dengan acuan, sebab tidak terdapat hubungan langsung antara bahasa dan
dunia luar yang sifatnya arbitrer atau manasuka, sedangkan bahasa dan konsep sama-sama
berada dalam bahasa dan hubungan antara konsep dan acuan sebagai suatu acuan dari konsep
tersebut. Adapun acuan yang dimaksud bisa berupa objek dari benda, kualitas, aksi, abstrak.
(Ullman, 1998: 55).

2. John Locke

Teori ini dicetuskan oleh seorang filosof dari inggris pada abad ke 17, yaitu John
Locke, yang lahir pada tanggal 23 Agustus 1632. Sama halnya dengan teori referensial teori
Ideational ini mengacu pada segitiga yang dikembangkan oleh ogden dan Richard, jika
makna pada teori referensial mengacu pada suatu acuan, makna pada teori ini mengacu pada
suatu pemikiran, atau ide yang berada di dalam pemikiran penutur. Pada gambar segitiga
makna, posisi teori ini yaitu pada ujung puncak segitiga.

Teori ini berkaitan dengan sebuah tuturan yang berada dalam pemikiran seseorang
dan tidak terungkap. Menurut Umar (1998: 57) suatu tuturan itu harus memiliki beberapa
syarat, yaitu:

xvi
1. Pemikiran ini harus hadir pada akal seorang penutur
2. Penutur harus menghasilkan suatu ungkapan yang dimana publik (pendengar)
menyadari bahwa idenya itu benar-benar ada dalam akalnya pada saat berkomunikasi.
3. ungkapan itu harus menjadikan suatu ide yang sama pada akal pendengar.

Kekurangan Teori Konseptual

Teori konseptual bukan tidak memiliki kekurangan. Ada beberapa kelemahan dari teori ini,
antara lain:

a. Makna yang diajukan oleh teori konseptual bersifat tidak jelas, karena
konsep/benak seseorang dapat berbeda-beda dan berbilang untuk satu
acuan/benda. Misalnya, ketika mendengar kata segituga, ungkapan ini pada
benak seseorang dengan orang lain dapat berbeda-beda. Adanya
membayangkan segitiga sama kaki, segitiga sama sisi dan sebagainya. jadi,
makna konseptual yang ada di dalam benak/konsep ide manusia dapat berbeda
dan berubah-ubah ketika mengacu pada satu kata.
b. Adanya beberapa ungkapan yang berbeda-beda terkadang hanya memiliki satu
makna konseptual. Misalnya, ketika kita melihat seorang anak kecil
menendang-nendang kakinya ke tanah, kita bisa mengungkapkan beberapa
kalimat: “ia kesakitan”, “ia berusaha membunuh semut” , “ia sedang
bermain”. Artinya, kalimat /ungkapan kita yang berawal dari konsep/ ide tidak
sama dengan acuan atau realita yang kita lihat.
c. Ada beberapa kata/lafal yang memiliki makna konseptual yang sifatnya tidak
jelas dan masih kontradiktif di kalangan manusia. Terutama, kata-kata seperti:
kuntilanak, raksasa dan sebagainya. demikian juga dengan kata-kata yang
bersifat metafisik (aqliyah) seperti: cinta, jujur, ragu, dan sebagainya. semua
kata-kata tidak memiliki batasan atau gambaran konseptual yang jelas di
dalam benak manusia.
d. Kempson (1995: 13) menyebutkan imaji itu tidak visual, tak jelas pernyataan
apa yang bisa dibuat sehingga makna itu terasa hampa sama seperti konsep.
Contoh jika terdapat sebuah nama seperti kepala, maka bukan bayangan
terhadap suatu benda melainkan sebuah konsep atau bayangan terhadap
beberapa pikiran yang meliputi beberapa pengalaman yang berbeda-beda yang
sewaktu-waktu akan bertambah.

xvii
e. Teori ideasional meletakkan bahasa sebagai wujud gagasan, sehingga sebagai
perilaku eksternal dan internal tidak dapat berperilaku umum. Contoh: Suami
yang ditanya istri tentang masakan istri apakah enak atau tidak, kemudian
suami menjawab enak padahal dalam benaknya mengatakan tidak dikarenakan
atas dasar berbohong demi kebaikan.
f. Mengharapkan kesejajaran asosiasi fakta dari makna kata antara penutur
dengan pendengar tidak selamanya terlaksana. Contoh: Anjing galak. Si
penutur bereaksi pada seekor anjing yang menggonggong terus-terusan,
namun ada pendengar lain menangkap ucapan itu bisa saja ia berfikir terhadap
hal yang lain.
C. Nazhariyah As-Sulukiyah (Teori Behavioral)
Teori Behavioris mengatakan bahwa makna suatu ungkapan ialah rangsangan (matsir)
yang menimbulkanya, atau respon (istijab) yang ditimbulkanya, atau kombinasi dari
rangsangan dan respon, pada waktu pengungkapan kalimat itu.
Misalnya, sebuah kisah tentang sepasang suami istri yang sedang berjalan di sebuah
hutan. di tengah perjalanan, si istri melihat sebuah apel, lalu ia berkata;’’aku
lapar’’;.suaminya mendengar perkatan itu, lalu ia memanjat pohon apel. setelah itu, ia
memberikan buah apel kepada istrinya agar dimakan.
Berangkat dari kisah sederhana di atas, teori behavioris berpendapat, bahwa buah apel
sebagai stimulus/rangsangan dari lingkungan yang di respon isteri secara bahasa dengan
perkataan “aku lapar”. Ungkapan ini menjadi stimulus bahasa yang mendorong suami
memanjat dan mengambil buah apel (respon perbuatanya).
Dengan teori ini, berarti lingkungan memiliki andil besar dalam pembentukan bahasa
dan makna. Akan tetapi, teori ini juga masih memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
1. Keterbatasan kemampuan mengungkapkan stimulu yang sifatnya tidak jelas ke dalam
bahasa agar menjadi respon yang bisa dipahami orang lain, seperti: rasa cinta, benci,
rindu, dan sebagainya. demikian pula sebaliknya, kita pun tidak selalu bisa merespon
ungkapan/stimulus bahasa yang memuat ungkapan multitransfer.
2. Kemungkinan adanya beberapa stimulus dibalik satu ungkapan. Misalnya, perkataan
“aku lapar” yang diungkapkan seorang anak, boleh jadi karena anak itu memang
lapar, atau karena ingin tidur, atau karena ia ingin bermain-main dengan maknanya.
3. Kemungkinan adanya beberapa respon untuk satu ungkapan. Misalnya, perkataan
anak “aku lapar”, terkadang kita meresponya dengan berbagai aksi, seperti:
menyuguhkan makanan kepadanya, atau justru memarahinya dengan kata: “bukankah

xviii
kamu barusaja makan?” atau menyuruhnya pergi ke kamar untuk segera tidur. Ini
artinya, stimulus bahasa bisa melahirkan berbagai respon aksi yang bermacam-macam
yang tidak sesuai dengan maksud dari ungkapan bahasa itu sendiri.

xix
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori Referensial adalah sebuah makna tergantung pada sesuatu/acuan yang
ditunjukkan oleh kata/kalimat, dan sesuatu itu berada di luar kata/bahasa.
Acuan/sesuatu yang berada di luar, jelas tidak terbatas.

Teori konseptual ialah ide atau konsep yang dikaitkan dengan ungkapan itu
dalam pikiran orang yang mengetahui ungkapan itu. Berarti, makna berada di dalam
benak atau pikiran manusia (dzihniyah), ketika sebuah kata didengar oleh pendengar
atau dipikirkan oleh pembicara.

Teori Behavioris mengatakan bahwa makna suatu ungkapan ialah rangsangan


(matsir) yang menimbulkanya, atau respon (istijab) yang ditimbulkanya, atau
kombinasi dari rangsangan dan respon, pada waktu pengungkapan kalimat itu.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami selesaikan dan kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari. Semoga
isi dari makalah ini dapat memeberi manfaat bagi para pembaca.

xx
DAFTAR PUSTAKA

http://www.qureta.com/post/memahami-konsep-tashawwur-dan-tashdiq diakses pada tangal


2 April 2020

Bustomi.Hanif. Teori Behaviorisme Dan Kontesktual (Kajian Semantik). jurnal diwan vol.5
edisi 10, desember 2013

‫ كلي ة اآلداب والعل وم اإلنس انية‬:‫ ج دة‬،‫ املعج ام والعلم الدالل ة‬،‫ه‬1428 ،‫س امل س ليمان اخلم اس‬

.‫جامعة امللك عبد العزيز‬

xxi
MAKALAH ILMU DALALAH

(TEORI KONTEKSTUAL)

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Dalalah

Dosen Pengampu :

N. Lalah Alawiyah, M.A.

Disusun oleh :

Andhika Khairi 11170120000016


Nabila Himmatina Zahra 11170120000019
Mutiara Hikmah 11170120000029

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020

xxii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari tentang makna. Objek kajian
semantik secara umum adalah bahasa atau simbol, sedangkan objek kajian secara umum
yaitu makna. Semantik memiliki arti luas dan arti sempit. Arti luas semantik semua hal
bermakna, sedangkan arti sempitnya semantik adalah studi makna tentang simbol bahasa.

Dalam memahami makna, membutuhkan beberapa teori, seperti teori referensial,


teori ideasional, teori berhavioral, teori kontekstual, teori medan makna dan teori analisis.
Makalah ini membahas tentang teori kontekstual beserta Konteks linguistik

2. Rumusan Masalah

a. Apa yang di maksud dengan teori kontekstual?

b. Apa saja macam-macam konteks?

xxiii
BAB II
PEMBAHASAN

TEORI KONTEKSTUAL

1. Pengertian Teori Kontekstual

Makna konteks dapat berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan
lingkungan penggunaan bahasa tersebut.1 Makna kontekstual muncul karena adanya
hubungan antara ujaran dengan situasi. Kata kontekstual sendiri berasal dari kata konteks
yang berarti bagian dari suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah
kejelasan makna suatu kata. Misalnya, kata amplop yang memiliki arti sampul surat.
Sedangkan jika kata amplop digunakan dalam kalimat tertentu, maka maknanya bisa
berubah, menjadi uang suap.

Konteks merupakan elemen (Jauhar) dari makna yang dimaksud dalam struktur teks
atau pembicaraan, sebab konteks tidak hanya memperhatikan kata dan kalimat saja, tapi
juga teks tertulis dan pembicaraan secara keseluruhan lewat hubungan antara kosakata-
kosakata dalam suatu konteks.

Dalam teori kontekstual makna berarti penggunaannya dalam bahasa, atau langkah-
langkah atau cara yang digunakan, atau peran yang dimainkan. Firth menjelaskan bahwa
makna tidak akan terlihat atau terungkap kecuali melalui penggunaannya dalam unit bahasa,
yaitu dengan menggunakannya dalam berbagai macam konteks. Firth berpendapat, sebagian
besar unit makna berdampingan dengan unit-unit lain. Makna unit ini tidak mungkin
digambarkan atau ditentukan kecuali dengan memperhatikan unit-unit lain. Karena itulah
studi makna tentang kata menuntut adanya analisis konteks yang menjadi acuan kata-kata
tersebut. Dengan demikian, makna kata bergantung ada macam-macam konteks tempat kata
itu berada. Dengan kata lain, makna kata bergantung pada peran kebahasaannya.

Makna juga dapat ditentukan oleh konteks pemakainya, baik berupa konteks sosial
maupun situasional, disesuaikan dengan pemunculan ujaran dalam pemakaian ataupun
tindak komunikasi. Kata selesai, misalnya, dapat mengandung makna berakhir, beres,
tuntas, tutup, dan sebagainya. Di antara sejumlah makna tersebut dapat ditentukan makna
sebenarnya setelah kata selesai terwujud dalam konteks pemakaian tertentu.

1
Farîd ‘Awadh Haidar, 2005; 56

xxiv
Teori ini bertujuan untuk mempelajari makna sesuai dengan pendekatan kontekstual.
Firth adalah pemimpin orientasi ini. Ia sangat mementingkan fungsi sosial bahasa, Firth
percaya bahwa sebuah arti kata hanya diungkapkan dengan menempatkannya dalam
konteks yang berbeda. Seperti halnya arti kata bagi Firth adalah penggunaan bahasa, atau
peran bahasa. Firth terkenal dengan masalah konteks pelajaran Barat modern, sementara itu
sarjana-sarjana Arab kuno menyadari pentingnya sebuah konteks, mereka merupakan
pelopor teori ini beberapa abad yang lalu sebelum Firth2

Hal ini diperkuat dengan kutipan dari buku karangan al-Dauri, Ia memaparkan
bahwa para ulama i’jaz telah mendahului para linguis modern tersebut dalam mengkaji teori
kontekstual. Mereka menyebutnya dengan istilah nazhariyyah al-nizham. Ulama yang
menggagas pemikiran ini adalah Abd al-Qahir al-Jurjani, peletak dasar ilmu balaghah dan
juga salah satu ulama pakar ilmu bahasa. Menurutnya, yang dimaksud al-Nizham adalah
menghubungkan kalim satu sama lain, dan menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi
sebagian yang lain.3

Konsep teori kontekstual (Nazhariyyah al-Siyâq) diprakarsai oleh Antopologi


Inggris Bronislaw Melinowski berdasarkan pengala- mannya ketika ia hendak
menerjemahkan kon- sep suku Trobriand yang diselidiki ke dalam bahasa Inggris. Ia tidak
dapat menerjemahkan kata demi kata atau kalimat antar dua bahasa. Itu sebabnya, ia
mengatakan: “the meaning of any utterance is what it does in some context of situation”. 4
J.R Firth dalam membuat pertimbangan terha- dap karya B. Malinowski mengatakan bahwa
yang mengemukakan teori konteks situasi ini mula-mula Philip Wegemer, lalu Sir Allan
Gardiner, dan kemudian dia sendiri. Ia mengatakan obyek studi bahasa ialah penggunaan
bahasa sehari-hari.

2. Tujuan Teori kontekstual

2
‫ م‬2005 - ‫ هـ‬1426 ‫ طا ۔‬، ‫ القاهرة‬، ‫ مكتبة اآلداب‬، 157 ‫ ص‬، ‫ فريد عوض‬، ‫ وفصول في علم الداللة‬، 68 ‫ ص‬، ‫مختار عمر‬
3
Al-Dauri, M.Y. Daqaiq al-Furuq al-Lughawiyyah fi al-Bayan al-Qurani. Fakultas Pendidikan Ibn
Rusyd Universitas Baghdad 2005
4
Jos Daniel Parera, Kajian linguistik umum historis komparatif dan tipologi struktural 1991; 75

xxv
Tujuan studi ini adalah memecahkan aspek-aspek bermakna bahasa sedemikian rupa
sehingga linguistik dan aspek nonlinguistik dapat dihubungkan nada korelasi. Makna
sebuah kata bergantung pada penggunaannya dalam kalimat. Teori semantik kontekstual
adalah teori semantik yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu saling berkaitan satu sama
lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karena itu
dalam menentukan makna, diperlukan adanya penentuan berbagai konteks yang
melingkupinya. Teori yang dikembang- kan oleh Wittgenstein ini menegaskan bahwa suatu
kata dipengaruhi oleh empat konteks, yaitu:

a. Konteks kebahasaan
b. Konteks emosional
c. Konteks situasi dan kondisi
d. Konteks sosio-kultural.

Menurut J.R. Firth, teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan
semantik bandingan antar bahasa. Makna sebuah kata terikat oleh lingkungan kultural dan
ekologis pemakai bahasa tertentu. Teori ini juga mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau
simbol tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks situasi. Singkatnya hubungan
makna itu bagi Firth, baru dapat ditentukan setelah masing-masing kata berada dalam
konteks pemakaian melalui beberapa tataran analisis, seperti leksikal, gramatikal, dan sosio-
kultural.5

Dalâ’il al-I’jâz menyatakan bahwasanya kata-kata tunggal (al-Alfâzh al- Mufradah)


tidak dibuat untuk diketahui maknanya secara mandiri (terlepas dari konteks), akan tetapi,
kata-kata tersebut tujuannya untuk disusun dan dirangkai satu sama lainnya sehingga dapat
diketahui manfaatnya. Hal senada juga di tegaskan oleh Wittgenstein dalam Manqûr ’Abd
al-Jalîl dalam pernyataannya : Jangan kamu mencari makna suatu kata, tapi carilah cara
bagaimana kata tersebut digunakan (dalam konteks). Maka oleh karena itu, tidak diragukan
lagi bahwa makna suatu kata hanya dapat di tentukan dari konteks yang melatari kata
tersebut. Seseorang tidak dapat mengklaim bahwa ia mengetahui makna kalimat tanpa
melihat dari konteksnya. Bahkan Ullmann lebih tegas lagi menyatakan bahwa kata-kata
tidak mempunyai makna sama-sekali kalau ia berada di luar konteks.

5
Samsul Bahri, 2016, “Peran Al-Siyâq (Konteks) Dalam Menentukan Makna” Ittihad Jurnal Kopertais
Wilayah XI Kalimantan Vol. 14 No.26, hlm. 86 dikutip dari
https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/ittihad/article/download/875/657 pada tanggal 06 April
2020 pukul 17.00 WIB.

xxvi
3. Macam-Macam Konteks

Di sini terlihat jelas bahwa makna kata (Dalâlah al-Kalimah) banyak dan berbilang
sesuai dengan bilangan dan macam-macam konteks yang menyartainya. Para linguis
membedakan konteks ke dalam empat macam:

1. konteks bahasa (al-Siyâq al-Lughawî)


2. konteks emosi (al-Siyâq al-’Âthifî)
3. Konteks situasi (Siyâq al-Mauqif)
4. konteks budaya (al- Siyâq al-Tsaqâfî).6

Namun di antara mereka ada juga yang membaginya menjadi dua bagian pokok, yaitu :

1. konteks bahasa (al-Siyâq al-Lughawî) atau (al-Siyâq al-Maqâli)


2. konteks non- bahasa (Siyâq ghair al-Lughawi) atau (al- Siyâq al-Maqâmi).

A. KONTEKS LINGUISTIK

Konteks bahasa adalah makna yang dihasilkan dari penggunaan kata dalam suatu
kalimat ketika tersusun dengan kata-kata lainnya yang menimbulkan makna khusus tertentu.
Makna dalam konteks berbeda dari makna yang ada dalam kamus, sebab makna kamus (al-
Ma’na al-Mu’jamî) sebagaimana telah dijelaskan di atas bermacam-macam dan
mengandung kemungkinan-kemungkinan, sedangkan makna dalam suatu konteks (al-
Siyâq) yang dihasilkan oleh konteks bahasa (al-Siyâq al-Lughawî) adalah makna tertentu
yang mempunyai batasan yang jelas yang tidak bermakna ganda. (Nasîm ‘Aun, 2005; 159).

Misalnya kata(‫ )عني‬dalam bahasa Arab, kata tersebut merupakan al-Musytarak al-Lafdzî,

akan tetapi ketika berada dalam konteks bahasa yang bebeda-beda maka akan terlihat
dengan jelas makna-makna yang dikandung- nya sesuai dengan konteks kata tersebut

berada. Setiap konteks yang ada di dalamnya kata (‫)عني‬ hanya akan mendatangkan satu

makna yang dapat dipahami bukan makna lain, sehingga dalam konteks tidak akan terjadi
kesamaan makna. Contohnya:

 ‫ عني الطفل تؤمله‬maksud kata (‫ )عني‬disini adalah mata untuk melihat.

6
Ahmad Mukhtâr ‘Umar , 1985 ; 69

xxvii
 ‫ يف اجلبل عني جارية‬disini kata(‫ )عني‬maksud adalah sumber mata air.

 ‫ هذا عني للعدو‬maksud kata (‫ )عني‬disini adalah mata-mata.

 ‫ذلك الرجل عني من األعيان‬ maksud kata (‫ )عني‬adalah pemimpin suatu kaum.

Kemudian misalnya juga kata (‫ )رأس‬dari segi makna leksikal (al-Ma’nâ al-Mu’jamî)

maksudnya adalah bagian tubuh dari leher ke atas, tapi setelalah kata tersebut dimasukan ke
dalam konteks, maka maknanya akan berubah. Contohnya:

‫ سال املاء من الرأس اجلبل‬.1

‫ أسافر يف رأس هذه السنة‬.2

‫ الكذب رأس كل خطيئة‬.3

‫ أنا حمتاج إىل رأس املال للتجارة‬.4

Kata (‫ )رأس‬pada tiap-tiap kalimat tersebut mempunyai arti yang berbeda-beda, pada

kalimat yang pertama artinya puncak, pada kalimat kedua artinya awal atau permulaan,
pada kalimat yang ketiga artinya pangkal, dan pada kalimat yang keempat artinya adalah
modal. Berdasarkan contoh- contoh di atas terlihat dengan jelas peran konteks dalam
menentukan makna kata. Makna leksikal bisa berubah-ubah dan tidak tetap. Makna leksikal
akan bersifat tetap dan tidak berubah apabila ia sudah berada di dalam konteks. Dari
paparan di atas, dapat disimpul bahwa konteks bahasa (al-Siyâq al-Lughawi) adalah konteks
yang menantukan makna kata dalam suatu kalimat melalui hubungannya dengan kata-kata
lainnya. Konteks bahasa memiliki empat unsur yang mana keseluruhan unsur-unsur tersebut
tidak dapat diabaikan untuk memahami makna, dan dalam waktu yang sama ia merupakan
langkah-langkah yang menyampaikan kepada makna yang dimaksud. Keempat unsur
tersebut adalah: sistem fonetik (al-Nizhâm al-Shauti), sistem morfologi (al-Nizhâm al-
Sharfi), sistem sintaksis (al-Nizhâm al-Nahwi), dan sistem leksikal (al-Nizhâm al-
Mu’jami).7

7
Samsul Bahri, Op.Cit. Hal. 92

xxviii
B. KONTEKS SITUASI
1. Pengertian Konteks Situasi
Firth mengemukakan teorinya tentang konteks situasi yang dipengaruhi oleh
pemikiran seorang antropolog bernama Bronslaw Malinowski (wafat 1943 M), lalu ia
mengadopsi ide-idenya. Konteks situasi dijadikan sebagai bentuk dasar ilmu semantik.
Karena istilah semantik identik dengan studi kontekstual. Tetapi Firth merasa bahwa
konteks situasi menurut Malinowski tidak memuaskan karena lebih cenderung ke arah
konteks linguistik secara tepat dan akurat. Malinowski dalam pandangannya melihat bahwa
apa yang disebut dengan konteks situasi adalah sebuah urutan peristiwa yang bersifat
aktual8. Sedangkan Firth, ia lebih suka melihat konteks situasi sebagai bagian dari alat
bahasa, seperti halnya kategori gramatikal yang ia gunakan9.
Konteks situasi yaitu makna yang berkaitan dengan waktu dan tempat berlangsungnya
suatu pembicaraan. Jadi, pada konteks ini sebuah ujaran dikaitkan dengan sebuah
pertanyaan kapan, di mana dan dalam situasi apa ujaran itu diucapkan. Tempat, waktu dan
kondisi memiliki pengaruh terhadap pemaknaan sebuah kalimat. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap hal ini menjadi penting, jika tidak demikian maka kemungkinan akan
terjadi misunderstanding antara penutur dengan pendengar. Hal ini dikemukakan oleh
Mustansyir (2001; 155) mengutip pendapat Wittgenstein yang menegaskan bahwa arti suatu
kata bergantung pada penggunaannya dalam kalimat. Artinya, kita bisa terjebak ke dalam
kerancuan bahasa manakala kita menjelaskan pengertian suatu kata dengan memisahkannya
dari situasi yang melingkupinya10.
Konteks situasi memaksa pembicara untuk lebih cerdas dan berhati-hati dalam
memilih kata-kata sesuai dengan situasi. Konteks inilah yang diisyaratkan oleh para linguis
Arab dahulu, yang terkenal oleh ahli balâghah dengan istilah al-Maqâm sehingga kata

maqâm ini menjadi sebuah perumpamaan yang terkenal: ( ‫مقام‬ ‫ )لكل مقال‬dan (‫لكل كلمة مع‬

‫)صاحبتها مقام‬. Dengan memperhatikan konteks, menjadikan seorang pembicara untuk tidak
menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan keadaan dan tempatnya. Misalnya

8
J. Sutomo, Konteks, Referensi, dan Makna: Kajian Semantik, Hlm. 28, dikutip dari
https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fbib1/article/view/3748 pada tanggal 06 April 2020 pukul
20.00 WIB
9
.‫ ص‬،‫ كلية اآلداب والعلوم اإلنسانية جامعة امللك عبد العزيز‬: ‫ جدة‬،‫ املعجم وعلم الداللة‬،‫ ه‬1428،‫سامل سليمان اخلماس‬
114-113
10
Samsul Bahri, Op.Cit, Hal. 93

xxix
penggunaan kata (‫ )يرحم‬ketika mendo’akan orang yang sedang bersin dengan mengatakan: (

‫ )يرمحك اهلل‬dimulai dengan fi’il, tapi ketika mendo’akan orang yang telah meninggal dunia,
maka dikatakan (‫يرمحك‬ ‫)اهلل‬ dimulai dengan isim. Kalimat yang pertama maknanya

permohonan rahmat di dunia, sedangkan kalimat yang kedua maksudnya permohonan


rahmat di akhirat. (Ahmad Mukhtâr ‘Umar, 1998; 71). (Ahmad Mukhtâr‘Umar, 1998; 72).

2. Unsur-unsur dalam Konteks Situasi


Unsur-unsur konteks situasi ini meliputi antara lain:11
a. Pembicara itu sendiri, yaitu: apakah ia pria atau wanita, apakah satu orang, dua, atau
berkelompok, apa agama, warga negara, stress suaranya, kedudukan sosialnya, dan sifat-
sifat yang membedakannya dari yang lain.
b. Pendengar, yaitu meliputi hubungannya dengan si pembicara, dari segi kekerabatan dan
persahabatan dengannya, responnya terhadap pembicara, di samping karakterkarakter dari
unsur pembicara yang telah disebutkan di atas.
c. Pokok pembicaraan, yaitu: dalam kondisi apa diucapkan, di mana dan kapan, bagaimana
diucapkan, apa yang melatarbelakangi pembicaraan tersebut, dan unsurunsur lain yang
mempengaruhi pada cara pengucapan pembicaraan, penyusunan struktur kalimat, makna,
dan tujuan dari pembicaraan tersebut.
d. Implikasi pembicaraan terhadap orangorang yang terlibat dalam pembicaraan tersebut,
apakah ia puas, tidak suka (menantang), tertawa, dan lain-lain. (Nihâd al-Mûsâ, 1980; 85-
87).
Dalam Kitab Mu’jam Wa Ilm ad-Dalalah, di antara unsur-unsur yang membentuk
konteks situasi bagi Orang Barat adalah:
1. Kepribadian pembicara dan pendengar serta komposisi budaya mereka, karakter orang-
orang yang menyaksikan perkataan itu (selain pembicara dan pendengar), dan tingkat
partisipasi mereka dalam pembicaraan.
2. Faktor sosial dan fenomena yang berkaitan dengan bahasa dan tata bahasa, seperti keadaan
cuaca, situasi politik, dan tempat bicara.
3. Pengaruh (sebuah pembicaraan) pada orang lain.

Jika konsep konteks situasi didasarkan pada unsur-unsur di atas, maka kita mendapati
orang-orang Arab dahulu juga merujuk pada jenis konteks ini, yaitu konteks situasi. Ibn Al-
11
Ibid

xxx
Qayyim tidak memberikan petunjuk dalam penanganan masalah ini, melainkan ia
mengingatkan unsur-unsur konteks situasi yang diperlukan dalam proses percakapan,
seperti pembicara dan pendengar dan efek dari pembicaraan. Hal itu menegaskan bahwa
maksud (pembicaraan) mengikuti maksud pembicara dan kemauannya dengan demikian,
dapat dikatakan : kata khusus dapat bergeser ke makna umum karena kehendak
(pembicara), makna umum bisa bergeser ke makna khusus karena kehendak pembicara
juga. Jika dipanggil untuk makan siang lalu dia berkata: Demi Tuhan, saya tidak memberi
makan, atau dikatakan padanya : “Tidurlah!” Dia berkata: Demi Tuhan, aku tidak tidur, atau
“Minumlah air ini!”, lalu dia berkata: Demi Tuhan, aku tidak minum. Ini semua adalah kata-
kata umum yang memiliki makna khusus karena kehendak pembicara. Seoraang Arif
berkata: Apa yang dia inginkan, dan secara lafadz maksudnya adalah: Apa yang dia
katakan, hal ini berdasarkan pemahaman. Yang dimaksudkan pemahaman ini adalah
berdasarkan maksud pembicara12.

Ibn Al-Qayyim berfokus pada hubungan antara maksud pembicara dan pemahaman
pendengar dengan bantuan pentujuk akal dan konteks situasi. Ia mengatakan: Barangsiapa
yang tahu maksud pembicara berdasarkan petunjuk harus mengikuti maksudnya, karena
istilah itu tidak berarti sesuai maksudnya, melainkan hanyalah petunjuk yang menduga
maksud pembicara. Jika maksud pembicara dapat diketahui dengan cara apa pun, berarti ia
telah bertindak sesuai, baik itu dengan isyarat, tulisan, tanda, petunjuk akal, konteks situasi,
atau kebiasaan tetap. Ibn al-Qayyim mengatakan: Jika dilakukan dengan sengaja, jelaslah
bahwa aturan ini tidak berlaku bagi orang yang tidur, orang yang lupa, orang yang mabuk,
orang yang bodoh, orang yang membenci, orang yang terlalu gembira, orang yang marah,
orang yang sakit, dan lainnya. Tidaklah kafir jika yang berkata adalah orang yang gembira
setelah merasa putus asa, termasuk (kalimat): Ya Tuhan, Kau adalah seorang budak, dan
saya adalah Tuanmu. Dengan demikian, penggunaan kalimat ini tidak dianggap
mempertimbangkan maksud dari pembicara dalam keadaan seperti ini13.

Dalam hal lain kemudian Ibnu Qayyim juga menginformasikan bahwasanya seorang
hakim adalah ahli hukum dan orang yang luas ilmunya dalam kebahasaan pada saat yang
sama. Ada banyak masalah-masalah hukum (yurisprudensi) yang membutuhkan intervensi
linguistik agar dapat berdiri pada pertimbangan yang tepat dalam hal yang dimaksudkan.
Karena, apabila seorang hakim asing dengan bukti-bukti, indikasi-indikasi atau tanda-tanda
12
‫سامل سليمان اخلماس‬, Op.Cit, hlm. 114
13
Ibid, hlm. 115

xxxi
(dalam sebuah kasus) maka keputusan yang akan diambil akan tidak sesuai dengan
keputusan yang seharusnya. Dan apabila seorang hakim tidak memahami indikasi, bukti,
tidak mengetahui buktinya secara jelas, bukti tidak aktual seperti yang ditetapkan dalam
hukum (yurisprudensi), maka ia akan kehilangan kebeneran-kebenaran atas yang lainnya.
Ibnu al-Qayyim menambahkan bahwasanya hal ini merupakan hal yang sangat serius, baik
itu terkait masalah hukum ataupun yang lainnya. Seseorang yang hanya memindahkan
semua nya dari buku tanpa mengetahui konteksnya, maka sama saja dia ilmuwan yang
bodoh yang merusak segala permasalahannya. Untuk zaman Nabi SAW, semua
permasalahan dipegang oleh baginda Nabi SAW sehingga tidak ada perdebatan tentang
apapun. Kemudian ketika masa imam dan khalifah, keputusan dari khalifah tersebut lebih
kuat sehingga mengalahkan bukti-bukti yang ada. Untuk masa yang sekarang, konteks
situasi sangat perlu untuk dipahami.

Berdasarkan uraian singkat diatas yang berasal dari karya Achmad Mukhtar Umar,
dapat dipahami bahwa konteks situasi sangat diperlukan terkhusus dalam bidang hukum.
Terlebih lagi masa sekarang kita tidak memiliki seseorang yang menjadi acuan untuk
menyelesaikan permasalahan hukum. Ternyata Ibn Al-Qayyim mengetahui gagasan
konteks, konteks situasi, dan semua jenis petunjuk, dan ia bekerja dengan gagasan ini di
bidang merancang peraturan hukum, berdasarkan dan mengakui pentingnya untuk berdiri
pada maksud dan tujuan dari para pembicara yang ada, dan bahwa gagasan petunjuk yang
ada saat ini merupakan petunjuk verbal dari gagasan pembicara. Dia telah, dan oleh karena
itu kedua Al-Qur'an membentuk teori kontekstual yang disebut Ibnu al-Qayyim untuk
memahami makna persatuan verbal, dan bahwa kita menemukannya bersinggungan dengan
konsep kontekstual yang dikemukakan oleh Firth dan para pengikutnya,

3. Contoh-contoh

Al-Amar (kalimat perintah) dalam kalimat berikut ini, ( ‫العب واهج ر ق راءة ال درس‬
contohnya, kadang-kadang perintah (amar) pada kalimat tersebut dimaksudkan untuk
mencela (al-Taubîh), untuk membimbing al-Irsyâd), atau untuk menakut-nakuti (al-Tahdîd)
sesuai dengan konteks dan kondisi lawan bicara (al-Mukhathâb). (Ali al-Jarim dan
Musthafa Usman, 2013; 258).

Konteks situasi (Siyâq al-Maqâm) ini mempunyai peran penting dalam menentukan
makna. Dalam hal ini, al-’Izz Ibn ’Abd al-Salam menyatakan bahwa Siyaq memberi

xxxii
petunjuk untuk menjelaskan kata-kata yang umum (al-Mujmalât), menguatkan kata-kata
yang mengandung kemungkinan-kemungkinan adanya makna yang bermacam-macam (al-
Muhtamalât), menguatkan kata-kata yang bermakna jelas (al-Wâdhihât), maka setiap sifat
yang terletak pada konteks pujian (Siyâq al-Madah) maka ia adalah pujian, walaupun
asalnya untuk celaan, dan setiap sifat yang terletak pada konteks celaan (Siyâq al-Zamm),
maka ia adalah celaan, walaupun asalnya dibuat untuk pujian. Seperti firman Allah Swt.

dalam surah al-Dukhan: ”ُ‫الع ِز ْي ُز ال َك ِر مي‬


َ ‫ت‬ َ ‫ ”ذُ ْق ِإن‬kata al-‘Azîz dan al-Karîm dalam ayat
َ ْ‫َّك َأن‬
tersebut artinya perkasa dan mulia, asalnya dibuat untuk menyatakan pujian, tapi karena ia
berada dalam konteks celaan (al-Tazlîl wa al-Tahqîr) maka ia mengandung makna celaan
(Ibn Qayyim: Bada’i al-Fawaid jilid 4; 9 – 10)14.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Samsul Bahri, Op.Cit, hlm. 94

xxxiii
Dalam teori kontekstual makna berarti penggunaannya dalam bahasa, atau langkah-
langkah atau cara yang digunakan, atau peran yang dimainkan. makna tidak akan terlihat atau
terungkap kecuali melalui penggunaannya dalam unit bahasa, yaitu dengan menggunakannya
dalam berbagai macam konteks. Makna juga dapat ditentukan oleh konteks pemakainya, baik
berupa konteks sosial maupun situasional, disesuaikan dengan pemunculan ujaran dalam
pemakaian ataupun tindak komunikasi. . Teori semantik kontekstual adalah teori semantik
yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu saling berkaitan satu sama lain di antara unit-
unitnya, dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Suatu kata, maknanya dapat
dipengaruhi oleh empat konteks yaitu: konteks kebahasaan, konteks emosional, konteks
situasi dan kondisi ,konteks sosio-kultural.

Kemudian, ada yang membagi menjadi dua bagian pokok yaitu konteks bahasa
(linguistik) dan konteks nonbahasa (situasi). Konteks linguistik adalah makna yang
dihasilkan dari penggunaan kata dalam suatu kalimat ketika tersusun dengan kata-kata
lainnya yang menimbulkan makna khusus tertentu sedangkan konteks situasi adalah makna
yang berkaitan dengan waktu dan tempat berlangsungnya suatu pembicaraan. Jadi, pada
konteks ini sebuah ujaran dikaitkan dengan sebuah pertanyaan kapan, di mana dan dalam
situasi apa ujaran itu diucapkan.

B. Saran

Penyusun makalah telah menyusun makalah ini dengan semaksimal mungkin. Namun
penyusun juga menyadari terdapat banyak kekeliruan dalam pembahasan maupun
penerjemahan sumber. Oleh karena itu, penyusun berharap kritikan dan masukan bagi para
pembaca agar dapat memperbaiki atau menyusun kembali makalah ini dengan baik, benar
dan sebagaimana mestinya.

xxxiv
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Samsul. 2016. “Peran Al-Siyâq (Konteks) Dalam Menentukan Makna” Ittihad Jurnal
Kopertais Wilayah XI Kalimantan Vol. 14 (26). Dikutip dari https://jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/ittihad/article/download/875/657 pada tanggal 06 April 2020.

J. Sutomo, Konteks, Referensi, dan Makna: Kajian Semantik, dikutip dari


https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fbib1/article/view/3748 pada tanggal 06 April
2020 .

‫ كلي ة اآلداب والعل وم اإلنس انية جامع ة املل ك عب د‬: ‫ ج دة‬،‫ املعجم وعلم الداللة‬،‫ ه‬1428،‫س امل س ليمان اخلم اس‬

‫العزيز‬

‫ القاهرة‬، ‫ مكتبة اآلداب‬، ‫ فريد عوض‬، ‫ وفصول في علم الداللة‬، ‫ م‬2005 - ‫ هـ‬1426 ‫ طا ۔‬، ‫ختار عمر‬

Haidar, Farîd ‘Awadh, ‘Ilm al-Dalâlah; Dirâsah Nazhariyyah wa Tathbîqiyyah,Kairo:


Maktabah al-Adab, cet. 1, 2005.

Sa’adah. (2011). Analisis Semantik Kontekstual Atas Penerjemahan Kata Arab Serapan
(Studi Kasus Kata Fitnah, Hikmah, dan Amanah) dalam Al-Quran dan Maknanya karya M.
Quraish Shihab

Al-Dauri, M.Y. (2005). Daqaiq al-Furuq al-Lughawiyyah fi al-Bayan al-Qurani. Fakultas


Pendidikan Ibn Rusyd Universitas Baghdad

Jos Daniel Parera (1991) Kajian linguistik umum historis komparatif dan tipologi structural

Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 14 No.26 Oktober 2016

Umar, Ahmad Mukhtâr. al-Bahats al-Lughawi ‘inda al-Arab, Kairo: Dâr Mishr li al-
Thabâah, 1985.

xxxv
MAKALAH ILMU DILALAH

(TEORI KOMPONEN SEMANTIK )

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Dalalah

Dosen Pengampu :

N. Lalah Alawiyah, M.A.

Disusun oleh :

Dwi Kurnia Ramadhan 11170120000004


Rahmawati Shiyami 11170120000006

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xxxvi
2020

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Secara garis besar elemen Bahasa terdiri dari dua macam, yakni elemen bentuk dan
elemen makna, atau lebih ringkasnya disebut bentuk dan makna. Bentuk adalah bagian fisik
tuturan. Bentuk dari tataran terendah sampai dengan tertinggi diwujudkan dengan bunyi, suku
kata, morfem, kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana. Sedangkan makna adalah konsep
abstrak pengalaman manusia, tetapi bukanlah pengalaman pengalaman orang per orang.
Secara kebahasaan bentuk merupakan wujud fisik tuturan, sedangkan makna merupakan
wujud nonfisik tuturan.
Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya
yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
oleh karena itu, penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan satu
tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur
yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak
sama. Hockett (1954) misalnya, salah seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa
adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan kebiasaan.

Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem
fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Subsistem
gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral . Tak jarang diantara kita memaknai
sebuah kata tanpa mengetahui apa medan makna dan komponen maknanya. Sebenarnya
setiap kata mempunyai komponen makna yang berbeda meskipun kata tersebut nerupakan
kata yang bersinonim.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Nazhariyat al-Mukawwinat al-Dalaliyah?
b. Apa kelemahan analisis komponen makna menggunakan pembagian biner?
c. Apa manfaat analisis komponen makna?
d. Bagaimana analisis komponen makna kata?

3. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui apa pengertian Nazhariyat al-Mukawwinat al-Dalaliyah
b. Untuk mengetahui apa kelemahan analisis komponen makna menggunakan
pembagian biner
c. Untuk mengetahui apa manfaat analisis komponen makna
d. Untuk mengetahui bagaimana analisis komponen makna kata

xxxvii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nazhariyat al-Mukawwinat al-Dalaliyah

Para ahli linguis modern memberikan istilah yang berbeda-beda dalam penyebutan
wihdatu al-dilaliyah. Terlihat dari beragam istilah yang mereka utarakan seiring dengan
perkembangan linguistik. Di antara mereka ada yang mengistilahkan wihdatu al-dilaliyah ini
dengan semantic unit. Pada dasarnya istilah inilah yang lebih identik dengan wihdatu
aldilaliyah yang ada pada lingistik Arab. Ada juga di antara mereka yang menyebutnya
dengan istilah sememe, untuk pertamakalinya dipakai dalam ilmu linguistik yang
dipopulerkan oleh Adolf Noreen seorang linguis asal Swedia pada tahun 1908. Pada tahun
1926 Blomfield, seorang linguis asal Amerika menggunakan istilah yang sama sepertri Adolf
Noreen dalam penamaan semantic unit yang dikenal sekarang ini.

Sama halnya seperti dalam pemberian istilah wihdatu al-dilaliyah, dalam pen-ta’rif-
annya pun para ahli tetap memberikan defenisi masing-masing. Sebagian ahli bahasa
mengatakan bahwa wihdatu al-dilaliyat itu adalah ‫ا لوحــدج الصــغرى للــو ٌعي‬, ada juga yang
mengatakan ‫تجوع هي الوالهح التوييسيح‬.

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature/al-mukawwinat ad-


dalaliyah) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa
unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.
Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang
membedakannya dengan unsur lain (Chaer, 2009:115). Pengertian komponen menurut
Palmer ialah keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen, yang antara
elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbeda-beda (Aminuddin, 2008: 128).
Teori komponen semantik memandang suatu makna kata secara umum dan satuan makna
yang kecil. Perbedaan satuan, macam-macam, dan wajah kata ini akan menghasilkan makna-
makna yang baru. Seperti kata ‫( عــانس‬jomblo) itu tersusun dari pandangan umum teori
semantik di atas yaitu ‫( حي‬makhluk hidup), ‫( إنسان‬manusia), ‫( أنثى‬wanita), ‫بالغ‬, dan ‫غير متزوج‬.15

Setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki
oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna), yabg
membentuk seluruh makna kata itu (Chaer, 2003: 318). Misalnya komponen makna Ayah dan
Ibu sebagai berikut:

Komponen Makna Ayah Ibu


1. Manusia + +
2. Dewasa + +
3. Jantan + -
4. Kawin + +

15
Salim Sulaiman al-Khummas, al-Mu’jam wa ‘Ilm ad-Dalalah, (Jeddah: Kulliyat al-Adab wa al-‘Ulum al-
Insaniyah Jami’ah Malik Abdul Aziz), 1428 H.

xxxviii
Berdasarkan contoh di atas, perbedaan makna ayah dan ibu hanyalah pada komponen
makna: ayah [+jantan] sedangkan ibu [-jantan]. Konsep analisis tersebut dinamakan analisis
biner yang bertujuan untuk memudahkan dalam membedakan makna dua buah atau lebih
kata atau konsep hanya dengan menggunakan tanda (+) dan (-). Selain itu analisis biner juga
digunakan untuk mencari perbedaan semantik kata-kata yang bersinonim dan menggolong-
golongkan kata atau unsur leksikal seperti pada teori medan makna16.

Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.

1. Ada pasangan kata yang satu di antaranya lebih bersifat netral atau umum sedangkan
yang lain bersifat khusus. Misalnya pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih
bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya, kata
siswi lebih bersifat khusus karena hanya mengenai “wanita” saja.
2. Ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin
tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar
dicari pasangannya adalah kata-kata yang berkenaan dengan warna. Contoh yang
pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri bukan hanya bisa dipertentangkan
dengan kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok, dan
berbaring.
3. Kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang
lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan
dewasa, mana yang bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa
juga dewasa sebab tidak ada alasan bagi kita untuk menyebutkan ciri jantan lebih
bersifat umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak
menyiratkan makna yang lain.
Dalam buku al-Mu’jam wa ‘Ilm Dalalah karya Salim Sulaiman al-Khummas
dijelaskan bahwa sumber/referensi teori (mashadir an-nazhariyat) ini sebenarnya jauh dari
ruang lingkup bahasa yang mungkin menginspirasi ide pengarang terkait unsur-unsur yang
kecil. Sumber pertama yang terjadi dalam gagasan ini adalah susunan/struktur molekul-
molekul kimiawi. Pengertian dari molekul-molekul ini adalah untuk menjelaskan susunan
kimiawi terhadapnya. Misalnya air yang mungkin definisinya secara kimiawi adalah suatu
komponen yang terdiri dari partikel-partikel dan unsur-unsur kimiawi, yaitu H 2O atau dari
terdiri dari dua partikel kimia yaitu Hidrogen dan Oksigen.

Akan tetapi beliau mengatakan sumber/referensi teori ini lebih dekat dengan metode
yang digunakan oleh ahli-ahli antropologi dalam menjelaskan alfaazh al-qarabah. Lafazh-
lafazh al-qarabah sangat banyak, seperti kata (‫ )أب‬dalam bahasa Arab kadang-kadang tidak
selalu sesuai dengan bahasa yang lain, karena perbedaan sistem struktur yang berhubungan
itu dianggap sebagai perbedaan makna. Perbedaan ini mendorong ahli-ahli antropologi untuk
menggunakan sistem cermat yang dibangun untuk menggabungkan komponen-komponen
semantik yang kecil terhadap lafazh-lafazh proporsi.
16
http://rika24-gerimis.blogspot.com/2011/09/komponen-semantik.html?m=1 diakses pada tanggal 16 April
2020 pukul 22.00

xxxix
B. Kelemahan Analisis Komponen Makna Menggunakan Pembagian Biner

Disamping memiliki beberapa manfaat, analisis komponen makna juga memiliki


keterbatasan. Analisis komponen makna tidak dapat diterapkan pada semua kata, karena
komponen makna kata berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang tindih. Analisis komponen
makna lebih banyak dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan pada
kelas kata verba, atau adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga dapat diberi ciri-ciri semantik.

Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian biner banyak


kelemahannya tetapi cara ini banyak manfaatnya untuk memahami makna kalimat. Para tata
bahasawan transfornasional juga telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap
analisis komponen makna ini menjadi meningkat. Analisis semantik kata yang dibuat seperti
di atas tentu banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna kalimat, tetapi
pembuatan daftar kosa kata dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara lengkap bukanlah
pekerjaan yang mudah sebab memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga
yang cukup besar.

C. Analisis Komponen Makna Kata

Adapun manfaat dari analisis komponen makna ini menurut ahli bahasa antara lain;

1. Digunakan untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain. Misalnya
kata ayah dan ibu dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya ciri jantan

Ciri Pembeda Ayah Ibu


Manusia + +
Dewasa + +
Kawin + +
Jantan + -

2. Perumusan di dalam kamus. Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S


Poerwodarminto mendefinisikan kata kuda sebagai “binatang menyusui yang berkuku
satu dan biasa dipiara orang untuk kendaraan”. Menurut Wunderlich dalam buku
Pateda, untuk mendefinisi sesuatu dapat digunakan definisi berdasarkan genus
proximum (mengacu kepada rincian secara umum) dan differentia specifica (mengacu
kepada spesifikasi sesuatu yang didefinisikan). Jadi ciri “binatang menyusui, berkuku
satu, dan biasa dipiara orang” adalah yang menjadi ciri umum dan ciri makna
“kendaraan” menjadi ciri khusus yang membedakannya dengan sapi dan kambing.

Ciri pembeda kuda sapi kambing

Menyusui + + +

Berkuku satu + + +

xl
Dipelihara + + +

Kendaraan + - -

3. Dapat digunakan untuk mencari perbedaan kata-kata yang bersinonim Kata-kata


bersinonim seperti kandang, pondok, rumah, istana, keraton, dan wisma. Kata tersebut
dianggap bersinonim dengan makna dasar “tempat tinggal”. Kata kandang dapat
dibedakan dari kelima kata lain berdasarkan ciri (+manusia) dan (-manusia).17
D. Analisis Komponen Makna Kata

Berkaitan dengan analisis komponen makna terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yakni:

1. Pembeda makna dan hubungan antar komponen makna


2. Langkah analisis komponen makna
3. Hambatan analisis komponen makna
4. Prosedur analisis komponen makna

Berikut adalah uraiannya;


1. pembeda makna dan hubungan antar komponen makna
Untuk dapat menganalisis komponen makna seseorang perlu mengetahui
hubunganhubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Komponen makna diperlukan untuk
mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna
kata.
2. langkah-langkah analisis komponen makna
Menganalisis komponen makna memerlukan langkah-langkah tertentu. Nida
menyebutkan enam langkah untuk menganalisis komponen makna.
a. menyeleksi sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen yang umum
dengan pengertian makna yang dipilih masih berada di dalam makna tersebut.
Misalnya, dalam kriteria marah terdapat leksem mendongkol, menggerutu, mencaci
maki, dan mengoceh.
b. mendaftar semua ciri spesifik yang dimiliki oleh rujukannya. Misalnya, untuk kata
ayah terdapat ciri spesifik: (+insan), (+jantan), dan (+kawin).
c. menentukan komponen yang dapat digunakan untuk kata yang lain. Misalnya, ciri
perempuan dapat digunakan untuk kata ibu, kakak perempuan, adik perempuan, bibi,
dan nenek.
d. menentukan komponen diagnostik yang dapat digunakan untuk setiap kata. Misalnya,
untuk kata ayah terdapat komponen diagnostik jantan.
e. mengecek data yang dilakukan pada langkah pertama.
f. mendeskripsikan komponen diagnostiknya, misalnya dalam bentuk matriks.

17
http://nurulrifkyhuba.wordpress.com. diakses pada tanggal 18 April 2020, pukul 14.20 WIB.

xli
Untuk menerapkan dan memaparkan komponen-komponen makna yang makna
tersebut dibedakan dengan sesuatu yang lain, maka wajib melakukan langkah-langkah
berikut:

a. kumpulan kata-kata yang ditandai oleh gabungan makna-makna yang sejenis dan
mengikuti dari beberapa komponen-komponen makna.
b. memilih kata yang spesifik, yaitu kata yang banyak maknanya secara umum di antara
dua kata yang dipilih.
c. spesifikasi dasar-dasar yang membagi sebagian kumpulan kata ini dan menjadikan
maknanya berbeda-beda.
d. spesifikasi komponen-komponen makna pada setiap kata sesuai dengan dasar-dasar
pembagian.

Sebagai contoh kata-kata: ‫( رجل‬laki-laki), ‫ بكر‬,‫ ثيب‬,‫ عـــانس‬,‫ عـــازب‬, ‫ بنت‬,‫ ولـــد‬, ‫امـــرأة‬,
semuanya itu mengikuti pada kata yang memiliki makna umum yaitu (+‫)إنسان‬. Dan semua
kata itu berbeda makna-maknanya. Secara umum dapat ditulis dasar-dasar yang penting pada
bidang ini, yaitu jenis kelamin, umur, dan status pernikahan.

3. hambatan analisis komponen


Makna Dalam menganalisis komponen makna, terdapat beberapa kesulitan atau
hambatan sebagai berikut;
a. Lambang yang didengar atau dibaca tidak diikuti dengan unsur-unsur suprasegmental
dan juga unsur-unsur ekstra linguistik.
b. Tiap kata atau leksem berbeda pengertiannya untuk setiap disiplin ilmu. Kata seperti
ini disebut istilah. Misalnya istilah kompetensi ada pada bidang linguistik, psikologi,
dan pendidikan. Meskipun istilah itu memiliki medan yang sama, tetapi pasti ada
perbedaan sesuai dengan disiplin ilmu tersebut.
c. Tiap kata atau leksem memiliki pemakaian yang berbeda-beda.
d. Leksem yang bersifat abstrak sulit untuk di deskripsikan. Misalnya: liberal, sistem.

xlii
e. Leksem yang bersifat dieksis dan fungsional sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: ini,
itu, dan, di.
f. Leksem-leksem yang bersifat umum sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: binatang,
burung, ikan, manusia.
Abdul Chaer menambahkan bahwa dari pengamatan terhadap data unsur-unsur
leksikal ada tiga hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan analisis komponen makna.

a. ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau umum
sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata mahasiswa dan
mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk
“pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya
mengenai “wanita”.
Demikian juga dalam bahasa arab bahkan dalam al-quran atau al-hadist ada
beberapa pasangan kata terjadi seperti pada kasus di atas misalnya kata ‫ الوسلويي‬pada
hadis ‫ طلة العلن فريضح علي كل هسلويي‬secara zahir kata muslimin pada dasarnya ditujukan
kepada kaum muslim laki-laki. Tetapi dalam bahasa Arab atau bahkan dalam al-quran
seruan dengan menggunakan kata muzakkar mencakup terhadap seluruh kaum
muslimin baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ketika seruan itu
menggunakan kata muannas maka seruan itu khusus hanya untuk mu’annas saja.
b. ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin
tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh kata atau
unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri
bukan hanya bisa dipertentangkan dengan kata duduk, tetapi dapat juga dengan kata
tiarap, rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
c. sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat
umum dan mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan (dewasa),
bisa bersifat umum (jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).18
4. prosedur analisis komponen makna
Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida (1975:64)
menyebutkan empat teknik dalam menganalisis komponen makna yakni penamaan,
parafrasis, pendefinisian dan pengklasifikasian (dalam Surayat, 2009:38).
a. Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan
arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya sedangkan arbitrer
berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke “benda yang
beratap, berdinding, berpintu, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat”.
Ada beberapa cara dalam proses penamaan, antara lain: (1) peniruan bunyi, (2)
penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan
tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan,
(9) penyebutan penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan.
b. Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem, misalnya:
18
Abdul Chair, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995),hal 118.

xliii
1. Paman dapat diparafrasis menjadi:
a. adik laki-laki ayah
b. adik laki-laki ibu

2. berjalan dapat dihubungkan dengan:


a. berdarmawisata b. berjalan-jalan
b. bertamasya d. makan angina
c. Pesiar
c. Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata dengan cara
menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Klasifikasi atau taksonomi merupakan
suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan sesuai dengan
pengalaman manusia. Klasifikasi dibedakan atas klasifikasi dikotomis yaitu klasifikasi yang
terdiri atas dua anggota kelas atau subkelas saja dan klasifikasi kompleks yaitu klasifikasi
yang memiliki lebih dari dua subkelas. d. Pendefinisian Pendefinisian adalah suatu proses
memberi pengertian pada sebuah kata dengan menyampaikan seperangkat ciri pada kata
tersebut supaya dapat dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan
tepat dan sesuai dengan konteks.19

BAB III

19
http://apgsastra.wordpress.com diakses pada tanggal 18 April 2020, pukul 14.00 WIB.

xliv
PENUTUP
1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu komponen makna ialah makna yang
dimiliki setiap kata yang terdiri atas sejumlah komponen yang berbentuk keseluruhan makana
kata itu. Kesesuaian semantik dan gramatis seorang penutur suatu bahasa dapat memahami
dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasi sebuah kalimat yang ada dalam
bahsanya itu, melainkan karna adanya unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik
dengan unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal lainnya.

1. Adapun manfaat dari analisis komponen makna ini menurut ahli bahasa antara lain:
Digunakan untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain
2. Perumusan di dalam kamus
3. Dapat digunakan untuk mencari perbedaan kata-kata yang bersinonim

DAFTAR PUSTAKA
xlv
Salim Sulaiman al-Khummas, al-Mu’jam wa ‘Ilm ad-Dalalah, Jeddah: Kulliyat al-Adab wa
al-„Ulum al-Insaniyah Jami‟ah Malik Abdul Aziz, 1428 H.

http://rika24-gerimis.blogspot.com/2011/09/komponen-semantik.html?m=1 diakses pada


tanggal 16 April 2020.

http://nurulrifkyhuba.wordpress.com. diakses pada tanggal 18 April 2020.

Abdul Chair, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

http://apgsastra.wordpress.com diakses pada tanggal 18 April 2020.

TEORI MEDAN MAKNA

xlvi
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah “Ilmu Ad-dhilalah”

Dosen Pengampu : N.Lalah Alawiyah, M.A

Kelompok V

Ellia Roza 11170120000002

Maulana Iqbal Izzul Haq 11170120000013

Husein Hafidz 11180120000059

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

xlvii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ad-dhilalah dengan tema “Teori
Medan Makna”. Dalam makalah ini akan disajikan materi yang diharapkan dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca.

Penyusun sangat sadar makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun
sangat terbuka bagi kritikan dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya,
penyusun mohon maaf atas segala kekurangannya dan mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak yang telah membantu, terkhusus kepada Ibuk N.Lalah Alawiyah, M.A sebagai
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Ad-dhilalah di Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
kelas 6A yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Batagak, 15 April 2020

Penyusun

xlviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Semantik merupakan cabang ilmu yang mengkaji makna yang berkaitan
dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal (chaer). Salah satu aspek yang
termasuk kedalam semantik adalah medan makna dan komponen makna. Untuk
memahami bahwa pembendaharaan kata dalam suatu bahasa memiliki medan
makna, yaitu suatu bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan
bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan
direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan,
memahami bahwa setiap kata atau unsur leksikal suatu bahasa terdiri atas satu
atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna
unsur leksikal tersebut, memahami bahwa diantara kata atau unsur leksikal yang
satu dengan kata atau unsur leksikal lainnya terdapat kecocokan atau kesesuaian
ciri-ciri semantik. Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tertentu yang maknanya saling
berkaitan atau berdekatan karena sama-sama berada dalam satu bidang kegiatan
atau keilmuan. Tetapi disamping itu setiap kata atau leksem dapat juga dianalisis
maknanya atas komponen-komponen makna tertentu sehingga akan tampak
perbedaan dan persamaan makna antara kata yang satu dengan kata yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan teori medan makna ?
2. Bagaimanakah teori Saussure dan gagasan bidangnya ?
3. Bagaimanakah teori Trier dan Field Theory ?
4. Bagaimanakah Kajian beberapa Bidang warna ?
5. Bagaimanakah Kamus Bidang Semantic ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mengetahui maksud dari teori medan makna
2. Mahasiswa mengetahui teori Saussure dan gagasan bidangnya ?
3. Mahasiswa mengetahui teori Trier dan Field Theory ?
4. Mahasiswa mengetahui Kajian beberapa Bidang warna ?
5. Mahasiswa mengetahui Kamus Bidang Semantic ?

49
50
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Medan Makna

Teori medan makna merupakan teori kajian bahasa yang berfokus pada keberadaan
hubungan makna suatu kata dengan sejumlah kata lain, sehingga membentuk kelompok
kata yang berada dalam satu medan makna tertentu. Teori medan makna pada dasarnya
bukanlah metode pengajaran bahasa, melainkan suatu teori kajian bahasa, khususnya
makna.
Wedhawati (1999) mengemukakan bahwa istilah medan makna atau medan leksikal
dan ranah makna merupakan padanan konsep wordfield yang dikemukakan oleh Trier
(1931) atau semantic field oleh Lounsbury (1956) atau lexical field oleh Coseriu (1967),
Lehrer (1974), dan Lyons (1977), atau semantic domain oleh Nida (1975). Sebagai
padanan dari istilah tersebut, dalam bahasa Arab digunakan istilah al-haql ad-dilaly atau
dalam bentuk jamak alhuqul ad-dilaliyah (Abdulalim, 2007 dan Al-Khuly, 2000), atau
juga madarat al-makna (Furaihat, 2007).
Medan Makna merupakan wilayah keterkaitan antara suatu kata dengan kata yang
lain. Abdulalim (2007) mengemukakan bahwa kata-kata dalam suatu bahasa saling
terkait dalam suatu hubungan semantik, misalnya antonimi, sinonim, dan homonimi.
Dijelaskan bahwa istilah medan makna mengacu kepada sejumlah kata yang memiliki
hubungan semantik umum yang memayunginya. Kata-kata yang memiliki hubungan
makna tersebut dapat dikelompokkan dalam satu medan makna tertentu yang berbeda
dan terpisah dari medan makna lain.
Yang dikemukakan Abdulalim di atas sama dengan pernyataan Wedhawati (1999)
yang mengutip de Saussure bahwa setiap butir leksikal terlibat dalam jaringan asosiasi
yang menghubungkannya dengan butir leksikal yang lain berdasarkan kesamaan
maknanya. Pendefinisian Abdulalim juga sama dengan yang dikemukakan Umar (1982)
bahwa medan makna merupakan seperangkat atau kumpulan kata yang maknanya saling
berkaitan.20

20
Imam Asrori, “Mengadopsi Teori Medan Makna Menjadi Metode Pengajaran Bahasa Arab Di Era
Poistmetode”, 2540-9417, Universitas Negri Malang:2016, hlm.156-157

51
Dalam teori ini ditegaskan, bahwa agar kita memahami makna suatu kata, maka kita
harus memahami pula sekumpulan kosa kata yang maknanya saling berhubungan
(Umar,1982). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Kridalaksana (1984), bahwa
medan makna merupakan domain semantik. Ia merupakan bagian dari sistem bahasa
yang menggambarkn bagian dari bidang kehidupan atau relaitas dalam alam semesta
tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Contoh : nama warna membentuk medan makna tertentu, begitu pula
nama perabot rumah tangga, peristilahan penerbangan, dll.21
Abdulalim (2007) mengemukakan beberapa contoh medan makna, misalnya kata
abu ‗ayah‘, umm ‗ibu‘, amm ‗paman‘, khaal ‗bibi;, jadd ‗kakek‘, jaddah ‗nenek;,
zaujah ‗istri‘, ibn ‗anak‘, akh kabiir ‗kakak‘, dan akh shaghiir ‗adik‘ merupakan
katakata yang memiliki makna kekerabatan. Contoh lain, kata-kata yasytariy
‗membeli‘, yabii’ ‗menjual‘, yasta’iir ‗meminjam‘, yaqtaridh ‗menghutang‘, yurhin
‗menggandaikan‘, ya`khudz ‗mengambil‘, yu’thiy ‗memberi‘, yastaurid ‗mengimpor',
yushdir ‗mengekspor‘, yursil ‗mengirim‘, dan yastalim ‗menerima‘ merupakan
katakata dalam medan makna perdagangan.
Chaer (2002) menghubungkan istilah medan makna dengan istilah kekerabatan
dalam bahasa Indonesia, misalnya anak, cucu, cicit, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, dan
lainnya. Dalam bahasa Arab, kata alwan ‗warna‘ misalnya mempunyai sederetan kata
yang maknanya berhubungan, yaitu ahmar ‗merah‘, aswad ‗hitam‘, azraq ‗biru‘,
abyadh ‗putih‘ dan lainnya. Kata alwan dan semua anggotanya tersebut tentu juga
berkaitan dengan setiap kata lain yang acuannya memiliki warna tertentu, misalnya laut
dengan warna biru, papan tulis dengan warna putih atau hitam, berbagai bunga dengan
aneka warnanya.
Kata-kata yang menjadi anggota kata warna memiliki jarak hubungan yang sangat
dekat dengan kata warna itu sendiri. Sebaliknya, dengan kata-kata yang acuannya
memiliki warna tertentu memiliki jarak hubungan yang agak jauh. Dapat dikatakan
bahwa kata putih, hitam, merah, hijau, dll hubungannya dengan kata warna berada
dalam ring satu, adapun kata laut, bunga, baju, dll hubungannya dengan kata warna
berada dalam ring dua.

21
Moh Ainin dan Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab, (Surabaya:Hilal Pustaka, 2008), hlm.106-107

52
Suatu medan makna mungkin memiliki anggota yang relatif terbatas, sebaliknya
medan makna yang lain memiliki anggota yang lebih luas. Hal itu karena dimungkinkan
adanya hubungan antara suatu medan makna dengan medan makna lainnya, baik
hubungan kesejajaran maupun kecakupan. Dalam hal ini, Abdulalim (2007)
menjelaskan bahwa dalam bahasa terdapat medan makna khusus profesi, olah raga, atau
juga pengajaran. Ketiga medan makna tersebut dapat dicakup ke dalam medan makna
yang lebih besar, yaitu kegiatan manusia.22
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat dilihat hubungannya melalui
tinjauan/relasi sintagmatik dan paradigmatik. Sintagmatik adalah hubungan linier antara
unsur-unsur bahasa dalam tataran tertentu. Hubungan itu dikatakan hubungan in
prasentia (Kridalaksana, 1984). Istilah lain dari sintagmatik adalah kolokasi. Kata
kolokasi berasal dari bahasa latin colloco yang berarti ada di tempat yang sama dengan
dengan menunjukkan hubungan kepada hubungan sintagmatik. Artinya, kata-kata
tersebut berada dalam satu kolokasi atau satu tempat atau lingkungan. Contoh, tiang
layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu digulung ombak, dan
tenggelam beserta isinya. Kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak, dan tenggelam
merupakan kata-kata dalam satu kolokasi. Kolokasi berarti asosiasi hubungan makna
kata yang satu dengan yang lain yang maing-masingnya memiliki hubungan ciri yang
relative tetap, misalnya kata pandangan berhubungan dengan mata, bibir sengan
senyum, serta kata menyalak memiliki hubungan dengan anjing.
Sementara itu, yang dimaksud hubungan paradigmatik adalah hubungan antar
unsur-unsur bahasa yang dalam tataran terntu dengan unsur-usnsur lain diluar tataran itu
yang dapat dipertukarkan, misal dalam kalimat Kami bermain bola antara kami dengan
orang itu, saya, dsb. Dan antara bermain dengan menyepak, mengambil, dsb. Hubungan
antar unsur-unsur itu dikatakan hubungan in absentia. Dalam hal ini, Amiruddin
memberikan contoh kalimat Menjelang pagi perut saya lapar sekali, untung ada
( ---------------- )
Garis dalam kurung itu dapat diiisi roti, nasi, tempe goreng, tahu, dsb. Kata-kata
tersebut dan sekian lagi kata yang lainnya dapat diisikan di dalamya karena kata-kata
tersebut menunjuk referen “dapat dimakan” sehingga mampu menanggulangi lapar.
Istlah lain yang semakna dengan hubungan paradigmatik ini adalah golongan set. Yakni
22
Imam Asrori, “Mengadopsi Teori Medan Makna Menjadi Metode Pengajaran Bahasa Arab Di Era
Poistmetode”, 2540-9417, Universitas Negri Malang:2016, hlm. 157

53
kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam satu set dapat saling menggantikan .
selanjutnya (Chaer,2002) menegaskan bahwa suatu set biasanya berupa kelompok unsur
leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan.
Dalam nahasa Arab, hubungan paradigmatik dapat kita lihat pada kalimat
berikut :
‫ يأكل أحمد الرز‬.2 ‫يأكل أحمد الرز‬ .1
‫الخبز‬ ‫نأكل‬
‫الموز‬ ‫أكل‬
‫التفاحة‬
‫ يأخذ أحمد زين العارف كرة القدم‬.4 ‫يشرب زيد أحمد‬ .3
) ‫ يرمي‬،‫ يرفس‬،‫( يشتري‬ ‫يأخذ‬

Teori medan makna yang dikemukakan oleh Trier memiliki kelemahan. Salah
satu kelemahan teori ini adalah tidak adanya upaya bagaimana mengidentifikasi ciri
atau fitur atau komponen makna butir-butir leksikal dalam sebuah medan leksikal. Suatu
cara mengidentifikasi atau memerikan makna bahasa adalah dengan melakukan analisis
komponensial.23
B. Saussure dan gagasan bidangnya

Akar teoretis bidang semantik adalah karena de Saussure dan teori strukturalnya,
yang menyatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda-tanda integral yang membatasi satu
sama lain dan dari mana ia memperoleh nilainya. Ini diwakili oleh unsur-unsur sistem
suara, morfologis dan tata bahasa, serta leksikal. Berkenaan dengan yang terakhir
antara de Saussure, alasan mengapa kata bahasa Inggris daging kambing berbeda dari
daging kambing “dari kata Perancis moutton” adalah domba betina. Adapun bahasa
Inggris, itu berbagi kata domba hidup dan kambing menjadi terbatas pada kambing.
Adapun Perancis, itu menguntungkan keduanya.

‫الفرنسية‬ ‫اإلنجليزية‬
Mouton Mutton
Sheep

C. Trier dan Field Theory

23
Moh Ainin dan Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab, (Surabaya:Hilal Pustaka, 2008), hlm.109-110

54
Kembali ke German Trier untuk menguraikan teori lapangan semantik dan
menghasilkan teori terintegrasi. Teori ini menyajikan sejumlah pernyataan penting

• Kamus MEPI berisi kelompok konsep yang terkait erat yang diwakili oleh kelompok
kosakata. Kelompok-kelompok konseptual ini berkisar dari yang paling umum ke yang
paling spesifik, dan makna kata-kata dalam setiap bidang ditentukan dan ditentukan
berdasarkan apa kosa kata lain yang mereka bagi di bidang tersebut.

• Setiap bidang semantik terdiri dari dua komponen:

Yang pertama: konsep saya (Bidang Konseptual).

Yang kedua: Bidang Leksikal mencakup area yang pertama

‫مالبس‬ ‫آنية‬ ‫قرابة‬ ‫حقول مفهومية‬


‫ثوب‬ ‫قدر‬ ‫أب‬ ‫مفردات معجمية‬
‫معطف‬ ‫صحن‬ ‫جد‬
‫رداء‬ ‫كأس‬ ‫أخ‬
‫إزار‬ ‫بادية‬ ‫أخت‬
‫حذاء‬ ‫طاسة‬ ‫عام‬
‫عمامة‬ ‫زير‬ ‫خال‬
‫حقل معجمي‬ ‫حقل معجمي‬ ‫حقل معجمي‬ ‫حقول معجمية‬

• Bidang konseptual berbeda dari bidang leksikal, karena yang pertama diberikan dari
satu zaman ke zaman dan dari satu bahasa ke bahasa lain mereka membawa dua istilah
leksikal yang berbeda. Perbandingan ini dalam bahasa Arab Al-Fathi: Ham, Hama,
"kerabat suami dan melankolis, dan Hannah," kerabat istri.

‫اختالف احلقل املعجمي من لغة على أخرى‬

‫اإلجنليزية‬ ‫العربية‬
‫مجع‬ ‫مثىن‬ ‫مفرد‬ ‫احلقل املفهومي‬ ‫مجع‬ ‫مثىن‬ ‫مفرد‬ ‫احلقل املفهومي‬
We I ‫مذكر‬ ‫حنن متكلم‬ ‫أنا‬ ‫مذكر‬ ‫متكلم‬
‫مؤنث‬ ‫مؤنث‬
You ‫مذكر‬ ‫أنتم خماطب‬ ‫أنتما‬ ‫أنت‬
َ ‫مذكر‬ ‫خماطب‬
‫مؤنث‬ ‫أننت‬ ِ
‫أنت‬ ‫مؤنث‬
ّ
They He ‫مذكر‬ ‫هم غائب‬ ‫مها‬ ‫هو‬ ‫مذكر‬ ‫غائب‬
She ‫مؤنث‬ ‫هن‬ ‫مها‬ ‫هي‬ ‫مؤنث‬
ّ

55
‫تغري احلقل العجمي من عصر على آخر‬

‫أقرباء الزوجةأقرباء الزوجة‬


‫أقرباء الزوج‬ ‫اجلنس الزوج‬
‫أقرباء‬
‫خنت‬ ‫حم‬ ‫حم‬ ‫مذكر‬
‫ختنة‬ ‫حم‬ ‫حم‬ ‫مؤنث‬

‫مقارنة مفردات اإلخوة في المالوية والربية والهنغارية‬

‫المالوية‬ ‫العربية‬ ‫الهنغارية‬ ‫العمر‬ ‫الجنس‬


Saudara ‫أخ‬ Batya ‫األخ األكبلر‬ ‫مذكر‬
Öcs ‫األخ األصغر‬
‫أخت‬ Néne ‫األخت الكبرى‬ ‫مؤنث‬
Hug ‫األخت الصغرى‬

‫) نظام أسماء القرابة في لغة‬Hawaii( )‫هوائي (جزيرة في المحيط الهادي‬

Terlihat dalam Sistem Nama Pulau Hawaii (sekitar) bahwa ayah, paman dan paman
disebut masing-masing. Masing-masing saudara laki-laki, keponakan laki-laki, paman,
bibi, paman dan bibi disebut Rag), dan rekan-rekan perempuan mereka disebut (saudara
perempuan) dan sistem ini adalah sistem kekerabatan yang paling sederhana.
Bandingkan sistem ini dengan sistem membaca nama-nama dalam bahasa Arab, yang
kami temukan lebih rumit dan terperinci

 Dan bidang semantik terdiri dari sekelompok makna atau kata-kata yang
dibedakan dengan adanya elemen atau fitur semantik yang sama, dan dengan
cara ini kata tersebut mendapatkan maknanya dalam hubungannya dengan kata-
kata lain, sehingga makna kosa kata penghargaan tidak dipahami. Estimator:
sangat baik, baik, dapat diterima, kecuali jika dibandingkan satu sama lain

56
 Kosakata di lapangan telah membersihkan area masing-masing, dan semakin
sedikit saya memiliki lebih banyak ruang dengan masing-masing.
 Setiap bahasa memiliki sistem dan sejumlah kosakata praktis. Bidang
konseptual: Bandingkan bidang kata ganti terpisah dalam bahasa Arab dan
Inggris.
 Kata-kata di dalam satu bidang tidak berstatus sama karena salah satu
karakteristik paling penting dari bidang tersebut adalah bahwa mereka dibagi
menjadi beberapa bagian atau kategori, dan setiap bidang berisi grup yang
menjadi miliknya, lalu masuk di bawah setiap bagian, bagian yang lebih kecil
bercabang dengan mata besar.
 Dan ada kata-kata atau konsep dasar yang menjadi pusat pelupa bidang semantik
dan marginal lainnya, dan karakteristik kata kunci yang artinya tidak diambil
dari saya dengan kata lain, karena warna Arab: putih, hitam, merah, hijau,
kuning, biru sangat penting karena tidak diambil dari nama lain, sementara abu-
abu Coklat dan oranye tidak penting, rasa sakit diambil dari kata-kata alpine,
abu dan oranye
 dari bidang semantik yang berbeda, dan tempat itu telah membebaskan mereka
sesuai dengan bidang dan minat manusia yang berbeda. Demikian juga, ukuran
bahan leksikal di lapangan bervariasi sesuai dengan budaya dan usia.Sebagai
contoh, bidang domba dalam bahasa Arab klasik klasik setelah sangat Saham,
sedangkan volume kehamilan dalam bahasa Jepang atau bahasa Eskimo tidakIni
hanya berisi satu kata yang dipinjam, sedangkan bidang es dan es di Eskimo
adalah salah satu bidang yang paling leksikal secara verbal, tidak seperti
ukurannya dalam bahasa Arab yang sangat kecil.
 Ada beberapa jurang yang dalam tentang asumsi bahwa ada kerangka kerja
umum dasar dari persepsi dan konsep di antara bahasa manusia, karena semua
bahasa memiliki sejumlah persepsi yang dapat disebut klasifikasi dan konsep
semantik global seperti "hidup", "tidak hidup", "rasa" dan moral dan saya dan
Manusia dan bukan manusia ", yang merupakan metode yang diterapkan dalam
analisis makna formatif

D. Kajian beberapa Bidang warna

57
Bidang warna adalah salah satu bidang leksikal yang dengan jelas menunjukkan
bahwa fenomena bidang yang berbeda kemudian makna kata-kata berubah dari zaman
ke zaman. Dalam satu bahasa, atau perubahanna dari satu bahasa ke bahasa lain, fakta
linguistik dijelaskan oleh sifat kelompok kosa kata bidang semantik. Melihat warna
spektrum yang muncul dari prisma kaca atau yang terlihat pada pelangi tidak melihat
titik-titik pemisahan antara warna yang berbeda, tetapi melihat gradasi warna yang
berkelanjutan. Tetapi bahasa manusia yang membagi bidang konseptual ini, masing-
masing sesuai dengan lingkungan dan kebutuhannya, dan ada tiga dasar penting untuk
membagi bidang waktu: gradasi warna, (merah-jingga-kuning), tingkat kejenuhan.dan
Setiap bahasa juga membagi setiap ruang dengan pembagian yang berbeda, beberapa di
antaranya dibedakan dengan kata-kata dan beberapa tidak. Misalnya, bahasa Inggris
membedakan warna berdasarkan perbedaan jumlah cahaya, seperti: merah - pink (merah
muda) atau coklat - oranye dan mereka menganggapnya sebagai warna independen,
tetapi mereka tidak menganggap warna biru muda dan biru tua sebagai dua warna yang
independen, sedangkan orang Rusia Mereka memisahkanya dengan dua kata yang
berbeda: di sini biru tua dan goluboi (biru muda).

Ada pula bahasa yang membuat kata hijau dan biru menjadi satu kalimat seperti
Rusia, Cina, dan Jepang, sementara di temukan juga dalam beberapa bahasa yang
menjadikan dua warna itu berbeda , seperti bahasa Arab dan Inggris.

Warna dalam teori Berlin & Kay Berlin

Barr Wayne dan Kay telah mempelajari warna dalam banyak bahasa dan mereka
telah menemukan bahwa ada sejumlah warna dasar dan diatur dalam bentuk hirarkis.
Studi mereka menunjukkan bahwa bahasa berbeda,di dalam jumlah apa yang ditandai
oleh bahasa mereka. Dimulai dalam dua hingga tujuh warna, sebagai berikut

58
tabel ini dapat menjelaskan, bahwa apabila terdiri dari dua lahfaz warna, maka ia akan
menjadi hitam dan putih, apabila terdiri dari tiga lahfaz warna, maka ia akan menjadi
putih, hitam, merah, dan sebagainya. Di antara bahasa-bahasa yang ditemukan hanya
dua warna yang itu adalah bahasa wilayah Jale Guyana Baru yang itu hanya
menjelaskan dua kata untuk warna-warna:

holo "putih

sing “hitam

". Dan bahasa yang terdiri dari tiga lahfaz warna, yang merupakan salah satu bahasa
Bantu di Afrika:

Ii” Hitam

pupu " putih

nyian " merah

E. Kamus Bidang Semantic

Ilmu pengetahuan dan klasifikasi pengetahuan serta teori bidang semantik


memperingatkan para filsuf dan ahli bahasa tentang pengembangan kamus yang disusun
sesuai dengan makna dan konsep semantik

Kamus semantik dan bidang semantik di Barat

Roget Roger untuk kosakata bahasa Inggris: Roger melihat bahwa kamus harus
disusun Menurut peraturan kosakata dari pikiran manusia, yang tidak dikategorikan

59
menurut urutan abjadnya, tetapi menurut pengaturan susunannya dan konseptualnya,
kamus Roger yang lahir telah memengaruhi dua gagasan

(۱) dalam teori pengetahuan pada abad ketujuh belas: pembentukan bahasa yang ideal
untuk mengatur pengetahuan

(۲) Wiknis dan balkiniz membahas di dalam pembagian dalam ilmu pengetahuan:

Hubungan pelepasan. Kata kerja. Visualisasi logis. Jenis makhluk hidup dan non-
hidup. Hubungan fisik antara anggota dalam keluarga dan masyarakat.

Kamus Wartburg & Haling Wartburg, yang dibangun berdasarkan klasifikasi


semantik dan dideskripsikan secara meluas, telah mengklasifikasikan susunana menjadi
tiga konsep utama: a) dunia (b) manusia (c) manusia dan dunia. Masing-masing
mencakup sejumlah bidang konseptual,yang berakhir dengan klasifikasi kosakata ke
dalam sepuluh bidang semantik seperti berikut ini

kamus topik (bidang semantic) di antara orang-orang Arab.

Orang Barat Arab telah mendahului dalam gagasan mengatur kosa kata linguistik
dalam bentuk bidang leksikal. Sebaliknya, awal pengumpulan materi linguistik adalah
dalam bentuk gambaran pesan, yang masing-masing memantau kosa kata bidang
tertentu. Di antara pesan-pesan bahasa itu ialah:

buku rusa, buku kuda, buku ciptaan manusia, buku serangga, buku botani, buku
tanaman. Dan sebelum pembentukan kamus Arab di bentuk dalam bentuk fonem atau
kamus alfabet, dan setelah itu, sejumlah kamus disusun sesuai dengan kriteria muncul
arti kata: al-Gharib, diklasifikasikan oleh Abu Ubaid, Al-Munjid milik Kira'a,Mabadiul
Lughoh( prinsip-prinsip bahasa) milik Iskafi,fiqih Lughoh(fikih Bahasa) milik Salabiy,
BIdayatul Mutalfiz Wa Nihayatul Mutalafiz (Awal bertutur dan Akhir dalam bertutur)
milik Ibnu Ajdabiy. Pengkhususanya milik ibnu Sayyidah, dan Ifsohuh Fi Fiqhi Lughoh
( kefasihan dalam fikih bahasa)

Keanehan yang digolongkan Oleh Abu Ubaid (wafat. 224 ‫)ت‬

60
Kamus bahasa Arab pertama yang disusun sesuai dengan maknanya, penulisnya selama
empat puluh tahun dalam koleksi dan klasifikasi. Di antara dua topiknya:

Buku penciptaan manusia, buku wanita, buku pakaian, buku makanan, buku penyakit,
buku pot, buku pohon dan tanaman, buku unta, buku domba Bidang semantik. Dia
membagi materinya ke dalam area utama berikut: anggota tubuh manusia, hewan,
burung, lengan, langit, bumi,

Kamus Milik Kra’am Naml (wafat. 310‫) ت‬

di mana penulisnya menangani dua masalah:

(a) pencarian bersama secara verbal di berbagai (b) bidang semantik.

Ia membagi materinya menjadi beberapa kasus utama berikut:

Organ tubuh manusia, hewan, Burung, senjata, langit, bumi

Prinsip-prinsip Bahasa Milik Iskafiyyi (wafat. 321‫) ت‬

dan itu dapat dibagi menjadi bagian utama yang itu sebagai berikut:

1 - Alam: Surga, Planet, Waktu, Musim. . . Dll

2- Perangkat keras: pakaian, peralatan makanan, peralatan

3- Hewan: kuda, unta, serangga, monster, burung. Tumbuhan dan pohon-pohon

Pengkhususannya Milik Ibn Sayyidah (wafat 458)

adalah kamus bahasa Arab terbesar dan paling komprehensif yang diklasifikasikan
menurut makna dan bidang. Ibn Saydah membaginya menjadi buku-buku yang
didistribusikan di antara tujuh belas buku, diringkas oleh Karim Hisam ad-Din di dalam
bidang semantic yang itu sebagai berikut:

1 - Manusia: karakteristiknya, tenggorokannya, penyakitnya dan konsekuensinya.

2- Hewan: kuda, rusa, serangga

3- Surga dan Iklim: Surga, Hujan, Tebing, Matahari, Bintang

4 - Bumi: menanam: pohon, gunung, lembah.

5 - Perangkat Keras: logam, peralatan, pakaian, makanan, perumahan.24

24
‫ ه‬1428 ،‫ كلية اآلدب والعلوم اإلنسانية جامعة الملك عبد العزيز‬: ‫جدة‬،‫ المعجم وعلم الداللة‬،‫سالم سليمان الخامس‬

61
62
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori medan makna merupakan teori kajian bahasa yang berfokus pada keberadaan
hubungan makna suatu kata dengan sejumlah kata lain, sehingga membentuk kelompok
kata yang berada dalam satu medan makna tertentu.
Dalam teori ini ditegaskan, bahwa agar kita memahami makna suatu kata, maka kita
harus memahami pula sekumpulan kosa kata yang maknanya saling berhubungan
(Umar,1982). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Kridalaksana (1984), bahwa
medan makna merupakan domain semantik. Ia merupakan bagian dari sistem bahasa
yang menggambarkn bagian dari bidang kehidupan atau relaitas dalam alam semesta
tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Contoh : nama warna membentuk medan makna tertentu, begitu pula
nama perabot rumah tangga, peristilahan penerbangan, dll.
Abdulalim (2007) mengemukakan beberapa contoh medan makna, misalnya kata
abu ‗ayah‘, umm ‗ibu‘, amm ‗paman‘, khaal ‗bibi;, jadd ‗kakek‘, jaddah ‗nenek;,
zaujah ‗istri‘, ibn ‗anak‘, akh kabiir ‗kakak‘, dan akh shaghiir ‗adik‘ merupakan
katakata yang memiliki makna kekerabatan. Contoh lain, kata-kata yasytariy
‗membeli‘, yabii’ ‗menjual‘, yasta’iir ‗meminjam‘, yaqtaridh ‗menghutang‘, yurhin
‗menggandaikan‘, ya`khudz ‗mengambil‘, yu’thiy ‗memberi‘, yastaurid ‗mengimpor',
yushdir ‗mengekspor‘, yursil ‗mengirim‘, dan yastalim ‗menerima‘ merupakan
katakata dalam medan makna perdagangan.

63
DAFTAR PUSTAKA

Asrori ,Imam. “Mengadopsi Teori Medan Makna Menjadi Metode Pengajaran Bahasa
Arab Di Era Poistmetode”201( 2540-9417, Universitas Negri Malang)
Ainin ,Moh dan Imam Asrori.Semantik Bahasa Arab.2008. (Surabaya:Hilal Pustaka)
‫ ه‬1428 ،‫ كلية اآلدب والعلوم اإلنسانية جامعةـ الملك عبد العزيز‬: ‫جدة‬،‫ـ المعجم وعلم الداللة‬،‫سالم سليمان الخامس‬

64
MAKALAH

‘ILM AD DILALAH

(JENIS-JENIS MAKNA)

Dosen Pengampu:

N Lalah Alawiyah, M.A.

Disusun oleh:

Safira Amalia Agustin 11170120000005


Amalia Amanah 11170120000007
Ahmad Badry 11170120000025

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

BAB I

65
PENDAHULUAN

D. Latar belakang

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Bahasa
merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap
perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis
dan dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna.
Semantik merupakan salah satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang


(sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama
Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang
digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik
dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai
ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa:
fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).

Bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa merupakan satu
tataran linguistik. Semantik dengan objeknya yaitu makna, berada di seluruh atau
disemua tataran yang bangun-membangun ini : makna berada didalam tataran fonologi,
morfologi dan sintaksis. Semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun
satuan lain yang lebih besar, melainkan unsur yang berada pada semua tataran itu,
meski sifat kehadiranya pada tiap tataran itu tidak sama.

E. Rumusan Masalah
3. Apa pengertian hakikat makna?
4. Apa saja jenis makna?

F. Tujuan
3. Mengetahui pengertian hakikat makna.
4. Mengetahui jenis-jenis makna.

66
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Makna

Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang


makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79)
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.
Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna
adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam Kamus Linguistik, pengertian
makna dijabarkan menjadi:

1) Maksud pembicara;
2) Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;
3) Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara
ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
4) Cara menggunakan lambang-lambang bahasa (Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure,


makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-
linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1)
yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan
(Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya
tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang
mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-
fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri
dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-
bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang
merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).

Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu
bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada

67
jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa
Inggris separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti
‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.

Di dalam penggunaannya dalam penuturan yang nyata makna kata atau leksem
seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya
dan juga dari acuannya. Contohya: Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya. Oeh karena
itu, banyak pakar mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata
apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.

B. Jenis-jenis Makna
 Jenis-jenis Makna Menurut Abdul Chaer
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
a. Makna Leksikal

Makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indra
kita, makna apa adanya dan makna yang ada dalam kamus. Maksud makna dalam
kamus adalah makna dasar atau makna yang konkret. Misalnya kata “kuda”
memiliki makna sejenis binatang.

b. Makna Gramatikal

Perbedaan dari makna leksikal dan makna gramatikal yaitu, makna leksikal
adalah makna dasar/makna dari kata perkata, sedangkan makna gramatikal adalah
makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat.
Misalnya kata “kuda” bermakna leksikal binatang, sedangkan makna gramatikalnya
bisa menjadi alat transportasi atau sejenisnya. Contoh, saya berangkat ke pasar
dengan kuda.

2. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial


a. Makna Referensial

68
Makna referensial yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu maka kata
tersebut disebut kata bermakna referensial. Misalnya kata meja dan kursi termasuk
kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut meja dan kursi.

b. Makna Nonreferensial

Makna nonreferensial adalah sebuah kata yang tidak mempunyai referen


(acuan). Seperti kata preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya. Dalam hal ini
kata preposisi dan konjungsi serta kata tugas lainnya hanya memiliki fungsi atau
tugas tapi tidak memiliki makna. Contohnya kata dan, atau, karena dan lainnya.
Kata-kata tersebut tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata.

 Jenis-jenis Makna Menurut Ahmad Mukhtar Umar:

Ahmad Muhktar ‘Umar telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam


lima jenis di antaranya sebagai berikut:

1. Makna Dasar/Asasi (‫)المعنى األساسى‬. Makna ini sering disebut juga sebagai makna
awal (‫األولى‬ ‫)المعنى‬, atau makna utama (‫المركزى‬ ‫)المعنى‬, makna gambaran (‫التصور‬ ‫المعنى‬
‫)ى‬, atau makna pemahaman/conceptual meaning (‫المفهومى‬ ‫)المعنى‬, dan makna kognitif
(‫اإلدراكي‬ ‫)المعنى‬. Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Contohnya
kata “wanita” memiliki makna konseptual “manusia, bukan laki-laki, baligh
(dewasa)”.
2. Makna Tambahan (‫التضمني‬ ‫أو‬ ‫الثانوي‬ ‫أو‬ ‫العرضي‬ ‫أو‬ ‫اإلضافي‬ ‫)المعنى‬, yaitu makna yang ada
di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari
makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan
waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata “wanita” yang memiliki makna dasar “manusia, bukan lelaki, dan
dewasa”. Namun selain itu, kata wanita juga memiliki makna tambahan, berupa sifat
yang tidak terukur dan terpengaruh zaman dan adat budaya masyarakat. Namun
kadangkala makna tambahan yang muncul itu bertentangan dengan karakteristik
yang muncul pada benak orang lain. Misalnya  jika kata “wanita” dimaknai oleh
sebuah kelompok dengan “makhluk yang pandai memasak dan suka berdandan”,
maka inilah makna tambahan yang keluar dari kata “wanita” tersebut. Atau

69
jika “wanita” dimaknai dengan “makhluk yang lembut perasaannya, moody, dan
lebih mengedepankan perasaan”. Kedua makna tambahan ini tidak berlaku tetap
sebagai makna tambahan dari kata “wanita” karena makna tambahan ini sifatnya
terbuka atau tidak tetap, bergantung pada zaman, budaya, dan hal lainnya yang
dapat memengaruhi makna kata.

3. Makna Gaya Bahasa/Style (‫اإلســـلوبي‬ ‫)المعـــنى‬, yaitu makna yang lahir karena


penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa sastra,
bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa
menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa
sastra sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr,
khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Seperti pada penggunaan kata daddy dan father. Keduanya bermakna sama yaitu
orang tua laki-laki, namun pada kenyataannya terdapat perbedaan dalam
penggunaannya.  Kata daddy digunakan untuk panggilan hangat kepada sang ayah,
sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah.
Begitu pula kata-kata berikut yang menunjukkan arti ayah.
digunakan pada kalangan aristokrat : ‫داد‬
sastrawan/fusha : ‫ والدي‬/ ‫الوالد‬
amiyah kelas atas‘ : ‫ بابي‬/ ‫بابا‬
amiyah santai‘ : ‫ أبا‬/ ‫أبويا‬

4. Makna individual (‫النفسي‬ ‫ )المعنى‬atau makna subjektif, yaitu makna yang terkandung


dalam ucapan seorang individu. Karenanya, ini merupakan makna yang bersifat
individual atau makna yang hanya terikat pada si pembicara saja, tidak dapat
dibedakan dengan keumuman.
Secara jelas makna ini muncul pada ucapan seseorang, karangan para sastrawan, dan
puisi para penyair.
5. Makna sugesti (‫اإليحائي‬ ‫)المعنى‬, yaitu jenis makna yang berkaitan dengan kata yang
memiliki nilai khusus dalam sugesti manusia. Dalam makna ini memiliki tiga
pengaruh di antaranya sebagai berikut:

70
 Pengaruh suara (fonetis), contohnya seperti suara-suara hewan yang menunjuk
langsung pada hewan itu.
 Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan.
Contohnya ‫ بسمله‬singkatan dari ‫الرحيم‬ ‫الرحمن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬.
 Pengaruh makna sugesti yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.
Umumnya ini muncul dalam hal yang bersifat negative. Semisal dalam
mengungkap tempat membuang hajat, maka manusia cenderung memperhalus
ungkapan tersebut dengan menggunakan kata lain, toilet misalnya.

71
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau
makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu bidang
linguistik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah
beragam. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi:

1) maksud pembicara;
2) pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;
3) hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara
ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

Pada kajian semantik ini kita dapat mengetahui tentang hakikat makna, jenis-
jenis makna (makna leksikal, makna gramatikal dan kontekstual, makna referensial dan
nonreferensial, makna konotatif dan denotatif, makna istilah dan makna kata, makna
konseptual dan asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa, makna konotatif, makna
stilistika, makna afektif, makna kolokatif, makna spesifik, dan makna tematikal).

72
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/31/jenis-jenis-makna-dan-
perubahannya/
https://dimasyuniantoherbowo.blogspot.co.id/search?q=jenis+makna

73
HUBUNGAN SEMANTIK

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Ilm Dalalah

Dosen Pengampu: N. Lala Alawiyah, M.A

Disusun Oleh:

Annisa Hanin Larenzi 11170120000011

Azizah Nurvia Gusiar 11170120000012

Insan Taufiq Rahman 11170120000021

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020

74
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
serta hidayahnya kepada kita semua sehingga makalah ini mampu kita selesaikan tepat
waktu. Sholawat serta salam kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah menjadi suri teladan yang baik untuk kita semua, yang
telah memberikan perubahan besar pada kehidupan manusia di bumi ini.

Tentunya kami tidak bisa menyelesaikan makalah ini dengan sendirian, maka
dengan itu saya sangat berterima kasih kepada kedua orang tua kami yang selalu
memberikan dukungan baik moral maupun material serta yang paling penting adalah
doa dan restunya yang senantiasa kami harapkan. Kepada dosen mata kuliah Ilm
Dalalahyaitu bapak: N. Lala Alawiyah, M.A yang selalu memberikan pengarahan,
penjelasan, serta ilmu pengetahuan kepada kami selaku mahasiswa. Dan kepada Pihak
Perpustakaan Utama UIN Saryif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan kesempatan kepada kami khususnya
kami pribadi, untuk mencari berbagai sumber-sumber referensi yang sangat kami
butuhkan dalam pembuatan makalah ini. Serta kepada teman-teman sekalian yang telah
memberi banyak dukungan kepada kami.

Dalam menulis makalah ini, penulis sangat berusaha sebaik mungkin untuk
dapat menyusun dan memahami materi-materi ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan dan masih membutuhkan masukan-masukan dari
para pembaca. Atas segala kekurangan yang ada di makalah ini kami penulis memohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Ciputat, 10 Mei 2020

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................................i
BAB 1..........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................3
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................4
D. Manfaat...........................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................5
A. Hubungan Semantik.......................................................................................................5
1. Monosemi (‫)الدال ذو المدلول الواحد‬..................................................................................5
2. Hiponim (‫)اإلستمال أو التضمن‬..........................................................................................5
3. Sinonim (‫)الترادف‬..........................................................................................................6
4. Polisemi (‫)تعدد المعنى‬.....................................................................................................7
5. Homonim ( ‫)المشترك اللفظ‬..............................................................................................8
6. Antonim (‫)التضاد‬...........................................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................10
PENUTUP.................................................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
B. Saran.............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11

102
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran
makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna
atau teori arti ( Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia
dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata
semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ynag
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya,
(Chaer, 1995 :2).

Semantik memiliki peran penting bagi linguistik khususnya berkaitan dengan


makna. Ilmu semantik terdapat beberapa hal yang perlu dikaji terutama terletak pada
makna suatu kata. Beranggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka
semantik merupakan bagian dari linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Kata semantik diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa fonologi,
gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).

Para linguis Arab mengatakan bahwa antara lafaz dan makna memiliki keterkaitan
atau hubungan yang kuat, tetapi bukan seperti yang digambarkan dalam arti hubungan
thabi’iyyah. Sedang hubungan yang dimaksud mereka itu adalah hubungan biasa (bersifat
sementara) antara lafaz dengan makna. Hubungan ini disebut juga dengan hubungan
makna ‫العالقات الداللية‬

Berbagai teori tentang semantik yang berhubungan dengan makna, maka dapat
diungkapkan bahwa setiap kata itu mempunyai makna atau arti yang berbeda-beda.
Tinjauan semantik dalam pengkajian makna meliputi hiponim, monosemi, sinonim,
antonim, polisemi dan homonim. Dalam pemakaian bahasa, ternyata tidak sedikit bentuk
kata yang memiliki hubungan. Hal ini dapat dilihat, baik pada cara pengucapan,
penulisan, maupun dalam bentuk pemaknaan.

Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian hubungan
sematik, monosemi, hiponimi, sinonim, polisemi, homonim serta antonim. Dengan
demikian diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang pengertian hubungan sematik,
monosemi, hiponimi, sinonim, polisemi, homonim serta antonim, serta dapat menambah
pengetahuan para pembaca mengenai studi semantik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hubungan semantik?
2. Bagaimanakah monosemi, hiponim, sinonim, polisemi, homonim dan antonim itu?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui hubungan semantik
2. Mengetahui monosemi, hiponim, sinonim, polisemi, homonim dan antonim
103
D. Manfaat

Adapun manfaat pembuatan makalah ini diantaranya :

1. Untuk pembaca; a) sebagai wawasan baru dalam pembelajaran bahasa Arab


khususnya di kalangan pendidik, b) sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran
bahasa Arab
2. Untuk penulis; a) sebagai pengetahuan yang berguna untuk menjadi pendidik yang
profesional saat melakukan pembelajaran bahasa Arab

104
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan Semantik

Hubungan Semantik adalah istilah modern yang cakupannya adalah hubungan


antara kata-kata dalam banyak hal, seperti tandem, asosiasi, kontras, dan sebagainya.
Istilah ini dihasilkan dari studi bidang semantik, karena ternyata makna kata hanya
terbukti melalui hubungannya dengan kata-kata lain dalam bidang yang menjadi
tempatnya. Kajian seperti ini tidak serta merta muncul pada abad modern saja, karena
linguis-linguis klasik Arab pun sudah mengkajinya sejak lama. Selain sinonim, antonim,
dan homonim, mereka juga menambahkan perbedaan kata-kata yang umum kepada yang
khusus dan sebaliknya. Namun demikian pada abad modern kajian kebahasaan terus
dikembangkan dengan banyak objek seputar lafaz dan makna, seperti monosemi (‫الدال ذو‬
‫ )المــدلول الواحد‬, hiponim (‫)اإلســتمال أو التضــمن‬, sinonim (‫)الــترادف‬, polisemi (‫ )تعــدد المعــنى‬,
homonim (‫)المشترك اللفظ‬, dan antonim (‫)التضاد‬.25
Hal terpenting yang diajarkan dalam linguistik dari hubungan-hubungan ini adalah
sebagai berikut:

1. Monosemi (‫)الدال ذو المدلول الواحد‬

Monosemi adalah lafadz yang paling banyak ditemukan dalam bahasa, yaitu satu
lafadz yang menunjukkan pada satu makna/arti. Contohnya: ‫تفّاح‬ (apel), ‫أرض‬  (bumi), ‫قمر‬
(bulan), ‫شمس‬  (matahari) dan lafadz lain yang maknanya hanya menunjukkan pada satu
objek.

2. Hiponim (‫)اإلستمال أو التضمن‬

Hipernim adalah kata-kata yang maknanya melingkupi makna kata-kata yang


lain.Contoh : Kata “ binatang” melingkupi makna kata-kata seperti, singa, kuda,sapi,
kambing, dan lain sebagainya. Sedangkan Hiponim adalah kata yang maknanya termasuk
didalam makna kata atau ungkapan lain.  Contoh : Kata “singa” termasuk didalam makna
“binatang”, makna kata merah termasuk didalam makna kata “warna” dan sebagainya.
Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota
dari kata hipernim.

3. Sinonim (‫)الترادف‬

25
Ardinal, Eva. "Konsep Hubungan Lafaz Dan Makna (Sebuah Kajian Epistimologis)." Tarbawi:
Jurnal Ilmu Pendidikan Vol.1 No.1,2016, Hal 14.
105
Sinonim ( ‫الرتادف‬  ) atau yang diistilahkan dengan al-taraduf menurut Amil Badi’
Yakub adalah beberapa kata yang berbeda tapi mempunyai makna yang sama atau
sejumlah kata yang memiliki kesatuan dalam makna.

Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki
arti atau pengertian yang sama atau hampir sama pada umumnya sebuah kata dapat
ditentukan dari konteks kalimatnya. Sinonim ini biasa disebut dengan padanan kata atau
persamaan kata.

Sinonim merupakan kata-kata yang mempunyai bentuk berbeda, misalnya


pelafalan dan tulisan, namun kata-kata tersebut sebenarnya mempunyai makna yang sama
atau mirip. Sedangkan secara semantic sinonim dapat didefinisikan sebagai ungkapan
(bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan
ungkapan lain.

Menurut Fromkin dan Rodman sinonim adalah beberapa kata yang mempunyai
kemiripan makna tapi bunyi pelafalannya (sound) berbeda,.Moeliono menyebutkan gejala
kemiripan makna (sinonim) disebabkan oleh sekurang-kurangnya beberapa hal berikut:

Pertama : Kemiripan makna yang disebabkan oleh perbedaan dialek.

Kedua : Kemiripan makna yang muncul dengan laras bahasa yang berbeda.
Ketiga, sinonim yang berasal dari jangka dan masa yang berbeda.

 Berikut akan disajikan beberapa contoh sinonim dalam bahasa Arab :


1) Kemiripan makna yang disebabkan oleh perbedaan dialek :
i. Khalaqa (menciptakan) bersinonim dengan shana‘a (membuat)
ii. Dukkân (kedai) yang bersinonim dengan hanut (warung)
iii. Badan (badan) yang bersinonim dengan jasad (jasad)

2) Kemiripan makna yang muncul dengan bahasa yang berbeda :


i. Zaujah (istri) yang bersinonim dengan tsawiyyah (bini)
ii. Jima‘ (bersetubuh) yang bersinonim dengan mulamasah (berhubungan badan)=
iii. Mâta (mati) yang bersinonim dengan tuwuffiya (wafat)

3) Kemiripan makna berasal dari jangka dan masa yang berbeda :


i. Maqha (tempat minum kopi) yang bersinonimdengan qahfii (kafe)
ii. Bilath (keraton) yang bersinonim dengan qashr (istana)
iii. Katib (pencatat) yang bersinonim dengan sikritir (sekretaris)

Abdul Chaer menjelaskan menjelaskan bahwa sinonim adalah hubungan semantik


(ilmu bahasa yang mempelajari tentang arti atau makna) yang menyatakan kesamaan
makna antara satu satuan ujaran dengan ujaran yang lain.

 Berikut adalah contoh kata-kata umum dengan sinonimnya dan contoh kalimat
yang bersinonim.
Contoh 1 :

106
i. Bertemu = berjumpa
Kemarin malam aku bertemu dengan Vita di acara Sekaten
Kemarin malam aku berjumpa dengan Vita di acara Sekaten

ii. Hewan = Binatang


Ikan Paus merupakan salah satu hewan terbesar di dunia
Ikan Paus merupakan salah satu binatang terbesar di dunia

iii. Bahagia = senang


Hal yang membuatku merasa bahagia adalah ketika bertemu denganmu
Hal yang membuatku merasa senang adalah ketika bertemu denganmu

Contoh 2 :
Perhatikan kalimat berikut ini!

Dalam kecelakaan bus lima orang tewas. Kakeknya meninggal akibat serangan


jantung. kucingnya mati ditabrak mobil.

Kata berhuruf tebal dalam kalimat di atas memiliki arti sama dengan kata-kata berikut:

1. Kecelakaan = Peristiwa /kejadiaan


2. Akibat         = sebab /penyebab terjadinya
3. mati            = Tidak bernyawa
4. meninggal   = Wafat

4. Polisemi (‫)تعدد المعنى‬

Polisemi adalah bentuk bahasa (kata atau frase) yang mempunyai makna lebih
dari satu. Polisemi terjadi akibat pergeseran makna, sehingga mempunyai hubungan
antara semua makna kata itu. Tanda atau lambang dalam Bahasa dapat bermakna banyak.
Polisemi adalah kata-kata yang mengandung makna lebih dari satu, tetapi makna itu
masih berhubungan dengan makan dasarnya.

Contoh Polisemi :

1. Saya masih punya hubungan darah dengan keluarga Bu Rani.


(darah=kesaudaraan)
2. Tubuhnya berlumuran darah setelah kepalanya terbentur tiang listrik. (darah=yang
berada dalam tubuh)

Perhatikan kata darah pada kalimat 1 berarti keluarga (makna konotasi),


sedangkan darah pada kalimat 2 berarti zat merah dalam tubuh kita (makna denotasi)

 Kepala berdarah kena pecahan kaca


 Kepala sekolah itu ibu saya, kepala kantor itu bibi saya

Dari contoh diatas maka kepala  memiliki arti bagian tubuh manusia, dapat berarti
(sesuatu yang berada di atas,  tubuh manusia sesuatu yang berbentuk bulat), sedangkan
Kepala sekolah berarti (atasan, dan ketua atau pemimpin).

107
 Berikut faktor penyebab terjadinya polisemi antara lain sebagai berikut:

1. Pergeseran pemakaian Polisemi dapat terbentuk karena adanya pergeseran makna


dalam pemakaian bahasa
2. Penafsiran atas pasangan berhomonim Polisemi yang terbentuk karena mengalami
penafsiran kembali dengan kata-kata berhomonim
3. Kecepatan melafalkan kata
4. Faktor gramatikal
5. Faktor leksikal
6. Faktor pengaruh Bahasa asing
7. Faktor pemakaian Bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata
8. Faktor Bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik
perubahan bentuk maupun perubahan makna.

5. Homonim ( ‫)المشترك اللفظ‬

Menurut Ramadhan Abdul Tawwab,26 homonim adalah satu kata sama yang
mempunyai makna yang berbeda-beda. Menurut Matthews Homonim berasal dari kata
homo dan kata nim, homo sedikitnya mempunyai dua makna. Pertama, homo yang
berasal dari bahasa latin yang bermakna ‘manusia’. Kedua, homo yang berasal dari
bahasa Yunani yang bermakna ‘sama’. Dalam kasus ini, homo yang terdapat dalam
homonim berasal dari bahasa Yunani. Sementara nim (-nym) sendiri merupakan
combining form yang mempunyai makna ‘nama’ atau ‘kata’. Jadi, homonim adalah
beberapa kata yang mempunyai kesamaan bentuk dan pelafalan tetapi maknanya
berbeda. Homonim dalam bahasa Arab banyak sekali dapat ditemukan. Ambil contoh
kata ‫ إستوى‬yang dalam bahasa Arab mempunyai makna lebih dari 15 arti.

Berikut contoh homonim dalam bahasa Arab:

a) Kata ‫ ضــرب‬mempunyai artî (1) berdenyut; (2) mengepung; (3) memikat; (4)
menembak; (5) memukul; (6) menyengat; (7) cenderung; (8) menentukan; (9)
mengetuk. Semua kata dharaba yang mempunyai sedikitnya 9 arti ini semuanya
dilafalkan dan berbentuk sama.
b) Kata ّ ‫ تول‬mempunyai artî (1) berkuasa; (2) menaruh perhatian; (3) mengendalikan
diri; (4) mengerjakan; (5) mengemudikan; (6) memimpin. Semua kata ّ ‫ تول‬yang
mempunyai sedikitnya 6 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk sama.
c) Kata ‫ رشد‬mempunyai artî (1) dewasa; (2) sadar; (3) petunjuk; (4) rasio. Semua
kata ‫ رشد‬yang mempunyai sedikitnya 4 arti ini semuanya dilafalkan dan
berbentuk sama.
d) Kata ‫ قبض‬mempunyai artî (1) menekan; (2) mengembalikan; (3) mengerutkan: (4)
menyempitkan; (5) melepaskan; (6) meninggalkan; (7) bersegera. Semua kata
qabadha yang mempunyai sedikitnya 7 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk
sama.

6. Antonim (‫)التضاد‬

26
Ramadhan Abdul Tawwab, Fushul fi Fiqhul Lughah, hal. 324
108
Antonim adalah relasi antar makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau
bertentangan. Contoh, bencicinta, panas-dingin, timur-barat, suami-istri, dan sebagainya.
Bila dibandingkan dengan sinonim, maka antonim merupakan gejala yang wajar dalam
bahasa.27

Muhammad Ghalim menyebutkan dalam bukunya pendapat Ibn al-Anbariy


tentang perluasan makna dalam tadhad. Seperti kata ‫ صريم‬yang berarti sebagian malam
dengan berkembangnya waktu menjadi sebagian waktu siang. Perluasan makna ini juga
terjadi dalam alQur’an, pendapat ini dikemukakan oleh Abu Hatim alSajastaniy, penulis
buku al-Dhad, yaitu kata ‫ ظن‬yang berarti ‫ يقينا‬kemudian ...(: ‫شكا انها لكبيرة إال على الخاشعين‬
‫ )الذين يظنون‬ayat ini bermakna pujian orang yang ragu-ragu (‫ )الشاكين‬ketika bertemu dengan
rabb-Nya dan makna sebenarnya adalah yakin ( ‫)يستيقنون‬.28

27
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia, 2005), hal. 34-40
28
Muhammad Ghalim, al-Taulid alDalaliy fi al-Balaghah wa al-Mu’jam, (Maroko: al-Tubaqa li al-Nasyr,
1987), hal. 5
109
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Para linguis Arab mengatakan bahwa antara lafaz dan makna memiliki keterkaitan
atau hubungan yang kuat, tetapi bukan seperti yang digambarkan dalam arti hubungan
thabi’iyyah. Sedang hubungan yang dimaksud mereka itu adalah hubungan biasa (bersifat
sementara) antara lafaz dengan makna. Hubungan ini disebut juga dengan hubungan
makna ‫ العالقات الداللية‬.
Hubungan Semantik adalah istilah modern yang cakupannya adalah hubungan
antara kata-kata dalam banyak hal, seperti tandem, asosiasi, kontras, dan sebagainya. Hal
terpenting yang diajarkan dalam linguistik dari hubungan-hubungan ini adalah sebagai
berikut:
1. Monosemi (‫ )الــدال ذو المــدلول الواحد‬adalah satu lafadz yang menunjukkan pada satu
makna/arti. Contohnya: ‫تفّــاح‬ (apel), ‫أرض‬  (bumi), ‫ قمر‬ (bulan), ‫شــمس‬  (matahari) dan
lafadz lain yang maknanya hanya menunjukkan pada satu objek.
2. Hiponim (‫ )اإلستمال أو التضمن‬adalah kata yang maknanya termasuk didalam makna kata
atau ungkapan lain.  Contoh : Kata “singa” termasuk didalam makna “binatang”,
makna kata merah termasuk didalam makna kata “warna” dan sebagainya.
3. Sinonim (‫ )الترادف‬atau yang diistilahkan dengan al-taraduf menurut Amil Badi’ Yakub
adalah beberapa kata yang berbeda tapi mempunyai makna yang sama atau sejumlah
kata yang memiliki kesatuan dalam makna. Contoh Dukkân (kedai) yang bersinonim
dengan hanut (warung)
4. Polisemi (‫ )تعدد المعنى‬adalah bentuk bahasa (kata atau frase) yang mempunyai makna
lebih dari satu. Contoh: Kepala berdarah kena pecahan kaca dan Kepala sekolah itu
ibu saya
5. Homonim (‫ )المشترك اللفظ‬adalah satu kata sama yang mempunyai makna yang berbeda-
beda. Contoh: Kata ‫ ضــرب‬mempunyai artî (1) berdenyut; (2) mengepung; (3)
memikat; dsb.
6. Antonim adalah relasi antar makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau
bertentangan. Contoh, bencicinta, panas-dingin, timur-barat, dsb.

B. Saran

Demikian makalah ini kami selesaikan dan kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari. Semoga isi dari
makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

110
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mukhtar Umar. 1993. Ilmu al-Dilalah. Kairo: Alimu Al-Kutub


Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia
https://ejournal.iainkerinci.ac.id/index.php/tarbawi/article/view/60/59

111
MAKALAH ILMU DILALAH

PERKEMBANGAN ILMU DILALAH

Dosen: N. Lalah Alawiyah M.A

Kelompok 8

Anisa 11170120000009
Eka Nurdianah 11170120000026
Latifah Nurrahimah 11170120000027

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020

112
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa sebagai media komunikasi terus mengalami perkembangan seiring


dengan berkembangnya pemikiran pemakaian bahasa. Karena pemikiran bahasa
berkembang, maka pemakaian kata dan kalimat menjadi berkembang pula.
Perkembangan tersebut dapat berwujud penambahan atau pengurangan. Karena
kata dan kalimat yang mengalami perubahan, maka dengan sendirinya perubahan
maknanya pun berubah.

Ilmu Dalâlah sebagai ilmu yang mengkaji mengenai makna berkembang


seiringan dengan bahasa, dimana ia merupakan sarana untuk berhubungan dalam
kehidupan masyarakat, kemudian perkembangan gaya hidup juga mempengaruhi
perkembangan bahasa juga.

Perkembangan semantik juga mengkaji tentang perubahan makna,


termasuk faktor munculnya perkembangan makna. Perkembangan makna dalam
konsep ini tidak harus ke arah yang selalu meningkat namun kemungkinan terja
perkembangan atau peralihan dari makna yang sempit atau khusus ke makna
yang luas atau umum dan sebaliknya, hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

Maka dari itu dalam makalah ini akan membahas mengenai perkembangan
makna, sejarah perkembangan semantik, apa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan makna (samantik) .

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kajian perkembangan dalalah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan semantik ?
3. Apa saja faktor-faktor perkembangan dalalah ?
4. Bagaimana perkembangan semantik di Indonesia ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui kajian perkembangan dalalah
2. Mengetahui sejarah perkembangan semantik
3. Mengetahui faktor-faktor perkembangan dalalah
4. Mengetahui perkembangan semantik di Indonesia
113
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Kajian Perkembangan Dalalah

Bahasa merupakan sarana bagi seseorang untuk bisa berinteraksi dengan


sesama. Dengan bahasa, seseorang bisa menyampaikan pikiran atau ide kepada orang
lain. Salah satu ciri yang sekaligus menjadi hakikat setiap bahasa adalah bahwa
bahasa itu bersifat dinamis. Dinamis dalam konteks hakikat bahasa adalah bahwa
bahasa itu tidak terlepas dari segala kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu
dapat terjadi. Pada awalnya suatu kata memang sudah ditujukan untuk suatu makna,
namun dalam perkembangannya, makna tersebut mulai mengalami perubahan.
Kedinamisan setiap bahasa itu terjadi karena bahasa merupakan hasil kebudayaan
manusia. Manusia adalah makhluk dinamis dan kreatif yang cenderung kepada
perubahan dan tidak statis. Oleh karena itu, bahasa akan mengalami perkembangan
secara terus menerus sesuai dengan perkembangan pemikiran dan kebutuhan manusia
sebagai pemakai bahasa.29 Semantik merupakan bagian dari bahasa (linguistik).
Semantik merupakan kajian tentang makna, atau ilmu yang membahas tentang makna,
atau cabang linguistik yang mengkaji teori makna, atau cabang linguistik yang
mengkaji syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengungkap lambang-lambang
bunyi sehingga mempunyai makna.

Perkembangan semantik adalah salah satu bentuk perkembangan bahasa yang


obyeknya adalah kata dan makna kata. Arti sebuah kata sebenarnya tidak permanen
tetapi mengalami perubahan terus menerus. Perkembangan semantik atau perubahan
makna merupakan bagian dari perkembangan bahasa.

B. Sejarah Perkembangan Semantik

Para pemikir/filusuf Yunani sejak dulu telah mengkaji dan mendiskusikan isu-
isu yang dapat dikatagorikan sebagai embrio semantik. Studi semantik pada saat itu
dapat dijadikan sebagai barometer kemajuan berpikir seseorang. Aristoteles sebagai
pemikir Yunani yang hidup pada masa 384-322 SM adalah pemikir pertama yang
menggunakan istilah makna lewat batasan pengertian kata, yang menurutnya adalah
satuan terkecil yang mengandung makna.30 Dalam kaitannya dengan makna,
Aristoteles membedakan antara bunyi dan makna, Disebutkan, bahwa makna itu
sesuai dengan konsep yang ada pada pikiran. Dia membedakan antara sesuatu yang
ada di dunia luar (al-asyya‘ fil ‗alam al-khariji), konsep/makna (at-tashawwurat/al-
ma‘ani), dan bunyi/lambang atau kata (ar-rumuz/al-kalimat). Bahkan Plato (429—347
SM) dalam Cratylus mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu secara implisit
mengandung makna-makna tertentu. Hanya saja memang, pada masa itu batas antara
etimologi, studi makna, maupun studi makna kata belum jelas.

29
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 94
30
Aminuddin, Semantik Pengantar Studi tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003), hal. 15

Ilm Dilalah
Semantik sebagai subdisiplin linguistik muncul pada abad ke-19. Pada tahun
1825, seorang pakar klasik berkebangsaan Jerman bernama C. Chr.Reisig
mengemukakan pendapatnya tentang tatabahasa (grammar). Dia membagi tatabahasa
menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) semasiologi, ilmu tentang tanda, (2) sintaksis,
studi tentang kalimat, dan (3) etimologi, studi tentang asal usul kata sehubungan
dengan perubahan bentuk maupun makna. Istilah semasiologi yang berasal dari Reisig
ini berpadanan dengan istilah semantic. Istilah semantik itu sendiri pada saat itu masih
belum digunakan. Meskipun studi tentangnya sudah dilaksanakan. Berdasarkan
pandangan Reisig ini, perkembangan semantik dapat dibagi atas tiga fase.

Fase pertama meliputi masa setengah abad, termasuk di dalamnya kegiatan


Reisig. Fase ini biasa disebut the underground period of semantics.

Fase kedua, awal tahun 1883 dimulai dengan munculnya buku karya Michel
Breal, seorang berkebangsaan Perancis lewat artikelnya berjudul Les Lois
Intellectuelles du langage. Pada masa itu, studi semantik lebih banyak berkaitan
dengan unsur-unsur di luar bahasa itu sendiri, misalnya bentuk perubahan makna,
latar belakang perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika,
psikologi maupun kriteria lainnya. Karya klasik Breal dalam bidang semantik pada
akhir abad ke-19 ini adalah Essai de Semantique Science des Significations (1897),
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Semantics: Studi in the Science of
Meaning.

Fase ketiga, yakni tiga dekade pertama abab XX merupakan masa


pertumbuhan studi tentang makna. Fase ini ditandai dengan pemunculan buku
berjudul Meaning and Change of Meaning with Special Reference to the English
Language (1931) karya filosof Swedia bernama Gustaf Stern. Stern dalam kajiannya
sudah melakukan studi makna secara empiris dengan bertolak dari satu bahasa, yakni
bahasa Inggris. Sebelumnya, yakni pada tahun 1916, Ferdinand de Saussure yang
sering disebut sebagai bapak linguistik modern telah menulis buku berjudul Cours de
Linguistique Generale (pada tahun 1959, buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris Course in General Linguistics). Dia berpendapat, bahwa studi linguistik harus
difokuskan pada keberadaan bahasa itu pada waktu tertentu. Dengan demikian, studi
bahasa yang dilaksanakan haruslah menggunakan pendekatan sinkronis atau studi
yang bersifat deskriptif. Sementara itu, studi tentang sejarah dan dan perkembangan
suatu bahasa adalah kajian kesejarahan yang menggunakan pendekatan diakronis.

Pandangan de Saussure tersebut berimplikasi pada studi semantik yang dicirikan oleh:
a. Pandangan yang bersifat historis telah ditinggalkan karena pendekatannya sinkronis,
meskipun masalah perubahan makna masih juga dibicarakan.
b. Perhatian diarahkan pada strukutr kosa kata.
c. Semantik dipengaruhi oleh stilistika.
d. Studi semantik telah diarahkan pada bahasa tertentu dan tidak bersifat umum lagi.
e. Dipelajari hubungan antara bahasa dan pikiran karena bahasa tidak dianggap sebagai
kekuatan yang menentukan dan mengarahkan pikiran.

Ilm Dilalah
f. Meskipun semantik telah melepaskan diri dari filsafat, namun tidak berarti bahwa
filsafat tidak dapat membantu perkembangan semantic.

Setelah de Saussure ada juga ilmuan yang dianggap cukup memberikan corak,
warna dan arah baru dalam kajian bahasa yaitu Leonard Bloomfield dalam bukunya
Language. Tokoh lain yang berjasa dalam perkembangan linguistik khususnya
semantik adalah Noam Chomsky, seorang tokoh aliran tata bahasa transformasi. Ia
menyatakan bahwa makna merupakan unsur pokok dalam analisis bahasa. Kajian
semantik bukan hanya menarik perhatian para ahli bahasa tapi juga menarik perhatian
para ahli di luar bahasa, salah satunya yaitu Odgen dn Richard dengan karyanya yang
berjudul The meaning of meaning yang membahas kompleks sebuah makna. Dalam
kalangan linguis Arab muncul nama Ibrohim Anis, guru besar bidang linguistik Arab
di universitas Kairo dengan kitabnya yang berjudul Dilalah al-Alfadz, yang
diantaranya membahas tentang sejarah perkembangan bahasa manusia dan bagaimana
hubungan antara lafadz dan maknanya serta jenis hubungan keduanya, selain itu
dibahas pula tentang macam-macam makna yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan
leksikologi. Oleh karena itu, semantik atau ilmu dilalah telah ada sejak zaman Yunani
kuno meskipun belum disebut secara jelas dan tegas sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Pada akhir abad ke-19, semantik menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagai
cabang linguistik dan yang mempeloporinya adalah Michael Breal kemudian
disempurnakan oleh Ferdinand de Saussure.

C. Faktor-faktor Perkembangan Dalalah

Menurut Abdul Chaer perkembangan makna kata disebabkan oleh dua faktor,
yaitu: perkembangan IPTEK dan perkembangan sosial budaya.

Menurut Ahmad Muhammad Qaddur dalam bukunya Mabâdi Lisâniyât,


menyebutkan bahwa faktor-faktor penyebab perkembangan dan perubahan makna
(dilalah) ada 2 yaitu:
a. Faktor intern yang terdiri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan bahasa seperti
al-shauty, al-isytiqâq, an-nahwiyah, dan assiyâqiyah.
b. Faktor ekstern yang mengacu pada faktor sosial, sejarah, kebudayaan dan psikologi.

Adapun menurut Ibrahim Anis, faktor perkembangan ilmu dalalah atau semantik
ada dua, yaitu faktor pemakaian bahasa dan kebutuhan bahasa. Dari beberapa pendapat di
atas, dapat dirangkum beberapa faktor perkembangan dalalah. Di antaranya adalah :

1. Faktor Bahasa (linguistic)


Bahasa sebagai alat tutur dan komunikasi manusia yang terus berdinamika,
juga ikut bergerak dan berubah seiring dengan pergerakan manusia. Karenanya,
bahasa tidak bisa menetap dan terus berubah. Perubahan bahasa disini meliputi
perubahan aspek fonologi , marfologi, dan sintaksis.

Ilm Dilalah
2. Adanya Kebutuhan
Telah diketahui bahwa kehidupan manusia terus berkembang sesuai dengan
kebutuhannya. Kebutuhan tersebut memerlukan nama atau kata yang baru, karena
bahasa adalah alat komunikasi. Kadang-kadang konsep baru itu belum ada
lambangnya, dengan kata lain manusia berhadapan dengan ketiadaan kata atau istilah
baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut bukan saja karena kata atau
istilah tersebut belum ada, tapi juga orang merasa bahwa perlu menciptakan kata atau
istilah baru untuk suatu konsep hasil penemuan manusia.

3. Perkembangan Sosial dan Budaya


Dinamika kehidupan dalam masyarakat dapat menghasilkan suatu perubahan
sosial-budaya, dan perubahan sosial-budaya juga berdampak pada kegiatan berbahasa,
khususnya penggunaan makna kata.
Menurut Ahmad Mukhtar Umar, perubahan makna dalam bahasa Arab karena
perubahan sosial-budaya banyak terjadi pada istilah-istilah keagamaan, misalnya
‫ الصالة والحج والزكاة والوضوء والتيمم‬. Kata ‫‗ الصالة‬shalat‘ semula bukanlah istilah Islami,
tetapi suatu istilah atau kata yang digunakan oleh orang-orang Arab sebelum Islam
datang.
Kata ‫ الصالة‬ini pada awalnya berarti do‘a dan istighfar, kata ‫ الفسق‬yang pada
awalnya dipahami orang Arab dengan “buah kurma yang jatuh dari tangkainya”
kemudian berubah makna menjadi “orang yang keluar dari keta’atan kepada Allah”,
dan lain sebagainya.

4. Perasaan Emosional dan Psikologi


Sebuah makna diungkapkan dengan sebuah istilah. Namun dalam
perkembangannya, sedikit demi sedikit istilah yang diungkapkan tersebut mulai terasa
kurang disenangi oleh masyarakat, atau dikenal dengan “tabu” apabila kata tersebut
diucapkan. Untuk mengatasi hal ini, masyarakat mengganti penggunaan istilah ini
dengan istilah lain yang dirasa lebih baik, namun pada hakikatnya tetap merujuk pada
makna yang sama.
Sebagai contoh, dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, pada awalnya
seseorang yang bertugas untuk membantu seorang majikan (khadim) dikenal dengan
istilah “babu”, kemudian kata “babu” ini lama kelamaan terkesan kasar, dan diganti
dengan istilah baru, yaitu “pembantu”, namun pada akhirnya, istilah “pembantu”
mulai terasa kurang enak di telinga masyarakat, dan kembali berganti dengan istilah
baru yang dikenal dengan “asisten rumah tangga”.

5. Faktor Ilmu dan Teknologi


Fenomena perubahan makna akibat perkembangan IPTEK dalam bahasa Arab
dapat kita lihat pada kata ‫ ســيارة‬dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
penggunaan ketiga kata sebagai berikut.
)10 ‫ (يوسف‬.‫قال قائل منهم ال تقتلوه يوسف فألقوه في غيبت الجب يلتقته بعض السيارة إن كنتم فاعلين‬
Seseorang di antara mereka berkata: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi
masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir,
jika kamu hendak berbuat.”

Ilm Dilalah
Kata ‫ سيارة‬pada surat Yusuf:10 di atas berbeda dengan makna yang digunakan
dewasa ini. Kata ‫ ســـيارة‬dalam ayat itu berarti ―sekelompok musafir,karena
perkembangan teknologi transportasi, kata ini sekarang berarti “mobil‘.

6. Deviasi atau Pemalingan Bahasa


Pengguna bahasa terkadang melakukan penyimpangan makna sebuah kata
dengan kata lain yang maknanya lebih dekat atau mirip, dan gejala ini mudah diterima
oleh penutur bahasa, penyimpangan bahasa ini terjadi akibat kesalahpahaman,
kerancauan, dan ketidakjelasan. Pada saat itu, para linguis tidak serta merta
melakukan perbaikan, sehingga mayarakat tidak sadar dan terbiasa menggunakan
penyimpangan bahasa itu.
Pada umumnya anak-anak juga melakukan hal ini dan mereka lebih
mementingkan aspek bentuk daripada fungsi. Mereka kadang-kadang
mengungkapkan kata kapak ( ‫ )الفأس‬dan palu (‫ ) المطرقة‬dengan kata ‫ قدوم‬. Mereka
kadang-kadang juga mencampuradukkan penggunaan kata yang berkaitan dengan
berbagai macam burung, misalnya penggunaan kata ‫ الحمامة‬untuk ‫ العصفور‬dan kata
‫“ الحدأة‬burung rajawali” untuk ‫“ الغراب‬gagak”.
7. Perkembangan Majaz
Perubahan makna ini dipakai untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak ada
dengan kata-kata yang sudah dikenal baik oleh masyarakat, sehingga benda yang
diungkapkan tersebut seolah-olah menjadi hidup, seperti mengistilahkan “kaki kursi”
padahal itu bukanlah kaki yang sebenarnya, “mata pancing” padahal itu bukan mata
yang dipakai untuk melihat, sehingga dengan istilah tersebut, dalam kehidupan sehari-
hari sering didapati teka-teki yang menggunakan istilah-istilah tersebut.
Sebagai contoh dari teka-teki yang menggunakan istilah tersebut adalah: “Apa
yang punya lidah, namun tidak bisa bicara”, “Apa yang punya telinga namun tidak
bisa mendengar”, “Apa yang punya gigi, namun tidak bisa mengunyah”, dan lain
sebagainya.

8. Inovasi atau Pembaharuan Makna


Inovasi bahasa tidak mungkin dilakukan oleh semua orang. Karena itu, ada
dua kelompok yang bisa dipercaya untuk melakukan pembaharuan bahasa, terutama
menyangkut makna, yaitu: Para pakar bahasa dan sastra dan Lembaga-lembaga
bahasa dan keilmuan.

9. Kesalahan dalam Memahami Kata


Pertama kalinya seseorang akan mendengarkan pembicaraan dengan
memahami dan meneruskan ke pikiran terkait dengan makna asing dari pembicara
yang tidak dimengerti. Dan kata ini akan tetap dalam pikirannya sebagai makna yang
baru dan menjadi biasa tatkala kejadian ini dialami oleh beberapa orang. Mereka salah
paham mengenai satu makna dalam memahami kata yang diucapkan sehingga hal
inilah yang menjadi faktor perkembangan makna.
Terkadang sesuatu terjadi saat berbicara misalnya gerakan tangan atau
mengedipkan mata, hal seperti ini akan mempengaruhi makna kata meskipun kejadian
tersebut tidak disengaja yang mengarah pada munculnya makna baru.

Ilm Dilalah
10. Faktor Bahasa Asing
Keberadaan bahasa asing berpengaruh besar terhadap makna sebuah bahasa.
Di era globalisasi seperti saat ini, yang ditandai dengan kemudahan komunikasi dan
kemudahan untuk mengakses informasi dari satu negara ke negara lain, mendorong
penyerapan bahasa dari bahasa Asing ke dalam bahasa pribumi semakin sering terjadi.
Perubahan yang terjadi karena pengaruh bahasa asing atas bahasa selain bahasa itu
sendiri disebut dengan perubahan eksternal. Sementara perubahan terjadi karena
pengaruh bahasa itu sendiri disebut dengan perubahan internal.
Kata serapan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, misalnya definisi dari kata
‫ الصاحبة‬menurut ‘Ajjaj al-Khatib, sahabat Nabi adalah kaum muslimin yang pernah
bertemu dengan Nabi dan bersahabat lama dengannya. Dalam bahasa Indonesia, kata
‫ الصاحبة‬diserap menjadi “sahabat”. Kata ini mengandung makna “kawan”, “teman”,
“rekan”. Pada kata serapan ini, tidak adanya ketentuan bahwa sahabat ha ruslah
pernah hidup pada masa Nabi dan turut bergaul dengan Nabi. Realita ini merupakan
perluasan makna dalam bahasa pemungutnya. Artinya, di Indonesia, kata sahabat
dapat digunakan untuk menggambarkan sebuah hubungan antara individu yang satu
dengan yang lain tanpa terkait dengan Nabi SAW.31

A. Perkembangan Semantik di Indonesia

Sebelum kita membahas tentang semantik di Indonesia, kita akan mengulas


asal dari bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu
yang secara resmi menjadi bahasa Indonesia pada saat sumpah pemuda, memiliki
perkembangan yang sangat cepat dan sebuah bahasa daerah yang memang sudah
berfungsi sebagai lingua panca di Nusantara menjadi suatu bahasa nasional, bahasa
persatuan, dan bahasa Negara. Studi yang serius mengenai bahasa Indonesia telah
banyak dilakukan orang, baik yang dilakukan sarjana bangsa Indonesia sendiri
maupun bangsa asing. Semua segi dan aspek kebahasan bahasa Indonesia telah di
teliti orang salah satunya masalah Semantik. Pembicaraan khusus mengenai semantik
bahasa Indonesia sejauh ini yang ada barulah dari Slamet Mulyana (1964) dan D.P.
Tampu bolon (1979). Sedangkan yang dibuat Mansur pateda dan Aminuddin adalah
bersifat umum teoritis ilmiah.32

31
https://assunnah.ac.id/ejournal/uploads/jurnal/2vol1/6.pdf diakses pada 6 mei 2020 pukul 10.38
32
https://epalyuardi.blogspot.com/2018/12/makalah-sejarah-lahir-dan-perkembangan.html
Diakses pada 20 Mei 2020 pukul 21.40

Ilm Dilalah
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan semantik adalah salah satu bentuk perkembangan bahasa yang obyeknya
adalah kata dan makna kata. Arti sebuah kata sebenarnya tidak permanen tetapi mengalami
perubahan terus menerus. Perkembangan semantik atau perubahan makna merupakan bagian
dari perkembangan bahasa.
Faktor-faktor Perkembangan Dalalah di antaranya adalah : Faktor Bahasa (linguistic),
Adanya Kebutuhan, Perkembangan Sosial dan Budaya, Perasaan Emosional dan Psikologi ,
Faktor Ilmu dan Teknologi, Deviasi atau Pemalingan Bahasa , Perkembangan Majaz , Inovasi
atau Pembaharuan Makna , Kesalahan dalam Memahami Kata , Faktor Bahasa Asing .
Perkembangan Semantik bahasa Indonesia sejauh ini yang ada barulah dari Slamet
Mulyana (1964) dan D.P. Tampu bolon (1979). Sedangkan yang dibuat Mansur pateda dan
Aminuddin adalah bersifat umum teoritis ilmiah.

Ilm Dilalah
Daftar Pustaka

Aminuddin, Semantik Pengantar Studi tentang Makna, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press, 2008
https://assunnah.ac.id/ejournal/uploads/jurnal/2vol1/6.pdf
https://epalyuardi.blogspot.com/2018/12/makalah-sejarah-lahir-dan-perkembangan.html

Ilm Dilalah
‫التداولية‬
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilm Dilalah

Dosen Pengampu:

N. Lalah Alawiyah, M.A.

Disusun Oleh :

Nurkholisah

11170120000014

Muhammad Iqbal
Prayoga 11170120000020

Nur Azizah Marinda 11170120000024

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019

LINGUISTIK PRAGMATIK

Ilm Dilalah
Linguistik Pragmatik termasuk bidang linguistik modern yang muncul dan berkembang
pada lingkup pembelajaran linguistik modern dan terkini, dan pembelajaran linguistik
pragmatik disini mempelajari bahasa ketika pemakaiannya dalam posisi dan keadaan yang
berbeda-beda, sesuai dengan maksud pembicara dan keadaan lawan bicaranya.

Linguistik Pragmatik bermaksud mempelajari tentang seluk beluk bahasa, dengan


segala sisi praktek, maka ilmu ini memperhatikan tentang pembicara dan maksud dari
pembicaraannya, agar dapat berkomunikasi dengan lancar antara pembicara dan lawan
bicaranya. Dan juga memperhatikan keadaan pendengar ketika berbicara, seperti
memperhatikan terhadap sisi-sisi dan keadaan luar yang mencakup praktek komunikasi, dan
pentingnya untuk mencapai pada pemahaman maksud dari orang yang berbicara dari
pandangan yang lain.

Maka pragmatik ini sebagai ilmu untuk komunikasi yang termasuk baru, membantu
dalam berkomunikasi dan menjelaskan dalam memecahkan masalah komunikasi, dan juga
membantu dalam bidang pengetahuan, dan kita menemukan adanya hubungan dengan ilmu
sosial dan ilmu psikologi, komunikasi, antrobiologi, dan filsafat penyelesaian. Dan dengan
itu, maka pragmatik menyandarkan pada bermacam-macam pengetahuan manusiawi yang
berbeda.

1. Definisi Pragmatik

a. Pragmatik Secara Bahasa

Istilah pragmatik dalam istilah bahasa arab merujuk pada akar bahasa (Daul) yang
memiliki makna yang berbeda-beda akan tetapi tidak keluar dari makna transformasi
( Tahawul) dan pergantian ( Tabaddul). Hal tersebut telah ada di kamus asas balaghah. (Zam
Khasyri , 538 H) : (( daul : menunjukan daulah atau negara , dan menunjukan hari hari seperti
dan Allah memenangkan bani fulaan dari musuh mereka , dan memenangkan orang orang
mukmin atas orang orang kafir pada perang badar dan memenangkan orang orang musyrik
pada perang uhud. Allah menangkan orang mukmin dan orang musyrik pada hari hari
tersebut. Sesekali pada mereka dan sesekali atas mereka dan mereka saling menunjukan
sesuatu , dan orang orang yang berjalan menunjukan sesuatu diantar kedua kakinya dan
merentangkannya , makna pragmatik tidak jauh arti maknanya dari kata transformasi
(tahawul) , pergantian (Tabaddul), maksudnya adalah keadaan dari bahasa itu yang berbeda
maksud dengan keadaan si pembicara ke keadaanya yg lain yang diterima pendengar
(tergantung Konteks). Sama seperti berpindahnya suatu keadaan ke keadaan yang lain.

Seperti kita ketahui bahwasanya maksud dari berpindah dalam pengucapan bahasa
(komunikasi bahasa) seperti pindahnya suatu kata atau berpalingnya suatu kata dari si
Pembicara dan hal juga ada hubungannya dengan apa yang dilakukannya. Tidak hanya
mendengar, kita juga harus mengerti apa yang tingkah lakunya.
.

b. Pragmatik Secara Istilah

Ilm Dilalah
Yang menetapkan penggunaan istilah at-tadawuliyah yaitu peneliti Maroko yaitu
Thaha Abdurrahman yang menciptakan konsep dalam bidang at-tadawuliyah yang
diterjemahkan dalam istilah pragmatik. Dia mengatakan dalam mendeskripsikan kata kerja “
‫ ” تــداول‬: diantara orang-orang menyebutnya makna yang berguna menyampaikan manusia
dengan tempat tinggalnya.

Seorang peneliti Algeria –Abdul Malik- meragukan kesesuaian sumber deliberatif


untuk istilah asing yang mengusulkan untuk menjadi istilah pergeseran dan tidak
menerjemahkan istilah pragmatisme. Format pragmatik Arab akan diperdagangkan untuk
menandakan pertama “bahasa perdagangan” dan menjadi deliberatif mengacu pada konsep
yang kedua terkait dengan kecenderungan filosofis makna atas prinsip utilitarian, sehingga
memastikan keamanan penggunaan bahasa Arab untuk menggambarkan hal yang berbasis
kelompok / sektarian, serta menerima persyaratan akurasi yang diperlukan. Istilah deliberatif
berasal dari luar negeri “pragmatique” yang mana kembali ke kata pragmaticus –bahasa
Latin- berdasarkan pada akar kata “pragma” yang berarti tindakan atau perbuatan tindakan
yang mempunyai implikasi untuk memindahkan penggunaannya untuk bidang ilmiah abad
ke-17. Hal ini menunjukkan bahwa semuanya berhubungan dengan tindakan atau verifikasi
ilmiah dengan kata lain. Pragmatik adalah teori bahwa pengetahuan tentang proses dan bahan
yang menimbulkan pertimbangan praktis atau hipotesis.

2. Kemunculan Pragmatik dan Perkembangannya

Pragmatik merupakan studi yang baru dan luas cakupannya serta memiliki batas-batas
yang belum jelas, yang merupakan hasil pemikiran para filosofi bahasa. Linguistik pragmatik
cenderung masih baru di bidang studi bahasa yang mempelajari beberapa keadaan dari
masalah-masalah bahasa yang mana para linguist mengabaikannya dan tidak memperhatikan
hal-hal di sekitar (Fonologi, Struktural dan Semantik). Karena itu Karnab mengakui bahwa
pragmatik merupakan studi yang besar dan baru, sebaliknya ia melangkah lebih jauh dengan
menyatakan bahwa pragmatik merupakan aturan linguistik.

Pada abad dua puluh pragmatik telah dikembangkan oleh filsuf bahasa Oxford,
J.Austin, John Searl dan Paul Grise yang berasal dari School of Languange Philosopy
Langange Natiral. Sebagai pengganti bahasa formal mereka bertujuan untuk menemukan cara
untuk mengkomunikasikan makna bahasa manusia melalui penyampaian pesan dari pengirim
pesan kepada penerima dan menafsirkannya, oleh karena itu ilmu mereka merupakan jantung
dari penelitian pragmatik. Awal perkembangan linguistik pragmatik berdasarkan teori kata
kerja yang tampak pada John Austin dan dikembangkan oleh John Searle dan beberapa
filusuf bahasa setelahnya kemudian menunjukkan serangkaian konsep dan teori yang secara
kolektif membentuk apa yang dikenal sebagai linguistikpragmatik, (kata kerja wicara)
Komitmen percakapan, tanda, ...).

Memang, ketika ia menyampaikan kuliah William James pada tahun 1955, John
Austin tidak bertujuan untuk membangun spesialisasi baru untuk linguistik atau cabang baru,
tetapi lebih bertujuan untuk membangun filosofis baru (filsafat bahasa), tetapi kuliah tersebut

Ilm Dilalah
kemudian menjadi wadah perkembangan pragmatik. Linguistik yang disengaja oleh Austin
berawal dari komentar sederhana bahwa banyak kalimat yang tidak dapat dinilai dengan
kebenaran atau kepalsuan "tidak digunakan untuk menggambarkan realitas tetapi untuk
mengubahnya, mereka tidak mengatakan apa-apa tentang keadaan alam semesta saat ini atau
masa lalu, melainkan mengubahnya atau berusaha untuk mengubahnya". Sebuah kalimat
seperti "Saya perintahkan Anda untuk diam" tidak menggambarkan fakta tetapi berusaha
mengubah keadaan kebisingan menjadi diam. Berdasarkan pengamatan ini, bagian "Austine"
kalimat kalimat deskriptif yang dapat dinilai sebagai benar atau salah, dan kalimat struktural
yang tidak berlaku untuk ketentuan itu, dan terdapat dalam budaya bahasa Arab, kalimat
berita dan kalimat struktural, seperti yang kita temukan dalam tata bahasa dan retorika ulama.

Persepsi dalam pemikiran J.Austin, permulaan keberhasilan terhadap teori untuk


penutur,  pertama teori linguistik pragmatik, selanjutnya dengan cepat meneruskan sedikit
demi sedikit dengan filsafat bahasa, setelah Austin diteruskan oleh muridnya yaitu J.Searle
yang sesudahnya memunculkan teori yang lainnya, yang membentuk komunitas yang yang
memperkenalkan lingustik pragmatik.

3. Konsep Pragmatik dan Kasus-Kasusnya:

Pragmatik mencakup seperangkat konsep dan masalah prosedural yang membahas


bahasa dalam berbagai konteks penggunaannya, sehingga berkontribusi untuk mengungkap
makan dengan cara yang akurat dan tepat. Peneliti Shalach Ismail mengatakan: ilmu terapan
adalah studi linguistik yang berfokus pada pengguna bahasa dan konteks penggunaannya
dalam proses interpretasi linguistik dalam berbagai aspeknya. Ilmu ini terbagi menjadi
beberapa cabang. Cabang pertama, bagaimana menentukan konteks makna berkenaan dengan
kalimat dalam penggunaan kalimat itu pada kesempatan tertentu. Cabang kedua dari ilmu
terapan yaitu teori kemampuan berbicara. Cabang ketiga, yaitu teori percakapan. Pragmatik
merupakan ilmu baru dari ilmu linguistik, yang berdasar pada kumpulan konsep-konsep
praktis. Para peneliti hampir bersepakat pada empat konsep, yaitu verba-verba lisan,
pernyataan yang implisit, implikasi percakapan, dan deiksis.

4. Urgensi pragmatik

Urgensi pragmatik telah diringkas dalam kumpulan unsur-unsur seperti dalam studi
bahasa selama dilafalkan dalam konteks-konteks yang berbeda. Pelafalan merupakan
aktivitas utama yang mewariskan penggunaan bahasa dengan karakternya pragmatik. Hal ini
karena pragmatik bergeser dari bahasa dalam wujudnya dengan potensi pada pikiran
pemakainya, menuju wujud verba melalui praktik verbal. Dasar dari praktik verba ini
menspesifikasikan maksud dari sebuah tuturan. Jadi, pragmatik mempelajari bahasa pada segi
tuturan tertentu yang dituturkan oleh penutur yang tertentu pula, serta ditujukan untuk mitra
tutur tertentu, dengan lafazh tertentu dalam konteks komunikasi yang tertentu pula. Dalam
hal ini, pragmatik meneliti maksud tuturan terentu.  Maksudnya, studi pragmatik berusaha
mempelajari tujuan bahasa dalam kerangka komunikasi. Dalam pengertiannya, mencakup
pengaruh konteks-konteks sosial pada sistem tuturan. Van Dik berpendapat bahwa konsep
dasar dalam pragmatik yaitu bahwa ketika kita dalam keadaan pembicaraan dengan beberapa

Ilm Dilalah
konteks, maka kita juga berpijak pada pencapaian beberapa verba sosial, serta maksud kita
dari verba-verba itu.

DAFTAR PUSTAKA

Ilm Dilalah
‫باديس هلوميل‪ ،‬التداولية‪ ،‬جملة املخرب‪ ،‬أحباث يف اللغة واألدب اجلزائر – جامعة حممد خيضر –‬
‫بسكرة اجلزائر‬

‫التداولية والبالغة العربية‬

‫‪Ilm Dilalah‬‬
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilm Dilalah

Dosen Pengampu:

N. Lalah Alawiyah, M.A.

Disusun Oleh :

Kresna Kais Saputra


11160120000033

Maulana Faiz Fikri


11160120000067

Azky Amier
11150120000082

M Ilham Muthi’illah 11150120000081

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019

Ilm Dilalah
PEMBAHASAN

Pragmatik dan Ilmu Balaghah

A. Pragmatik
Linguistic pragmatik termasuk bidang linguistik modern yang muncul dan
berkembang pada lingkup pembelajaran lisan modern dan terkini dan pembelajaran
linguistic pragmatik di sini mempelajari Bahasa ketika pemakaianya dalam posisi dan
keadaan yang berbeda-beda, sesuai dengan maksud pembicara dan keadaan lawan
bicara. Linguistik pragmatik bermaksud mempelajari tentang seluk beluk Bahasa,
dengan segala sisi paraktek, maka ilmu ini lebih memperhatikan tentang pembicara
dan maksud dari pembicaraanya, agar dapat berkomunikasi dengan lancar antara
pembicara dan lawan pembicaranya. Dan juga memperhatikan keadaan lawan bicara
ketika berbicara, seperti memperhatikan terhadap sisi-sisi dan keadaan luar yang
mencangkup praktek komunikasi dan pentingnya untuk mencapai pada pemahaman
maksud dari orang yang berkata dari pandangan lain.

B. Ilmu Balaghah
1. Pengertian Balâghah

Menurut bahasa, balaghah berarti ‫ الوصولـ‬dan ‫ اإلنتهاء‬yang berarti sampai.

Sebagaimana pada kalimat :

‫ وصل إليه‬: ‫بلغ فالن مراده‬


“seorang telah sampai pada tujuanya” dan

‫ إنتهي لها‬: ‫بلغ الركب المدينة‬


“kendaraan telah sampai di kota “

Menurut istilah, balaghah adalah :

‫ مــع‬،‫ لها في النفس أتر حالب‬: ‫تأدية المعني الجليل واضحا بعبارة صحيحة فصيحة‬
‫مالءمة كل كالم للموطن الذي يقال فيه واألصخاص الذين يخاطبون‬
“mengemukakan isi hati yang indah dengan bahasa yang jelas, benar,
fashih (melekat dalam hati) dan sesuai dengan keadaan lawan bicara”

Ilm Dilalah
Dari pengertian diatas dapat dinyatakan, bahwa balaghah mempunyai
pengertian yang lebih luas dibanding dengan fashihah. Karena selain memakai
bahasa yang jelas, benar dan fashih, balaghah juga harus dapat melekat (membekas)
pada hati dan sesuai dengan situasi dan kondisi lawan bicara (mukhotob)- nya.

2. Jenis-jenis ilmu Balaghah


a) Ilmu Ma’ani
Imlu yang mempelajari susunan Bahasa dari sisi penunjukan maknanya, ilmu
yang mengajarkan cara Menyusun kalimat agar sesuai dengan muqtadla al hal
b) Ilmu Bayan
Ilmu yang mempeajari cara-cara membayangkan imajinatif. Secara umum
bentuk imajinatif itu ada dua. Pertama, yaitu menggambarkan imajinatif
dengan cara menghubungkan dua hal. Yang kedua, penggambaran imajinatif
dengan cara membuat metafora yang bisa dirasakan indera.
c) Ilmu Badii’
Ilmu yang mempelajari karakter lafaz dari sisi kesesuaian bunyi atau
kesesuaian makna. Kesesuaian tersebut bisa berupa keselarasan ataupun
kontradiksi.

3. Penggunaan Balaghah.
Balaghah hanya digunakan pada kalimmat (kalam) dan orang yang berbicara
(mutakallim) dengan pengertian sebagai berikaut :

a) Balaghah al – kalam (kalimat yang baligh)


Yaitu kalimat yang fashih dan sesuai dengan muqtadla al-hal
(kesesuaian antara kata-kata yang dikemukakan dengan keadaan lawan bicara
(mukhotob). Istilah muqtadla al hal terdiri dari dua kata yaitu al-muqtadla
dan al- hal. Muqtadla (I’tiba) adalah perkataan yang sesuai dengan tujuanya.
Al-hal (maqam) adalah sesuatu yang mendorong mutakallim untuk
menyampaikan maksud hatinya dengan perkataan tertentu.
Contoh, firman Allah :

....... َ‫ِإنّا ِإلَي ُكم ُمر َسلُون‬


Ilm Dilalah
“….sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu” (QS

36 :14) lihat juga ayat 15 dan 16.


Ayat diatas untuk menguatkan kebenaran Allah, setelah diingkari
ّ
orang-orang kafir, karenanya pada ayat ini dipakai alat taukid (‫)إن‬. Dengan
demikian, ayat itu sesuai dengan keadaan orang-oarang kafir yang
mengingkarinya. Oleh karenanya ayat di atas adalah kalam yang baligh.

b) Balaghah al-mutakaliim (pembicara yang baligh)


Yaitu orang yang mempunyai kecakapan mengemukakan maksud isi
hatinya dengan kalimat yang baligh sesuai dengan tujuanya.
Kalimat tidak disebut baligh, karena pada dasarnya balaghah terdiri
dari makna yang indah, ungkapan yang benar, dan mudah dipahami. Lebih
dari itu, balaghah adalah sesuatu yang menekankan pada isi hati mutakallim
pada hati mukhotob nya, seperti pada hatinya sendiri. Makna yang indah dan
ungkapan yang benar dalam balaghah diatas dimaksudkan, bahwa balaghah
harus terdiri dari susunan kata yang lengkap dan kalimat yang baligh harus
terdiri dari kata yang fashih.

Secara umum balaghah menjelaskan tentang dua sisi bahasan yaitu :

1. Pembicara pada perkataan yang sempurna dengan ucapan yang bagus, dan
harus terdapat didalamnya unsur-unsur tertentu agar memungkinkan untuk
mempengaruhi pada pendengarnyadan mencapai maksud dan tujuan ucapan
2. Pendengar atas suatu ucapan yang tetap sebelum mendengarkan, dan
memungkinkan pendengar ini mendapatkan pengaruh yang dari apa yang
telah dia dengar, dan balaghah itu sendiri adalah sebagai penghubung yang
membahas tentang bagaimana pemakaian bahasa dengan cara yang baik.

C. Persamaan Pragmatik dan Ilmu Balaghah


Sesungguhnya balaghah arab dan pragmatik memiliki suatu kemiripan yang
jelas dalam ilmu bahasa, karena dalam penggunaanya dalam berkomunikasi sama-
sama harus melihat konteks – konteks tertentu, oleh karena itu, banyak para linguis
yang menyamakan balaghah dan pragmatik. Seperti halnya J.Leitch, seperti halnya
Ilm Dilalah
balaghah (pragmatic pada rancanganya) sama-sama dipraktekan dalam komunikasi
antara penutur dan mitra tutur. Dan keduanya sama-sama memperhatikan sebelum
atau ketika penuturan atau pengucapan. Intinya tujuan balaghah dan pragmatic adalah
keduanya merupakan ilmu yang sama – sama mepelajari bahasa, yakni dengan
memperhatikan penutur dan mitra tutur serta memerlukan perhatian khusus pada
penggunaan dan pemeliharaan kata-kata yang digunakan, dengan menghubungkan
antara perkataan, konteks dan situasi/keadaan.
Hal ini juga dipelajari dalam ilmu balaghah karena dua ilmu tersebut memiliki
persamaan dalam hal penyelesaianya, terutama dari sisi pembuatan ta’bir dengan
tingkatan yang berbeda-beda (fonologi, morfologi,semantic dan sintaksis), dan
pembahasan yang saling berkaitan dari ilmu-ilmu tersebut adalah pada urutan dan
aturanya, konteks penggunaanya yang dimana membutuhkan perhatian terhadap
bahasa dan penggunaanya.

Ilm Dilalah
KESIMPULAN

a) linguistic pragmatik di sini mempelajari Bahasa ketika pemakaianya dalam posisi


dan keadaan yang berbeda-beda, sesuai dengan maksud pembicara dan keadaan
lawan bicara. Linguistik pragmatik bermaksud mempelajari tentang seluk beluk
Bahasa, dengan segala sisi paraktek, maka ilmu ini lebih memperhatikan tentang
pembicara dan maksud dari pembicaraanya,
b) Secara umum balaghah menjelaskan tentang dua sisi bahasan yaitu :
1. Pembicara pada perkataan yang sempurna dengan ucapan yang bagus, dan
harus terdapat didalamnya unsur-unsur tertentu agar memungkinkan untuk
mempengaruhi pada pendengarnyadan mencapai maksud dan tujuan ucapan
2. Pendengar atas suatu ucapan yang tetap sebelum mendengarkan, dan
memungkinkan pendengar ini mendapatkan pengaruh yang dari apa yang telah
dia dengar, dan balaghah itu sendiri adalah sebagai penghubung yang
membahas tentang bagaimana pemakaian bahasa dengan cara yang baik.
c) Sesungguhnya balaghah arab dan pragmatik memiliki suatu kemiripan yang jelas
dalam ilmu bahasa, karena dalam penggunaanya dalam berkomunikasi sama-sama
harus melihat konteks – konteks tertentu

Ilm Dilalah
DAFTAR PUSTAKA

Subakir, Ahmad. 2018, Ilmu Balaghah. Kediri : IAIN Kediri Pess

Badies Lehwimel, 2016, Pragmatik dan Balaghah. Yaseermunawar.blogspot.com pukul


16.20

Ilm Dilalah
Ilm Dilalah

Anda mungkin juga menyukai