KESULITAN BELAJAR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Dian Arif Noor Pratama, M. Pd
Oleh:
Kelompok III
Dita Ramadhani (2011101082)
Eko Wahyu Utomo (2011101126)
Fenny Arisha Putri (2011101071)
Marjuan (2011101159)
Meilina (2011101194)
Muhammad Fathurrozi (2011101028)
Tim penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kesulitan
Belajar”.
Tim penulis menyadari tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya kami senantiasa mengharap adanya kritik dan saran guna perubahan yang
lebih baik kedepannya. Kendati demikian, kami berharap makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca. Akhir kata permohonan maaf kami haturkan atas segala kekurangan
dalam makalah ini.
Tim penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
berkesulitan belajar ditinjau secara histories, empiris, dan teoritik. Ketiga
tinjauan ini dapat memberikan gambaran yang luas terhadap pemahaman anak
berkesulitan belajar. Persoalan anak kesulitan belajar di Indonesia merupakan
persoalan yang baru. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan adanya
penggunaan istilah mengenai hakikat kesulitan belajar secara keliru, banyak
orang termasuk sebagian besar para guru, tidak dapat membedakan antara
kesulitan belajar dengan tunagrahita. Tanpa memahami hakikat kesulitan belajar,
akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada
gilirannya juga sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka.
Dengan memahami hakikat kesulitan belajar, jumlah dan klasifikasi mereka
dapat ditentukan dan strategi penanggulangannya yang efektif dan efisien dapat
dicari. Penyebab kesulitan belajar juga perlu dipahami karena dengan
pengetahuan tersebut dapat dilakukan usaha-usaha preventif maupun kuratif.
Oleh karena itu para calon guru bagi anak berkesulitan belajar perlu memahami
apa itu kesulitan belajar sebelum melakukan pengkajian yang lebih mendalam
tentang pendidikan mereka.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Yulinda Erma Suryani, “Kesulitan Belajar”, Jurnal Magistra, No. 73, h. 33
3
adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan
dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan
emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses
pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak
menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor
yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning
Disabilities) dalam Lovitt, (1989) mengatakan bahwa kesulitan belajar khusus
adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis,
yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan
kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu berkesulitan belajar
memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup
kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.
Sedangkan NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam
Lerner, (2000) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum untuk
berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan
berhitung.2 Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga
karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari
dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan
informasi terhadap objek yang diinderainya. Kesulitan belajar adalah kondisi
dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata,
namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan
dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori,
serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik
(Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka
pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom
multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific
learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah
emosional. Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan
adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Menurut Cruickshank
2
Yulinda Erma Suryani, “Kesulitan… h. 34
4
(1980) gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latarfigure, visual-motor,
visual-perceptual, pendengaran, intersensory, berpikir konseptual dan abstrak,
bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep diri. Dari beberapa definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan
dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor
internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Kesulitan belajar
bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya,
fasilitas belajar, dan lain-lain. Tidak seperti cacat fisik, kesulitan belajar tidak
terlihat dengan jelas dan sering disebut “hidden handicap”. Terkadang kesulitan
ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya anak yang mengalami
kesulitan belajar sering diidentifikasi sebagai anak yang underachiever, pemalas,
atau aneh. Anak-anak ini mungkin mengalami perasaan frustrasi, marah, depresi,
cemas, dan merasa tidak diperlukan.
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor dari dalam diri anak itu sendiri yang
meliputi:
a. Faktor fisiologi, adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik,
sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak
3
Ridwan Idris, “Mengatasi Kesulitan Belajar Dengan Pendekatan Kognitif”, Jurnal Lentera Pendidikan,
No. 2, Vol. 12, Desember 2009, h. 157
5
sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena
dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat
tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti
kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gang guan gerak, serta
cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai
perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana diketahui
bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa
aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah
intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110-
140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami
pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90-
110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga
pencapaiannya tidak terlalu tinggi. 4Sedangkan anak yang memiliki IQ
dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar Untuk itu, maka orang tua, serta guru
perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya Selain
IQ, faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental
anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor dari luar anak lingkungan anak meliputi:
a. Faktor-faktor sosial yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh
orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian
yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup
mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain
itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak. apakah harmonis, atau
4
Ridwan Idris, “Mengatasi Kesulitan Belajar…h. 158
6
jarang bertemu, atau bahkan terpisah Hal ini tentunya juga memberi kan
pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
b. Faktor-faktor non-sosial Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah
kemudian alat alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
5
Ismail, “Kesulitan Belajar Siswa Dalam Pembelajarn Aktif Di Sekolah”, Jurnal Edukasi, No. 1, Vol. 2,
Januari 2016, h. 33-34
7
kelas tidak mau mencatat pelajaran tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah
tersinggung pemarah, tidak atau kurang gembira dalam meng, hadapi situasi
tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan
perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam
pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan alau mencapai prestasi semestinya, dilihat
berdasarkan ukuran tingkat kemampuan bakat, atau kecerdasan yang
dimilikinya Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini
dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature),
sehingga harus menjadi pengulang (repeater).
6
Ismail, “Kesulitan Belajar Siswa Dalam… h. 35
8
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemu kannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa Prosedur seperti ini dikenal sebagai
"diagnostik" kesulitan belajar.7
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain
yang cukup terkenal adalah proses Weener dan Senf sebagaimana yang dikutip
Syah sebagai berikut:
1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika
mengikuti pelajaran.
2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3. Mewancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga
yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui
hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5. Memberikan tes kemampuan intelegensia (IQ) khususnya kepada siswa yang
diduga mengalami kesulitan belajar.
7
Ismail, “Kesulitan Belajar Siswa Dalam… h. 36
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesulitan belajar merupakan sebuah permasalahan yang menyebabkan
seorang siswa tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik seperti
siswa lain pada umumnya yang disebabkan faktor-faktor tertentu sehingga ia
terlambat atau bahkan tidak dapatmencapai tujuan belajar dengan baik sesuai
dengan yang diharapkan Dalam analisis kesulitan pembelajaran dapat dilalui
dengan identifikasi kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan belajar,
melakukan bimbingan dan konseling belajar, dan kemudian menetapkan model
pembelajaran serta mengatasi kesulitan belajar. Pada dasarnya semua anak
memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki
berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai
kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta
berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut
dapat menggangu kemampuan yang lain.Dengan demikian apa yang kita sering
lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan
mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak
yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita
ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu
kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
B. Saran
Akhirnya kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Kami juga menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam makalah ini, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Dengan segala
kekurangan dan keterbatasannya, kami ucapkan terimakasih.
10
DAFTAR PUSTAKA
Suryani, Erma Yulinda, “Kesulitan Belajar”, Magistra No. 73 Th. XXII September
2010
Idris, Ridwan, “Mengatasi Kesulitan Belajar Dengan Pendekatan Kognitif”, Jurnal
Lentera Pendidikan, No. 2, Vol. 12, Desember 2009
Ismail, “Kesulitan Belajar Siswa Dalam Pembelajarn Aktif Di Sekolah”, Jurnal
Edukasi, No. 1, Vol. 2, Januari 2016
11