Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Manusia dan Pemikiran

Mata kuliah: IAD/ISD dan IBD

Dosen Pengampu: Solehah Muchlas, M. Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Ani khoirunisa (2011101168)

2. Bibian Adriani (2011101060)

3. Elsa Sabrina ( 2011101092)

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Puji syukur Kami panjatkan kepada Allah Subhnahu Wata’ala karena rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah IAD/ISD/IBD
dengan judul Manusia dan Pemikiran.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Solehah Muchlas, M.Pd sebagai
dosen pengampuh pada Mata Kuliah IAD/ISD/IBD yang telah memberikan tugas
makalah serta membantu kami dengan memberikan arahan dan penjelasan sehingga
dapat mempermudah kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang ikut serta dalam
membantu penyusunan dan menyelesaikan makalah ini.

Namun demikian, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah sederhana ini. Oleh karena itu, dengan hati yang lapang kami
membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik
dan saran.

Kami mengharapkan para pembaca tidak hanya mendapatkan informasi


mengenai hal-hal yang berkaitan dengan manusia dan pikiran, akan tetapi juga
dapat memahami serta menerapkan nya dalam kehidupan bermasyarakat.

Samarinda, 7 Oktober 2020

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

A. Latar belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan masalah................................................................................................... 2

C. Tujuan penulisan .................................................................................................... 2

BAB II

PEMBAHASAN .............................................................................................................. 4

A. Menjelaskan manusia sebagai makhluk yang berakal.............................................. 4

B. proses lahirnya pemikiran manusia. ........................................................................ 9

C. Tahapan pemikiran manusia ................................................................................. 11

D. Ilmu pengetahuan perspektif Islam....................................................................... 18

BAB III

PENUTUP .................................................................................................................... 22

A. Kesimpulan........................................................................................................... 22

B. Saran .................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT dengan
sebaik baiknya penciptaan, manusia berbeda dengan makhluk hidup lain nya.
Manusia diberi keistimewaan yaitu otak untuk berfikir. Berbeda hal nya dengan
hewan yang tidak memiliki pola fikir dan tidak mampu dalam berfikir.

Dr.Mr.D.C.Muder mengemukakaan definisi tentang manusia, "manusia


ialah makhluk yang berakal; akallah yang merupakan perbedaan pokok di antara
manusia dan binatang; akallah yang menjadi dasar dari segala kebudayaan". 1
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Dengan berpikir
manusia dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah.

Setiap Manusia memiliki banyak perbedaan, baik dari asal negara, ras, suku,
agama, bahkan warna kulit dan bentuk fisik sekalipun. Ada sebagian manusia yang
terlahir dengan fisik yang tidak sempurna. Namun, seperti apapun bentuk nya dan
dari manapun asal negara atau daerahnya semua manusia pasti memiliki otak dan
kemampuan untuk berfikir.

Otak merupakan struktur pusat pengaturan yang paling kompleks serta


bagian organ yang terpenting dari suatu makhluk hidup, khususnya pada manusia.
Ibarat suatu perusahaan, otak adalah leader atau pemimpin atas organ organ lain
nya. Otak mampu untuk memerintah organ organ lain nya untuk bergerak dinamis
atau statis, bekerja dengan cepat atau lama, semua tergantung pada perintah otak.

Otak memiliki 3 bagian utama yaitu, otak besar, otak kecil dan batang otak.
Masing masing bagian nya memiliki fungsi yang berbeda beda. Dalam pola fikir

1
I Gusti Bagus Rai Utama, MA,2013 ” Filsafat Ilmu dan logika”, (Universitas Dhyana Pura
Bandung,2013) Hlm 22

1
atau pemikiran otak dibagi menjadi 2 bagian yaitu otak kiri dan kanan. Otak kiri
berfungsi untuk hal hal yang berkaitan dengan logika serta kemampuan dalam
berfikir pengetahuan sains sedangkan otak kanan memiliki fungsi hal hal yang
berkaitan dengan seni, kreatifitas, musik dan lain sebagainya.

Otak akan melahirkan suatu pola fikir atau yang sering kita sebut dengan
kata “pemikiran”. Hal inilah yang membedakan Manusia dengan hewan, karena
hewan walaupun memiliki otak tetapi tidak dapat berfikir dan bekerja secara
maksimal, berbeda hal nya dengan manusia yang memiliki akal untuk berfikir.

Seorang manusia biasa dinilai dengan bagaimana dia memanfaatkan otak


nya untuk berfikir, apakah otak yang dimiliknya memiliki pemikiran yang
berkualitas atau hanya pemikiran kosong?. Banyak manusia yang memiliki kualitas
pola fikir yang tinggi namun tidak dimanfaatkan karena rasa malasnya.

Untuk itu, apa yang harus diketahui oleh manusia tentang pemikiran? Kita
sebagai makhluk hidup yang dikaruniai otak untuk berfikir harus paham dan tahu
apa saja yang harus kita ketahui tentang pemikiran, lahir nya pemikiran dan
bagaimana tahapan pola fikir manusia itu agar bisa memanfaatkan nya dengan
semaksimal mungkin.

B. Rumusan masalah

1. Apakah manusia bisa dikatakan sebagai makhluk yang berakal?

2.Bagaimana lahirnya proses pemikiran seorang manusia?

3. apa saja tahapan tahapan yang dilalui manusia dalam proses berfikir?

4. bagaimana perspektif islam mengenai ilmu pengetahuan?

C. Tujuan penulisan

Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas, maka adapun tujuan penulisan


makalah ini:

1. untuk mengetahui dan dapat menjelaskan pengertian manusia dan pemikiran

2
2. untuk mengetahui serta memahami bagaimana keterkaitan antara manusia
dengan pemikiran

3. untuk mengetahui dan memahami bagaimana tahapan tahapan pemikiran


manusia

4. untuk menambah wawasan terkait hubungan ilmu pengetahuan dengan pola


fikir atau pemikiran.

5. untuk membahas bagaimana pandangan islam mengenai pengetahuan dan


pemikiran

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menjelaskan manusia sebagai makhluk yang berakal

Ibn Khaldûn mengemukakan bahwa manusia mempunyai beberapa


keistimewaan, diantaranya yaitu:

1. potensi pikiran yang berfungsi mengidentifikasi objek atau suatu masalah


yang disebut al-‘aql altamyîzî.

2. kemampuan manusia yang dapat membantunya untuk menyerap ide-ide


pemikiran tentang kemashlahatan dan kemudharatan bagi manusia itu sendiri
yang disebut al-‘aql al-tajrîbî.

3. kemampuan yang dapat membantunya untuk memperoleh pengetahuan yang


lebih bersifat perseptif tentang sesuatu yang ada secara objektif, baik empiris
maupun yang ghaib, yang tampak ataupun yang spekulatif, yang disebut
dengan al-‘aql alnazharî. 2

Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami


lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir,
dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya,
oleh karena itu Berfikir merupakan konsep kunci mengenai kedudukan manusia di
muka bumi, tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan
mungkin tidak akan ada.

Berfikir juga akan mempengaruhi pengetahuan seseorang pengetahuan


dapat menjadi pondasi penting dalam berfikir secara lebih detail. Ketika Adam
diciptakan dan kemudian ALLAH mengajarkan nama-nama, hal tersebut bisa

2
Moh pribadi, 2017,”Tahapan pemikiran Masyarakat dalam pandangan ibn
khaldun”sosiologi reflektif,Vol 11,No2 April 2017.

4
membuktikan/ indikasi bahwa Adam (Manusia) merupakan Makhluk yang bisa
Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan
kehidupannya di dunia.
Dalam konteks yang lebih luas yaitu pada perintah Iqra (bacalah) yang
tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan
pada manusia untuk berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun yang banyak
tersebar dalam Al-Quran Selain itu juga Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan
bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam
segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang
mereka pikirkan.

” Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya


malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka (Qs. Ali-imran 190-191).” Ayat tersebut
menyatakan bahwa orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka
mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan
mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah. Manusia berfikir dan
menggunakan akal nya tidak lain dan tidak bukan yaitu bermaksud agar manusia
dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia berbuat, dengan
berbuat dia beramal bagi kehidupan. Oleh karena itu betapa penting nya
penggunaan akal dalam proses berfikir . Dengan berfikir manusia mampu mengolah
pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin
mendalam.

Dengan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia


mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia
mampu melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik,
semua itu telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan
manusia (sudut pandang positif/normatif). Kemampuan untuk berubah dan

5
perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang terkandung
dalam kegiatan Berfikir dan berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah,
maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, bahkan
dengan Berfikir manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan
keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya.
Ada beberapa ahli yang telah mengkaji mengenai perbedaan manusia
dengan makhluk hidup lain nya yaitu hewan. Secara umum komparasi manusia
dengan hewan dapat dilihat dari sudut pandang biologis dan sudut pandang
sosiopsikologis. Secara biologis pada dasarnya manusia tidak banyak berbeda
dengan hewan, bahkan Ernst Haeckel(1834 – 1919) mengemukakan bahwa
manusia dalam segala hal sungguh-sungguh adalah binatang beruas tulang
belakang, yakni binatang menyusui, demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751)
menyatakan bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan manusia dan
karenanya manusia itu adalah suatu mesin.
manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah
makhluk yang berbudaya (Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa,
sadar diri, dan merasa malu (Psikologis), semua itu kalau dicermati tidak lain
karena manusia adalah hewan yang berfikir/bernalar (the animal that
reason) atau Homo Sapien..3

Definisi manusia menurut beberapa pendapat atau beberapa ahli diantaranya yaitu:

1. Plato (427-328)

Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur jasad
dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai tiga fungsi
(kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides (Keberanian), dan
epithymetikon (Keinginan).

3
Dr.Uhar suharsaputra: filsafat. Manusia, berfikir dan pengetahuan

6
2. Aristoteles (384 – 322 SM).

Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan


pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya. Manusia itu adalah
hewan yang berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal), hewn yang membangun
masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada
kampung dan negara.

3. Ibnu Sina (980 -1037 M).


manusia adalah makhluk yang dapat melakukan apapun yang diinginkan
serta dapat mempunyai kesanggupan :
a. makan,
b. tumbuh,
c. ber-kembang biak,
d. pengamatan hal-hal yang istimewa,
e. pergerakan di bawah kekuasaan,
f. ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang umum, dan
g. kehendak bebas.

4. Ibnu Khaldun (1332 – 1406).


Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir, kesanggupan ini
merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala kemulyaan dan
ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.

5. Harold H. Titus
Beliau menyatakan : Man is an animal organism, it is true but he is able to
study himself as organism and to compare and interpret living forms and to inquire
about the meaning of human existence.

7
6. William E. Hocking
Beliau menyatakan : Man can be defined as the animal who thinks in term
of totalities.

7. C.E.M. Joad.
Beliau Menyatakan : every thing and every creature in the world except man
acts as it must, or act as it pleased, man alone act on occasion as he ought.

8. R.F. Beerling.
Beliau Menyatakan bahwa manusia itu tukang bertanya. Dari uraian dan
berbagai definisi tersebut, maka kesimpulan yang dapat diambil mengenai siapa itu
manusia yaitu :
a. Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga.

b. Manusia punya kemampuan untuk bertanya.

c. Manusia punya kemampuan untuk berpengetahuan.

d. Manusia punya kemauan bebas.

e. Manusia bisa berperilaku sesuai norma (bermoral).

f. Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya.

g. Manusia punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan


kesadara diri.

h. Manusia adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada


Tuhan.

oleh karena itu jika manusia dalam kehidupannya hanya mengurusi urusan
fisik biologis seperti makan, minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh

8
berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi
adalah penggunaan akal untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan
pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah .masyarakat
beradab dan berbudaya,serta mempunyai keyakinan tentang agama serta tuhan nya.

B. proses lahirnya pemikiran manusia.

Berpikir Merupakan Proses Bekerjanya Akal. Imam Al Ghazali


menempatkan akal pada posisi yang mulia. Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin beliau
membuat suatu sub judul : Fi Al Aqli wa Syarafihi dan mengutip sebuah hadis yang
artinya sebagai berikut : "Pertama kali yang diciptakan oleh Allah SWT Adalah
akal. Allah berkata kepadanya : Menghadaplah engkau, maka menghadaplah ia.
Kemudian Allah berkata : Membelakangilah, maka ia pun membelakang.
Selanjutnya Allah mengatakan, "Demi kegagahan dan kemulian-Ku, "Aku tidak
mnenciptakan makhluk yang lebih mulia selain darimu. Denganmu aku mengambil
dan denganmu aku memberi. Denganmu aku memberikan pahala dan denganmu
aku menyiksa. Akal Merupakan Salah Satu Unsur Kejiwaan Di Samping Rasa.
Setiap bentuk konsep adalah hasil dari pikiran manusia. Dengan konsep itu,
manusia lalu menanggapi berbagai keadaan di luar dirinya. Dalam hal ini, emosi
dan perasaan juga merupakan hasil dari konsep yang berakar pada pikiran manusia. 4

Ada tiga ciri mendasar dalam pemikiran manusia,yaitu:

1. Tidak nyata.

Pikiran itu bukanlah kenyataan. Ia adalah tanggapan atas kenyataan. Pikiran


dibangun di atas abstraksi konse ptual atas kenyataan.

4
Reza A.A Wattimena 2016: tentang manusia, Dari pikiran,pemahaman, sampai dengan
perdamaian dunia, Yogyakarta

9
2. Sementara.

Pikiran juga sementara. Ia datang, ia pergi, dan ia berubah. Cuaca berubah, maka
pikiran juga berubah. Ketika lapar, pikiran melemah. Dan sebaliknya, ketika perut
kenyang, pikiran bekerja lebih maksimal.

3. Rapuh

Pikiran itu rapuh. Apa yang kita pikirkan sama sekali belum tentu benar.
Bahkan, keyakinan kita atas pikiran kita cenderung mengarahkan kita pada
kesalahan dan penderitaan, baik penderitaan diri sendiri maupun orang lain. Pikiran
kita begitu amat mudah berubah, dan ini jelas menandakan kerapuhan dari semua
bentuk pikiran kita.

Dari tiga ciri mendasar pemikiran manusia tersebut, maka dari mana asal
dan lahirnya pemikiran manusia sebenarnya, selain dari proses bekerjanya akal?
Proses lahirnya pemikiran manusia biasanya berawal dari Kesan yang muncul dari
pengamatan, kemudian Kita melihat dan mengamati sesuatu, lalu timbul kesan
tertentu tentang sesuatu itu.

Oleh karena itu dari pengamatan lalu muncullah pemikiran, dan kemudian
kesan terhadap pengamatan tersebut akan masuk dalam ingatan atau fikiran.
Namun, pengamatan pun selalu membutuhkan pola fikir. Urutan sederhananya
yaitu, Pengamatan dengan indera dan pikiran, lalu melahirkan kesan. Kesan lalu
melahirkan pendapat,dan pendapat lalu mendorong tindakan. Tindakan lalu
membentuk realitas, dan akhirnya, realitas itu diamati lagi dengan indera dan
pikiran. Begitu seterusnya.

Realitas adalah hasil dari bentukan pikiran kita. Karena pikiran kita berubah
berdasarkan dengan pengamatan dan kesan, maka realitas hidup kita pun berubah.
Hari ini, kita bahagia. Besok, mungkin ada masalah yang datang. Pikiran kita begitu

10
mudah berubah, karena berbagai hal, mulai dari kondisi biologis sampai sosial
politik. 5

Oleh karena itu yang harus kita pahami dalam proses lahirnya pemikiran
manusia yaitu lahirnya pemikiran kita bukanlah kebenaran yang sebenarnya Ia bisa
salah, dan bahkan seringkali salah. Realitas dari hasil pemikiran kitapun, bukanlah
realitas sesungguhnya. Karena pada dasar nya pemikiran manusia sering kali
bersifat rapuh, sementara, dan tidak nyata. Apa yang kita pikirkan adalah hal yang
belum menjadi suatu realitas atau kenyataan. Oleh karenanya kita sebagai manusia
harus mampu mengendalikan akal kita.

C. Tahapan pemikiran manusia

Auguste Comte mengemukakan tentang beberapa Tahap Perkembangan


Pemikiran Manusia, diantaranya yaitu:

1. Tahap Teologis Manusia berusaha menerangkan fakta/kejadian dalam


kaitannya dengan teka-teki alam yang dianggapnya sebagai sebuah misteri

2. Tahap Metafisis, Manusia merombak cara berpikir lama, yang dianggap tidak
sanggup lagi memenuhi keinginan manusia untuk menemukan jawaban yang
memuaskan tentang kejadian alam semesta.

3. Tahap Positif, Gejala dan kejadian alam dijelaskan berdasarkan observasi,


eksperimen, dan komparasi yang ketat dan teliti. 6

Ketika berpikir, kita membangun suatu konsep. Proses ini seringkali terjadi
begitu cepat, tanpa disadari. Kita mulai menilai dan memisahkan. Peristiwa, yang
sejatinya adalah peristiwa netral, kini mendapat label baik atau buruk, benar atau
salah, nyaman atau tidak nyaman dan sebagainya. Konsep ini lalu berubah, ketika

5
Reza A.A Wattimena 2016: tentang manusia, Dari pikiran,pemahaman, sampai dengan
perdamaian dunia, Yogyakarta
6
Abidin, Z.2000, Filsafat Manusia: “Memahami manusia melalui filsafat”, Bandung:
Remaja Rosdakarya.

11
mendapatkan pengalaman atau pengetahuan baru. Kadang, ia lenyap sama sekali.
Dalam konteks lain, ia membesar, karena terus terbuktikan oleh pengalaman.
Dalam kesempatan lain, konsep yang baru pun lahir.

Arah pemikiran manusia terbagi menjadi beberapa cara berpikir:


1. Cara berpikir fetyisme dan animisme
Dalam kedua bentuk berpikir ini, manusia bisa menyaksikan bagaimana
manusia menghayati alam semesta dalam individualitas dan partkularitasnya.

2. Cara berpikir politeisme


Cara berpikir ini sudah mulai maju, sudah mulai menyatukan dan
mengelompokkan semua benda dan kejadian ke dalam konsep yang lebih umum.
Pengelompokkan didasarkan pada kesamaan-kesamaan di antara mereka.

3. Cara berpikir monoteisme


Cara berpikir ini tidak lagi mengakui adanya banyak roh (dewa) dari
benda-benda dan kejadian-kejadian, tetapi hanya mengakui satu roh saja, yakni
Tuhan. Tuhan dipandang sebagai satu-satunya Roh, yang mengatur dan menguasai
bumi dan langit. Semua benda dan kejadian, termasuk manusia, berasal dan
berakhir dari satu kekuatan tunggal yang bersifat rohaniah itu (Tuhan).

Ada tiga tahapan akal budi atau pemikiran manusia menurut ibn khaldun
yang juga bermakna tahapan masyarakat karena manusia sebagai bentuk individu
dari anggota masyarakat dalam perspektif akal budi. Oleh karena itu, akal budi dan
manusia adalah laksana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Demikian pula manusia dengan masyarakat.

Berikut adalah 3 tahapan pemikiran manusia menurut ibn khaldun:

1. Al-‘aql al-tamyîzî versus masyarakat yaitu teologis

12
Pada dasarnya manusia itu bodoh. Namun, karena akal budinya ia dapat
berkembang menjadi insan yang berakal budi tidak terbatas. Proses
perkembangannya tampak saat manusia telah mencapai sifat-sifat kemanusiaannya
yang bersumber dari akal. Sifat-sifat kehewanan manusia, bagi manusia, terus
meningkat lagi menuju suatu fase yang oleh Ibn Khaldûn disebut akal pembeda (al-
‘aql al-tamyîzî) dan ini tidak berlaku bagi dunia binatang.

Fase akal budi atau pola pemikiran manusia sebelum al-‘aql al-tamyîzî
relatif sama dengan binatang karena memang manusia pada awalnya bodoh laksana
hewan. “Manusia itu pada hakekatnya bodoh dan menjadi pintar (‘âlim) karena
usaha. (Inna al-Insân jâhilun bi al-dzât ‘âlimun bi al-kasb),” kata Ibn Khaldûn.
Ketika sifat-sifat kehewanan yang melekat pada manusia sampai pada
kesempurnaannya, maka manusia baru mulai memasuki alam akal budi yang
diawali dengan al-‘aql al-tamyîzî tersebut. Pada tahap al-‘aql al-tamyîzî akal budi
manusia masih relatif rendah. Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa manusia, dari
sisi mental, baru beranjak pada tahapan setingkat di atas antara manusia dan
binatang.

Tahapan ini merupakan kunci penutup bagi dunia binatang dan sebagai
kunci pembuka bagi manusia untuk maju melebihi hewan dari aspek mental.
Tahapan ini, al-‘aql al-tamyîzî, penting dan dapat membedakan antara manusia dan
hewan. Ibn Khaldûn menyatakan bahwa melalui ‘aql tamyîzî manusia dapat
berpikir dengan tertib. Dikatakan demikian karena pada fase ini manusia mulai
mampu berpikir sampai pada derajat rasio minimalnya yang membedakan benda-
benda dan objek lainnya secara tertib. Ketika perilaku manusia belum tertib,
misalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan makanan, sebagaimana seekor ular
atau binatang lain yang kehidupannya tidak tertib dan tercurahkan untuk memenuhi
rasa lapar dan rakus, maka manusia pada tahap ini (pikirannya) sama seperti hewan.

Potensi otaknya belum bekerja sesuai tujuan penciptaannya yang istimewa


sebagai manusia. Namun, manusia tidak berhenti sampai pada pemikiran seperti
ini. Ia tidak seperti hewan yang, sampai taraf ini, dapat dikatakan tidak mengalami

13
perkembangan pemikiran sama sekali, atau berkembang tetapi sedikit dan lamban.
Sebaliknya, alam pikiran manusia itu dinamis dan cepat berkembang jauh melebihi
makhluk lain, termasuk malaikat.Di balik kebutuhan makan yang harus dicarinya,
manusia dengan otak dan dengan cara-cara yang tertib dan teraturnya berbeda jauh
dengan hewan.

Manusia mulai berburu, kemudian dapat bercocok tanam, mempersiapkan


lahan untuk tanamannya, memilih benih, merawat, memupuk dan seterusnya. Ia
terus berubah dan berkembang dari waktu kewaktu dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan makan dan perubahan seperti ini tidak terjadi pada hewan.

Cara-cara yang sistematis dan tertib ini, menurut Ibn Khaldûn, disebut
sebagai tahapan manusia paling mendasar yaitu, tahap ‘aql tamyîzî, sebagaimana
dinyatakan dalam al-‘Ibar jilid pertama, Muqaddimah.Tahapan pertama akal budi
manusia terwakili oleh daya pikir manusia yang baru mencapai tahap keteraturan
berperilaku. Hal itu berarti bahwa keteraturan perilaku manusia dinilainya sebagai
aspek dasar yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Pada fase ini
manusia baru mencapai satu tahap keistimewaannya sebagai manusia yang berbeda
dengan hewan. Sementara itu, ilmu pengetahuan tentang alam masih terbatas dan
hal-hal di luar itu masih asing. Dengan kekuatan otaknya yang masih terbatas itu,
manusia berada di alam, tempat ia akan mengaitkan kejadian alam dengan “yang
ghaib”atau supranatural.

Artinya, sebagai kelompok manusia, masyarakat pada fase ini cenderung


mengaitkan peristiwa-peristiwa alam secara langsung dengan kekuatan
supranatural atau, dalam istilah Comte, fase teologis. Manusia pada fase al-‘aql al-
tamyîzî baru dapat menggunakan fungsi sebagian inderanya yang mendasar. Indera
pencium sekedar untuk membedakan bau sedap, busuk, atau menyengat. Indera
perasa sekedar untuk merasakan enak dan tidaknya makanan, misalnya. Indera-
indera lainnya juga belum digunakan secara maksimal. Inderaindera tersebut belum
mencapai potensinya yang luar biasa dan belum mencapai level dapat membaca
fenomena yang terjadi.

14
Akal budi manusia pada tahap ini belum dapat berfungsi secara maksimal
meskipun kriteria “luar biasa” yang diberikan kepadanya tetap mengungguli hewan
lainnya. Jelaslah bahwa manusia dan masyarakat pada fase al-‘aql al-tamyîzî belum
mampu melihat atau membaca halhal di luar konteks pembeda. Fenomena di luar
konteks pembeda dianggapnya sebagai hal yang ghaib yang selanjutnya
diserahkannya kepada yang ghaib, sebagaimana yang dalam istilah Comte disebut
fase teologis.

Masyarakat atau manusia pada tahap ini baru dapat menggunakan akalnya
dalam gagasan-gagasan terbatas yang tercermin pada kebutuhan pokok atau dasar
manusia, seperti masalah makan dan minum dan bagaimana cara memperolehnya.
Sementara itu, jaminan keberhasilan untuk mendapatkannya yang didasarkan pada
perhitungan ilmiah, bagi manusia tahap ini, masih lemah. Mereka belum sampai
pada tahapan, saat akal budinya dapat memprediksi dan mengatasi gangguan secara
rasional dalam proses pekembangan awal suatu bibit, budi daya, panen, sampai
menjadi bahan pokok makanan siap saji. Dengan kata lain, dalam mengatasi
gangguan dan rintangan proses kehidupan, akal budi manusia pada tahap ‘aql
tamyîzî cenderung bersifat religi, kepercayaan dan keimanan.

2. Al-‘aql al-tajrîbî versus tahapan metafisik

Pada tahapan ini, akal budi manusia naik satu tingkat di atas tahapan akal
pembeda yang identik dengan tahapan teologis. Pada tahap metafisik ini, akal budi
manusia tidak lagi mengatakan bahwa semua peristiwa alam ini disebabkan oleh
ruh, dewa atau tuhan. Pada tahap ini akal budi manusia, di samping berusaha
memenuhi kebutuhan dasar kehidupan secara tertib sebagaimana pada tahapan ‘aql
tamyîzî, lingkupnya mulai meluas pada mencari sebab-sebab lain atas terjadinya
gejala alam dan menempatkan tuhan hanya sebatassebagai sebab (awal).
Sebenarnya pada tahap ini dasar pengetahuan akal budi manusia juga belum
empiris. Ia masih berpikiran apriori dan tidak jelas, tetapi ia sudah berbeda dengan
pola-pola pikiran pada fase teologis meskipun relatif masih metafisik.

15
Ibn Khaldûn memandang manusia pada tahapan kedua ini, di samping
telah memiliki sifat-sifat kehewanan yang sempurna yang sudah mencapai ‘aql
tamyîzî, akal budinya mulai memasuki satu tahapan berikutnya, yaitu ‘aql tajrîbî.
Bagi manusia, tahap ‘aql tajrîbî mengantarkannya kepada satu tahap lebih tinggi
dari tahapan ‘aql tamyîzî, saat sebagai manusia, ia telah mampu memiliki ilmu
pengetahuan. Manusia pada tahap ‘aql tajrîbî, menurutnya, meningkat lagi sehingga
melalui ilmu pengetahuannya mampu menggunakan akal budinya untuk
menghadapi masalah kehidupan yang lebih luas. 7 Wawasan pikirannya tidak lagi
terbatas pada masalah makan dan minum saja. Dengan ilmu pengetahuannya yang
merupakan hasil dari usahanya dalam menjawab sebab akibat atas problem sosial,
manusia pada tahap ini mampu berbuat dan memilih sesuatu yang bermanfaat dan
yang tidak, yang membangun dan yang merusak, yang positif dan yang negatif.
Akal budi manusia pada tahapan ini disebutnya ‘aql tajrîbî (experimental intellect:
percobaan ilmiah). Dinamakan ‘aql tajrîbîkarena lahirnya ilmu pengetahuan
manusia tahap kedua ini telah melalui percobaan, pengalaman dan pengulangan
(tajrîb diambil dari kata kerja jaraba yang artinya mencoba). 8

Tahapan kedua akal budi manusia ini disebut Comte sebagai tahap
metafisik. Comte secara langsung menyebutnya sebagai tahapan pemikiran
masyarakat yang relatif masih bersifat metafisis. Ia tidak berbicara tentang manusia
secara individu, tetapi melihatnya secara kelompok atau sosial. Jika pendapat ini
dikembalikan kepada pandangan yang mengatakan bahwa manusia adalah anak
masyarakat sebagaimana masyarakat adalah kenyataan dari individu-individu
anggotanya9, maka dapat disimpulkan bahwa apa yang dikatakan oleh Ibn Khaldûn
sebagai al-‘aql al-tajrîbî yang berlaku bagi manusia tentu juga berlaku bagi
masyarakat yang notabene bentuk kumpulan manusia.

7
Istilah ilmu pengetahuan yang dimaksud ialah ‘ilm (arab) atau knowledge (inggris),
yaitu pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya; Mulyadhi kartanegara, menembus
batas waktu: Panaroma Filsafat islam (Bandung ;Mizan,2002),hlm.57
8
Ibn khaldun, Muqaddimah, Hlm.374
9
Masyarakat merupakan produk manusia. Masyarakat merupakan kenyataan objektif.
Manusia produks sosial. Berger, Tafsir sosial, Hlm 87.

16
3. Al-‘aql al-nadzarî versus tahapan positif

Ketika akal budi manusia mampu membedakan objek-objek pemikirannya


secara tertib, mampu membedakan objek yang merusak dan yang membangun,
yang menguntungkan dan yang merugikan, maka ia telah berkembang menuju
tahapan berikutnya, yaitu menjadi manusia yang memiliki akal teori (‘aql nazharî).
‘Aql nazharî manusia membantu dirinya untuk memahami suatu objek secara baik
dan memiliki suatu persepsi spesifik tentang yang ada atau objek dunia dengan apa
adanya, baik yang konkret wujûd (empiris) maupun yang ghaib (metafisis).

Ada dua kata kunci dalam al-‘aql al-nazharî, yaitu konkret wujûd dan
ghaib. Istilah yang kedua ini (ghaib) cocok disebut sebagai problem atau masalah
yang belum dapat terjawab secara ilmiah dan empiris. Ibn Khaldûn menyatakan
hakekat tahapan ketiga dari perkembangan akal budi manusia yang disebut Ibn
Khaldûn dengan istilah al-‘aql al-nazharî. Jika dibandingkan dengan konsep
tahapan akal budi manusia yang diutarakan oleh Comte, maka tahapan ini
menunjuk pada tahapan positif.

Pada dasarnya menurut pandangan aliran positivisme manusia modern itu


dapat dilihat dari pola-pola pemikirannya yang positivistik sebagaimana pola-pola
yang dianut masyarakatnya. 10Artinya, polapola positif yang berlaku bagi manusia
modern juga berlaku bagi masyarakatnya. Masyarakat dan individu terjalin menjadi
suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Kesimpulan ini juga dikuatkan pendapat terakhir tentang konsepsi


masyarakat bahwa individu dan masyarakat tidak mungkin dipisah-pisahkan satu
dari yang lain. 11. terakhir tentang konsepsi masyarakat bahwa individu dan
masyarakat tidak mungkin dipisah-pisahkan satu dari yang lain. 12

10
Veeger,realitas sosial, hlm 140-141
11
Veeger,realitas sosial, hlm.9
12
Veeger,realitas sosial, hlm.9

17
Kebebasan individu tidak mungkin dipikirkan tanpa adanya ikatan dan
keterikatan dengan orang lain. Independensi individu tidak mungkin ada tanpa
dependensi dari masyarakat. Dengan demikian, bahwa pola-pola positivistik itu
secara tidak langsung sebagai dasar bagi masyarakat modern atau masyarakat baru,
juga berlaku bagi pengertian manusia baru/modern itu sendiri. Akibatnya, dalam
gagasan sosiologi yang bercorak positivistis, ditawarkan konsep tuhan yang,
menurutnya, tidak lebih dari rekayasa masyarakat itu sendiri sebagaimana tampak
dalam definisi tentang agama.

Secara garis besar, akal budi manusia pada tahap positif sudah benar-benar
mengkaji gejala alam melalui hukum-hukum alam yang dapat ditinjau, diuji dan
dibuktikan secara empiris, sebagaimana ilmu pengetahuan positif. Namun,
sebagaimana konsep Ali Syari’ati bahwa manusia itu dapat berkembang secara
tidak terbatas, pembahasan positif akal budi manusia terhadap suatu objek (sosial
khususnya) seharusnya tidak berhenti sampai di situ. Gejala-gejala misterius, dalam
konteks keterbatasan akal budi manusia yang dapat berkembang tidak terbatas itu
menjadi bagian penting sebagai keseimbangan dari yang empiris. Ketiga tahapan
pemikiran manusia menurut ibn khaldun ini sangat penting untuk kita pahami agar
dalam proses berfikir bisa sesuai dengan pemikiran yang sebenar benarnya.

D. Ilmu pengetahuan perspektif Islam

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti
pengetahuan (al-ma’rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang
hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya
di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan. Dalam perspektif Islam,
ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh
(ijtihād) dari para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalanpersoalan
duniawī dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah.

Sedangkan pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang


diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada

18
dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir
yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. 13

Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai


petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk
tentang ilmu pengetahuan dan aktivis nya. Al-Qur’ān memberikan perhatian yang
sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun
berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”.
Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan
ilmiah. Di samping itu, kata ilmu yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan
sekedar berasal dari bahasa Arab, tetapi juga tercantum dalam al-Qur’ān. Kata ilmu
disebut sebanyak 105 kali dalam al-Qur’ān. Sedangkan kata jadiannya disebut
sebanyak 744 kali. Kata jadian yang dimaksud adalah; ‘alima (35 kali), ya’lamu
(215 kali), i’lām (31 kali), yu’lamu (1 kali), ‘alīm (18 kali), ma’lūm (13 kali),
‘ālamīn (73 kali), ‘alam (3 kali), ‘a’lam (49 kali), ‘alīm atau ‘ulamā’ (163 kali),
‘allām (4 kali), ‘allama (12 kali), yu’limu (16 kali), ‘ulima (3 kali), mu’allām (1
kali), dan ta’allama (2 kali)

Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang aktivitas


ilmiah, keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam menuntut ilmu.
Misalnya, hadits-hadits yang berbunyi; “Menuntut ilmu merupakan kewajiban
setiap muslim dan muslimah” (HR. BukhariMuslim). “Barang siapa keluar rumah
dalam rangka menuntut ilmu, malaikat akan melindungi dengan kedua sayapnya”
(HR. Turmudzi). “Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka
ia selalu dalam jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim). “Barang siapa
menuntut ilmu untuk tujuan menjaga jarak dari orang-orang bodoh, atau untuk
tujuan menyombongkan diri dari para ilmuwan, atau agar dihargai oleh manusia,
maka Allah akan memasukkan orang tersebut ke dalam neraka” (HR. Turmudzi).

13
Siti Makhmudah, “Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan Islam”. AL-
MURABBI Volume 4, Nomor 2, Januari 2018 ISSN 2406-775X

19
Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik perhatian
Franz Rosenthal, seorang orientalis, dengan mengatakan: ”Sebenarnya tak ada satu
konsep pun yang secara operatif berperan menentukan dalam pembentukan
peradaban Islam di segala aspeknya, yang sama dampaknya dengan konsep ilmu.
Hal ini tetap benar, sekalipun di antara istilah-istilah yang paling berpengaruh
dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin, seperti “tauhîd” (pengakuan atas
keesaan Tuhan),

Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki karakteristik khas yang berbeda


secara fundamental dengan ilmu-ilmu yang dikembangkan di Barat, baik landasan,
sumber, sarana, dan metodologinya. Dalam Islam, ilmu pengetahuan memiliki
landasan yang kokoh melalui al-Qur’ān dan Sunnah; bersumber dari alam fisik dan
alam metafisik; diperoleh melalui indra, akal, dan hati/intuitif. Cakupan ilmunya
sangat luas, tidak hanya menyangkut persoalan-persoalan duniawi, namun juga
terkait dengan permasalahan ukhrāwi. 14

Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts menunjukkan bahwa


paradigma ilmu dalam Islam adalah teosentris. Karena itu, hubungan antara ilmu
dan agama memperlihatkan relasi yang harmonis, ilmu tumbuh dan berkembang
berjalan seiring dengan agama. Karena itu, dalam sejarah peradaban Islam, ulama
hidup rukun berdampingan dengan para ilmuwan. Bahkan banyak ditemukan para
ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai ulama. Misalnya, Ibn Rusyd di samping
sebagai ahli hukum Islam pengarang kitab Bidāyah alMujtahīd, juga seorang ahli
kedokteran penyusun kitab al-Kullīyāt fī alThibb.

hubungan Islam dengan ilmu pengetahuan, sudah dijelaskan dalam al-


Qur’an dan as-Sunnah. banyak ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang berbicara
tentang ilmu pengetahuan, secara ringkas Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Islam
alternatif menjelaskan; Manusia diangkat sebagai khalifah dan dibedakan dengan
makhluk Allah yang lain karena ilmunya. Al-Qur’an menceritakan bagaimana

14
Mohammad Kosim,” ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM” (Perspektif Filosofis-Historis).
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008

20
Adam as, diberi pengaetahuan tentang konsep- konsep seluruhnya (al-asma
kullaha), dan malaikat disuruh bersujud kepadanya, QS. Al- Baqarah/2; 31-33.

Hakikat manusia tidak terpisah dari kemampuannya untuk mengembangkan


ilmu pengetahuan, maka ilmu yang disertai iman, adalah ukuran derajat manusia.
Manusia yang ideal adalah manusia yang mencapai ketinggian iman dan ilmu.
(QS.58:11). Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah (QS.11:14) dan hanya dapat
direnungkan maknanya oleh orang-orang yang berilmu. Al-Qur’an memberi isyarat
bahwa yang berhak memimpin ummat ialah yang memiliki ilmu pengetahuan.
Beberapa Nabi dipilih menjadi penguasa dan juga beberapa orang dikisahkan
menjadi penguasa karena ilmunya.

Ilmu pengetahuan memiliki kemuliaan tersendiri bagi siapa saja yang


mencari dan berniat untuk mempelajarinya, kita sebagai ummat muslim diwajibkan
untuk menuntut ilmu, terlebih lagi dalam ilmu agama, Wajib bagi setiap muslim
laki-laki maupun perempuan. Karena tanpa ilmu maka bagaimana seseorang itu
bisa beribadah kepada Allah? Oleh karena itu perpektif islam terhadap ilmu
pengetahuan memiliki kedudukan serta derajat yang tinggi, Karenanya Allah
menjamin syurga bagi siapapun yang meninggal dalam keadaan atau dalam
perjalanan tholabul ilmi, bahkan siapapun yang menuntut ilmu setiap langkah nya
malaikat serta makhluk yang lain ikut serta mendoakannya.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

“Manusia ialah makhluk yang berakal; akallah yang merupakan perbedaan


pokok di antara manusia dan binatang; akallah yang menjadi dasar dari segala
kebudayaan" Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah dengan sarana
berpikir. Dengan berpikir manusia dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah..
Melihat dari Definisi Manusia tersebut, dapat dijelaskan bahwa manusia adalah
makhluk hidup yang memiliki akal yang bekerja dan berproses kemudian
menghasilkan suatu pemikiran dan tindakan yang dapat mempengaruhi suatu
keberlangsungan kehidupan manusia.

Dengan akal, manusia dapat melahirkan suatu pemikiran yang bermacan


macam. Lahirnya pemikiran berawal dari suatu Pengamatan dengan indera, lalu
diproses oleh akal menjadi pikiran, lalu melahirkan kesan. Kesan lalu melahirkan
pendapat,dan pendapat lalu mendorong tindakan. Tindakan lalu membentuk
realitas, dan akhirnya, realitas itu diamati lagi dengan indera dan pikiran.

Tahapan-tahapan pemikiran manusia terbagi menjadi 3 tahapan diantaranya


yaitu tahapan teologis, metafisis kemudian tahapan positif. Masing-masing tahapan
memiliki step atau tangga yang berbeda beda serta level pemikiraan yang berbeda-
beda.

Akal melahirkan suatu pemikiran, kemudian pemikiran lahir untuk


memikirkan suatu hal, salah satunya adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
adalah bagian terpenting dari manusia. Jika kita memanfaatkan pemikiran dengan
memikirkan hal-hal yang bermanfaat (ilmu pengetahuan) maka akal kita terus
terasah dan terlatih untuk berfikir sehingga dalam memanfaatkan akal bisa
maximal.

22
Ilmu pengetahuan menurut perspektif islam memiliki kedudukaan yang
sangat agung,tinggi dan mulia, nama nya banyak disebutkan didalam alquran serta
banyak jaminan bagi siapapun yang tholabul ilmi. ilmu pengetahuan merupakan
bagian terpenting dalam segala aspek bidang. Khususnya aspek agama. dengan
ilmu pengetahuan kita bisa mempelajari apa itu tauhid, akhlak, ibadah, serta ilmu
ilmu lainnya yang dapat mendekatkan kita kepada sang-pencipta yaitu Allah
SWT.

B. Saran
Dari penjabaran materi di atas mengenai manusia dan pemikiran,
diharapkan agar kita sebagai manusia bisa terus mensyukuri karunia yang telah
Allah SWT berikan kepada manusia, yaitu akal dan pikiran dengan selalu
memanfaatkan nya dengan hal-hal yang dapat bermanfaat tidak hanya untuk diri
sendiri, tetapi banyak orang, Serta mennggunakan akal semaksimal mungkin dalam
segala hal ataupun aspek-aspek dalam kehidupan.
Selain itu juga, diharapkan manusia untuk selalu menuntut ilmu dimanapun,
kapanpun dengan siapapun dengan syarat ilmu yang di pelajari tersebut adalah hal-
hal yang posistif, terlebih lagi persoalan agama yang dapat mendekatkan kita
kepada sang-kholiq yaitu Allah SWT.

23
DAFTAR PUSTAKA

I Gusti Bagus Rai Utama, MA, 2013 ” Filsafat Ilmu dan logika”, (Universitas
Dhyana Pura Bandung,2013)

Moh pribadi, 2017,”Tahapan pemikiran Masyarakat dalam pandangan ibn


khaldun”sosiologi reflektif, Volume 11,No2 April 2017.

Dr.Uhar suharsaputra: filsafat. Manusia, berfikir dan pengetahuan, diakses dari


https://uharsputra.wordpress.com/filsafat/manusia-berfikir-dan-pengetahuan-2/
Reza A.A Wattimena 2016: tentang manusia, Dari pikiran,pemahaman, sampai
dengan perdamaian dunia, Yogyakarta

Abidin, Z.2000, Filsafat Manusia: “Memahami manusia melalui filsafat”,


Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyadhi kartanegara, menembus batas waktu: “Panaroma Filsafat islam”


(Bandung ;Mizan,2002)
Manusia produks sosial. Berger, Tafsir sosial.
Siti Makhmudah, “Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan
Islam”. AL-MURABBI Volume 4, Nomor 2, Januari 2018 ISSN 2406-775X

Mohammad Kosim,” ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM” (Perspektif


Filosofis-Historis). Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Ibn khaldun, Muqaddimah
Veeger, realitas sosial

24

Anda mungkin juga menyukai