Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

Tentang

Makna Manusia Makhluk Berfikir dan Berpengetahuan

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Azizah Nurul Humairah 2016050081
Amanah 2016050088
Lala Sara Fina 2016050091

Dosen Pembimbing:
Rifki Abror Ananda, M.Ag

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN IMAM BONJOL PADANG
2023/1444H
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tidak lupa pula
penulis ucapkan sholawat dan salam kepada junjungan umat manusia yakni nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT, agar
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulisan makalah tentang “MAKNA MANUSIA MAKHLUK BERFIKIR DAN


BERPENGATAHUAN” ini diajukan untuk memenuhi tugas makalah pada mata kuliah
Filsafat Ilmu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Baik dari
segi isi maupun penyajian makalah yang belum sempurna. Oleh karena itu, penulis meminta
saran dan kritik yang mendukung agar penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan terutama bagi penulis
sendiri.

Padang, 04 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Makna Menjadi Manusia ...................................................................... 3
B. Makna Berfikir ....................................................................................... 7
C. Makna Pengetahuan ............................................................................... 9
D. Berfikir dan Pengetahuan...................................................................... 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................ 13
B. Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang berpikir (homo sapien), sebab ia dikaruniai


instrumen pengetahuan (epistemologi) dalam memahami gerak semesta. Untuk mengerti
kenapa manusia tercipta dan untuk apa dia mengada, serta memahami tujuan hidupnya.
Kemudian manusia berusaha merumuskan dirinya. Secara alamiah manusia memiliki
hasrat untuk mengetahui (desire to know), penyelidik terhadap segala apa saja yang
tampak dalam alam raya ini (segala yang ada dan mungkin ada), untuk mengetahui inti
yang terdalam dari segala yang ada totalitas realitas yang menegasi sub-sub kenyataan
Ilmu tersebut yang mengenai yang ada.

Pada dasarnya manusia menghasrati rasa ingin tahu. Sebab cikal-bakal


pengetahuan bermula dari rasa kagum demikian ungkap Aristoteles. Hasrat keserba ingin
tahuan dijadikan prinsip dalam pengejawantahan diri. Masyarakat dirombak, dibangun,
dikendalikan dan dipacu ke arah berbagai produktivitas yang bermanfaat secara praktis
dan pragmatis. Sejatinya manusia melakukan hal tersebut tidak lain hanyalah untuk
mencapai tujuan hidup, baik tujuan dunia maupun akhirat.

Manusia dengan akalnya merupakan subjek pembentuk sebuah realitas yang


mengarah pada perkembangan sejarah sebagai pusat kehidupan dalam jagad raya.
Bagaimanapun keadaannya, sebagai makhluk yang berfikir, manusia akan selalu mencari
sebuah kebenaran-kebenaran yang hakiki, mencari jawaban dari segala macam
permasalahan yang dihadapi.Kebenaran yang hakiki sangat sulit untuk bisa dirumuskan,
akan tetapi dari beberapa aliran yang telah diketahui setidaknya kebenaran itu bisa
diketahui melalui akal yang sering didengungkan oleh aliran rasionalisme. Kebenaran
menurut aliran rasionalisme adalah sesuatu yang jelas dan terpilah-pilah (clear and
distincy), maksudnya adalah bahwa gagasan-gagasan atau idea-idea itu seharusnya dapat
dibedakan dengan idea-idea yang lain. Sedangkan menurut aliran empirisme, kebenaran
itu berdasarkan pengalaman.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibatasi oleh pemakalah yaitu mengenai:

1. Bagaimana Makna Menjadi Manusia?


2. Bagaimana Makna Berfikir?
3. Bagaimana Makna Pengetahuan?
4. Bagaimana Berfikir dan Pengetahuan?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Makna Menjadi Manusia.
2. Mengetahui Makna Berfikir.
3. Mengetahui Makna Pengetahuan.
4. Mengetahui Berfikir dan Pengetahuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Menjadi Manusia

Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun,


hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan
manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain
berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki
perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dan lain-lain. Semua itu
menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di amini oleh sebagian orang.

Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia sesuai
dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini;1

1. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi,


2. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
3. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan
menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
4. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat
perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat
alat,
5. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul
dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
6. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-
prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,
7. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama.

Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang


manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk
yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat
mutlak terlaksananya program-program pendidikan. Ilmu yang mempelajari tentang
hakekat manusia disebut Antropologi Filsafat. Berikut pembahasan mengenai manusia:
1
Zaenal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 49.

3
1. Masalah Rohani dan Jasmani
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah
rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu:

a. Aliran Serba zat (faham materialisme), aliran serba zat ini mengatakan yang
sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan
manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging,
tulang). Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih
kepada zat atau materinya.
b. Aliran Serba Ruh, aliran ini diberi nama aliran Idealisme. Aliran ini berpendapat
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat
manusia adalah ruh. Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa, mental, juga
rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk
melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia.
c. Aliran Dualisme, aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya
terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita
semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan
benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa
dan raga. Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat
dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak
dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital.
Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam
pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu
saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran Eksistensialisme, aliran filsafat modern ini berpikir tentang hakekat
manusia yang merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia.
Jadi intinya hakikat manusia itu, apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.
Di sini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua
aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.

4
2. Sudut Pandang Antropologi
Dari segi antropologi terdapat tiga sudut pandang hakekat manusia, yaitu
manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila. Berikut
penjelasan dari ketiganya:

a. Manusia Sebagai Makhluk Individu (Individual Being). Dalam bahasa filsafat


dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu.
Self-existence ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi:
kesadaran adanya diri diantara semua relaita, self-respect, self-narcisme, egoisme,
martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya
kesadaran akan potensi potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisasi.
b. Manusia Sebagai Makhluk Sosial (Sosial Being). Telah kita ketahui bersama
bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, manusia membutuhkan manusia lain
agar bisa tetap exsis dalam menjalani kehidupan ini, itu sebabnya manusia juga
dikenal dengan istilah makhluk sosial. Keberadaanya tergantung oleh manusia
lain. Esensi manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia
tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana
tanggung jawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran
interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk
mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
c. Manusia Sebagai Makhluk Susila (Moral Being). Asas pandangan bahwa manusia
sebagai makhluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia
secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Artinya, kesusilaan
atau moralitas adalah fungsi sosial. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah
dasar fundamental yanng membedakan manusia dari pada hidup makhluk-
makhluk alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya
kesadaran moral itu.

3. Pandangan Freud tentang Struktur Jiwa (Kepribadian).


Menurut Freud (ahli ilmu jiwa), struktur jiwa (kepribadian) terbentuk oleh tiga
tingkatan atau lapisan, yaitu bagian dasar (das Es), bagian tengah (das Ich) dan bagian
atas (das Uber ich).

5
a. Bagian Dasar atau das Es (the Id), bagian ini merupakan bagian paling dasar yaitu
berkenaan dengan hasrat-hasrat atau sumber nafsu kehidupan. Semua tuntutan das
Es semata-mata demi kepuasan, tanpa memperhatikan nilai baik-buruk. Das Es ini
merupakan prototype dari sifat individualistis manusia, egoistis, a-sosial bahkan a-
moral. Dan ketika manusia semata-mata mengikuti dorongan das Es yang
demikian tadi, maka sesungguhnya manusia tidak ada bedanya dengan makhluk
alamiah lain.
b. Bagian Tengah atau das Ich (aku), bagian ini terletak ditengah antara das Es dan
das Uber Ich. Menjadi penengah antara kepentingan das Es dan tujuan-tujuan das
Uber Ich. Das Ich ini bersifat objektif dan realistis, sehingga pribadi seseorang
dapat berjalan dengan seimbang dan harmonis. Sesuai letaknya, das Ich ini lebih
sadar norma dibanding das Es. Kesadaran das Ich yang bersifat ke-aku-an ini lebih
bersifat social, sehingga das Ich dapat disamakan sebagai aspek sosial kepribadian
manusia.
c. Bagian Atas atau das Uber Ich (superego), bagian jiwa yang paling tinggi, sifatnya
paling sadar norma, paling luhur. Bagian ini yang paling lazim disamakan dengan
budi nurani. Setiap motif, cita-cita dan tindakan das Uber Ich selalu didasarkan
pada asas-asas normative. Superego ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai, baik
nilai etika maupun nilai religious. Dengan demikian, superego adalah bagian jiwa
yang paling sadar terhadap makna kebudayaan, membudaya dalam arti terutama
sadar nilai moral, watak superego ialah susila.

4. Tujuan Hidup Manusia


Asala mula dan tujuan hidup manusia merupakan substansi yang sulit
dijelaskan. Karena akal manusia sangat terbatas untuk mencapai pada substansi
tersebut. Pikiran manusia tidak pernah mampu menjelaskan secara terperinci tentang
substansi asal-mula tersebut. Mekipun demikian, pikiran manusia dapat dipastikan
mampu secara logis menyimpulkan dan menilai bahwa hakekat asal mula itu hanya
ada satu, bersifat universal, dan berada di dunia metafisis, karena itu bersifat absolut
dan tidak mengalami perubahan serta sebagai sumber dari segala sumber yang ada.

6
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya
merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berfikir, dengan berfikir manusia
menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar
perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas berfikir, oleh karena itu
sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai
kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa berfikir, kemanusiaan manusia
pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.

B. Makna Berfikir

Berpikir adalah memberikan gambaran adanya sesuatu yang ada pada diri
seseorang. Sesuatu yang merupakan tenaga yang di bangun oleh unsur-unsur dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas. Pengertian berpikir secara umum adalah aktivitas
mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu. Hal ini
dapat mengarah pada sesuatu yang berupa tindakan atau ide-ide atau pengaturan ide.
Berpikir juga mendasari segala tindakan manusia dan interaksinya.2 Dalam melakukan
aktivitas, manusia memang memiliki syaraf tersendiri dalam melakukan tindakan, namun
ada beberapa aktivitas manusia pula yang di pengaruhi oleh sistem pikiran manusia.
Berpikir terpusat pada otak manusia. Manusia juga sebagai makluk sosial dan individual
yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya.3

Semua karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian dan keagungan


pada dasarnya merupakan akibat dari anugrah akal yang dimilikinya, serta
pemanfaatannya untuk kegiatan berfikir, bahkan Tuhan pun memberikan tugas
kekhalifahan (yang terbingkai dalam perintah dan larangan) di muka bumi pada manusia
tidak terlepas dari kapasitas akal untuk berfikir, berpengetahuan, serta membuat
keputusan untuk melakukan dan atau tidak melakukan yang tanggungjawabnya inheren
pada manusia, sehingga perlu dimintai pertanggungjawaban.

Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan bahwa pikiran memberi manusia


pengetahuan yang dapat dipakainya sebagai pedoman dalam perbuatannya, sedangkan

2
Wowo Sunaryo, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 12.
3
Nur Kholis, Mengurangi Kekerasan Terhadap Anak Berbasis Pendekatan Pendekatan
Pendidikan Multikultural, (Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014).

7
kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan mereka. Oleh karena itu, berfikir
merupakan atribut penting yang menjadikan manusia sebagai manusia, berfikir adalah
fondasi dan kemauan adalah pendorongnya.

Kalau berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri penting yang
membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud berfikir, apakah setiap
penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah penggunaan akal dengan cara
tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli telah mencoba mendefinisikan makna
berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri, namun yang jelas tanpa akal nampaknya
kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan, demikian juga pemilikan akal secara
fisikal tidak serta merta mengindikasikan kegiata berfikir.

Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi
ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berfikir bukanlah
kegiatan fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental sedang
mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka
orang tersebut bisa dikatakan sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir
merupakan upaya untuk mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu
merupakan upaya untuk menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental)
seseorang, dan jika itu terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan
mampu memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih
mampu untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu
memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.

Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir (pemikiran) yaitu
mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui. Definisi
ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan berfikir baru mungkin terjadi jika akal/pikiran
seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu dipergunakan untuk
mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu yang diketahui itu bisa merupakan data, konsep
atau sebuah idea, dan hal ini kemudian berkembang atau dikembangkan sehingga
diperoleh suatu yang kemudian diketahui atau bisa juga disebut kesimpulan. Dengan
demikian kedua definisi yang dikemukakan akhli tersebut pada dasarnya bersifat saling
melengkapi. Berfikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan dengan

8
pengetahuan tersebut proses berfikir dapat terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan
yang baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus
dilakukan.

C. Makna Pengetahuan

Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan (Knowledge) atau sesuatu yang


diketahui agar pencapaian pengetahuan baru lainnya dapat berproses dengan benar,
sekarang apa yang dimaksud dengan pengetahuan? Menurut Langeveld pengetahuan ialah
kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui, di tempat lain dia
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan kesatuan subjek yang mengetahui dengan
objek yang diketahui, suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek
sebagai dikenalinya. Dengan demikian pengetahuan selalu berkaitan dengan objek yang
diketahui, sedangkan Feibleman menyebutnya hubungan subjek dan objek (Knowledge:
relation between object and subject).

Subjek adalah individu yang punya kemampuan mengetahui (berakal) dan objek
adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui. Individu (manusia) merupakan
suatu realitas dan benda-benda merupakan realitas yang lain, hubungan keduanya
merupakan proses untuk mengetahui dan bila bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia.
Di sini terlihat bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif dalam proses penyatuan sedang
objek pun harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu realitas
demikian juga objek, ke dua realitas ini berproses dalam suatu interaksi partisipatif, tanpa
semua ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini sejalan dengan pendapat Max Scheler
yang menyatakan bahwa pengetahuan sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu
realita yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu.
Sebaliknya subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya.

Pengetahuan Secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang

9
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles
pengetahuan bisa didapat berdasarkan pengamatan dan pengalaman.4

Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui


sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun
gambaran tentangfakta yang ada di luar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat
pengetahuan, yaitu:5

1. Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut
realismeadalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta
atau hakikat).Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah dari yang asli
yang ada diluar akal.Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam
sebuah foto. Dengan demikian,relisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar
dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.

2. Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar- benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses
psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis
hanya merupakan gambaran subjektif bukan gambaran objektif tentang realitas.
Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat
gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan
hakikat kebenaran. Yang diberikan hanyalah gambaran menurut pendapat atau
pengelihatan orang yang mengetahui.

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang


objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri), Pengetahuan tentang
objek selalu melibatkan dua unsur yakni unsur representasi tetap dan tak terlukiskan serta

4
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: universitas Indonesia UI Press),1986
hlm. 122.
5
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung: Remaja rosda karya, 2004), hlm. 144.

10
unsur penapsiran konsep yang menunjukan respon pemikiran. Unsur konsep disebut
unsur formal sedang unsur tetap adalah unsur material atau isi (Maurice Mandelbaum).
Interaksi antara objek dengan subjek yang menafsirkan, menjadikan pemahaman subjek
(manusia) atas objek menjadi jelas, terarah dan sistimatis sehingga dapat membantu
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan dengan
bertambahnya pengalaman, untuk itu diperlukan informasi yang bermakna guna menggali
pemikiran untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang itu hidup (Harold H Titus).

D. Berfikir dan Pengetahuan

Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan
manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan
lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan
pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.

Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat
pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas
berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia
semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta
mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah
(ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan
mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya
secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir
dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :

1. Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan


eksistensial)
2. Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah
(ilmu)
3. Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat)

Semua jenis berfikir dan pengetahuan di atas mempunyai poisisi dan manfaatnya
masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap merupakan

11
sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada
manusia telah menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-
kaidah berfikir benar (logika), dan semua ini makin memerlukan keakhlian, sehingga
makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan makin sedikit yang mempunyai
kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang
dimiliki seseorang tetap saja mereka bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk
memperoleh pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan,
sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut
pengetahuan eksistensial).

Berpengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk mempertahankan


hidupnya, dan untuk itu dalam diri manusia telah terdapat akal yang dapat dipergunakan
berfikir untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua
alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu:

1. Manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap
hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya.
2. Manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit dan
kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.

Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan instrumen


penting untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam hidupnya di dunia,
tanpa itu mungkin yang akan terlihat hanya kemusnahan manusia (meski kenyataan
menunjukan bahwa dengan berfikir dan pengetahuan manusia lebih mampu membuat
kerusakan dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Manusia merupakan makhluk yang berpikir (homo sapien), sebab ia dikaruniai


instrumen pengetahuan (epistemologi) dalam memahami gerak semesta. Untuk mengerti
kenapa manusia tercipta dan untuk apa dia mengada, serta memahami tujuan hidupnya.
Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan yang benar-benar tepat dan pas dengan apa
yang dimaksud dengan manusia, dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik,
antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan para ahli pikir dan ahli
filsafat memberikan sebutan kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat
dilakukan manusia di bumi ini.

Berpikir adalah memberikan gambaran adanya sesuatu yang ada pada diri
seseorang. Sesuatu yang merupakan tenaga yang di bangun oleh unsur-unsur dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas. Pengertian berpikir secara umum adalah aktivitas
mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu. Hal ini
dapat mengarah pada sesuatu yang berupa tindakan atau ide-ide atau pengaturan ide.
Berpikir juga mendasari segala tindakan manusia dan interaksinya.

Pengetahuan Secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles
pengetahuan bisa didapat berdasarkan pengamatan dan pengalaman.

Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan
manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan
lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan
pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat dibaca, dipahami
dan dijadikan salah satu referensi untuk menjelaskan tentang Perbedaan Bank Islam
dengan Bank Konvensional.

13
Dan penulis juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat mendukung untuk lebih
baiknya di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan
sedikit banyaknya kepada pembaca dan terutama kepala penulis sendiri.

14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja rosda karya.
Ahmad Tafsir. 2012. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja rosda karya.
Burhanuddin Salam. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Kebung, K. (2011). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta, Indonesia: Prestasi Pustaka.
Mohammad Hatta. 1986. Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Universitas Indonesia UI Press.
Suriasumantri, J. S. (2017). Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer – Keterkaitan Ilmu,
Agama, dan Seni. Jakarta, Indonesia: Pustaka Sinar Harapan

iv

Anda mungkin juga menyukai