FILSAFAT ILMU
Tentang
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Azizah Nurul Humairah 2016050081
Amanah 2016050088
Lala Sara Fina 2016050091
Dosen Pembimbing:
Rifki Abror Ananda, M.Ag
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tidak lupa pula
penulis ucapkan sholawat dan salam kepada junjungan umat manusia yakni nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT, agar
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Baik dari
segi isi maupun penyajian makalah yang belum sempurna. Oleh karena itu, penulis meminta
saran dan kritik yang mendukung agar penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan terutama bagi penulis
sendiri.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Makna Menjadi Manusia ...................................................................... 3
B. Makna Berfikir ....................................................................................... 7
C. Makna Pengetahuan ............................................................................... 9
D. Berfikir dan Pengetahuan...................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Makna Menjadi Manusia.
2. Mengetahui Makna Berfikir.
3. Mengetahui Makna Pengetahuan.
4. Mengetahui Berfikir dan Pengetahuan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Menjadi Manusia
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia sesuai
dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini;1
3
1. Masalah Rohani dan Jasmani
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah
rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu:
a. Aliran Serba zat (faham materialisme), aliran serba zat ini mengatakan yang
sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan
manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging,
tulang). Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih
kepada zat atau materinya.
b. Aliran Serba Ruh, aliran ini diberi nama aliran Idealisme. Aliran ini berpendapat
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat
manusia adalah ruh. Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa, mental, juga
rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk
melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia.
c. Aliran Dualisme, aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya
terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita
semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan
benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa
dan raga. Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat
dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak
dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital.
Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam
pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu
saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran Eksistensialisme, aliran filsafat modern ini berpikir tentang hakekat
manusia yang merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia.
Jadi intinya hakikat manusia itu, apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.
Di sini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua
aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
4
2. Sudut Pandang Antropologi
Dari segi antropologi terdapat tiga sudut pandang hakekat manusia, yaitu
manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila. Berikut
penjelasan dari ketiganya:
5
a. Bagian Dasar atau das Es (the Id), bagian ini merupakan bagian paling dasar yaitu
berkenaan dengan hasrat-hasrat atau sumber nafsu kehidupan. Semua tuntutan das
Es semata-mata demi kepuasan, tanpa memperhatikan nilai baik-buruk. Das Es ini
merupakan prototype dari sifat individualistis manusia, egoistis, a-sosial bahkan a-
moral. Dan ketika manusia semata-mata mengikuti dorongan das Es yang
demikian tadi, maka sesungguhnya manusia tidak ada bedanya dengan makhluk
alamiah lain.
b. Bagian Tengah atau das Ich (aku), bagian ini terletak ditengah antara das Es dan
das Uber Ich. Menjadi penengah antara kepentingan das Es dan tujuan-tujuan das
Uber Ich. Das Ich ini bersifat objektif dan realistis, sehingga pribadi seseorang
dapat berjalan dengan seimbang dan harmonis. Sesuai letaknya, das Ich ini lebih
sadar norma dibanding das Es. Kesadaran das Ich yang bersifat ke-aku-an ini lebih
bersifat social, sehingga das Ich dapat disamakan sebagai aspek sosial kepribadian
manusia.
c. Bagian Atas atau das Uber Ich (superego), bagian jiwa yang paling tinggi, sifatnya
paling sadar norma, paling luhur. Bagian ini yang paling lazim disamakan dengan
budi nurani. Setiap motif, cita-cita dan tindakan das Uber Ich selalu didasarkan
pada asas-asas normative. Superego ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai, baik
nilai etika maupun nilai religious. Dengan demikian, superego adalah bagian jiwa
yang paling sadar terhadap makna kebudayaan, membudaya dalam arti terutama
sadar nilai moral, watak superego ialah susila.
6
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya
merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berfikir, dengan berfikir manusia
menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar
perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas berfikir, oleh karena itu
sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai
kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa berfikir, kemanusiaan manusia
pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
B. Makna Berfikir
Berpikir adalah memberikan gambaran adanya sesuatu yang ada pada diri
seseorang. Sesuatu yang merupakan tenaga yang di bangun oleh unsur-unsur dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas. Pengertian berpikir secara umum adalah aktivitas
mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu. Hal ini
dapat mengarah pada sesuatu yang berupa tindakan atau ide-ide atau pengaturan ide.
Berpikir juga mendasari segala tindakan manusia dan interaksinya.2 Dalam melakukan
aktivitas, manusia memang memiliki syaraf tersendiri dalam melakukan tindakan, namun
ada beberapa aktivitas manusia pula yang di pengaruhi oleh sistem pikiran manusia.
Berpikir terpusat pada otak manusia. Manusia juga sebagai makluk sosial dan individual
yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya.3
2
Wowo Sunaryo, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 12.
3
Nur Kholis, Mengurangi Kekerasan Terhadap Anak Berbasis Pendekatan Pendekatan
Pendidikan Multikultural, (Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014).
7
kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan mereka. Oleh karena itu, berfikir
merupakan atribut penting yang menjadikan manusia sebagai manusia, berfikir adalah
fondasi dan kemauan adalah pendorongnya.
Kalau berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri penting yang
membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud berfikir, apakah setiap
penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah penggunaan akal dengan cara
tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli telah mencoba mendefinisikan makna
berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri, namun yang jelas tanpa akal nampaknya
kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan, demikian juga pemilikan akal secara
fisikal tidak serta merta mengindikasikan kegiata berfikir.
Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi
ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berfikir bukanlah
kegiatan fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental sedang
mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka
orang tersebut bisa dikatakan sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir
merupakan upaya untuk mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu
merupakan upaya untuk menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental)
seseorang, dan jika itu terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan
mampu memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih
mampu untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu
memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir (pemikiran) yaitu
mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui. Definisi
ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan berfikir baru mungkin terjadi jika akal/pikiran
seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu dipergunakan untuk
mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu yang diketahui itu bisa merupakan data, konsep
atau sebuah idea, dan hal ini kemudian berkembang atau dikembangkan sehingga
diperoleh suatu yang kemudian diketahui atau bisa juga disebut kesimpulan. Dengan
demikian kedua definisi yang dikemukakan akhli tersebut pada dasarnya bersifat saling
melengkapi. Berfikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan dengan
8
pengetahuan tersebut proses berfikir dapat terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan
yang baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus
dilakukan.
C. Makna Pengetahuan
Subjek adalah individu yang punya kemampuan mengetahui (berakal) dan objek
adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui. Individu (manusia) merupakan
suatu realitas dan benda-benda merupakan realitas yang lain, hubungan keduanya
merupakan proses untuk mengetahui dan bila bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia.
Di sini terlihat bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif dalam proses penyatuan sedang
objek pun harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu realitas
demikian juga objek, ke dua realitas ini berproses dalam suatu interaksi partisipatif, tanpa
semua ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini sejalan dengan pendapat Max Scheler
yang menyatakan bahwa pengetahuan sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu
realita yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu.
Sebaliknya subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya.
Pengetahuan Secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang
9
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles
pengetahuan bisa didapat berdasarkan pengamatan dan pengalaman.4
1. Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut
realismeadalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta
atau hakikat).Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah dari yang asli
yang ada diluar akal.Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam
sebuah foto. Dengan demikian,relisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar
dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2. Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar- benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses
psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis
hanya merupakan gambaran subjektif bukan gambaran objektif tentang realitas.
Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat
gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan
hakikat kebenaran. Yang diberikan hanyalah gambaran menurut pendapat atau
pengelihatan orang yang mengetahui.
4
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: universitas Indonesia UI Press),1986
hlm. 122.
5
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung: Remaja rosda karya, 2004), hlm. 144.
10
unsur penapsiran konsep yang menunjukan respon pemikiran. Unsur konsep disebut
unsur formal sedang unsur tetap adalah unsur material atau isi (Maurice Mandelbaum).
Interaksi antara objek dengan subjek yang menafsirkan, menjadikan pemahaman subjek
(manusia) atas objek menjadi jelas, terarah dan sistimatis sehingga dapat membantu
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan dengan
bertambahnya pengalaman, untuk itu diperlukan informasi yang bermakna guna menggali
pemikiran untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang itu hidup (Harold H Titus).
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan
manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan
lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan
pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat
pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas
berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia
semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta
mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah
(ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan
mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya
secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir
dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
Semua jenis berfikir dan pengetahuan di atas mempunyai poisisi dan manfaatnya
masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap merupakan
11
sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada
manusia telah menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-
kaidah berfikir benar (logika), dan semua ini makin memerlukan keakhlian, sehingga
makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan makin sedikit yang mempunyai
kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang
dimiliki seseorang tetap saja mereka bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk
memperoleh pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan,
sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut
pengetahuan eksistensial).
1. Manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap
hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya.
2. Manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit dan
kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berpikir adalah memberikan gambaran adanya sesuatu yang ada pada diri
seseorang. Sesuatu yang merupakan tenaga yang di bangun oleh unsur-unsur dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas. Pengertian berpikir secara umum adalah aktivitas
mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu. Hal ini
dapat mengarah pada sesuatu yang berupa tindakan atau ide-ide atau pengaturan ide.
Berpikir juga mendasari segala tindakan manusia dan interaksinya.
Pengetahuan Secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles
pengetahuan bisa didapat berdasarkan pengamatan dan pengalaman.
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan
manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan
lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan
pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat dibaca, dipahami
dan dijadikan salah satu referensi untuk menjelaskan tentang Perbedaan Bank Islam
dengan Bank Konvensional.
13
Dan penulis juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat mendukung untuk lebih
baiknya di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan
sedikit banyaknya kepada pembaca dan terutama kepala penulis sendiri.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja rosda karya.
Ahmad Tafsir. 2012. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja rosda karya.
Burhanuddin Salam. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Kebung, K. (2011). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta, Indonesia: Prestasi Pustaka.
Mohammad Hatta. 1986. Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Universitas Indonesia UI Press.
Suriasumantri, J. S. (2017). Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer – Keterkaitan Ilmu,
Agama, dan Seni. Jakarta, Indonesia: Pustaka Sinar Harapan
iv