Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEBUTUHAN MANUSIA AKAN PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu : KH. Ainul Muttaqin, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Muhammad Hasan Mubarok

2. Khoirotul Fauziyah

3. Ali Zainal Abidin

4. Zumrotul Faidah

5. Muhammad Almayda

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUTTAQWA GRESIK

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga makalah kami yang berjudul "Kebutuhan Manusia akan Pendidikan"
dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
pembuatan makalah sebagai bahan untuk presentasi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca bagi umumnya. Kami
menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami menerima
masukan dan kritikan demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih

Gresik, 14 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………….. 1

C. Tujuan Masalah ……………………………………………………………………………………. 2

BAB II ISI

A. Hakikat Manusia ………………………………………………………………………………….. 3

B. Pendidikan …………………………………………………………………………………………… 5

C. Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan ………………………………….. 9

D. Kebutuhan Manusia terhadap Pendidikan …………………………………………… 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………….. 13

B. Saran ……….…………………………………………………………………………………………… 13

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………………. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Bukti yang paling
konkrit adalah manusia memiliki kemampuan intelegensi dan daya nalar sehingga
manusia mampu berfikir, berbuat, dan bertindak untuk membuat perubahan dengan
maksud pengembangan sebagai manusia yang utuh. Kemampuan seperti itulah yang
tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan lainnya. Dalam kaitannya dengan perkembangan
individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu proses alami
menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu
manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal
sebagai manusia.

Konsep Islam tentang pendidikan, menempatkan pendidikan pada sastra tertinggi


kebutuhan manusia. Karena itu, kebutuhan manusia terhadap pendidikan
merupakan kebutuhan yang bersifat asasi dan mendasar. Tanpa pendidikan
kehidupan manusia menjadi tidak bermakna. Melalui potensi dasar berupa fitrah,
manusia mengembangkan diri dan mewujudkan kehidupan yang beradab. Potensi
fitrah hanya dimiliki oleh manusia, dan tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Allah SWT
menciptakan manusia melengkapi dengan alat-alat penting berupa pendengaran,
pengelihatan, dan hati nurani. Melalui hal itu manusia mengembangkan potensi
fitrah yang dimilikinya dalam suatu proses pendidikan. Itulah alasan mengapa
manusia membutuhkan pendidikan.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena
dengan pendidikan manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya
dan menggali sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena hal di atas lah,
maka kami membuat makalah yang berjudul "Kebutuhan Manusia akan Pendidikan".

B. Rumusan Masalah

1. Apa penjelasan mengenai hakikat manusia?

2. Jelaskan mengenai makna pendidikan?

3. Jelaskan mengenai hubungan hakikat manusia dengan pendidikan?

4. Mengapa manusia membutuhkan pendidikan?

12
C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian hakikat manusia.

2. Untuk mengetahui makna pendidikan.

3. Untuk mengetahui hubungan hakikat manusia dengan pendidikan.

4. Untuk mengetahui pentingnya pendidikan bagi manusia.

BAB II

12
PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia

Manusia dapat diartikan sebagai makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Manusia memiliki ciri khas yang prinsipal dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Misalnya ciri khas manusia dari hewan, terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa
yang disebut dengan sifat hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena
secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada
hewan. Hakikat manusia pada dasarnya adalah sebagai makhluk yang memiliki
kesadaran susila (etika) dalam arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan
mampu berbuat sesuai dengan norma dan kaidah etika yang diyakininya.

Pendapat lain mengenai Hakikat Manusia adalah sebagai berikut :

1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya


untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial.

3. Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur


dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.

4. Makhluk yang dalam proses yang berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.

5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih
baik untuk ditempati.

6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan


ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas.

Pada dasarnya ada dua pokok persoalan tentang hakikat manusia. Pertama, tentang
manusia atau hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini.
Kedua, tentang sifat manusia dan karakteristik yang menjadi ciri khususnya serta
hubungannya dengan fitrah manusia. Ragam pemahaman tentang hakikat manusia,
sebagai berikut :

1. HOMO RELIGIUS : Pandangan tentang sosok manusia dan hakikat manusia


sebagai makhluk yang beragama. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa
di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan
dengan makhluk lain ciptaan-Nya. Melalui kesempurnaannya itulah manusia

12
bisa berfikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang baik dan
benar. Disisi lain manusia meyakini bahwa ia memiliki keterbatasan dan
kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan sang pencipta alam
semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia pada hakikatnya
manusia adalah makhluk religius yang mempercayai adanya sang maha
pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan dimuka bumi.

2. HOMO SAPIENS : Pemahaman manusia sebagai makhluk yang bijaksana dan


dapat berfikir atau sebagai animal rationale. Hakikat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi dan paling mulia. Hal ini disebabkan
oleh manusia karena memiliki akal, pikiran rasio, daya nalar, cipta dan karsa,
sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai makhluk
seutuhnya. Manusia sebagai suatu organisme kehidupan dapat tumbuh dan
berkembang, namun yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya
adalah manusia memiliki daya pikir sehingga ia bisa berbicara, berfikir,
berbuat, dan memiliki cita-cita sebagai dambaan dalam menjalankan
kehidupannya yang lebih baik.

3. HOMO FABER : Pemahaman hakikat manusia sebagai makhluk yang


berpiranti (perkakas). Manusia dengan akal dan keterampilan tangannya
dapat menciptakan atau menghasilkan sesuatu (sebagai produsen) dan pada
pihak lain ia juga menggunakan karya lain (sebagai konsumen) untuk
kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya. Melalui kemampuan dan daya
pikir yang dimilikinya, serta ditunjang oleh daya cipta dan karsa, manusia
dapat berkiprah lebih luas dalam tatanan organisasi kemasyarakatan menuju
kehidupan yang lebih baik.

4. HOMO HOMINI SOCIUS : Kendati manusia sebagai makhluk individu,


makhluk yang memiliki jati diri, yang memiliki ciri pembeda antara yang satu
dengan yang lainnya, namun pada saat yang bersamaan manusia juga sebagai
kawan sosial bagi manusia lainnya. Ia senantiasa berinteraksi dengan
lingkungannya. Ia berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu
masyarakat tertentu. Walaupun terdapat pendapat yang berlawanan, ada
yang menyebut manusia adalah serigala bagi manusia lain ( Homo Homini
Lupus). Pemahaman yang terakhir inilah yang harus dihindarkan agar tidak
terjadi malapetaka dimuka bumi ini. Sejarah telah membuktikan adanya
perang saudara ataupun pertikaian antarbangsa, pada akhirnya hanya
membuahkan derajat peradaban manusia semakin tercabik-cabik dan
terhempaskan.

B. Pendidikan

12
Pada era yang serba canggih ini, pendidikan telah menjadi kebutuhan pokok bagi
setiap individu. Bahkan pemerintah telah mewajibkan warga negaranya untuk
memperoleh hak pendidikan selama 12 tahun dan disarankan lebih dari itu. Secara
sederhana, pendidikan dapat menjadi sarana individu supaya dapat terhindarkan
dari kebodohan. Semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi pula
pengetahuan yang akan didapatkan.

1. Pengertian Pendidikan

Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan


kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus
Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut ahli pedagogik dari Belanda, Langeveld, mengemukakan bahwa


pengertian pendidikan merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu
kedewasaan. Mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang memiliki
keterkaitan. Pengertian pendidikan sendiri bermakna melakukan suatu
tindakan berupa memberikan pendidikan kepada pihak lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan


kodrat yang ada pada anak supaya mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Lalu, menurut Crijns dan Reksosiswoyo, mendidik adalah
pertolongan yang diberikan oleh siapapun yang bertanggung jawab atas
pertumbuhan anak untuk membawanya ke tingkat dewasa. Menurut GBHN
1973, pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Terdapat beberapa konsep
dasar mengenai pendidikan, yakni :

a. Bahwa pendidikan berlangsung selama seumur hidup (long life education)


Hal tersebut karena usaha pendidikan sejatinya telah dimulai sejak
manusia lahir dari kandungan ibu sampai meninggal. Konsep pendidikan
berlangsung sepanjang hayat ini seolah memberikan pengertian bahwa
pendidikan tidak identik dengan lingkungan sekolah saja, tetapi juga
dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

b. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara


keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

12
c. Bagi manusia, pendidikan merupakan suatu kewajiban karena dari adanya
pendidikan, manusia dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang
berkembang.

Sehingga dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat tersebut bahwa


pendidikan adalah suatu usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang
serampangan begitu saja supaya dirinya menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab dan mandiri.

2. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan menurut para ahli, antara lain:

a) Prof. Dr. Jhon Dewey

John Dewey sebagai pakar pendidikan mengungkapkan tujuan pendidikan


berdasarkan suatu proses pengalaman. Menurutnya, pendidikan
merupakan suatu proses pengalaman. Bagi John Dewey, kehidupan
adalah sebuah pertumbuhan, maksud dari pendapat tersebut menjadikan
pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu pertumbuhan
batin manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan sendiri
adalah proses untuk menyesuaikan diri dengan setiap fase dengan
menambah keterampilan dalam perkembangan sebagai manusia.

b) Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pendidikan negara Indonesia yang


pertama mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan adalah memenuhi
kebutuhan dalam tumbuh kembang anak. Pendapat tersebut dapat
dimaknai sebagai usaha untuk membimbing peserta didik sesuai dengan
kemampuan alamiahnya. Harapannya adalah manusia dan anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan tertinggi
dalam hidup.

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah untuk mendidikan


anak agar bisa menjadi manusia yang memiliki kesempurnaan dalam
hidup. Hidup yang sempurna bisa dimaknai sebagai seseorang yang
mempunyai kehidupan dan penghidupan yang bersifat selaras dengan
alam atau dengan kata lain sesuai dengan kodratnya, dan juga selaras
dengan masyarakat.

c) Aristoteles

Menurut filsuf asal Yunani, Aristoteles, tujuan pendidikan adalah


persiapan atau bekal untuk suatu pekerjaan atau kegiatan yang layak.

12
Pendidikan seharusnya diselenggarakan berdasarkan pedoman pada
hukum agar sesuai (koresponden) dengan hasil analisis psikologis, dan
juga mengikuti kemajuan secara bertahap, baik fisik (fisik) maupun
mental (batiniah atau ruh).

Penyelenggaraan pendidikan pada suatu harus menjadi tanggung jawab


negara, hal itu dikarenakan pendidikan merupakan kepentingan negara
dalam membangun sumber daya manusianya. Negara adalah institusi
sosial tertinggi yang bertugas menjamin tujuan manusia tertinggi yaitu
kebahagiaan manusia.

d) Al Ghazali

Menurut filsuf asal Timur Tengah, Al-Ghazali, tujuan pendidikan adalah


proses menjadi manusia yang sempurna. Proses tersebut adalah proses
pembelajaran yang memanusiakan manusia melalui berbagai ilmu yang
disampaikan secara bertahap dari manusia itu muncul hingga manusia itu
meninggal. Proses pembelajaran sendiri merupakan tanggung jawab
orang tua dan masyarakat, dengan sikap mereka kepada Tuhan.

Tujuan pendidikan di suatu negara dengan negara lain tentu akan berbeda
bergantung dasar negara, falsafah hidup, dan ideologi negara. Sehingga
sebagai manusia Indonesia, pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut :

a) Untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik.

b) Untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki sikap dan perilaku


sesuai pada nilai-nilai Pancasila.

Untuk mencapai hal tersebut adalah dengan adanya kedewasaan. Terdapat


beberapa indikator yang digunakan untuk menyebut seorang individu telah
menjadi dewasa, yakni:

a) Mandiri; dapat hidup sendiri, tidak menggantungkan hidupnya pada


orang lain, dan dapat mengambil keputusan atas hidupnya.

b) Bertanggung jawab atas perbuatannya.

c) Memahami norma dan moral yang berlaku dalam masyarakat.

3. Unsur-unsur dalam Pendidikan

a) Peserta didik

12
Pada zaman sekarang, peserta didik tidak selalu menjadi pihak yang
menerima informasi dari pendidik saja. Namun, bisa saling memberikan
timbal balik kepada pendidik dan antar peserta didik lain.

Selain itu, pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik dapat berbeda
dengan peserta didik lain. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya
perbedaan lingkungan pendidikannya.

b) Pendidik

Pendidik dibedakan menjadi dua jenis yakni: 1) pendidik kodrati, yakni


orang tua selaku pendidik pertama sejak individu lahir ke dunia; dan 2)
pendidik profesi, yakni guru. Orang tua selaku sebagai pendidik kodrati
dilakukan bukan atas kemauan anak, melainkan semata-mata secara
kodrati bahwa mereka harus mendidik anaknya dengan cara dan aturan
yang berbeda-beda.

Walaupun pada zaman sekarang ini, tidak sedikit orang tua yang
mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pendidik kodrati. Penyebabnya
beragam, salah satunya adalah tidak adanya waktu untuk berinteraksi
dengan anak akibat terlalu sibuk bekerja. Adanya keterbatasan waktu
tersebut menjadikan pengalihan pendidikan anak kepada negara dan
masyarakat (berupa profesi guru).

Guru selaku pendidik profesi telah menerima tanggung jawab mendidik


dari berbagai pihak yakni orang tua, masyarakat, dan negara
(pemerintah).

Tanggung jawab tersebut diterima atas dasar kepercayaan bahwa


seorang guru mampu memberikan pendidikan yang sesuai dengan
peserta didik. Terlebih saat ini menjadi seorang guru memiliki persyaratan
yang cukup banyak, tidak hanya cukup berupa ijazah lulusan sarjana
pendidikan saja. Berjiwa Pancasila, demokratis, sehat jasmani, menjadi
beberapa syarat lain yang harus dimiliki oleh seorang guru.

c) Tujuan

Setiap pendidikan yang diberikan kepada peserta didik harus memiliki


tujuan. Misalnya agar peserta didik pandai berbicara, membaca dan
menulis, berhitung; agar peserta didik memiliki budi pekerti luhur, cinta
bangsa dan tanah air; dan lain-lain. Tujuan-tujuan tersebut harus dikaji
berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik supaya proses
mendidiknya dapat diterima sebagai nilai hidup yang baik.

d) Isi Pendidikan

12
Isi pendidikan meliputi segala sesuatu yang diberikan oleh pendidik
kepada peserta didiknya supaya dapat mencapai tujuan pendidikan. Isi
pendidikan ini berupa materi yang harus disesuaikan dengan tujuan
pendidikan dan kemampuan peserta didik.

e) Metode Pendidikan

Dalam kaitannya dengan pendidikan, metode ini bergantung pada


kemampuan pendidik yang bersangkutan dan sarana pendidikan. Dalam
proses pendidikan, sering terjadi adanya metode X kurang berhasil
diterapkan oleh pendidik A, tetapi sukses dilakukan oleh pendidik B.
Sehingga dapat disebut bahwa suatu metode pendidikan tetap memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing.

f) Situasi Lingkungan Pendidikan

Situasi lingkungan menjadi salah satu unsur paling berpengaruh dalam


proses pendidikan. Situasi lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
sosial budaya, lingkungan fisik (bangunan gedung), dan lingkungan alam
(cuaca dan musim).

C. Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan

1. Ada 3 ahli yang mengatakan bahwa manusia sebagai:

a) Animal Educable : Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang dapat


dididik.

b) Animal Educandum : Manusia pada hakikatnya adalah manusia yang


harus dididik.

c) Homo Educandum : Manusia merupakan makhluk yang bukan hanya


harus dan dapat dididik tetapi juga harus dan dapat dididik.

2. Asas-asas keharusan atau perlunya pendidikan bagi manusia

a) Manusia sebagai makhluk yang belum selesai

Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri, berandanya manusia


di dunia bukan pula sebagai hasil evolusi tanpa pencipta, sebagaimana
diyakini penganut Evolusionisme, melainkan sebagai makhluk ciptaan
Tuhan. Manusia berbeda dengan benda. Perbedaan itu antara lain dalam
hal cara beradanya. Menurut Martin Hedegger, benda-benda disebut
sebagai "yang berada" (Seinde), dan bahwa benda-benda itu hanya

12
"Vorhanden", artinya hanya terletak begitu saja didepan orang, tanpa ada
hubungan dengan orang itu, benda-benda itu baru berarti. Sedangkan
manusia, ia berinteraksi di dunia dimana ia secara aktif "mengadakan"
dirinya, tetapi bukan dalam arti menciptakan dirinya sebagai mana Tuhan
menciptakan manusia, melainkan manusia harus bertanggung jawab atas
keberadaan dirinya, ia harus bertanggung jawab menjadi apa atau
menjadi siapa nantinya.

Sebagai kesatuan badan-rohani manusia memiliki historisaitas dan hidup


bertujuan. Karena itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya
( misalnya ia berada karena diciptakan Tuhan, lahir ke dunia dalam
keadaan tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang tuanya atau
orang lain, dan seterusnya), dan sekaligus menjangkau masa depan untuk
mencapai tujuan hidupnya. Manusia berbeda dalam perjalanan hidup,
perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia, tetapi
sekaligus "belum selesai" mewujudkan diri sebagai manusia.

b) Tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia

Manusia hidup di dunia ini dalam keadaan belum tertentukan manjadi


apa atau menjadi siapa nantinya. Sebagai individu atau pribadi, manusia
bersifat otonom, ia bebas menentukan pilihan mau menjadi apa atau
menjadi siapa dimasa depannya. Andaikan seseorang menentukan pilihan
dan berupaya untuk tidak menjadi manusia atau tidak mewujudkan
aspek-aspek hakikatnya sebagai manusia, maka berarti yang
bersangkutan menurunkan martabat kemanusiaannya.

Sebagai pribadi setiap orang memang otonom, ia bebas menentukan


pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai
tertentu yang menjadi pilihannya dan dengan kebebasannya itulah
seseorang pribadi wajib bertanggung jawab serta akan dimintai
pertanggungjawaban. Oleh karena itu, tiada makna lain bahwa berada
sebagai manusia adalah mengemban tugas dan mempunyai tujuan untuk
menjadi manusia, atau bertugas mewujudkan berbagai aspek hakikat
manusia. Karl Jaspers menyatakannya dalam kalimat "to be a man is to
become a man", ada sebagai manusia adalah menjadi manusia (Fuad
Hasan, 1973), implikasinya jika seseorang tidak selalu berupaya untuk
menjadi manusia maka ia tidaklah berada sebagai manusia.

c) Perkembangan manusia bersifat terbuka

Dalam kenyataan hidupnya, perkembangan manusia bersifat terbuka atau


mengandung berbagai kemungkinan. Manusia mungkin berkembang
sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya atau mampu menjadi

12
manusia, sebaiknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang
sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kodrat dan martabat
kemanusiaannya. Menurut Gehlen seorang pemikir Jerman
mengemukakan kesimpulan yang sama dengan Teori Retardasi dari Bolk,
yaitu bahwa "Pada saat kelahirannya taraf perkembangan manusia tidak
lebih maju dari hewan, tetapi kurang maju daripada hewan yang paling
dekat dengan dia (primata) sekalipun. Manusia lahir prematur dan tidak
mengenal spesialisasi seperti hewan. Ia adalah makhluk yang ditandai
kekurangan" (C.A. Van Peursen, 1982). Nietzsche juga mendukung
kesimpulan ini yang menyebut manusia sebagai das nicht festgestellte
Tier, artinya sebagai hewan yang belum ditetapkan. Ada beberapa akibat
manusia dilahirkan terlalu dini :

1) Kelanjutan hidup manusia menunjukkan keragaman, baik ragam


dalam hal kesehatannya, dalam dimensi kehidupan individualitasnya,
sosialitanya, kebudayaannya, kesusilaannya, keberagamannya.

2) Oleh karena itu spesialisasi manusia itu harus diperoleh setelah ia


lahir dalam perkembangan menuju kedewasaannya.

Pada dasarnya kemampuan berjalan tegak diatas dua kaki, kemampuan


berprilaku lainnya yang lazim dilakukan manusia yang berkebudayaan,
tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Demikian halnya dengan
kesadaran akan tujuan hidupnya, kemampuan untuk hidup sesuai
individualitas, sosialitasnya, tidak dibawa manusia sejak kelahirannya,
melainkan harus diperoleh manusia melalui belajar, melalui bantuan
berupa pengajaran bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat
dirangkumkan dalam istilah pendidikan.

Dari hal inilah dapat dipahami bahwa manusia belum selesai menjadi
manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, adapun untuk
menjadi manusia ia memerlukan pendidikan atau harus dididik. "Man can
become man through education only", demikian pernyataan Immanuel
Kant dalam Teori pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan tersebut
sejalan dengan hasil studi M.J.Langeveld. Bahkan sehubungan dengan
kodrat manusia seperti dikemukakan di atas, Langeveld memberikan
identitas kepada manusia dengan sebutan Animal Educandum
(M.J.Langeveld, 1980).

D. Kebutuhan Manusia terhadap Pendidikan

12
Terdapat beberapa asumsi yang memungkinkan mengapa seorang manusia perlu
memperoleh pendidikan dalam hidupnya, yakni:

1. Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan yang tidak berdaya sehingga


perlu mendapatkan bantuan dari orang lain untuk melangsungkan hidupnya.

2. Manusia lahir tidak langsung menjadi seorang yang dewasa. Supaya dapat
sampai pada tingkat dewasa maka diperlukan proses pendidikan.

3. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial sehingga tidak akan bisa
hidup tanpa adanya manusia lain.

4. Pada hakikatnya, manusia dapat dididik dan mendapatkan pendidikan


sepanjang hidupnya.

Melalui pendidikan, manusia membuktikan diri sebagai makhluk yang paling


sempurna, dari sebelumnya hanya memiliki potensi (yang belum memiliki arti apa-
apa), tetapi melalui pendidikan mereka berkembang menjadi lebih sempurna dan
terus menyempurnakan diri. Firman Allah SWT dalam QS An-Nahl/16: 78

َ ٰ ‫ون ُأ َّم ٰهَتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيـًٔا َو َج َع َل لَ ُك ُم ٱل َّس ْم َع َوٱَأْل ْب‬
َ‫ص َر َوٱَأْل ْفـِٔ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬ ِ ُ‫َوٱهَّلل ُ َأ ْخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُط‬

Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur".

Firman Allah SWT di atas menggambarkan keadaan manusia yang belum tau apa-apa
(karena hanya memiliki potensi), tetapi dengan belajar dari mendengar, belajar dari
pengalaman, belajar dari apa yang mereka lihat, dan dengan menggunakan kekuatan
akal, pikiran, dan hati. Manusia kemudian menjadi paham, mengerti, dan
memahami. Pendidikan menjadikan semua potensi manusia berkembang dengan
baik.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan


diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.

Konsep Islam tentang pendidikan, menempatkan pendidikan pada sastra tertinggi


kebutuhan manusia. Karena itu, kebutuhan manusia terhadap pendidikan
merupakan kebutuhan yang bersifat asasi dan mendasar. Tanpa pendidikan
kehidupan manusia menjadi tidak bermakna. Melalui potensi dasar berupa fitrah,
manusia mengembangkan diri dan mewujudkan kehidupan yang beradab. Potensi
fitrah hanya dimiliki oleh manusia, dan tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Allah SWT
menciptakan manusia melengkapi dengan alat-alat penting berupa pendengaran,
pengelihatan, dan hati nurani. Melalui hal itu manusia mengembangkan potensi
fitrah yang dimilikinya dalam suatu proses pendidikan. Itulah alasan mengapa
manusia membutuhkan pendidikan.

B. Saran

Dengan penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui tentang


hakikat manusia itu seperti apa dan bagaimana konsep pendidikan seumur hidup
yang sebenarnya. Dapat dijadikan bahan acuan dan referensi dalam praktek
mengajar di sekolah. Selain itu dengan mengetahui hakikat manusia dan pentingnya
pendidikan bagi manusia, diharapkan para pendidik bisa lebih memahami masing-
masing peserta didik dalam hakikatnya sebagai manusia dan terlebihpula mampu
memberikan himbauan untuk dapat melaksanakan pendidikan seumur hidup,
melihat batapa pentingnya pendidikan bagi manusia dan mengingat dalam makalah
ini sudah dibahas mengenai hal tersebut, agar tujuan pendidikan yang memang
sudah direncanakan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

14
Al Qur'an al-Karim

Danim, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan: Landasan, Teori dan 234


Metafora Pendidikan. Bandung: alfabeta.

Fuad Hasan, Drs. H. 1995. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Bineka Cipta.

Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Munib, Akhamd, dkk. (2016). Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UNNES Press

Umar Tirtarahardja, Prof. Dr. dan Drs. La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Bineka Cipta.

Wahyudin, Dinn dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

14

Anda mungkin juga menyukai