Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DEMOKRASI KONSTITUSIONAL INDONESIA DAN


IMPLEMENTASINYA

DOSEN PENGAMPU :

Sri Ilma Isnaini S.pd M.pd

Kelas : PAI 1 F

Disusun Oleh :

Kelompok 9

1. Anisa Zahra (201210184)


2. Augina Patricia Maysara (201210191)
3. Auliyah Fitri (201210192)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan, kekuatan dan kesehatan untuk bisa menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Berkat rahmat, taufiq dan hidayah-Nya pula kami mampu menyelesaikan
makalah bahasa Indonesia yang berjudul “Demokrasi Konstitusional Indonesia
dan Implementasinya”

Tak lupa sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang berjalan di atas
Manhajnya hingga akhir zaman.

Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat berharga untuk kami.


Serta untuk semua mahasiswa yang lain.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu


proses penyelesaian dan penulisan makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati kami ingin mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada Ibu Sri Ilma Isnaini S.pd M.pd yang telah membimbing
kami dalam pembuatan makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat. Disadari atau tidak, mungkin dalam
penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, permohonan maaf
kami apabila masih ada banyak kekurangan.

Jambi, November 2021

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii

BAB I (PENDAHULUAN)……………………………………………………....1

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………2
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………..2

BAB II (PEMBAHASAN)……………………………………………………….3

A. Pengertian Demokrasi Konstitusional……………………………………..3


B. Arti dan Perkembangan Demokrasi……………………………………….6
C. Bentuk-bentuk Demokrasi………………………………………………...8
D. Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional di Indonesia……………………11
E. Kelemahan Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional di Indonesia……….16

BAB III (PENUTUP)…………………………………………………………..20

A. Kesimpulan………………………………………………………………20
B. Saran……………………………………………………………………..20

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..……………………21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan
pulau, baik besar maupun kecil. Keadaan geografis ini menyebabkan
terjadinya heterogenitas masyarakat yang hidup menyebar di pulau yang
ada. Heterogenitas masyarakat Indonesia secara horizontal, dapat dilihat
dari keanekaragaman suku bangsa dengan nilai serta adat istiadat yang
dikandungnya. Sedang heterogenitas atau kemajemukan masyarakat secara
vertikal nampak pada adanya kelas-kelas/lapisan-lapisan di masyarakat.
Dengan heterogenitas masyarakat tersebut perlu adanya suatu undang-
undang yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara secara
menyeluruh. Dalam hal ini untuk menjamin hak-hak individu atau
masyarakat dalam keberagaman tersebut.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem


pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki
hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara
langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan
pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi social, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi
bangsa Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem
demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama
yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku,
budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita
syukuri.

1
Perubahan sistem politik dan kekuasaan negara pasca terjadinya
amandemen UUD 1945 telah membawa angin segar bagi perkembangan
cita demokrasi dan konstitusionalisme Indonesia yang salah satunya
menyebabkan terjadinya pergeseran kekuasaan supremasi parlemen
(parliament supremacy) menuju supremasi konstitusi (constitutional
supremacy). Kedaulatan rakyat (people’s sovereignty) yang dahulu berada
di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kini pun telah berubah
menjadi terletak di tangan rakyat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian demokrasi konstitusional dan Implementasinya?
2. Apa arti dan bagaimana perkembangan demokrasi?
3. Apa saja bentuk-bentuk demokrasi?
4. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menjelaskan pengertian demokrasi dan Implementasinya
2. Untuk menjelaskan arti dan perkembangan demokrasi
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk demokrasi
4. Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Konstitunional


Demokrasi konstitusional adalah sistem politik yang menganut
kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi konstitusional , keputusan-
keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah
yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah
tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum
dalam konstitusi.
Demokrasi konstitusional pertama kali dikemukakan pada Abad
Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes,
John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah
demokrasi konstitusional bertolak belakang dengan komunisme ala
Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional
umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau
demokrasi partisipasi.
Demokrasi konstitusional dipakai untuk menjelaskan sistem
politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada.
Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India,
Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol).
Demokrasi konstitusional dipakai oleh negara yang menganut sistem
presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem
Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau
sistem semipresidensial (Perancis).
Demokrasi konstitusional yang ditandai oleh adanya pembatasan
yuridis pada masa itu mengandung prinsip-prinsip dan pelaksanaan

3
yang kaku (rigid) bukan hanya di bidang politik melainkan pula dalam
bidang ekonomi. 1
Sejumlah syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah
yang demokratis di bawah Rule of Law, sebagai berikut:
1. Perlindungan konstitusional.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi.
6. Pendidikan kewarganegaraan.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang
saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu
sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara
ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi
dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-
lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan
dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga
pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif
dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang
memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah

1
https://indrangokk.wordprees.com/2013/06/12/demokrasi-dan-implementasi/.Pada tanggal 09
Desember 2018.

4
sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil
yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang
diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-
hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh
melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak
mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga
yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai
tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih
(mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti
hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen
secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak
menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan
rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari
sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem
demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta
demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan
sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil.
Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya
akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah
teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya
memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur
tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan
kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).2

2
Wiranto. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

5
B. Arti dan Perkembangan Demokrasi
1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk pemerintah politik yang kekuasaan
pemerintahnya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi
langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah
demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia “kekuasaan rakyat”, yang
dibentuk dari kata demos “rakyat” dan kratos “kekuasaan”, merujuk pada
sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM
dinegara Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada
tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoles
sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan
bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat).3
Berikut ini beberapa definisi tentang demokrasi.
a. Menurut Hannry B. Mayo
Sistem politik demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil
yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
b. Menurut Abraham Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat (government of the people, by the people, and for the people)
c. Menurut International Commision for Jurist
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga
negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang
bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang
bebas.

3
http://www.makalahskripsi.com/2014/02/konsep-demokrasi-konstitusional.html

6
d. Menurut C. F. Strong
Suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa
dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang
menjamin bahwa pemeritah akhirnya mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakan kepada mayoritas tersebut.
e. Menurut Harris Soche
Pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat pada rakyat.
2. Perkembangan Demokrasi
Sebelum istlah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk
sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia.
Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang
independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul
untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusanpun diambil
berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk di Yunani membentuk sistem
pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani
kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen.
Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintah yang berbeda-beda, ada
yang oligari, monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat
Athena, negara kota mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa
itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama
kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan
konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di
Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi baru
dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan
Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam
pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan
mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar
150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat
dan menyuarakan pendapat mereka.

7
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsawan Romawi pada
510 SM hingga 27 SM. Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi
perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat
dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.
C. Bentuk-bentuk Demokrasi
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu
pertama, formal democracy dan kedua, substantive democracy, yaitu
menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan.
Formal democracy menunjuk pada demokrasi pada arti sistem
pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi
diberbagai Negara. Dalam suatu negara misalnya dapat diterapkan
demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial, atau sistem perlementer.
a) Sistem Presidensial
Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara
langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandate secara langsung
dari rakyat. Dalam system ini kekuasaan eksekutif sepenuhnya berada di
tangan presiden. Oleh karena itu presiden ialah kepala eksekutif dan
sekaligus menjadi kepala Negara. Presiden sebagai penguasa sekaligus
menjadi kepala Negara. Presiden sebagai penguasa sekaligus sebagai
symbol kepemimpinan Negara. Sistem seperti ini di sebagaimana
diterapkan di Negara Amerika dan Indonesia.
b) Sistem Parlementer
Sistem ini menerapkan model yang menyatu antara kekuasaan
eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif adalah berada di tangan seorang
perdana menteri. Adapun kepala Negara adalah berada pada seorang ratu,
misalnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada di tangan seorang
presiden misalnya di India.
Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami di atas terdapat
beberapa sistem demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.

8
1. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan
bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh kerena
itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar
fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberel
merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi
problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Namun
demikian perlu disadari bahwa dalam prinsip demokrasi ini apapun yang
dikembangkan melalui kelembagaan negara senantiasa merupakan suatu
manifestasi perlindungan serta jamianan atas kebebasan individu dalam
hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan kebebasan secara
individual baik di dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan
bahkan kebebasan anti agama.
Konsekwensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini
adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi
sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan
akan tenggelam. Akibatnya kekuasan kapitalislah yang menguasai
kehidupan negara, bahkan berbagai kebijakan dalam negara sangat
ditentukan oleh kekuasaan kapital.4
2. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu ini lazimnya dilaksankan di negara-negara komunis
seperti, Rusia, China, Vietnam dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan
demokrasi liberal akan mengahsilakan kesenjangan kelas yang semakin
lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara
Dinamika pemerintahan Negara yang menganut sitem partai tunggal
cenderung statis (non kompetitif) karena di haruskan menerima pimpinan
dari partai dominant. Dalam system ini tidak ditoleransi kemungkinan
adanya partai-partai lain Berdasarkan teori serta praktek demokrasi

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

9
sebagaimana dijelaskan, maka pengertian demokrasi secara filosofi menjadi
semakin luas, artinya masing-masing paham mendasarkan pengertian
bahwa kekuasan di tangan rakyat.
Dalam sejarah terdapat sedikit tiga bentuk demokrasi yang pernah
dicoba : demokrasi langsung (direct democraty/assembly democracy),
demokrasi perwakilan (representative democracy), demokrasi
permusyawaratan (deliberative democracy). Berikut ini adalah gambaran
singkat tentang bentuk-bentuk demokrasi tersebut.
A. Demokrasi Langsung
Praktik demokrasi paling tua; praktik demokrasi pada asosiasi yang
berukuran kecil. Berdasarkan pada parsitipasi langsung, tanpa perwakilan
dan terus menerus dari warga desa dalam membuat dan melaksanakan
keputusan. Tidak terdapat batas yang tegas antara pemerintah dan yang
diperintah, semacam system self-goverment, pemerintah dan yang
diperintah adalah yang sama. Sistem kelembagaan: pertemuan warga (mass
meeeting, town meeting, pertemuan RT/RW, dll), referendum.
B. Demokrasi Perwakilan
Praktik demokrasi yang paling lebih belakang sebagai jawaban terhadap
beberapa kelemahan demokrasi langsung; praktik demokrasi pada asosiasi
yang berukuran besar seperti Negara. Berdasarkan pada partisipasi yang
terbatas (partisipasi warga hanya dalam waktu yang singkat) dan hanya
dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu tertentu seperti dalam bentuk
keikutsertaan dalam pemilihan umum. Berdasarkan pada partisipasi yang
tidak langsung (masyarakat tidak mengoperasikan kekuasaan sendiri), tapi
memilih wakil yang akan membuat kebijakan atas nama masyarakat.
Pemerintah dan yang diperintah terpisah secara tegas, demoktatis tidaknya
demokrasi bentuk ini tergantung pada kemampuan para wakil yang dipilih
membangun dan memperthankan hubungan yang efektif antara pemerintah
dan yang diperintah.

10
C. Demokrasi Permusyawaratan
Bentuk demokrasi paling konterporer; dipraktikkan pada masyarakat
yang kompleks dan berukuran besar, bentuk demokrasi yang
menggabungkan aspek partisipasi langsung dan bentuk demokrasi
perwakilan.
Memberikan tekanan yang berbeda dalam memahami makna kedaulatan
rakyat. Kedaulatan berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam
membicarakan, mendiskusikan dan mendebatkan isu-isu bersama,
demokrtis tidaknya sebuah kebijakan tergantung pada apakah kebijakan
tersebut sudah melalui proses pembicaraan, diskusi dan perdebatan yang
melibatkan masyarakat luas.
Ada pemisah yang tegas anatar pemerintah dan yang diperintah. Tapi
pemisah yang lebih penting adalah antara Negara dan masyarakat sipil.
Negara merupakan tempat menggodok dan melaksanakan kebijakan.
Masyarakt sipil merupakan tempat berlangsungnya “permusyawaratan”5

D. Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional di Indonesia


1. Masa Orde Lama
Sepanjang perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ternyata
pelaksanaan demokrasi konstitusional mengalami tarik menarik antara
langgam demokrasi dan langgam otoritarian dalam sistem politik.
Keduanya muncul secara bergantian dengan kecenderungan linear pada
otoriterisme.
Setidaknya hal itu didasari oleh adanya kenyataan bahwa pada awal
kemerdekaan, secara formal konstitusional, berdasarkan Pasal IV Aturan
Peralihan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, kekuasaan bertumpu pada
Presiden. Pasal IV Aturan Peralihan itu menentukan bahwa sebelum
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) terbentuk, maka Presiden
dengan bantuan sebuah komite nasional (kemudian lebih dikenal dengan

5
https://www.scribd.com/document/426668311/Makalah-PKN-Demokrasi-Implementasinya

11
Komite Nasional Indonesia Pusat/KNIP) melakukan kekuasaan pada
lembaga-lembaga tersebut. Hal ini berarti bahwa kekuasaan hanya
bertumpu pada satu pihak (Presiden), dan secara faktual tidak sejalan
dengan paham demokrasi.
Sistem demokrasi baru muncul ketika pada tanggal 16 Oktober 1945,
Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat No. X Tahun 1945 yang
mengubah kedudukan KNIP menjadi lembaga legislatif yang sejajar
dengan Presiden dan bukan lagi sebagai pembantu Presiden. Maklumat itu
juga memuat pembentukan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BP-KNIP) yang berfungsi sebagai pelaksana sehari-hari tugas
KNIP. BP-KNIP inilah yang kemudian mengusulkan diubahnya sistem
kabinet presidensial menjadi sistem kabinet parlementer yang disetujui
oleh pemerintah melalui maklumat tanggal 14 November 1945 tanpa
melakukan perubahan atas UUD 1945. Jadi, berlakunya sistem
parlementer ini berlangsung hingga tahun 1959 yang di dalamnya pernah
terjadi perubahan UUD sampai dua kali, yakni Konstitusi Republik
Indonesia Serikat tahun 1949 dan Undang-undang Dasar Sementara
(UUDS) 1950. Pada kurun waktu itulah, tercatat bahwa langgam politik di
Indonesia bersifat demokratis dengan konfigurasi yang demokratis pula.
Namun langgam demokratis tersebut terhenti dan berubah menjadi
otoriter sejak tahun 1959 ketika Presiden Soekarno secara sepihak
membubarkan Konstituante, mencabut berlakunya UUDS tahun 1950, dan
memberlakukan kembali UUD 1945 melalui Dekret Presiden tanggal 5
Juli 1959.20 Keabsahan dekret itu sendiri secara hukum semula menjadi
persoalan. Sebab berdasarkan konstitusi, Presiden tidak berwenang
membubarkan Konstituante. Itulah sebabnya seorang tokoh seperti Moh.
Hatta mempersoalkan dekret tersebut dan mengatakannya sebagai kudeta.
Namun Soekarno mempunyai pendukung dari kalangan ahli hukum yang
mengatakan bahwa dekret itu sah berdasarkan hukum negara dalam
keadaan darurat. Dalil yang dipakai adalah “salus popli suprema lex” yang
berarti “keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi”.

12
Dengan kata lain, jika rakyat dalam bahaya, maka Presiden bisa
melakukan tindakan penyelamatan, meskipun harus melanggar konstitusi.
Keabsahan dekret itu kemudian harus diterima, karena Soekarno berhasil
menggalang dukungan dan mampu mengkonsolidasikan kekuasaan
pemerintahannya. Di bawah konsepsi Demokrasi Terpimpin selama kira-
kira tujuh tahun tersebut, Soekarno mengendalikan negara ini dengan
langgam otoritarian dan dengan konfigurasi politik yang otoriter.22
Otoriterisme pemerintahan Soekarno dengan Demokrasi
Terpimpinnya akhirnya runtuh ketika Angkatan Darat (AD) berhasil
mengambil alih kekuasaan setelah berkutat dalam melawan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan Soekarno. Tampilnya AD sebagai aktor
politik utama di Indonesia diperoleh setelah peristiwa 30 September 1965
yang menurut sejarah merupakan peristiwa pengkhianatan PKI terhadap
bangsa dan negara Indonesia. Terlepas dari kontroversi tentang fakta-fakta
dan sejarah peristiwa tersebut, yang pasti sejak itu AD menguasai
panggung politik di Indonesia.
Pemerintahan yang menggantikan Soekarno ini kemudian
menamakan diri sebagai pemerintahan Orde Baru yang berdasarkan
Demokrasi Pancasila sambil menyebut pemerintahan yang digantikannya
sebagai pemerintahan Orde Lama.6
2. Masa Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru juga menggunakan UUD 1945 sebagai
konstitusi yang harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Semula
rezim Orde Baru menampilkan langgam politik yang demokratis. Tetapi
setelah itu, sejak tahun 1969 dan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1971,
rezim ini pun menjadi otoriter dengan selalu mengatakan dirinya bersikap
konstitusional berdasarkan UUD 1945. Rezim ini akhirnya diruntuhkan

6
Kaelani & Zubaidi Achmad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Trihanggo Sleman:
Paradigma.

13
oleh gerakan rakyat (yang dimotori oleh mahasiswa) dalam apa yang
disebut dengan Gerakan Reformasi dan mencapai puncaknya pada tanggal
21 Mei 1998 ketika Soeharto tidak dapat mengelak dari tuntutan untuk
berhenti dari jabatannya sebagai Presiden.
Bahwa UUD 1945 tidak pernah menghadirkan pemerintahan yang
demokratis, juga dapat dilihat dari sejarah berlakunya UUD 1945 yang
secara garis besar dibagi atas tiga periode, yaitu periode 1945-1949,
periode 1959-1966, dan periode 1966-1998. Sejarah perjalanan bangsa ini
mencatat bahwa periode 1945-1959 adalah periode sistem politik yang
demokratis. Namun harus diingat bahwa pembentukan pemerintahan yang
demokratis ketika itu justru didahului dengan penidakberlakuan UUD
1945 melalui apa yang dikenal dengan Maklumat No. X yang ditanda
tangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Maklumat tersebut berisi
perubahan kedudukan KNIP dari yang semula sebagai pembantu Presiden
menjadi lembaga legislatif yang sejajar dengan Presiden untuk kemudian
komite inilah yang mengusulkan perubahan sistem pemerintahan dari
presidensial menjadi parlementer.
Dari sinilah kemudian terbangun sistem politik yang demokratis,
sesuatu yang dengan mudah dapat memberi kesimpulan bahwa untuk
membangun pemerintahan yang demokratis ketika itu justru dilakukan
melalui praktik ketatanegaraan yang keluar dari UUD 1945, meskipun
UUD itu sendiri tidak secara resmi diubah. Perlu dicatat pula bahwa ketika
UUD 1945 diberlakukan kembali secara paksa melalui Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959 yang kemudian muncul adalah pemerintahan yang
sangat otoriter di bawah kepemimpinan Soekarno yang menjadi
sewenang-wenang dengan konsepsi Demokrasi Terpimpinnya. Dan
akhirnya baru saja diruntuhkan rezim otoriter, yaitu Orde Baru, yang juga
berlindung di bawah UUD 1945.
Fakta-fakta sejarah tersebut memang membawa pada kesimpulan
bahwa UUD 1945 haruslah dipersoalkan kembali karena di samping tidak
pernah melahirkan pemerintahan yang demokratis, UUD ini telah turut

14
memberi kontribusi atas terjungkalnya dua orang Presiden yang terdahulu.
Orang boleh berkata bahwa UUD 1945 tidak dapat disalahkan, sebab UUD
itu sendiri memang mengatakan bahwa kebaikan pemerintahan itu tidak
tergantung pada bunyi UUD, melainkan tergantung juga pada semangat
penyelenggara atau orangnya.
Tetapi harus diingat bahwa gagasan UUD itu lahir dengan kecurigaan
bahwa penguasa itu akan diincar oleh penyakit korup (power tends to
corrupt). Penyelenggara secara personal boleh saja baik, tetapi jika sistem
yang mengaturnya tidak baik, maka penyakit korup akan
menjerumuskannya ke dalam kesewenang-wenangan. Jadi, orang dan
sistem sama pentingnya, bahkan sistem harus diatur sedemikian rupa agar
mampu menjaring orang-orang yang baik dan mengawalnya dari penyakit-
penyakit korup.
Kalimat-kalimat konstitusi sebenarnya tidak lebih dari manifestasi
yuridis yang tidak dengan sendirinya dapat menggambarkan makna
kultural bangsa yang menggunakannya. Makna konstitusi secara
mendalam ada di dalam “konstitusionalisme” yang kemunculannya
sebagai istilah di abad ke-18 dimaksudkan untuk menegaskan doktrin
Amerika tentang supremasi UUD sebagai konstitusi tertulis di atas UU
yang hanya dibuat oleh lembaga legislatif. Meskipun istilah ini baru
muncul pada abad ke-18, tetapi sebagai gagasan dan praksis kehidupan
kenegaraan modern, konstitusionalisme ini telah jauh berkembang lebih
lama dari itu.
Gagasan pembatasan kekuasaan penguasa di dalam sebuah konstitusi
sebenarnya telah ada sejak berkembangnya negara teritorial di bawah
kekuasaan raja-raja dan di dalam kehidupan negara kota-negara kota
(polis) di Eropa Barat pada abad ke-11 dan abad ke-12. Itulah sebabnya
dalam kemunculannya sebagai istilah di abad ke-18 konstitusionalisme
hanya dipahami sebagai penegasan doktrin tentang supremasi konstitusi
yang sebenarnya telah berkembang sejak abad ke-11 dan abad ke-12.

15
Gagasan konstitusi sebagai alat pembatasan kekuasaan itu sendiri
sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari gagasan tentang hak asasi manusia,
demokrasi, dan negara hukum yang harus dimuat di dalam sebuah aturan
dasar kegiatan politik yang kemudian disebut konstitusi. Ia merupakan
kristalisasi normatif atas tugas negara dalam memberikan perlindungan
HAM dan melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat
disertai batas-batas kekuasaan secara hukum. 7
E. Kelemahan Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional di Indonesia
Dari berbagai studi tentang UUD 1945, tercatat kelemahan-kelemahan
muatan yang menyebabkannya tidak mampu melahirkan pemerintahan yang
demokratis-konstitusional, yaitu:
1. Tidak Ada Mekanisme (Check and Balance)
Sering dikatakan bahwa sistem politik yang diformat oleh UUD 1945
adalah sistem politik yang executive heavy, di mana kekuasaan Presiden
sangat dominan. Presiden menjadi pusat kekuasaan dengan berbagai hak
prerogatif. Selain menguasai bidang eksekutif, Presiden memiliki setengah
dari kekuasaan legislatif yang dalam praktiknya Presiden juga menjadi
ketua legislatif. Sebuah Rancangan Undang-undang (RUU) yang telah
disetujui oleh DPR, jika tidak disetujui oleh Presiden, maka tidak dapat
diajukan lagi.
Tetapi sebaliknya, jika sebuah RUU tentang Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) tidak disetujui oleh DPR, maka yang dipakai
adalah APBN tahun sebelumnya, yakni yang telah disetujui oleh DPR dan
Presiden. Selain harus memberikan persetujuan atas setiap RUU, Presiden
juga mempunyai hak untuk mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan
(Perpu) jika keadaan “genting dan memaksa” tanpa adanya kriteria pokok
yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan “kegentingan yang
memaksa”. 8

7
https://doc.lalacomputer.com/makalah-demokrasi-konstitusional/
8
https://www.academia.edu/28467558/DEMOKRASI_DAN_IMPLEMENTASINYA

16
2. Terlalu Banyaknya Atribusi Kewenangan
UUD 1945 juga terlalu banyak memberi atribusi kewenangan kepada
legislatif (yang praktis di dominasi Presiden) untuk mengatur masalah-
masalah penting dalam UU seperti tentang lembaga-lembaga negara,
tentang HAM, tentang kekuasaan kehakiman, tentang pemerintahan
daerah, dan sebagainya. Jika sebuah UUD mengatribusikan kewenangan
kepada legislatif untuk mengatur beberapa hal dengan UU, tentu saja tidak
menjadi masalah dan wajar.
Tetapi UUD 1945 terlalu longgar menyerahkan hal-hal yang sangat
penting kepada lembaga legislatif untuk diatur dengan UU. Dan dari
penyerahan yang longgar dan tanpa penegasan batas yang tidak boleh
dilampaui itulah, pemerintah seringkali melakukan manipulasi dan
mengambil pembenaran formal. Tentang susunan MPR yang
kedudukannya lebih tinggi dari legislatif saja misalnya, diatur dengan UU.
Begitu juga tentang kekuasaan kehakiman yang dalam muatan UU-nya
membuka pintu bagi pemerintah untuk melakukan intervensi.
Jika diamati apa yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru
misalnya, jelas sekali pemerintah (Presiden) telah mengakumulasikan
kekuasaannya secara besar-besaran melalui penggunaan atribusi
kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, sehingga menjadi rezim
yang sangat otoriter tetapi selalu mempunyai alasan “formal” sebagai
pembenaran. Mula-mula Presiden melakukan adu kekuatan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) pada tahun 1967 – 1969
untuk membentuk format politik baru yang membuka pintu bagi hadirnya
wakil-wakil pemerintah secara dominan di DPR dan MPR dengan UU
bidang politik.
Setelah berhasil melahirkan UU bidang politik yang memberi peluang
baginya untuk mendominasi lembaga perwakilan dan permusyawaratan,
maka dengan mudahnya Presiden menggunakan kekuatan politiknya untuk
meluncurkan berbagai UU yang melemahkan kekuatan-kekuatan politik
yang ada di luar dirinya, seperti: Mahkamah Agung (MA), Badan

17
Pemeriksa Keuangan (BPK), bahkan MPR dan DPR sendiri. Semua
keinginan Presiden diwadahi dengan UU, sehingga lembaga eksekutif
menjadi sangat steril dari sentuhan-sentuhan di luar dirinya.
Jika sebuah UU tidak terlalu mudah menampung keinginan Presiden,
maka jalan yang ditempuh adalah menyerahkan pengaturan masalah
kepada Presiden untuk mengaturnya dengan Peraturan Pemerintah (PP)
berdasarkan delegasi kewenangan. Banyak ketentuan-ketentuan penting
yang kemudian tenggelam di dalam timbunan berbagai PP, Keputusan
Presiden (Kepres), Peraturan Menteri (Permen), dan sebagainya. Semua
keinginan dan tindakan Presiden kemudian dapat dicarikan baju hukum,
bukan hanya pada level UU ke bawah, bahkan juga banyak yang berhasil
dipaksakan secara halus untuk dijadikan ketetapan MPR. Itulah sebabnya
produk hukum selama era Orde Baru berwatak sangat konservatif, elitis,
dan menjadi instrumen pembenar atas kehendak-kehendak pemerintah.
3. Adanya Pasal-pasal yang Multitafsir
UUD 1945 juga memuat beberapa pasal penting yang memiliki
banyak arti (multi interpretable), tetapi tafsir yang harus diterima sebagai
kebenaran adalah tafsir yang dikeluarkan oleh Presiden. Hal ini merupakan
konsekuensi dari kuatnya pengaruh Presiden sebagai sentral kekuasaan
(executive heavy). Ketentuan Pasal 7 tentang Masa Jabatan Presiden
(dipilih untuk masa jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali) misalnya, dari sudut bahasa memang bisa melahirkan tafsir yang
beragam yakni bisa dipilih satu kali saja setelah masa jabatannya yang
pertama atau bisa dipilih berkali-kali asalkan dilakukan setiap lima tahun.
Berdasarkan pemahaman atas esensi konstitusionalisme secara
akademis, umumnya dikemukakan bahwa tafsir yang tepat atas Pasal 7
tersebut adalah dua kali masa jabatan Presiden. Tetapi karena Presiden
menganut pendapat bahwa jabatannya dapat diduduki selamanya asalkan
dipilih secara “formal” setiap lima tahun, maka pendapat Presiden-lah
yang harus diterima. Padahal Presiden pula yang mendominasi pembuatan

18
UU yang mengatur orang-orang yang dapat duduk di MPR untuk memilih
Presiden.
4. Terlalu Percaya Pada Semangat Orang (Penyelenggara)
Tiga kelemahan di atas, menurut Mahfud MD, disertai pula oleh
terlalu percayanya UUD 1945 terhadap semangat atau itikad baik orang
yang menjadi penyelenggara negara. Hal ini dapat dilihat dari bunyi
Penjelasan UUD 1945 yang “terlalu polos” menyatakan bahwa “yang
sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah
semangat para penyelenggara negara …..”.
Kepercayaan yang seperti ini tentu tidak salah, tetapi menjadi tidak
wajar jika semangat orang itu tidak dikawal dengan sistem yang juga ketat.
Berdasarkan kalimat inilah, ada yang mengatakan bahwa otoriterisme dan
korupsi politik yang terjadi selama ini disebabkan oleh orangnya, bukan
oleh UUD-nya.
Tetapi sebenarnya yang juga sangat penting adalah sistemnya. Sebab
orang baik dan bersemangat demokratis, sekalipun jika telah berkuasa,
tetap akan diintai oleh penyakit korup. Jika secara pribadi penguasa itu
mempunyai semangat yang demokratis, jujur, dan adil, tidak ada jaminan
bahwa pemerintahannya juga akan demokratis, jujur, dan adil, jika
sistemnya tidak memaksa untuk membangun sistem yang seperti itu.
Sebab kekuasaan sebagai konstituen yang terdiri dari banyak orang dan
elemen memiliki watak untuk korup. 9

9
http://gurupintar.com/threads/jelaskan-ciri-khas-pemerintahan-demokrasi-konstitusional.1166

19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasaan diatas dapat disimpulkan bahwa kata demokrasi
merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga
negara turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang
dipilih melalui pemilu. Pemerintahan di Negara demokrasi juga mendorong
dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragarna, berpendapat, berserikat
setiap warga Negara, menegakan rule of law, adanya pemerintahan
menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat warga Negara
memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari
rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat.
Nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat macam demokrasi di
bidang politik yang pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia, yaitu, Demokrasi Parlementer (liberal), Demokrasi Terpimpin,
Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru, Demokrasi Pancasila Pada Era
Orde Reformasi.
B. SARAN
Setelah membaca atau mendengarkan makalah ini diharapkan kepada
pembaca mampu memahami pelaksanaan demokrasi yang ada di Indonesia.
Sehingga mampu menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara
Indonesia. Penulis menyadari terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan
makalah ini, untuk itu diminta kritik dan saran dari saudara/i sekalian.

20
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
A.Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewargaan (Civic Education)
DEMOKRASI, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Edisi Ketiga,
ICCE UIN syarif Hidyatullah, Jakarta, 2008

Abdul Aziz Hakim. Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia, Celeban Timur
Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar, 2011.

Adnan Buyung Nasution. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia :


Studi Sosio Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta. Pustaka Utama
Grafitti. 2001 (cet. 2).

Adnan Buyung Nasution, Demokrasi Konstitusional, Jakarta: Kompas Media


Nusantara, 2010

Alim, Muhammad. 2001. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Madinah dan UUD 1945. Yogyakarta: UII Pres.

Astim Riyanto. Teori Konstitusi. Yapemdo. 2003.

Gregorius Sahdan. Jalan Transisi Demokrasi: Pasca Soeharto, Pondok Edukasi,


Yogyakarta, 2004.

Janedjri M. Gafar. Demokrasi Konstitusional; Praktik Ketatanegaraan Indonesia


Setelah Perubahan UUD 1945, Cetakan I, Konpress, Jakarta, 2012.

Kaelani & Zubaidi Achmad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Trihanggo


Sleman: Paradigma.

Moh. Mahfud MD. Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia : Studi Tentang


Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Yogyakarta. Rieneka
Cipta.

Wiranto. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah


di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

21
JURNAL

Anis Ibrahim, Penguatan Kedaulatan Rakyat Pascapemilu (Sebuah Wacana


Ketatanegaraan Indonesia Ke Depan, Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni
2009 PPK-FH UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

Gonggong, Anhar. Bangsa – Negara Indonesia: Bentuk Negara dan Sistem


Demokrasi yang Berubah – ubah dalam Krisis, Jurnal Politika, Volume 1,
No. 3 Desember 2005, (Jakarta:Akbar Tanjung Intitute, 2005).

Hartuti Purnaweni. 2004. “Demokrasi Indonesia : Dari Masa ke Masa”. Jurnal


Administrasi Publik, Vol. 3 No.

Husaini, Adian. 2009. “Menimbang Kembali Konsep Demokratis”. Akademika.


Vol. 4. No. 1. November 2009. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

M.Laica Marzuk. 2010. “Konstitusi dan konstitusionalisme”. Jurnal Konstitusi.


Volume 7 Nomor 4 .Agustus 2010.

INTERNET
https://indrangokk.wordprees.com/2013/06/12/demokrasi-dan-implementasi/
https://dedypri2.blogspot.com/2015/02/demokrasi-di-indonesia-dan-
implementasinya.
http://gurupintar.com/threads/jelaskan-ciri-khas-pemerintahan-demokrasi-
konstitusional.1166

http://www.kata-bijak.web.id/2015/01/pengertian-konsep-demokrasi.html

http://www.makalahskripsi.com/2014/02/konsep-demokrasi-konstitusional.html

http://www.saldiisra.web.id/index.php/tulisan/artikel-koran/26-
mediaindonesia/622-konstitusi-konstitusionalisme-dan-demokrasi-
konstitusional.html

22

Anda mungkin juga menyukai