FAKHRINA, Lc 201006011@student.ar-raniry
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bahwasanya pada abad ke - 19, perkembangan
pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu
kepribadian tiap tiap bangsa dengan pengertian dan cara nya sendiri, salah satu tokoh filsafat
adalah august comte (1798-1857). Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran
manusia menggunakan akal. Penalaran bekerja dengan cara mempertentang pernyataan yang ada
dengan pernyataan yang baru. August comte berhasil mempelopori teori positivme, Metode ini
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif, memiliki pandangan sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu :1.Tahap
Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang muthlak. Manusia
pada tahap ini masih dikuasai oleh takhayul takhayul sehingga subjek dengan objek tidak
dibedakan.2. Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan
kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.3. tahap positif, yang ditandai
dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum hukum dan saling berhubungan lewat
fakta. Oleh karena itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan
lewat fakta(Harun H 1983:110 dibandingkan dengan Ali Mudhofir 1985: 52 dalam kaelan 1991:
30).
Kata kunci: Perubahan sosial, Hukum tiga Tahap, Filsafat Auguste Comte
A. PENDAHULUAN
Dalam setiap penulisan karya ilmiah diperlukan adanya data-data yang lengkap
dan objektif. Penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu berupa pernyataan-
pernyataan untuk mendukung kevalidan data. Dalam pengumpulan data yang
berhubungan dengan objek kajian, baik data primer maupun data sekunder, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research).
Rumusan masalah
Dalam tulisan ini akan disajikan tentang pemikiran seorang tokoh filsafat yang bernama
Auguste Comte dengan tujuan mengetahui :
Biografi Auguste Comte
Pemikiran Auguste Comte
C. PEMBAHASAN
3
Jhon stuart mill, Auguste comte and positivism
4
Jhon stuart mill, Auguste comte and positivism
b. Penyebab adanya benda-benda dalam alam (hal yang bersifat metafisis) tidak dapat
diketahui (bandingkan dengan teori evolusi Darwin, karena ilmuwan tidak dapat melihat
penyebab itu.
c. setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak
mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal.
d. Hanya hubungan antara fakta-fakta saja yang dapat diketahul (hal-hal yang bersifat
positivis).
e. Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosol
Adapun prosedur penelitian empiris-eksperimental Comte (positivism) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Observasi: meneliti dan mencari hubungan antara fakta-fakta, lalu meninjaunya dari
hukum statika dan dinamika. Dari observasi dapat dirumuskan hipotesis yang akan
dibuktikan melalui penelitian.
b. Eksperimen: fenomena social dengan cara tertentu diintervensi oleh cara tertentu,
sehingga dengan demikian dapat dijelaskan sebab akibat fenomena masyarakat
(misalnya, studi tentang pathologi dan kesehatan) dan mendapat pemahaman tentang
bagaimana masyarakat normal.
c. Perbandingan (komparasi): dalam sosiologi studi komparatif bisa dilakukan antara dua
masyarakat/kebudayaan (studi atropologi) atau antara dua periode dalam masyarakat
tertentu (sosiologi historis).
3. Tahap Perkembangan Masyarakat
Comte menganggap bahwa pengindraan dan akal budi manusia sama
dimana saja dan perkembangannya dikuasai oleh hokum universal (tahap-tahap)
yang sama pula. Proses perkembangan akal budi ini sejajar dengan tahap
perkembangan masyarakat. Tiga tahap perkembangan masyarakat (atau
kebudayaan) ini, menurut comte, berlaku universal (grand-narrative, istilah yang
dikemukakan oleh Lyotard untuk kecenderungan filsafat atau pemikiran seperti
ini).
Berikut akan dijelaskan lagi tahap perkembangan masyarakat menurut
comte tersebut.
Pertama adalah tahap teologis. Pada tahap ini manusia mencari sebab pertama
atau tujuan akhir dari segala sesuatu. Dalam semua peristiwa alam diyakini bahwa
ada kekuatan supernatural/adikodrati(kekuatan dewa-dwa) yang mengatur dan
menyebabkan semua gejala alam. Semua permasalahan dan jawaban terhadap
pernyataan fenomena alam dikembalikan pada kepercayaan teologis yang
menurut comte sendiri memiliki tiga tahapan: (1)fetisisme/animisme, (2)
politeisme dan (3) monoteisme. Tahap ini mulai mengalami krisis (mulai redup)
dengan munculnya Renaisans.
Kedua, tahap metafisis. Tahap ini dapat dikatakan merupakan modifikasi dari
tahap teologis, namun pada tahap ini kekuatan dewa-dewa kini diganti oleh entitas
metafisik (substansi, esensi, roh, ide) yang dianggap ada pada setiap benda. Pada
tahap ini manusia merumuskan jawaban atas fenomena alam dengan mencari
sebab - sebab pertama dan tujuan akhir. Penjelasan rasional/spekulatif berupa
abstraksi adalah metode yang diandalkan untuk menemukan hakikat atau
substansi dari segala sesuatu yang metafisis itu. Meskipun zaman ini sudah jauh
lebih maju dari zaman sebelumnya, akan tetapi bagi comte ilmu pengeteahuan
masih terbelenggu oleh konsep - konsep filsafat yang absfrak universal. Antara
tahun 1300-1800 (renaisans, reformasi, dan revolusi prancis) dianggap sebagai
masa transisi ketahap positivme (modern).
Ketiga, tahap positif. Tahap ini adalah tahap berfikir real, faktual dan nyata
sebagai dasar pengetahuan. Comte berpendapat bahwa tahap positivisme ini
merupakan puncak perkembangan tahap pemikiran umat manusia. Positivme
diartikan oleh comte sebagai segala sesuatu yang nyata, yang jelas, yang pasti dan
yang bermanfaat. (wibisono, 1983).
Mengenai teori hukum tiga tahap. Auguste Comte selain dikenal sebagai pelopor
filsafat positifistik, ia juga dikenal sebagai bapak sosiologi dengan berbagai teori-
teori sosialnya (Bordeau, Michel; Pickering, Mary & Schmaus; 2018, Gane, 2006;
Ladyman, 2002). Khusus untuk teori hukumbtiga tahap, istilah "tahapan"
sebenarnya terdapat keragaman kata dalam bahasa inggris misalnya ada yang
menyebutkannya denga "three stages" (tiga tahapan) "three phases" (tiga fase) dan
"three states" (tiga negara) (Bourdeau, Michel; Pickering, Mary &Scmaus, 2018;
Gane, 2006; Ladyman, 2002; Martineau, 2000). Akan tetapi menurut Gane (2006)
hukum tersebut condong lebih disebut kepada istilah "law of three states" dengan
keaslian bahasa perancisnya "loi des trois 'etats" ' yang berarti hukum tiga negara.
Dari hukum tiga negara tersebut, Comte mengklaim bahwa diat telah berhasil
dalam menemukan objek fundamental serta saintifik baru, sehingga dia
mendirikan kajian sosiologi modern.
Istilah "tahapan" lebih sering digunakan dengan alasan bahwa teori evolusi
Comte meyakini bahwa masyarakat oleh suatu hukum universal yang berlaku
kepadasetiap orang diatas bumi. Hal ini didasari oleh asumsi dasar comte tentang
adanya kesamaan struktur indera dan akal budi manusia yang menghasilkan
persepsi dan kesimpulan-kesimpulan logis yang sama pula. Oleh karenanya,
perkembangan manusia diseluruh dunia memiliki ciri keteraturan sesuai dengan
hukum universal tersebut (Erzioni:1973). Bukan itu saja, dalam pandangan
Judistira K. Garna (1992: 36), tiga tahapan perkembangan pemikiran manusia
tersebut-teologis, metafisis, positifistik-merupakan dasar untuk tiga bentuk
sejarah organisasi sosial masyarakat.
D. KESIMPULAN
Menurut auguste comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam
tiga tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan
bahwa dibalik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus. Pada tahap metafisik,
kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian
dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya
sebagai asal dari segala gejala.
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang muthlak, baik pengetahuan teologis
ataupun metafisis dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan
tujuan akhir seluruh alam; melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting
adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta
dengan pengamatan dan penggunaan akal. Istilah "positif" kerap digunakan dalam tulisan
comte, yang maksudnya sama dengan filsafat positivisme. Fakta positivis adalah "fakta
real" atau "yang nyata". Hal positif (a positive fact) adalah sesuatu yang dapat diuji atau
diverifikasi oleh setiap orang (yang mau membuktikannya).
DAFTAR PUSTAKA
Suaedi, kajian bidang-bidang filsafat, h.99 penerbit IPB Press
Muntasyir, Rizal, Filsafat ilmu, penerbit pustaka pelajar h 148
Yusuf, Lubis akhyar, Filsafat ilmu klasik hingga kontemporer h.140
Mushlih, Mohammad, Filsafat ilmu kajian atas asumsi dasar, paradigma dan kerangka
teori ilmu pengetahuan h. 109 Lesfi
Nugroho, Irham, 2016. Positivisme Auguste comte, Analisa epistemologis dan nilai
etisnya terhadap sains, volume Xl (hal 175-176) cakrawala
Chabibi, Muhammad, Hukum tiga tahap Auguste Comte dan Kontribusinya terhadap
kajian Sosiologi Dakwah, 2019 vol.3, jurnal peradaban dan pemikiran islam.
Jhon stuart mill, Auguste comte and positivism