Anda di halaman 1dari 15

Makalah Masuknya Bangsa Barat ke Timur Tengah

Mata kuliah : Sejarah Timur Tengah

Kelompok 9 :

Muhammad Taufik Nurwansyah (4415155270)

Nada Aprianita (4415152792

Bahtiar Halim (4415152579)

Pendidikan Sejarah 2015 B

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

1
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & puji Syukur atas rahmat & ridho Allah SWT,
karena tanpa Rahmat & RidhoNya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dosen mata
kuliah Sejarah Timur Tengah yang telah membimbing kami dalam pengajaran tugas
makalah ini.

Semoga makalah yang kami susun dapat memenuhi tugas. Serta semoga makalah
ini dapat berguna bagi para pembaca dalam belajar sejarah, khususnya sejarah
masuknya bangsa barat ke timur tengah. Atas nama penulis, kami mohon maaf apabila
ada kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang ada dalam makalah ini baik
yang disengaja maupun tidak. Kesempurnaan hanya milik-Nya bukan milik kami
sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Jakarta, Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... 3

A. Pendudukan Napoleon : Implikasi politik dan Keagamaan..................................................................... 4

B. Datangnya sang pembaharu Mesir serta intervensi Inggris di Terusan Suez ......................................... 8

C. Akar dari nasionalisme Mesir di tangan Urabi ........................................................................................ 12

KESIMPULAN ............................................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 15

3
A. Pendudukan Napoleon : Implikasi politik dan Keagamaan

Pasca Revolusi 1789, Prancis mengalami masa kebangkitan, negara tersebut mulai
menjadi negara besar yang menjadi saingan berat Britania Raya (Inggris). Kedua negara
tersebut dalam perkembangannya banyak terlibat konflik kepentingan. Pada akhir abad ke-18,
Inggris meningkatkan kepentingan-kepentingannya di India pasca kemunduran dinasti
Mughal. Untuk memutuskan komunikasi antara Britania Raya dan India, Napoleon yang
merupakan sosok ahli dalam strategi, melihat bahwa Mesir perlu diletakkan di bawah
kekuasaan Prancis.

Mesir merupakan daerah yang strategis, jika kita melihatnya dari segi geografis, Mesir
terletak di jantung pertemuan antara Afrika, Asia dan Eropa. Di samping itu, Napoleon perlu
pasar baru untuk mengembangkan perindustrian Prancis, Mesir dianggap sebagai daerah
pengembangan pasar industri. Napoleon juga mempunyai ambisi untuk menyamai kesuksesan
dari Alexander Macedonia, yang pada masa lau pernah menguasai Eropa dan Asia sampai ke
India. Napoleon memandang tempat strategis untuk menguasai kerajaan besar seperti yang
dicitakan-citakannya itu, adalah Kairo.

Pada abad ke-18, kondisi Turki Utsmani sedang mengalami fase stagnan, meskipun
sebagai bagian dari wilayah imperium Utsmani, Mesir tetap mempertahankan identitas politik
dan kulturalnya sendiri. Di bawah pemerintahan Utsmani, Mesir justru diperintah oleh
beberapa faksi militer setempat. Lemahnya kontrol dari pemerintahan pusat Turki Utsmani,
persaingan antara beberapa faksi Mamluk mengakibatkan terbengkalainya irigasi, kemerosotan
pajak, dan meningkatnya otonomi pastoralisme dan kesukuan. Melihat situasi yang sedemikian
rupa, membuka kesempatan bagi Napoleon untuk memulai invasinya di Mesir pada tahun
1798. Beberapa faktor tersebut yang mendorong Napoleon untuk menginvasi Mesir yang
notabene saat itu masih di bawah kekuasaan Turki Utsmani.1

1
http://wawasansejarah.com/invasi-napoleon-di-mesir/, diakses pada 13 Mei 2017 pukul 16.46

4
Kawasan Arab, khususnya Mesir memulai jaman modern ketika terjadi persinggungan
antara Barat (Prancis) dan Mesir dengan ekspedisi Napoleon Bonaparte pada tahun 1798. Pada
mulanya kehadiran Usmani atas wilayah Arab tak dianggap sebagai bentuk penjajahan, karena
bagi mereka bergabung dengan Usmani merupakan persatuan Islam sesuai dengan propaganda
penguasa Usmani. Tetapi ketika mereka sadar akan kebohongan tersebut akhirnya mereka
melakukan usaha untuk memerdekakan bangsa Arab.2

Semangat kemerdekaan ini menggelora setelah terjalin hubungan dengan bangsa Eropa.
Hal tersebut mulai terjadi pada abad ke 17 M seiring dengan semakin melemahnya kekuasaan
sultan sultan Usmani. Pada saat itu Mesir mulai melepaskan diri dari kekuasaan Istambul dan
akhirnya otonom.3 Bahkan mereka menolak pengiriman hasil pajak yang mereka pungut
dengan cara kekerasan dari rakyat Mesir ke Istambul. Begitu pudarnya kekuasaan Usmani atas
Mesir waktu itu dapat digambarkan dari perjalanan perang di Mesir bahwa Napoleon mendarat
di Alexandria tanggal 2 Juni 1798 dan keesokan harinya ia dapat menguasai daerah tersebut
bahkan tidak sampai tiga minggu Napoleon telah berhasil menguasai Mesir.4 Pada tanggal 21
Juli tentara Napoleon telah sampai di daerah Piramid di dekat Cairo. Pertempuran pecah antara
pasukan Napoleon dengan kaum Mamluk, kerena tidak sanggup melawan senjata-senjata
meriam pasukan Napoleon, pasukan Mamluk pun lari ke Cairo. Di sini mereka tidak mendapat
simpati dan sokongan dari rakyat Mesir lainnya, akhirnya mereka terpaksa lari ke daerah
selatan Mesir. Pada tanggal 22 Juli Napoleon telah dapat menguasai pusat dari wilayah Mesir,
yaitu cairo.

Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara. Dalam rombongannya


terdapat 500 kaum sipil dan 500 wanita. Di antara kaum sipil itu terdapat 167 ahli dalam
berbagai cabang ilmu pengetahuan. Napolean juga membawa dua set alat percetakan dengan
huruf Latin, Arab, dan Yunani. Invasi Napoleon datang bukan hanya untuk kepentingan politik,
tetapi juga untuk keperluan ilmiah, sehingga invasi yang dilakukan Napoleon tersebut
memberikan dampak terhadap perkembangan Mesir berikutnya.

2
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam : Imperium Turki Usmani, (Jakarta : Kalam Mulia, 1988),
hlm. 77.
3
Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam : Sejarah pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang,
1992), hlm. 28.
4
Ibid, hlm. 29.

5
Ekspedisi Napoleon sendiri selain untuk kepentingan militer juga untuk kepentingan
ilmiah.Untuk kepentingan kedua inilah akhirnya dibentuk suatu lembaga ilmiah bernama
Institut d Egypte5 yang mempunyai empat bagian: bagian ilmu pasti, bagian lmu alam, bagian
ilmu ekonomi-politik, dan bagian ilmu sastra-seni. Publikasi yang diterbitkan lembaga ini
bernama La Decade Egyptienne. Selain itu terdapat majalah Le Courrier d Egypte, yang
diterbitkan oleh Marc Auriel. Sebelum kedatangan Ekspedisi ini masyarakat Mesir tidak kenal
yang namanya percetakan, majalah, dan surat kabar.Institut dEgypte boleh dikunjungi orang-
orang Mesir, terutama para ulamanya, yang diharapkan oleh ilmuwan-ilmuwan Prancis dapat
menambah pengetahuan mereka tentang Mesir, adat istiadatnya, bahasa, dan agamanya. Di
sinilah orang-orang Mesir dan Muslim untuk pertama kalinya mempunayi kontak langsung
dengan peradaban Eropa.

Para ulama Muslim yang berkunjung ke lembaga tersebut merasa kagum dengan
kemajuan keilmuwan Barat. Hal ini seakan menggambarkan betapa mundurnya peradaban
umat Islam ketika itu. jika di periode klasik orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan
peradaban Islam, di periode modern umat Islam lah yang heran melihat kebudayaan dan
kemajuan barat. Sesuatu yang baru bagi orang Mesir lainnya ialah mesin percetakan, majalah
dan surat kabar. Dengan lembaga ini pula untuk pertama kalinya orang Mesir kontak langsung
dengan peradaban Eropa yang baru dan asing bagi mereka. Begitulah, Mesir yang sebelumnya
berada dalam kekuasaan Usmani dan baru saja melepaskan diri lantas dijajah oleh Prancis
dengan pendudukan Napoleon tersebut.

Walaupun pendudukan Napoleon atas Mesir hanya berlangsung dalam waktu pendek
tetapi mempunyai arti yang mendalam. Ini merupakan permulaan dari periode intervensi Eropa
yag langsung terhadap dunia Arab, dengan konsekwensi-konsekwensi besar di bidang ekonomi
dan sosial. Dengan kemenanganya yang dicapai dengan sangat mudah Perancis mencoba
menghancurkan illusi superioritas dunia Islam yang tak tergoyahkan oleh kafir Barat, dengan
demikin Perancis telah meletakkan problema yang mendasar terhadap kemungkinan
penyesuaian dirinya menghadapi hubungan baru. Oleh karena itu maka kekacauan psikologis
yang ditimbulkan belum dapat dipecahkan.6

5
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 5, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van houve, jilid 5),
hlm. 115.
6
file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/341-592-1-SM%20(1).pdf, diakses pada 14 Mei 2017 pukul
19.57

6
Akan tetapi, seiring dengan keberhasilan prancis dalam mengonsolidasikan
kekuatannya di Mesir, ia tetap saja harus menanggung kekalahan yg cukup besar, seperti
misalnya pada kejadian Penghancuran armada prancis di teluk aboukir pada 1 agustus 1798,
tertahannya ekspedisi yang gagal di Akka pada tahun 1799, dan kekalahan pada pertempuran
iskandariyah pada 21 Maret 1801, telah membuat surutnya ambisi napoleon di timur, dan
kemudian berusaha mengevakuasi pasukan prancis dari mesir.7 sementara itu perkembangan
politik di Prancis menghendaki kehadirannya di Paris. Pada tanggal 18 Agustus 1799, ia
meninggalkan Mesir dan kembali ke Prancis. Ekspedisi yang dibawa Napoleon kemudian
dipimpin oleh Jenderal Kleber. Ekspedisi yang dibawah Napoleon itu pun meninggalkan Mesir
pada tanggal 31 Agustus 1801. Dengan perginya tentara Prancis, kekosongan kekuasaan di
Mesir dimanfaatkan oleh salah salah satu perwira yang dikirimkan Sultan Salim III ke Mesir.
Perwira tersebut bernama Muhammad Ali, seorang kelahiran Kavala (sekarang di wilayah
Yunani) dari kerajaan Ottoman, dan berhasil mengangkat dirinya sebagai penguasa yang pada
hakekatnya berdiri sendiri di Mesir.

Wilayah yang sejak saat itu hanya memainkan peranan kecil dalam percaturan dunia
(yang juga sebagai ladang upeti bagi turki serta markas operasi untuk memelihara dominasi
utsmani di suriah dan arab) tiba-tiba terserap ke dalam pusaran politik internasional sebagai
gerbang menuju india dan wilayah terakhir dari kawasan timur yang ekstrim. Ekspedisi
napoleon memalingkan pandangan negara-negara eropa lainnya pada rute menuju india yang
sekian lama terlupakan. Kemudian mereka menyusun gerakan yang menimbulkan reaksi
berantai sehingga menjadikan kawasan timur dekat sebagai pusat badai dari intrik-intrik dan
diplomasi orang eropa.

7
Philip K. Hitti, History of the Arabs, From the Earliest Time to the Present, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2008), hlm 924.

7
B. Datangnya sang pembaharu Mesir serta intervensi Inggris di Terusan
Suez

Di tubuh militer turki terdapat seseorang yang berperan besar dalam mengusir napoleon
dari negara mesir, yaitu seorang pejabat yang lahir di kavala, macedonia, turki ottoman
(sekarang menjadi bagian dari wilayah yunani) bernama Muhammad Ali. Porte agung di turki
mengangkatnya sebagai pasya mesir pada 1805, dan dia menjadikan dirinya sebagai penguasa
baru di lembah sungai nil Yang secara nominal berada di bawah kekuasaan porte ottoman.
Sejarah mesir pada paruh pertama abad ke-19 sebenarnya adalah sejarah tentang Muhammad
Ali. Sebagai pendiri dinasti itu, yang sampai 1952 masih berkuasa, Muhammad Ali layak
disebut sebagai bapak negara mesir pada Zaman modern.

Dalam pertempuran di Mesir, ia menunjukkan kemampuan dan keberanian yang luar


biasa, sehingga dianugerahi pangkat kolonel. Kekuksesan Ali dalam membebaskan Mesir dari
tentara Napoleon, membuatnya memperoleh simpati dan dukungan dari rakyat Mesir. Ketika
Mesir terjadi kekosongan kekuasaan setelah tentara Prancis kembali ke Eropa, Muhammad Ali
memainkan peran penting dalam kekuasaam politik tersebut. Dengan dukungan dari rakyat
tidaklah sulit bagi Ali, untuk memainkan peran tersebut.

Pasca kepergian tentara Prancis, kaum Mamluk yang dahulu lari dikejar Napoleon,
kembali lagi ke Cairo untuk memegang kekuasaan mereka yang lama. Dari Istanbul datang
pula Pasya dengan tentara Utsmani. kedua golongan ini berusaha keras untuk merebut
kekuasaan bagi pihaknya. Melihat hal ini, Muhammad Ali mengambil kesempatan untuk
mengadu domba kedua belah pihak. Perlu diketahui rakyat Mesir pada masa itu menaruh rasa
benci terhadap kaum Mamluk, hal inilah yang dicoba dimanfaatkan oleh Muhammad Ali untuk
menghimpun kekuatan. Pasukan yang dipimpin Muhammad Ali sendiri bukan berasal dari
orang-orang Turki, melainkan dari orang-orang Albania.

8
Untuk menguasai Mesir, Muhammad Ali memulainya dengan memukul saingan
terlemah terlebih dahulu, yaitu pasukan yang bersama Pasya baru yang dikirim oleh Sultan.
Pasukan yang dikirim Sultan tersebut dikepung, dan membuat Pasya yang dikirim oleh
pemerintah Ottoman tersebut menyerah sehingga terpaksa kembali ke Istanbul. Muhammad
Ali mengangkat dirinya sendiri sebagai Pasya yang baru pada 18 Juni 1805, pengangkatan
Muhammad Ali ini terpaksa diterima oleh pemerintah Utsmani, karena dukungan dari rakyat
Mesir terhadap Muhammad Ali yang begitu besar.8

Inisiatif, semangat, dan visi yang ia tunjukkan dan ia praktekkan tidak ada tandingannya
di antara tokoh-tokoh muslim lain yang sezaman dengannya. Dia berdiri tegak baik dalam
keadaan damai maupun perang. Dengan mengambil alih semua kekuasaan daerah ke dalam
genggamannya, kemudian memercayakannya kepada para pejabat yang dekat dengannya,
Muhammad Ali menjadi pemilik tunggal negara mesir dengan menerapkan monopoli atas
produk-produk unggulan negeri ini, ia menjadikan dirinya sebagai satu-satunya pengusaha dan
kontraktor.

Inilah usaha nasionalisasi pertama yang terjadi di dunia arab. Dalam aspek ekonomi ia
menetapkan kebijakan baru dengan menggali terusan, menganjurkan ilmu pertanian berbasis
ilmiah, dan memperkenalkan cara pengolahan kapas dari india dan sudan (1821-1822).
Meskipun ia sendiri seorang yang buta huruf, tetapi ia menjadi pelindung dan penyokong dunia
pendidikan; ia memulai pembentukan departemen pendidikan, membuat sebuah lembaga
pendidikan, membangun sekolah teknik mesin (1816), dan sekolah kedokteran pertama.
Sebagian guru besar dan dokter yang ia datangkan dari prancis.

Dia mengundang berbagai misi (militer maupun dari pendidikan) untuk melatih orang-
orangnya, dan mengirim misi-misi pribumi (dalam bidang militer serta pendidikan) untuk
belajar di eropa. Berbagai catatan sejarah menunjukkan bahwa antara tahun 1813 hingga 1849
(tahun kematiannya) ada tiga ratus sebelas mahasiswa mesir yang dikirim ke italia, prancis,
inggris, dan austria atas biaya pemerintah yang mencapai angka 273.360 ribu poundsterling.

8
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali_dari_Mesir, diakses pada 14 Mei 2017 pukul 19.51

9
Mesir pun menikmati masa-masa keemasannya dalam proses modernisasi pada saat
diperintah oleh dinasti yang didirikan oleh Muhammad Ali tersebut, bahkan pada tahun 1869,
ia mendapat keuntungan dari investasi selama bertahun-tahun (sebagian besar dari Inggris dan
Prancis) di bidang irigasi, perkeretaapian, perkebunan kapas dan sekolah. 9 akan tetapi masa
tersebut terpaksa harus berakhir setelah Pada tahun 1876, penguasa saat itu, Khedive Ismail
Pasha telah membuat hutang negara menjadi membengkak,yang mencapai hampir 100 juta
dikarenakan kebijakannya yang cenderung boros. Selama ia memerintah dalam kurun waktu
kurang lebih dari 16 tahun, uang yang dibelanjakan ada sekitar 90 juta Pounds, diperlukan
untuk pembangunan, penaklukan daerah Sudan, perbaikan pendidikan dan sebagainya.

Disamping itu ia menambah jumlah upeti tahunan yang dipersembahkan kepada Sultan
Turki. Sebagai ucapan terimakasih Sultan Turki menganugerahkan sebutan Khedive
kepadanya, sebagai pengganti sebutan Pasha. Ismail juga membeli tanah-tanah milik para tuan
tanah dinegerinya, hingga luas tanah miliknya mencapai 916.000 acre. Akibatnya naiklah
hutang Mesir dengan pesatnya dari 3 juta Pound dalam tahun 1863 menjadi 80 juta Pound pada
tahun 1876. Untuk mencegah terjadinya kebangkrutan negara, Ismail menjual saham-
sahamnya yang ada dalam Maskapai Terusan Suez. Ia telah menjual saham tersebut dengan
45% sahamnya di Terusan Suez telah ditawarkan ke inggris dengan harga 4 juta pada tahun
1875. Karena pembeli saham tersebut adalah Inggris, maka sejak itu Inggris mulai
mendapatkan kesempatan untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah dalam negeri
Mesir.

Uang yang diperoleh dari penjualan saham-saham itu ternyata tidak mampu menutupi
kekurangan kas negeri Mesir. Pada tahun berikutnya (1876) Khedive Ismail menghadapi
kebangkrutan lagi. Kemudian ia mengajukan permintaan peminjaman kepada Perancis dan
Inggris. Sebagai jawaban atas permintaan tersebut, pemerintah Inggris mengirimkan Stephen
Cave untuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan keuangan Mesir. Hasil laporan itu
menerangkan bahwa kemakmuran daerah itu dapat diharapkan tetapi untuk mendapatkannya
diperlukan metode-metode pengelolaan keuangan yang lebih teliti dan rapi. Akibat
penyelidikan tersebut, dibentuklah suatu panitia terdiri atas negara-negara Eropa yang
bertujuan untuk mengurusi kemakmuran Mesir.

9
http://www.nationalarchives.gov.uk/battles/egypt/, diakses pada 14 Mei 2017 pukul 20.51

10
Efek positif memang dirasakan pada awal pemebentukan panitia tersebut, yakni
kebangkrutan negara dapa diatasi, tetapi ironisnya, seperdua penghasilan negara berada
dibawah pengawasan panitia internasional yang biasa disebut Comite pour la Caisse de la Dette
Publique (1876). Panitia ini beranggotakan Inggris, Austria, Italia, Perancis dan Jerman.10
Pembaharuan-pembaharuan diadakan baik dalam bidang politik maupun keuangan. Mesir
dijadikan kerajaan Konstitusional dengan seorang Inggris Wilson sebagai menteri keuangan
dan seorang Perancis de Blignieres sebagai menteri pekerjaan umum. Dengan demikian
maka karena masalah keuanganlah, yang membuka jalan bagi masuknya imperialisme Barat
ke Mesir.

Intervensi Barat tersebut dirasakan sangat berat oleh Khedive. Ketika ia tahu bahwa
sebagian besar tuan-tuan tanah di Mesir juga tidak puas terhadap pembaharuan itu, maka ia
mencoba melakukan sabotase terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah disusun
oleh menteri-menteri asing dalam kabinetnya. Menteri-menteri yang berkebangsaan Eropa itu
kemudian dipecat olehnya dan kemudian membentuk sebuah kabinet baru. Tindakan yang
dilakukan oleh Khedive ini tentu saja mendapat reaksi yang keras dari Inggris dan Perancis,
kedua negara tersebut kemudian meminta supaya sang Khedive/Ismail untuk segera
meletakkan jabatannya, tetapi permintaan itu ditolak. Penolakan mundur oleh Ismail membuat
Inggris dan Perancis kemudian membujuk Sultan Turki untuk memecat Ismail dan ternyata
usaha tersebut berhasil, sehingga anak Ismail Tewfik diangkat menggantikan ayahnya.

Khedive yang baru dipaksa oleh kedua negara tersebut untuk mengembalikan adanya
pengawasan Inggris-Perancis terhadap keuangan Mesir. Dual Control yang dilakukan kedua
negara berlangsung dari tahun 1879 hingga 1883. Sebagai konsekuensi dari kontrol tadi, maka
dibuatlah kebijakan anggaran yang baru, di mana besaran pajak dinaikkan terutama bagi tuan-
tuan tanah Mesir. Untuk menjaga agar keuangan negara tetap sehat, maka para penasihat
Inggris-Perancis itu menganjurkan pengurangan gaji pegawai dan opsir-opsir tentara. Sebagai
contoh, pada waktu itu kira-kira 2500 orang opsir hanya menerima seperdua gaji saja.

10
https://andreaslantik.wordpress.com/2013/11/02/kejatuhan-mesir-ke-dalam-pengaruh-
imperialisme-inggrisperancis-hingga-kebangkitan-nasionalisme/, diakses pada 14 Mei 2017 pukul
21.04

11
C. Akar dari nasionalisme Mesir di tangan Urabi

Intervensi yang dilakukan oleh Inggris-Perancis menjadi semacam penyulut bagi


munculnya api yang membakar jiwa nasionalisme rakyat Mesir. Munculnya gerakan
nasionalisme yang bersifat perlawanan fisik pada awalnya digerakkan oleh kalangan-kalangan
yang merasa dirinya sebagai pihak yang paling dirugikan, yaitu para pegawai dan opsir-opsir
tentara yang gajinya dipotong hingga seperdua dari jumlah biasanya. Pemimpin gerakan
tersebut ialah kolonel Ahmad Urabi (1841-1911), yang meskipun berasal dari kalangan militer
tetapi sesungguhnya ia merupakan orang yang terpelajar dan merupakan alumni dari
universitas Al-Azhar. Dengan latar belakang yang sedimikan rupa, Ahmad Urabi mampu
memperoleh banyak dukungan dari para pengikutnya dalam menentang kebijakan Dual
Control dari Inggris-Perancis serta mendengungkan semboyan Mesir untuk orang Mesir.

Pada tahun 1881 kelompok yang dipimpin oleh Ahmad Urabi (dikenal sebagai Gerakan
Urabi) berhasil memaksa Khedive mengundang perwakilan orang-orang terkemuka semacam
parlemen aristokrat untuk bersidang. Sidang tersebut menuntut dibentuknya kabinet yang
lebih baik, adanya hak-hak parlemen untuk mengawasi pengeluaran seperdua pendapatan
negara yang tidak diperuntukkan pembayaran hutang kepada Barat. Pada tahun 1882, Tewfik
dipaksa untuk mengangkat Ahmad Urabi sebagai menteri Pertahanan.

Pergolakan politik di Mesir yang semakin memanas akibat tekanan dari gerakan kaum
nasionalis ini membuat pemerintah Inggris yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri
Gladstone bereaksi dengan keras. Pemerintah Gladstone (Inggris) dan Gambetta (Perancis)
sama-sama mengumumkan bahwa mereka akan melindungi Khedive dari ancaman musuh-
musuhnya. Sebagai realisasi dari janjinya, maka dilakukan pengiriman fleet (langkah ini juga
bisa disebut sebagai diplomasi kapal perang atau gunboat diplomacy) ke Bandar Iskandariah
untuk mengadakan demonstrasi angkatan laut dan memperkuat kekuasaan Khedive. Mereka
juga menuntut agar Urabi dicopot dari jabatannya sebagai menteri pertahanan.

12
Tuntutan Inggris dan Perancis untuk pencopotan Ahmad Urabi dari jabatannya ternyata
menambah berkobarnya semangat anti asing yang kemudian berujung pada timbulnya
kerusuhan di kota Iskandariah dan mengakibatkan jatuhnya korban 50 orang Eropa. Pada waktu
itu kelompok Urabi telah memperkuat diri dan mendirikan markas pertahannya di Iskandariah.
Pada bulan Juli 1882, Admiral Seymour memerintahkan agar kapal-kapal perang Inggris untuk
menembakkan peluru-pelurunya. Pada saat-saat yang kritis ini, kapal-kapal perang Perancis
justru meninggalkan Iskandariah yang sedang dibom oleh Inggris. Penarikan kembali
angakatan laut Perancis ini disebabkan karena Freycinet pengganti Gambetta tidak dapat
melanjutkan politik imperialismnya terhadap Mesir. Freycinet mendapat tentangan yang keras
dari parlemen, terutama dari kelompok partai radikal yang dipimpin oleh Clemenceau yang
lebih mengutamakan politik revanche terhadap Jerman ketimbang politik imperialisme.

Untuk menghadapi kaum nasionalis Mesir, Inggris kemudian minta bantuan Turki dan
Italia. Akan tetapi karena kedua negara tersebut menolak permintaan tersebut, maka Inggris
memutuskan untuk bertindak sendiri. Di bawah pimpinan Jenderal Wolseley, tentara Inggris
berhasil mendarat di Port Said. Kekuatan tentara Urabi akhirnya dapat dipatahkan dalam
pertempuran di Tel-el-Kabir. Dengan demikian kedaulatan Tewfik atas Mesir dapat
dikembalikan dan Urabi kemudian diasingkan ke Sailan. Selanjutnya, ditentukan bahwa tentara
Mesir berada dibawah kendali opsir-opsir Inggris. Keuangan kembali diatur dan diawasi oleh
Inggris. Didalam kabinet harus ada penasihat-penasihat yang beranggotakan orang Inggris.

13
KESIMPULAN

Gerakan nasionalisme Mesir yang mulai muncul ke permukaan pada tahun 1880-an di
bawah pimpinan Ahmad Urabi yang telah berhasil menyumbang berbagai pengaruh positif bagi
perjuangan bangsa Mesir menuju kemerdekaan dikemudian hari. Perjuangan dan kekerasan
hati seorang Ahmad Urabi dalam melawan pengaruh imperialisme Inggris-Perancis membuat
perjuangan para generasi penerusnya lebih inspiratif dan memiliki daya juang yang tidak kalah
tingginya, sebagai contoh ketika muncul lagi gerakan nasionalisme di bawah pimpinan Zaghlul
Pasha, perlawanan terhadap kaum imperialis tidak pernah surut meskipun pemimpinnya
(Zaghlul Pasha) berulang kali ditangkap. Perlawanan ini sendiri tetap terus berlanjut hingga
akhirnya Mesir memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 29 Februari 1922 dan
kemerdekaan penuh di 18 Juni 1953.

Bagi kaum Imperialis khususnya Inggris dan Perancis, munculnya gerakan


nasionalisme Mesir berdampak langsung bagi stabilitas penguasaan dan pengarunnya atas
Mesir dan keberlangsungan kepemilikan mereka atas Terusan Suez. Munculnya perlawanan
membuat Inggris (yang pada akhirnya ditinggalkan oleh Perancis) mau tidak mau harus
melakukan perang dan mengeluarkan ongkos yang tidak sedikit karena perang tersebut.
Dampak jangka pendek bagi pemerintah Inggris yang dipimpin oleh Gladstone mulai
diguncang dari dalam, yang kemudian berujung pada kegagalan bagi Gladstone untuk terpilih
kembali menjadi Perdana Menteri pada periode selanjutnya. Sedang dampak jangka
panjangnya, perlawanan Ahmad Urabi menjadi semacam pionir bagi munculnya perlawanan-
perlawan yang lainnya, yang kemudian akan membuat penerapan poltik imperialisme Inggris
di Mesir mendapat hambatan. Hambatan-hambatan semacam inilah yang kemudian berhasil
membuat Inggris mulai melunak dan kemudian melepaskan pengaruhnya atas Mesir.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 5, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van houve,
jilid 5.

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/341-592-1-SM%20(1).pdf

Hitti, Philip K., History of the Arabs, From the Earliest Time to the Present, Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2008.

http://wawasansejarah.com/invasi-napoleon-di-mesir/

http://www.nationalarchives.gov.uk/battles/egypt/

https://andreaslantik.wordpress.com/2013/11/02/kejatuhan-mesir-ke-dalam-pengaruh-
imperialisme-inggrisperancis-hingga-kebangkitan-nasionalisme/

https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali_dari_Mesir

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam : Sejarah pemikiran dan Gerakan, Jakarta :
Bulan Bintang, 1992.

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam : Imperium Turki Usmani, Jakarta : Kalam
Mulia, 1988.

15

Anda mungkin juga menyukai