Anda di halaman 1dari 17

Makalah Revisi

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA


PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR
Dipresentasikan pada Seminar Makalah Pemikiran Pendidikan Islam

OLEH:
HADI SISWOYO
NIM: 3003163006

M. HANZALAH
NIM: 3003163004

PRODI: PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Dja’far Siddik, M.A

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Pembaharuan pemikiran Islam di Mesir baik dalam bidang agama, sosial,


pendidikan diawali dan dilatarbelakangi oleh kedatangan Napoleon Bonaparte
pada tahun 1798 M. Dalam tempo lebih kurang tiga minggu Napoleon dapat
menaklukan Mesir. Kedatangan Napoleon ke Mesir tidak hanya membawa
pasukan, ia juga membawa sejumlah ilmuan dalam berbagai bidang. Dalam
rombongan terdapat 500 orang sipil dan 500 orang wanita. Di antara kaum sipil
tersebut terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau juga
membawa dua set alat percetakan huruf latin, Arab, dan Yunani. 1 Dengan
demikian, misinya tersebut bukan hanya saja untuk kepentingan militer tetapi juga
untuk kepentingan ilmiah.
Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan
momentum baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan
bangkitnya kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran
Napoleon Bonaparte di samping membawa pasukan yang kuat, juga membawa
para ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian. 2
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan
perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang
khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad
Ali Pasya, kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.
Untuk lebih memahami pemikiran pendidikan Islam pada masa
pembaharuan Islam di Mesir, penulis dalam makalah ini akan memaparkan
tentang latar belakang timbulnya pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di
Mesir, tokoh-tokoh penggagas dan pemikirannya dan sistem pendidikan di Mesir
pada masa pembaharuan.

1
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 39.
2
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 28-33.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Pembaharuan di Mesir


Mesir sebelum dikuasai oleh Napoleon berada dibawah kekuasaan
kerajaan Turki Usmani. Meskipun begitu, karena semakin melemahnya kekuasaan
sultan-sultan di kerajaan Turki Usmani, Mesir melepaskan diri dari kekuasaan
yang berpusat di Istambul dan menjadi daerah otonom. Kerajaan Turki Usmani
masih mengirim pasya Turki ke Kairo sebagai wakil dalam memerintah daerah
ini, namun kekuasaan sebenarnya ada dibawah kendali kaum Mamluk.3
Kaum Mamluk berasal dari budak-budak yang dibeli di Kaukasus,suatu
daerah pegunungan yang terletak di batasan antara Rusia dan Turki. Mereka
dibawa ke Istambul atau ke Kairo untuk diberi didikan militer. Dalam
perkembangan selajutnya kedudukan mereka meningkat. Di antaranya ada yang
dapat mencapai jabatan militer tertinggi.4
Pemimpin mereka disebut Syekh Al Balad, namun karena mereka
bertabiat kasar dan biasanya berbahasa Turki dan tidak bisa berbahasa Arab,
hubungannya dengan rakyat tidak begitu baik. Hal ini salah satu faktor yang
menyebabkan mudahnya tentara Napoleon menguasai daerah Mesir. Perancis
waktu itu adalah sebuah negara yang cukup besar dan menjadi saingan
Inggris.Tujuan Napoleon menguasai Mesir adalah untuk memutus hubungan
Inggris dan India. Di samping itu Mesir adalah daerah yang cukup baik untuk
memasarkan hasil produksi Perancis. Napoleon juga mempunyai misi pribadi
untuk mengikuti jejak Alexander yang pernah berhasil menguasai Eropa dan Asia
sampai ke India.
Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 M, dan esok
harinya kota pelabuhan ini dapat dikuasai. Tiga minggu setelahnya, Napolen dapat
menguasai Mesir. Kaum Mamluk lari ke Kairo, namun karena tidak mendapat
sokongan dari rakyat, mereka lari ke Mesir selatan. Setelah menguasai Mesir,
Napoleon menyerang Palestina. Akan tetapi setelah sampai di Palestina ternyata

3
Ramayulis, SejarahPendidikan Islam (Jakarta: KalamMulia, 2011), h. 53.
4
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h. 29.

2
3

sedang berjangkit penyakit kolera, sehingga banyak tentara Perancis yang


meninggal dunia.5
Napoleon meninggalkan Mesir pada 18 Agustus 1799 dan ekspedisi yang
dibawanya ditinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam pertempuran
yang terjadi dengan armada Inggris, tentara Perancis mengalami kekalahan,
sehingga pada tanggal 31 Agustus 1801, ekspedisi yang dibawa Napoleon
meninggalkan Mesir. Meskipun masa penguasaan Napoleon atas Mesir hanya
berlangsung sekitar tiga tahun, namun pengaruhnya sangat banyak bagi kehidupan
di Mesir. Dalam ekspedisi Napoleon terdapat 167 ahli dalam berbagai bidang
pengetahuan. Napoleon juga membawa dua set mesin cetak  dengan huruf latin,
Arab dan Yunani. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, Napoleon membentuk
lembaga ilmiah yang diberi nama “Institut de Egypte” di dalamnya terdapat empat
bidang pengetahuan yaitu ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi, politik dan sastra dan
seni.6
Di lembaga ini ditemukan beberpa perlengkapan-perlengkapan ilmiah
yang belum dimiliki oleh masyarakat Mesir ketika itu, seperti mesin cetak,
teleskop, mikroskop, dan alat-alat untuk percobaan kimiawi. Napoleon juga
memperkenankan ulama-ulama Mesir untuk berkunjung ke lembaga tersebut.
Salah seorang di antara ulama dari Al Azhar yang pernah mengunjungi lembaga
ini adalah Abdur Rahman Al Jabarti. Beliau amat kagum terhadap apa yang
dilihatnya di lembaga tersebut. Perpustakan yang memuat beraneka macam buku-
buku agama dalam bahasa Arab, Parsi, dan Turki serta berbagai alat ilmiah
lainnya.7
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk
melakukan perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di
berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori
oleh Muhammad Ali Pasya, Al Tahtawi, Muhammad Abduh dan kemudian diikuti
oleh pemikir-pemikir lainnya.

5
Andik Wahyun Muqoyyidin, “Pembaruan Pendidikan Islam di Mesir,” dalam Hunafa:
Jurnal Hunafa, Vol. XXVIII No. 2 2013/1434.
6
M.Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada 2008), h. 67.
7
Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesi, h. 40.
4

B. Tokoh-tokoh Pembaharun dan Pemikirannya dalam Bidang Pendidikan


Islam di Mesir
Berikut penulis memaparkan mengenai tokoh-tokoh pembaharuan dan
pemikirannya dalam bidang pendidikan Islam di Mesir, yaitu sebagai berikut:
1. Muhammad Ali Pasha (1765-1849 M)
a. Biografi Muhammad Ali Pasha
Muhammad Ali Pasya adalah orang kelahiran Turki. Dia bekerja
sebagai pemungut pajak. Karena prestasi kerjanya yang baik ia menjadi
kesayangan Gubernur setempat dan kemudian menjadi menantu Gubernur
tersebut. Kemudian dia menjadi anggota militer dan menunjukkan
kecakapan dalam menjalankan tugas dan diangkat menjadi perwira. Dia
adalah salah satu perwira yang turut dikirim ke Mesir untuk menghadapi
tentara Napoleon. Dalam pertempuran dengan tentara Napoleon tahun 1801,
Muhammad Ali Pasya menununjukan keberanian yang luar biasa dan
diangkat menjadi kolonel.8
Setelah ekspedisi Napoleon Bonaparte, muncul dua kekuatan besar di
Mesir yakni kubu Khursyid Pasya dan kubu Mamluk. Muhammad Ali
mengadu domba kedua kubu tersebut, dan akhirnya berhasil menguasai
Mesir. Rakyat semakin simpati dan mengangkatnya sebagai wali di Mesir. 9
Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau melakukan perubahan
yang berguna bagi masyarakat Mesir.
a. Ide-ide Pembaharuan Muhammad Ali Pasya
Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya adalah bidang
bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang militer,
termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa
dukungan ilmu pengetahuan modern. 10 Atas dasar inilah sehingga perhatian
di bidang pendidikan mendapat prioritas utama.
Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia
memahami betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk
kemajuan suatu negara. Ini terbukti dengan dibentuknya Kementerian

8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 98.
9
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencaa Prenada Media, 2011), h. 112.
10
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h. 36.
5

Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir dibuka sekolah militer (1815


M), sekolah teknik (1816 M), sekolah ketabibab (1836 M), dan sekolah
penerjemahan (1836 M). Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim
pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke Paris + 300 orang. Setelah mereka
kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam
bahasa Arab, di samping mengajar di sekolah-sekolah yang ada di
Mesir.Muhammad Ali Pasya tidak hanya menerapkan corak dan medel
pendidikan Barat, tapi juga mempercayakan pendidikan kepada orang Barat,
bahkan gurunya kebanyakan didatangkan dari Eropa.11
Keberhasilan di bidang militer telah merubah Mesir menjadi negara
modern yang kekuatannya mampu menandingi kekuatan militer Kerajaan
Usmani, serta bermunculanlah para tokoh intelektual di Mesir yang kelak
melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya dalam bidang pendidikan.

2. Al Tahtawi (1801-1873 M)
a. Biografi Al Tahtawi
Al Tahtawi adalah pimpinan mahasiswa yang diutus Muhammad Ali
Pasya ke Perancis. Ketika beumur 16 tahun, ia belajar di Kairo selama lima
tahun. Kemudian mengajar di Al Ahzar selama dua tahun hingga pada tahun
1824 M diangkat menjadi imam tentara dan dua tahun setelahnya baru
dikirim ke Perancis. Selama di Perancis dia belajar bahasa Perancis dan
berhasil menerjemahkan dua belas buku. Di antaranya buku sejarah
Alexander Makedonia, buku pertambangan, adat-istiadat berbagai bangsa,
akhlak  dan sebagainya.12
Setelah kembali ke Kairo, dia menjadi pengajar bahasa Perancis dan
penerjemah di Sekolah Kesehatan. Dua tahun setelahnya dipindah di
sekolah Artileri  untuk memimpin menerjemahkan buku teknik dan
kemiliteran. Dia juga pernah menjabat kepala sekolah penerjemah.
Menerjemahkan Undang-undang Perancis dalam Bahasa Arab dan karya-

11
Ibid., h. 40.
12
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 34-35.
6

karya ilmu Khaldun.Memimpin surat kabar Waqa’iul Misriyah yang tidak


hanya berisi berita tetapi juga kemajuan ilmu pengetahuan barat.
Al-Tahtawi bukanlah seorang yang sekuler. Dia menghendaki Mesir
maju seperti barat, namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan adalah dengan berpegang dengan
Agama dan akhlak. Oleh karenanya pendidikan adalah penting untuk
membentuk manusia berkepribadian dan patriotik (hubbul wathan). Dia juga
mencetuskan emansipasi pendidikan bagi wanita, agar mereka bisa
mendidik anak-anaknya menjadi pendamping suami dalan kehidupan intelek
dan sosial serta dapat pula bekerja.
Dalam hal agama, Dia menghendaki agar para ulama mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak menutup pintu ijtihad.
b. Ide-ide Pembaharuan Al Tahtawi
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan
yang universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada
pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah
masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan
memberikan kesempatan belajar yang sama antara pria dan wanita, sebab
wanita itu memegang posisi yang menentukan dalam pendidikan. Wanita
yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil.
Mereka yang diharapkan melahirkan putra/putri yang cerdas.13
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan.
Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak
dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, alquran, agama, dan
matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu
sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap
III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan
tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.14
Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya
cinta dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya.
Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam proses
13
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 46.
14
Ibid., h. 47
7

belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan, pemukulan,


dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik.15
Dengan demikian, dipahami bahwa al-Tahtawi sangat memperhatikan
metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.

3. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh adalah seorang sarjana, pendidik, mufti, ‘alim, teolog
dan tokoh pembaharu Islam terkemuka dari Mesir. Muhammad Abduh
memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia
dilahirkan dari keluarga petani pada tahun 1849 M atau 1266 H, di suatu desa
di Mesir Hilir. Mengenai di desa mana ia dilahirkan masih belum diketahui
secara pasti. Sedangkan tahun 1849 M adalah tahun yang umum dipakai
sebagai tahun kelahirannya. Namun, ada yang mengatakan bahwa ia lahir
pada tahun sebelumnya yaitu 1848 M. Perbedaan pendapat tentang tempat,
tanggal dan tahun lahirnya disebabkan karena pada saat itu terjadi kekacauan di
akhir kepemimpinan Muhammad Ali (1805-1849 M).16
Beberapa pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan pendidikan
Islam yaitu sebagai berikut:17
a.  Menentang dan menghilangkan dualisme dalam pendidikan.
Gagasan Abduh yang paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah
bahwa ia sangat menentang sistem dualism, menurutnya dalam sekolah
sekolah umum harus diajarkan agama, sedangkan dalam sekolah-sekolah
agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern. Abdul Mu’in Hamadah
mengemukakan bahwa salah satu agenda pembaharuan pendidikan yang
dilakukan oleh Muhammad Abduh adalah perlunya perluasan dalam kajian
pengetahuan.
Atas usahaanya didirikanlah Majelis Pendidikan Tinggi. Muhammad
Abduh melihat adanya bahaya yang akan timbul dari sistem dualisme dalam
pendidikan. Sistem madrasah lama akan mengeluarkan ulama-ulama yang
ahli agama tetapi tak ada pengetahuannya tentang ilmu-ilmu modern,
15
Ibid., h. 48.
16
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), h.
11.
17
Dudung Abdurrahman, Sejarah Pendidikan Islam (Jogjakarta: LESFI, 2004), h. 80.
8

sedang sekolah sekolah pemerintah akan mengeluarkan ahli-ahli


pengetahuan modern tetapi sedikit pengetahuannya tentang agama. Dengan
memasukan ilmu pengetahuan modern ke dalam Al Azhar dan dengan
memperkuat didikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, jurang pemisah
antara golongan ulama dan ahli ilmu modern akan dapat diperkecil.18
b.  Merumuskan tujuan lembaga pendidikan sesuai dengan struktur satuan
pendidikan
Dalam merumuskan tujuan pendidikan, Muhammad Abduh selalu
menghubungkan antara tujuan yang satu dengan yang lainnya, baik tujuan
akhir maupun tujuan instusional. Pada pendidikan tingkat dasar, tujuan
instutisionalnya adalah pemberantasan  buta huruf, sehingga mampu
membaca apa yang tersurat dan dapat berkomunikasi melalui tulisan. Selain
itu juga diharapkan mereka bisa berhitung yang menunjang kegiatan mereka
sebagai petani, pedagang, pengusaha, pegawai, maupun sebagai guru dan
pemimpin. Di samping anak bisa menulis, membaca dan berhitung
diharapkan agar setelah anak didik menyelesaikan studinya di sekolah
tingkat dasar juga sudah mempunyai dasar-dasar ilmu pengetahuan agama
yang kuat dan dapat pula mengamalkan pokok pokok ajaran agama.
Pendidikan tingkat menengah bertujuan untuk mendidik anak agar nanti
mereka dapat bekerja sebagai pegawai pemerintah, baik sipil maupun
militer. Adapun tujuan pendidikan tingkat tinggi adalah untuk mencetak
tenaga guru dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang berkualitas.19
c.   Menyusun kurikulum
Muhammad Abduh merumuskan kurikulum berdasarkan tingkatan
pendidikan, yaitu tingkat pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan
tinggi. Dalam penyusunan materi kurikulum yang mengarah untuk
mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu pengembangan yang
seimbang antara akal dan jiwa guna mencapai kebahagiaan, dunia dan
akhirat. Adapun materi kurikulum Tingkat Dasar yang ditawarkannya
adalah Akidah Islam, Fiqih, Akhlak dan Sejarah. Penyajian pelajaran harus
berdasarkan kepada al Qur’an dan Hadist.
18
Ibid., h. 81.
19
Ibid., h. 82.
9

Dalam kurikulum Tingkat menengah Muhammad Abduh menawarkan


beberapa mata pelajaran yang diajarkan pada anak didik, yaitu Ilmu Logika.
Dasar dasar penalaran (ushul al-Nazhari ) dan Ilmu Debat atau Diskusi
(Adab al-Jadal ). Ketiga pelajaran di atas tidak dapat dipisahkan, namun
sebagai dasarnya adalah ilmu logika. Sedangkan pada kurikulum Pendidikan
Tinggi, Muhammad Abduh menawarkan materi materi tafsir al-Qur’an,
Hadist, bahasa Arab, ushul fiqih, pelajaran akhlak, sejarah Islam, retorika,
dasar-dasar diskusi, dan ilmu kalam.20
d.  Memperbarui Metode Mengajar
Muhammad Abduh ingin menerapkan metode baru, yaitu metode
pemahaman konsep, yaitu mengajar dengan caara menjelaskan maksud teks
buku yang dibaca, sehingga anak didik memahami maksud apa yang
dipelajarinya dan tidak bosan untuk belajar.  Metode Tanya jawab antara
murid dengan guru tentang suatu pelajaran yang belum dimengerti oleh
peserta didik. Selain memakai metode tersebut ia juga mengembangkan
metode latihan dan pengalaman, metode keteladanan dan cerita.
Pemikiran Abduh nampaknya didasari oleh dua hal. Pertama, ia melihat
peran agama yang sangat perlu bagi kehidupan manusia. Kedua, ia juga
melihat perlunya memanfaatkan dan mengasimilasikan bagian yang terbaik
dari pengetahuan barat. Sebab, sebagai telah dikemukakan, Islam sesuai
dengan akal dan Islam tidak akan bertentangan dengan kemajuan. Pemikiran
Muhammad Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal dari
kebangkitan umat Islam di awal abad ke 20. Pemikiran Muhammad Abduh
yang disebarluaskan melalui tulisannya di majalah Al-Manar dan al-Urwat
al-Wusqa menjadi rujukan para tokoh pembaharu dalam dunia Islam, hingga
diberbagai Negara Islam muncul gagasan mendirikan sekolah-sekolah
dengan menggunakan kurikulum seperti yang dirintis Abduh.
Menurut Abduh, pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial secara sistematis.
Gagasannya yang paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah bahwa
ia sangat menentang sistem dualisme. Menurutnya, dalam lembaga-lembaga

20
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam, h. 50.
10

pendidikan umum harus diajarkan agama. Sebaliknya, dalam lembaga-


lembaga pendidikan agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan
pembaharuannya adalah melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh
kurikulum pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan saat itu. Ilmu-ilmu
filsafat dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan, dihidupkan kembali.
Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-Azhar.
Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke lembaga-lembaga
pendidikan agama dan sebaliknya, dimaksudkan untuk memperkecil jurang
pemisah antara golongan ulama dan ahli modern, dan diharapkan kedua
golongan ini bersatu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang
muncul di zaman modern.

4. Rasyid Ridha
Rasyid Ridha sangat terkenal bersama dengan Abduh (gurunya)
menerbitkan majalah al-Manar yang kemudian menjadi sebuah tafsir modern
yang bernama Tafsir al-Manar.21
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu,
peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat Islam. Hal ini relevan
dengan pendapat gurunya (Muhammad Abduh) bahwa ilmu pengetahuan yang
berkembang di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk kemajuan mereka.
Beliau juga berpendapat bahwa mengambil ilmu pengetahuan Barat modern
sebenarnya mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat
Islam.22
Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah membangun sekolah
misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader Muballig yang
tangguh, sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah
tersebut didirikan pada tahun 1912 di Kairo dengan nama Madrasah al-

21
A. Munir dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994),
h. 163.
22
Ibid., h. 164.
11

Dakwah wa al-Irsyad. Dalam lembaga tersebut Ridha memadukan antara


kurikulum Barat dan kurikulum yang biasa diberikan madrasah tradisional.

5. Jamaluddin al-Afgany (Wafat1897 M)


a. Riwayat Hidup
Jamaludin al-Afghani lahir di Afghanistan pada tahun 1839 M. dan
meninggal dunia pada tahun 1897 M. Dalam silsilah keturunannya al-
afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayyidina Ali ra. Ketika baru berusia
duapuluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost
Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher
Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam
Khan menjadi Perdana mentri.23 
b. Usaha dan pemikiran Al-Afghani dalam pembaruan penddidikan:
1) Mengadakan Seminar-seminar
Di Mesir dia mulai mengadakan seminar seminar dimana dia
berhubungan dengan para ilmuan bidang-bidang hukum, filsafat, dan
logika. Sejumlah profesor yang ternama dan mahasiswa-mahasiswa al
Azhar berkumpul sekelilingnya.seminar ituu umumnya membahas
tentang intelektual dan sosial, yang memberikan inspirasi pada gerakan
intelektual Islam.
b) Menerbitkan Majalah
c) Mengemukakan sebab-sebab kemunduran Islam dan cara perbaikannya.

Soal kemunduran umat Islam, antara lain disebabkan:


1)  Ajaran qadha dan qadar tidak lagi difahami umat islam menurut
pengertian yang sebenarnya.
2)   Tidak adanya kesatuan umat Islam sebagai akibat lemahnya
persaudaraan Islam.24

23
Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, diterjemahkan oleh Pustaka Firdaus dengan judul
Seratus Tokoh Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 269.
24
Ibid., h. 270.
12

6. Ali Mubarak
Beliau dipandang sebagai pelopor pendidikan modern di Mesir, karena
mampu memadukan antara pendidikan yang berazaskan Islam dengan
pendidikan Barat yang diperolehnya ketika belajar di Prancis.25
 Pemikirannya:
Ali Mubarak dipandang sebagai peletak dasar dari Laihah Rajab, semacam
rencana pendidikan yang terpadu bagi bangsa Mesir yang berdasarkan
kerakyatan dengan sasaran pengembangan lembaga pendidikan, penelitian
lembaga pendidikan di daerah dan penerbitan administrasi pendidikan yang
dipusatkan di kantor pemerintah daerah.26
Sebagai hasil dari Laihah Rajab itu, lembaga-lembaga pendidikan
berkembang dengan pesat, baik kualitas maupun kuantitas, tetapi keasliannya
tetap terpelihara. Pada perkembangan selanjutnya mendapat pengakuan yang
wajar dari pemerintah mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

7. Thaha Husain
Beliau sangat berhasil dalam bidang pendidikan. Terbukti setelah selesai
di al-Azhar, kemudian ke Prancis untuk memperdalam ilmu pengetahuannya.
Dan sekembalinya di Mesir, beliau diangkat menjadi pejabat penting dalam
pemerintahan khususnya dalam urusan kementerian pendidikan.27
 Pemikirannya:
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat bahwa
perguruan tinggi adalah sarana terbaik mencetak ilmuwan dan tenaga ahli yang
diharapkan melakukan perubahan-perubahan fundamental yang dapat
memajukan Mesir yang saat itu masih berada pada kondisi yang
memprihatinkan dan terkebelakang dalam berbagai bidang khususnya
pendidikan, di banding dengan Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual,
keilmiahan, dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan intelektual
25
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin, Sejarah dan
Kebudayaan Islam (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1993), h. 222.
26
Ibid., h. 223.
27
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. III (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994), h. 137.
13

dan kemerdekaan jiwa menurutnya hanya bisa diperoleh melalui kemerdekaan


ilmu dan intelektual.Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual,
maka beliau menegaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada
sistem dan metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke Perguruan Tinggi,
demikian juga metode penelitiannya.28
Gagasan Thaha Husain ini memiliki arti penting bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di Mesir karena mampu melahirkan inovasi-inovasi baru dalam
bidang pendidikan dan di sinilah muncul kemampuan belajar efektif dalam
belajar yang sesungguhnya.

C. Sistem Pendidikan  di Mesir


Republik ini melaksanakan dua sistem iaitu Sistem Pendidikan
Kebangsaan dan Sistem Pendidikan Al-Azhar.
1.  Sistem Pendidikan Kebangsaan
       Di bawah sistem ini, persekolahan peringkat rendah dan menengah
ditadbir oleh Kementerian Pelajaran dan peringkat persekolahan tinggi ditadbir
oleh Kementerian Pelajaran Tinggi. Tempoh pengajian di bawah sistem ini
adalah seperti berikut:
a.    Peringkat Rendah (ibtidai): 6 tahun
b.    Peringkat Men. Rendah (i'dadi) : 3 tahun
c.    Peringkat Men. Atas (thanawi) : 3 tahun
d.    Peringkat Universiti (jamiah) : 4-6 tahun
Terdapat sebelas buah universiti di bawah Sistem Pendidikan Kebangsaan
yaitu:
a.    Universiti Kaherah
b.    Universiti Ain Shams
c.    Universiti Al-Menia
d.    Universiti Mansourah
e.    Universiti Helwan
f.    Universiti Terusan Suez
g.    Universiti Iskandariah

28
Ibid., h. 8.
14

8.    Universiti Asyut


9.    Universiti Tanta
10.    Universiti Zaqaziq
11.    Universiti Al-Manoufia
2.    Sistem Pendidikan Al-Azhar
       Semua pusat pengajian Al-Azhar dari peringkat rendah hingga peringkat
tinggi terletak di bawah pentadbiran Majlis Tertinggi Al-Azhar yang
dipengerusikan oleh Syeikh Al-Azhar. Tempoh pengajian di bawah sistem ini
adalah seperti berikut:
a.    Peringkat Rendah (ibtidai) : 6 tahun
b.    Peringkat Men Rendah (l'daadi) : 3 tahun
c.    Peringkat Men Atas (thanawi) : 4 tahun
d.    Peringkat Universiti (jami'ah) : 4-6 tahun.29

29
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam, h. 50.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abad XIX, Mesir memasuki babak baru dalam lembaran sejarah Islam.
Era tersebut dikenal dengan masa pembaharuan. Hal ini dilatarbelakangi oleh
pendudukan Napoleon Bonaparte atas Mesir. Dari situlah diperkenalkan
peradaban dan teknologi Barat kepada rakyat Mesir. Akibat diperkenalkannya
berbagai bentuk peradaban baru yang modern, melahirkan tokoh-tokoh intelektual
pembaharuan di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan.
Tokoh-tokoh tersebut adalah Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi, Abduh,
Ridha, Jamaluddin, Ali Mubarak, dan Thaha Husain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Sejarah Pendidikan Islam. Jogjakarta: LESFI, 2004.

Andik Wahyun Muqoyyidin, “Pembaruan Pendidikan Islam di Mesir,” dalam


Hunafa: Jurnal Hunafa, Vol. XXVIII No. 2 2013/1434.

Asmuni, M. Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan


dalam Dunia Islam. Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada 2008.

Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di


Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994.

Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, diterjemahkan oleh Pustaka Firdaus


dengan judul Seratus Tokoh Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1996.

Munir, A dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1994.

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencaa Prenada Media, 2011.

Ramayulis. SejarahPendidikan Islam. Jakarta: KalamMulia, 2011.

Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-manar. Bandung: Pustaka Hidayah,


1994.

Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin. Sejarah
dan Kebudayaan Islam. Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1993.

Yatim, Badria. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

16

Anda mungkin juga menyukai