Mutiara Ramadani
Reyva Azzahra
Kemajuan Peradaban Eropa memberikan berbagai respon dari para tokoh-tokoh
muslim. Dari mereka ada yang menolak mentah-mentah semua yang berasal dari
Eropa. Di sisi lain ada pula yang mengakomodir segala sesuatu dari Eropa secara
membabi buta. Di antara keduanya ada pula yang menyerukan gerakan tajdid dan
membuka kembali pintu ijtihad. Menurut mereka, kemajuan Eropa perlu
ditindaklanjuti dengan reformasi dalam tubuh umat Islam dengan kembali kepada
sumber asal dan memilah hal-hal yang dapat diaplikasikan kepada umat Islam
sesuai kebutuhan mereka di zaman itu. Beberapa tokoh-tokoh yang tergugah dan
memprakarasai gerakan tersebut antara lain ialah
1. Muhammad Ali Pasha
Muhammad Ali Pasha merupakan salah seorang tokoh pembaru pemikiran Islam dari Mesir la berasal dari
keluarga keturunan Turki yang lahir di Kwal Yunani tahun 1765 dan meninggal di Mesir pada 1849. Orang
tuanya merupakan penjual rokok eceran dan termasuk ke dalam keluarga kurang mampu Hal inilah yang
membuatnya tidak mahir dalam membaca dan menulis Setelah dewasa, karirnya cukup gemilang Dimulai dari
bekerja sebagai pegawai pemungut pajak di masa Daulah Usmani. Gubernur jatuh hati padanya dan
menjadikannya menantunya Selanjutnya ia melanjutkan karir di bidang militer dan dalam waktu singkat meraih
gelar perwira.
Pada masa pendudukan Napoleon Bonaparte di Mesir, Muhammad Ali Pasha memimpin pasukan untuk
melawan Perancis. Pada tahun 1801, ia berhasil mengusir tentara Perancis keluar dari Mesir. Hal inilah yang
membuatnyaa mendapatkan simpati rakyat Mesir dan juga mendapatkan jabatan penguasa Mesir dari Sultan
Daulah Usmani. Dengan demikian, Muhammad Ali Pasha meletakkan nilai-nilai Mesir modern sebagai penguasa
Mesir di era modern Karenanya, ia sering disebut sebagai orang pertama yang meletakkan landasan
kebangkitan Mesir modern dan dijalaki Bapak Pembangunan Modern. Berikut adalah beberapa pembaruan yang
ia laksanakan:
a. Memperbaiki politik luar negeri dan hubungan Mesir dengan negara-negara lain. Antara tahun
1813-1849, sekitar 311 pelajar Mesir dikirimkan ke Italia, Inggris, Perancis, dan Austria.
Hal ini dalam rangka mengejar ketertinggalan umat Islam khususnya di Mesir dari
negara-negara di Eropa.
b. Perbaikan di bidang pendidikan. Ia membangun Kementerian Pendidikan untuk pertama kali.
Berbagai macam sekolah juga didirikan seperti sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah
ke tabibah (1836), dan sekolah penerjemahan (1836). Para pelajar yang lulus dari Eropa diberi tugas
untuk menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Arab dan mengajar di sekolah di Mesir
setelah lulus sekolah mereka. Bahkan, banyak guru didatangkan dari Eropa.
c. Membangun kekuatan militer di Mesir. Keberhasilan Mesir di bidang militer hingga dapat
menandingi kekuatan militer Daulah Usmani.
d. Memperbaiki sistem pemerintahan dan sistem administrasi negara dengan sistem modern.
e. Mengadakan pembangunan dan penguatan ekonomi masyarakat Mesir.
.
2. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani lahir di Asadabadi, Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal di
Istanbul pada 1897. Selama hidupnya, ia berpindah- pindah dari satu negara ke negara lainnya.
Ia pernah menjadi pembantu Pangeran Dos Muhammad Khan di Afghanistan belajar di India lalu
pindah ke Mesir pada 1871-1883 hingga pindah ke Paris pada 1883 dan mendirikan Jamiat al-
Wutsqa dan pada 1892 ia menetap di Istanbul hingga wafat.
Eropa ke seluruh negara Timur Tengah,
bahwa seseorang telah dikuasai oleh takdir dan nasib sehingga tidak berdaya untuk mengubahnya. Hal ini
yang membuat umat Islam statis dan tidak kreatif Padahal sejatinya paham ini mengajarkan tentang hukum
kausalitas atau sebab musabab dalam setiap perbuatan manusia, seharusnya membuat mereka dinamis,
aktif, dan kreatif.
Di antara gagasan al Afghani adalah melenyapkan pemahaman yang salah tentang Islam dan kembali pada
ajaran Islam yang sebenarnya Pemerintahan dengan sistem autokrasi atau pemerintahan dengan pemimpin
tunggal barus dihapuskan dan diubah ke corak demokrasi di mana kepala negara harus tunduk pada
undang undang.
3. Muhamma Abduh
Muhammad Abduh ibn Hasan Khairullah lahir di provinsi Gharbiyyah. Mesir pada tahun 1849 M. Ia juga berasal
dari keluarga keturunan Turki yang telah lama menetap di Mesir Muhammad Abduh pernah berguru pada Syeikh
Darwisy yang membuatnya semangat menuntut ilmu. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas al-
Azhar Mesir Di sanalah ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani dan menjadi murid yang paling setia.
Menurut Abduh, peran pendidikan dam organisasi sosial untuk menafsirkan Islam sesuai dengan kebutuhan
zaman Ada tiga pokok reformasi yang dilakukan oleh Abduh, yaitu: 1) Reformast Agama (lilah al din); 2) Reformasi
bahasa dan sastra (Islah al lughah wa al-adab), 3) Reformasi politik (Islah al siyasah)
Arus modernisasi yang dibawa Eropa membawa bahaya proses sekulerisasi yang berdampak pada perubahan
sosial dan politik sebagaimana terjadi di Perancis dan Inggris. Oleh karena itu. Abduh yang menyadari bahaya
tersebut menggunakan dogan return to Islam (kembali kepada Islam) sebagai solusinya. Hal ini membuat
perbedaan dalam gerakan Al Afghani dan Abduh. Bila al Afghani menggunakan politik-revolusioner dengan
mendirikan Pan-Islamisme, maka Abduh lebih memilih reformasi dogmatis religius.
Usaha Muhammad Abduh adalah menegaskan bahwa pendidikan merupakan lembaga paling
strategis untuk mengadakan pembaruan sosial secara sistematis Salah suto reformasi di dalam
bidang pendidikan adalah penolakan terhadap dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama.
Menurutnya, ilmu-ilmu pengetahuan mum modern perlu diajarkan di lembaga pendidikan agama.
Sebaliknya, ilmu-ilmu agama juga diajarkan di lembaga pendidikan umum Salah satu perubahan
yang gagas adalah perubahan seluruh kurikulum pendidikan di Universitas al Azhar yang disesuaikan
dengan kebutuhan zaman Ilmu-ilmu filsafat dan logika yang belumnya tidak diajarkan, kembali
diajarkan bersama ilmu-ilmu pengetahuan um modern. Hal ini dalam rangka menyatukan ulama dan
ahli ilmu modern dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat.
Slogan 'return to Islam' (kembali kepada Islam) dari Abduh berbeda dengan gerakan serupa yang
digagas oleh Muhammad Abd al-Wahab di Saudi. Menurut Abduh, penafsiran ajaran-ajaran Islam
perlu disesuaikan dengan perubahan zaman di era modern ini. Hal ini merupakan salah satu jawaban
atas kebutuhan masyarakat yang mendesak untuk kembali membuka pintu ijtihad. Ijtihad yang
dilakukan difokuskan pada hal-hal yang bersifat sosial masyarakat. Adapun persoalan ibadah tidak
menjadi fokus utama ijtihad karena bersifat tetap.
Beberapa gerakan reformasi yang digagas Abduh antara lain:
Syeikh Rasyid Ridha adalah seorang ulama di Mesir. la lahir di Qalmoun, salah satu kota di
Tharablis (Tripoli), Syam tahun 1865 M. Ia termasuk keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib yang
merupakan cucu Rasulullah Saw. Keluarganya terkenal dengan budi pekerti yang mulia dan
menjadi teladan dalam hal ilmu, ibadah, dan menjaga diri dari perbuatan yang tercela. Ia juga
bersekolah di sekolah yang didirikan oleh Syeikh Husain al-Jirs yang menerapkan kombinasi
pendidikan agama dan sains modern. Ia juga banyak belajar dari karya al-Ghazali dan Ibn
Taymiyyah sebagai pondasi pemikiran reformis dan anti-mistis.
Rasyid Ridha telah memulai ide tentang pembaruan saat ia sedang berada di Suriah. Namun,
usahanya banyak ditentang oleh pihak Daulah Usmani. Akhirnya ia pun pergi ke Mesir dan
bertemu dengan Muhammad Abduh pada 1882, saat Muhammad Abduh diusir dari Mesir dan
datang ke Beirut. Bersama-sama dengan Muhammad Abduh, ia mengembangkan kepribadian dan
keahliannya.
la menerbitkan jurnal al-Manar bersama Muhammad Abduh dan menerbitkan tafsir al-Qur'an
dengan nama yang sama. Jurnal ini merupakan jurnal Islam yang paling banyak dibaca dan
berpengaruh pada gerakan reformisme Islam di seluruh dunia dan terbit dalam kurun waktu 1898-
1935. Sebagaimana Afghani dan Abduh, Ridha meyakini pentingnya keseimbangan dan keserasian
Islam dengan sains, akal, dan modernitas. Gerakan reformasi yang dipromosikan adalah dengan
kembali ke sumber utama Islam untuk memenuhi tuntutan modernitas.
persamaan, namun keduanya memiliki
Muhammad Iqbal juga berguru kepada Sir Hasan tentang ilmu-ilmu agama, termasuk sastra Islam. Darinya,
Iqbal banyak belajar tentang sikap kritis terhadap setiap masalah dan mengasah kemampuannya di bidang
kesustraan. Selain itu, Iqbal juga banyak belajar tentang peradaban Eropa kepada Sir Thomas Arnold. Iqbal
terbiasa mengamalkan ajaran nilai-nilai Islam yang suci dan mengambil hal yang positif dari Eropa.
Salah satunya adalah kritik Iqbal kepada peradaban Barat yang mengagungkan Muhammad Iqbal atau
materialisme. Iqbal juga mengkritik sikap fanatisme kedaerahan yang menghinggapi umat Islam.
Menurutnya, sifat fanatisme kedaerahan berlebihan akan memecah belah persatuan umat. Pemikiran Iqbal
yang tersebut dituangkan di dalam bukunya yang berjudul 'Reconstruction of Religious Thought in Islam'
(Rekonstruksi pemikiran agama dalam Islam). Dari buku tersebut yang memuat kritik kepada peradaban
Barat, kekaguman umat Islam kepada peradaban Barat mulai berkurang sedikit demi sedikit.
Selain buku tersebut, Iqbal banyak menuliskan karya di bidang sastra. Syair- syairnya banyak menyuarakan
pada kebebasan dan keterbukaan. Ia juga mengkritik sikap umat Islam yang kaku (jumud) pada masa
tersebut yang berbanding terbalik dengan masa kejayaan Islam. Di antara syairnya adalah Asrari Khudi
(1915), Rumuz bi Khudi (1917), Fayami Mashriq. Thulu'ul Islam, Tathawwaru al-Fikrah al-Aqliyah bi Iran,
dan Ranin al-jaras.
Terima
Kasih