Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN
A. Kemunculan Pemikiran Islam Modern
Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul
penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa,
maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses
modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.
Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman
terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir
manusia serta kondisi social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan di segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin
canggih. Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi (keadaan terhenti) berpikir umat
sebagai buah dari fanatisme serta adanya pihak luar yang ingin merekomendasi dan
menguasai, mendorong sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan.
Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak
bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan.
Dan yang masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal
dari dunia Barat setelah dahulu mengalami masa keemasan.
Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas
ketinggalan dunia Islam akan segala hal. Bangsa yang pertama kali merasakan
ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan
yang utama menghadapi kekuatan Barat.
Pembaharuan yang dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social,
politik, dan militer. Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan
Turki Usmani membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam
lainnya seperti Mesir.
Pada dasarnya kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah
tercemari oleh berbagai khurafat dan bidah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam
bidang sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu
pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam.

B. Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam


Berikut tokoh dan pemikirannya yang ikut andil dalam memperbaharui kebangkitan
Islam:
1. Pembaharuan pada bidang akidah
a. Muhammad ibn Abdul Wahhab
Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi dunia Islam di masa
modern sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia sendiri hidup di abad
sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan
Islam pada abad setelahnya. Bahkan sisa-sisanya masih terasa hingga kini.1
Muhammad ibn Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada
tahun 1115 1703 M. Ayahnya Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota
kelahirannya. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ia mulai belajar
agama dari Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Quran. Di
samping belajar kitab-kitab agama aliran Hanbali, ia berkelana mencari ilmu ke
Mekkah, Madinah dan Basra.
Sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun
(kelompok pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya
bernama Muhammad ibn Abdul Wahab.
Pemikiran keagamaan yang dibawakan olehnya dan menonjol difokuskan
pada pemurnian tauhid, yakni meng-Esa-kan Allah yang tiada sekutu bagiNya.Namun, dengan berjalannya waktu, gerakan mereka berkembang menjadi
gerakan politik. Meski demikian, ia tidak meninggalkan misi asalnya yaitu
pemurnian Islam.
Baginya, syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan
diampuni oleh Allah dosa yang disebabkan tersebut. Pembagian syirik menjadi
dua, yaitu syirik akbar (syirik yang nyata) dan syirik asghar (syirik yang tidak
tampak) seperti berbuat berlebihan terhadap mahluk yang tidak boleh seseorang
beribadah kepadanya, bersumpah kepada selain Allah dan riya.
b. Muhammad Abduh
1

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan. (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
hal.151-155

Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama


Abdul Hasan Khoirullah yang berasal dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang
silsilahnya sampai kepada suku Umar Bin Khatab. Abduh termasuk anak yang
cerdas, meskipun ia bersal dari keluarga petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia
tekun belajar dan melanjutkan studinya di al Azhar.2
Sebagai rektor al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan
di al-Azhar, upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berpikir orang-orang alAzhar. Akan tetapi usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al
Azhar lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaharuan
yang dilakukan lewat pendidikan di al-Azhar tidak berhasil.
Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa Abduh, memberikan
dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Selain sektor
pendidikan, proyek pembaharuan Abduh menurut professor sejarah Islam di
University of Massachuussets adalah politik dan ranah social keluarga yaitu peran
wanita.
Disamping itu, Murodi dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa
ide-ide pemikiran Abduh diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad /
penghargaan terhadap akal (Rasionalitas), kekuasaan Negara harus dibatasi oleh
konstitusi dalam pengelolaan negara, memodernisasikan sistem pendidikan Islam
di al Azhar.3
c. Muhammad Rasyid Ridho
Rasyid Ridho dilahirkan di al Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal
23 September 1865 M. Pendidikan bermula di madrasah al Kitab al Qalamun,
kemudian di madrasah ar Rasyidiah di Tropoli.
Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al Azhar 1898 M dan
berguru

pada

Muhammad

Abduh.

Diantara

pembaharuannya

adalah:

pembaharuan dalam bidang agama, social, ekonomi, memberantas khurafat dan


bidah. Serta paham-paham yang dibawa tarekat.
Adapun ide-ide pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan
dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (ajaran
2
3

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam. (Semarang: Toha Putra, 1997) hlm. 177-178
Ibid., hlm. 177-178

atau bahwa manusia dikuasai oleh nasib), rasionalitas dalam penafsiran al Quran
dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bidah,
serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
2. Pembaharuan dalam Bidang Politik
a. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun
1897. Ia termasuk pembaharu yang berpengaruh di dunia Islam. Saat usia 25
tahun, ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, dan
pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali Khan. Serta pernah diangkat sebagai
Perdana Menteri oleh Muhammad Azam Khan beberapa tahun kemudian.
Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan
nergeri Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang
menentangnya. Karena kalah melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan
negerinya dan pergi menuju ke India. Sejak itulah, ia berpindah-pindah
kewarganegaraan. Pernah ke Paris dan Turki. Perpindahan itu juga dalam rangka
membangkitkan umat Islam.
Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah
satu sebabnya adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran
qada dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat
menjadi statis. Sebab-sebab lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam
sendiri, yaitu lemahnya persaudaraan antar umat Islam dan lain-lain. Untuk
mengatasi semua itu, menurutnya umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam
yang benar, mensucikan hati, memuliakan ahlak, berkorban untuk kepentingan
umat, pemerintahan otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan persatuan
umat harus diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman.
Selain itu, ia menegaskan bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena
ikatan etnik maupun rasial, tetapi karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa
mana datangnya, walau pada mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh
suku dan bangsa lain seagama selagi ia masih menegakkan hukum agama. Ide
yang terahir inilah merupakan ide orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan
Islamisme, persaudaraan sesama umat Islam sedunia.4
4

Ali Mufrodi, Loc. Cit., hlm. 155-159

b. Muhammad Ali Pasya


Muhammad Ali Pasya adalah orang pertama yang membuka jalan
pembaharuan di Mesir, kemudian beberapa tahun diakui sebagai the founder of
modern egypte. Berasal dari Turki, kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan wafat
pada tahun 1849. Sejak kecil beliau telah bekerja keras untuk keperluan
hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu untuk sekolah dengan demikian
beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa Ali Pasya bekerja sebagai
pemungut pajak dan karena rajin bekerja beliau disukai oleh gubernur yang
akhirnya diangkat menjadi menantu.
Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan
tentara ke Mesir, di antara perwiranya adalah Muhammad Ali Pasya yang ikut
melawan Napoleon pada tahun 1801.5 Setelah itu diangkat menjadi colonel dan
mulai saat itu Ali Pasya menjadi penguasa tunggal di Mesir.
Akhirnya Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir kurang
lebih 1,5 abad lamanya. Akhir kekuasaanya pada tahun 1953. Jika diteliti
Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas
dan merupakan sosok ambisius menjadi penguasa umat Islam. Keambisiusannya
itu tampak dalam pembaharuan yang dilakukan terhadap kemajuan umat Islam,
diantaranya: perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri,seperti
membangun kekuatan militer, meningkatkan bidang pemerintahan, ekonomi dan
pendidikan.6
3. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan
a. Al Tahtawi
Nama aslinya adalah Rifaah Badhawi Rafi al Tahtawi, lahir pada tahun
1801 di Mesir Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo. Seorang pembaharu yang
mempunyai pengaruh besar pada abad ke-19 dan seorang yang sangat
berpengaruh dalam usaha-uasaha gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh
Muhammad Ali Pasya. Al Tahtawi belajar di al Azhar Mesir, dan setelah kembali

Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 69.
6
Ibid., hlm. 71-72.

diangkat menjadi sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemahan di sekolah


kedokteran.7
Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh
al Tahtawi. Beliau bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah
memperbaiki tradisi, khususnya dalam bidang pendidikan, kewanitaan dan
memperbaiki literature. Beliau menginginkan Mesir maju seperti dunia Barat,
namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurutnya adalah, berpegang pada
agama dan akhlak budi pekerti, untuk itu pendidikan merupakan sarana penting.
Tujuan dari pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian
patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Perasaan
patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan, persatuan, tunduk dan
mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa dan harta untuk
mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal agama dan peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para
ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap
dibiarkan terbuka lebar. Ide-ide pembaharuan yang dilontarkan al Tahtawi: ajaran
Islam tidak hanya monoton mengurusi Tuhan akan tetapi kehidupan social juga
harus seimbang, kebiasaan dictator raja seharusnya diganti dengan musyawarah,
syariat harus sesuai dengan perkembangan modern, para ulama harus belajar
filsafat dan ilmu pengetahuan agar syariat sesuai dengan kehidupan modern,
pendidikan harus bersifat social. Umat Islam harus dinamis.
C. Faktor Kebangkitan Umat Islam
Pada abad ke-19 dan 20, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negaranegara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah
merdeka khususnya di Asia dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula organisasiorganisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan
pada prinsip-prinsip syariat Islam.8
7

Ibid., hlm. 74.


Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam, (Bandung:
Mizan, 1990), hlm. 45
8

Kemerdekaan Negara Islam tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam
memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang
mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah:

Benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam
bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.9 Turki Usmani adalah
yang pertama merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan pejuang
Turki untuk belajar di Eropa.

Dorongan gagasan dua factor yang saling mendukung dalam gerakan


pembaharuan Islam, pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur
asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua,
gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, seperti
gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan Afrika Utara.10

Bangkitnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan


berdirinya partai-partai politik merupakan modal umat Islam dalam
perjuangannya untuk mewujudkan Negara nerdeka yang lepas dari
pengaruh Barat.

Usaha yang Dilakukan untuk Mencapai Kemerdekaan dari Bangsa Barat

Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat


Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan
disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan utama
dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan
pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya didorong oleh
dua faktor, yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang
dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, seperti gerakan Wahabiyah yang
dipelopori oleh Muhammad bin Abd al-Wahhab di Saudi Arabia, Syah Waliyullah di
India dan gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad
Sanusi dari Aljazair. Kedua: Menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu
pengetahuan dari Barat. Hal ini tercermin dalam pengiriman para pelajar muslim oleh
9

Riaz Hasan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme (Jakarta: Rajawali Press,
1985) hlm. 185
10
Ibid.

penguasa Turki dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan
dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa
mereka. Pelajar-pelajar India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena
Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama
kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada
awalnya didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini
baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin alAfghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi
Barat dan bahayanya.

Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya

untuk

memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk
pertahanan. Umat Islam menurutnya, harus meninggalkan perselisihan-perselisihan
dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha membangkitkan semangat
lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak
Nasionalisme dalam Islam.
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk
mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan
hangat dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut
menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat
banyak di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama
setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan
kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung
nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan. Gagasan nasionalisme yang
berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat
Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar
Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang
didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat
tantangan dari pemuka-pemuka Islam. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan
cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin
al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah
Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat,

sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi
di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan
Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat untuk mendirikan negara Yahudi di
tengah-tengah bangsa Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme juga mendapat
pengikut. Syeh Amir Ali adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar
setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak
memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh
Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula
ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas
tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antar kedua komunitas besar
Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India
tidak lagi semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat
India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam disuarakan
oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benihbenih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin
berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada masa
Sir Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
D. Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik
merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara
merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari
kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan
antara lain:
1. Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat
menyambut dan mengisi kemerdekaan.
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka
dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan
tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua

Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan.Tahun 1922, Timur
Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli
1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika,
tepatnya Luybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962.
Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan,
Yaman Utara, Yaman selatan dan Uni Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula.
Di Asia tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan
dari Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.

KEPUSTAKAAN
Asmuni, Yusron.Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995.
Azzam,Salim.Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam. Bandung: Mizan,
1990
Hasan, Riaz.Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme.Jakarta: Rajawali Press.
1985
Mufrodi, Ali.Islam di Kawasan Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007
Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Toha Putra. 1997.

Anda mungkin juga menyukai