PEMBAHASAN
A. Kemunculan Pemikiran Islam Modern
Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul
penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa,
maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses
modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.
Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman
terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir
manusia serta kondisi social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan di segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin
canggih. Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi (keadaan terhenti) berpikir umat
sebagai buah dari fanatisme serta adanya pihak luar yang ingin merekomendasi dan
menguasai, mendorong sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan.
Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak
bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan.
Dan yang masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal
dari dunia Barat setelah dahulu mengalami masa keemasan.
Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas
ketinggalan dunia Islam akan segala hal. Bangsa yang pertama kali merasakan
ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan
yang utama menghadapi kekuatan Barat.
Pembaharuan yang dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social,
politik, dan militer. Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan
Turki Usmani membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam
lainnya seperti Mesir.
Pada dasarnya kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah
tercemari oleh berbagai khurafat dan bidah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam
bidang sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu
pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam.
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan. (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
hal.151-155
pada
Muhammad
Abduh.
Diantara
pembaharuannya
adalah:
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam. (Semarang: Toha Putra, 1997) hlm. 177-178
Ibid., hlm. 177-178
atau bahwa manusia dikuasai oleh nasib), rasionalitas dalam penafsiran al Quran
dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bidah,
serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
2. Pembaharuan dalam Bidang Politik
a. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun
1897. Ia termasuk pembaharu yang berpengaruh di dunia Islam. Saat usia 25
tahun, ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, dan
pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali Khan. Serta pernah diangkat sebagai
Perdana Menteri oleh Muhammad Azam Khan beberapa tahun kemudian.
Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan
nergeri Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang
menentangnya. Karena kalah melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan
negerinya dan pergi menuju ke India. Sejak itulah, ia berpindah-pindah
kewarganegaraan. Pernah ke Paris dan Turki. Perpindahan itu juga dalam rangka
membangkitkan umat Islam.
Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah
satu sebabnya adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran
qada dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat
menjadi statis. Sebab-sebab lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam
sendiri, yaitu lemahnya persaudaraan antar umat Islam dan lain-lain. Untuk
mengatasi semua itu, menurutnya umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam
yang benar, mensucikan hati, memuliakan ahlak, berkorban untuk kepentingan
umat, pemerintahan otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan persatuan
umat harus diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman.
Selain itu, ia menegaskan bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena
ikatan etnik maupun rasial, tetapi karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa
mana datangnya, walau pada mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh
suku dan bangsa lain seagama selagi ia masih menegakkan hukum agama. Ide
yang terahir inilah merupakan ide orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan
Islamisme, persaudaraan sesama umat Islam sedunia.4
4
Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 69.
6
Ibid., hlm. 71-72.
Kemerdekaan Negara Islam tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam
memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang
mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah:
Benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam
bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.9 Turki Usmani adalah
yang pertama merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan pejuang
Turki untuk belajar di Eropa.
Riaz Hasan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme (Jakarta: Rajawali Press,
1985) hlm. 185
10
Ibid.
penguasa Turki dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan
dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa
mereka. Pelajar-pelajar India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena
Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama
kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada
awalnya didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini
baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin alAfghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi
Barat dan bahayanya.
untuk
memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk
pertahanan. Umat Islam menurutnya, harus meninggalkan perselisihan-perselisihan
dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha membangkitkan semangat
lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak
Nasionalisme dalam Islam.
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk
mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan
hangat dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut
menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat
banyak di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama
setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan
kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung
nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan. Gagasan nasionalisme yang
berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat
Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar
Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang
didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat
tantangan dari pemuka-pemuka Islam. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan
cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin
al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah
Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat,
sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi
di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan
Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat untuk mendirikan negara Yahudi di
tengah-tengah bangsa Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme juga mendapat
pengikut. Syeh Amir Ali adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar
setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak
memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh
Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula
ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas
tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antar kedua komunitas besar
Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India
tidak lagi semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat
India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam disuarakan
oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benihbenih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin
berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada masa
Sir Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
D. Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik
merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara
merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari
kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan
antara lain:
1. Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat
menyambut dan mengisi kemerdekaan.
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka
dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan
tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua
Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan.Tahun 1922, Timur
Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli
1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika,
tepatnya Luybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962.
Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan,
Yaman Utara, Yaman selatan dan Uni Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula.
Di Asia tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan
dari Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.
KEPUSTAKAAN
Asmuni, Yusron.Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995.
Azzam,Salim.Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam. Bandung: Mizan,
1990
Hasan, Riaz.Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme.Jakarta: Rajawali Press.
1985
Mufrodi, Ali.Islam di Kawasan Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007
Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Toha Putra. 1997.