Anda di halaman 1dari 16

AKHIR EKSISTENSI MUGHAL DAN MUNCULNYA KEKUASAAN INGGRIS

Oleh
MASYKUR
150501009
Mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

A. Pendahuluan
Kemunculan tiga kerajaan Islam yaitu Kerajaan Turki Ustmani, Kerajaan Safawi di
Persia dan Kerajaan Mughal di India telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan
peradaban islam. Kerajaan Usmani meraih puncak kejayaan dibawah kepemimpinan Sultan
Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) di kerajaan safawi, Syah Abbas I membawa kerajaan
tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode kepemerintahannya dari tahun 1588-1628
M. Dan di Kerajaan Mughal meraih masa keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M).

Pada abad 18 kelemahan dan kemunduran dunia Islam dimanfaatkan oleh bangsa-
bangsa Barat untuk bangkit dan bergerak menuju ke arah negara-negara Islam serta menguasai
dan menjajahnya. Motivasi mereka datang ke negara-negara Islam adalah motivasi ekonomi,
politik dan agama. Hal tersebut dapat terlihat dari cara-cara mereka datang untuk pertama kali
ke negara-negara Islam. Mereka datang dengan dalih untuk berdagang atau mencari rempah-
rempah di Timur. Akhirnya mereka terangsang oleh keuntungan besar dan ambisi yang kuat,
sehingga muncullah keinginan untuk menguasai semua sistem ekonomi dan politik negara-
negara Islam yang dikuasainya.[1] Semua hal itu, didorong dengan sedang bangkit dan
majunya peradaban bangsa Barat. Contohnya ketika Eropa menemukan benua Amerika dan
jalan ke Timur melalui Cape Town. Dua penemuan ini, sungguh tak terkirakan nilainya, Eropa
menjadi maju dalam dunia perdagangan karena tidak lagi tergantung kepada jalur lama yang
dikuasai umat Islam.[2]

1 Samsul Munir Amin, Sejarah Pradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 349.
2 Ibid, hlm. 347-348.

1
Pada saat yang sama, dunia Islam sedang terus dilanda kemunduran dan kelemahan
dalam berbagai bidang, sehingga negara-negara Islam tidak mampu bersaing dengan bangsa
Barat yang didukung oleh kekuatan politik militer yang tangguh. Saat itulah dunia Islam berada
dalam kekuasaan kaum imperialism Barat.[3]

B. Akhir Eksistensi Mughal di India


Kesultanan Mughal adalah sebuah negara yang pada masa jayanya memerintah
Afganistan, Balochistan, dan sebagian besar anak benua India antara 1526 - 1857. Kesultanan
ini didirikan oleh pemimpin Mongol, Barbur, pada tahun 1526, ketika dia mengalahkan
Ibrahim Lodi, Sultan Delhi terakhir dalam Pertempuran Panipat I.
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya. Memasuki
abad ke-18 M, terutama setelah meninggalnya Aurangzeb, Kerajaan Mughal mengalami masa
kemunduran dan berakhir dengan kehancuran [4]. Diantara faktor kehancuran tersebut karena
kesultanan Mughal diperintah oleh generasi-generasi yang lemah. Sampai tahun 1858 M,
sultan-sultan Mughal tidak mampu lagi mengendalikan wilayah yang cukup luas dan kekuatan
lokal Hindu yang cukup dinamis, di samping karena konflik di antara mereka sendiri yang
berebut kekuasaan. Selain itu, menurut Badri Yatim bahwa pada periode ini banyak muncul
gerakan-gerakan separatis yang mengancam integritas wilayahnya, baik orang-orang Hindu di
India Utara, orang-orang Sikh di belahan utara, maupun gerakan separatis yang berasal dari
orang-orang Islam di Bagian Timur [5]
Adapun factor keruntuhan dan yang mengakhiri eksistensi kerajaan Mughal adalah
sebagai berikut :
1. Perebutan kekuasaan pada periode Sultan lemah dan juga serakah

Masalah perebutan kekuasaan sebenarnya telah terjadi pada Sultan-sultan sebelum


Aurangzeb. Namun, pada periode tersebut, ketika terjadi perebutan kekuasaan, para
pemenang dalam perebutan kekuasaan tersebut umumnya adalah orang-orang yang kuat
dan berwibawa serta sanggup membawa Kerajaan Mughal mengarungi arus pasang naik.

3 Ibid hlm. 349.


4 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers bekerja sama dengan Lembaga
Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK) Jakarta, hlm. 159
5 Ibid, hlm. 159

2
Penguasa-penguasa kerajaan Mughal pasca Aurangzeb pada umumnya tergolong
raja-raja lemah yang tidak sanggup menghadapi kenyataan dan tidak mampu mengatasi
kesulitan. Bahadur Syah (1707-1712 M), ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada
perlawanan Syikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada
perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah
kepada mereka.

Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi
perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur diganti anaknya, Azimusyah
(1712 M). akan tetapi, pemerintahannya ditentang oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan,
wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M dan diganti oleh putranya,
Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah
dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.

Faruk Siyar berkuasa sampai pada tahun 1719 M dengan dukungan kelompok
Sayyid, tetapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri pada tahun 1719 M. Sebagai
gantinya, Muhammad Syah diangkat sebagai Sultan. Namun,belum lama berkuasa, ia dan
para pendukungnya terusir dari India karena suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah
melakukan penyerbuan. Dalam perkembangannya, Muhammad Syah tidak banyak
bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Setelah Muhammad Syah meninggal,
tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Syah (1748-1754 M), kemudian diteruskan oleh
Alamghir II (1754-1759 M) dan Syah Alam (1761-1806 M). pada tahun 1706 M, Kerajaan
Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durani dari Afgan. Kerajaan Mughal tidak dapat
bertahan dan sejak itu berada di bawah kekuasaan Ahmad Khan Durani meskipun Syah
Alam tetap diizinkan memakai gelar Sultan.

Karena sibuknya para elit dalam memperebutkan kekuasaan, maka pengawasan


terhadap daerah-daerah yang telah dikuasai menjadi lemah, sehingga daerah-daerah

3
tersebut satu persatu mulai melepaskan loyalitasnya terhadap pemerintahan. Mereka
cenderung memperkuat pemerintahannya masing-masing.[6]

2. Kebijakan Represif Sultan Aurangzeb yang menimbulkan banyaknya


pemberontakan

Seperti kita ketahui, bahwa sultan Aurangzeb dalam pemerintahannya terlalu


memaksakan kehendaknya, terlebih kepada mereka para penganut agama lain. Agama
Hindu misalnya. Sultan Aurangzeb menganggap agama ini bertentangan dengan
keselamatan kerajaan. Beratus-ratus sekolah Hindu ditutup dan dibongkar. Demikian pula,
candi-candi yang indah di Benares, Mathuara dan Rajputana. Ia juga pernah
memperlihatkan tangan besinya. Beberapa kuil ada yang diubah menjadi mesjid. Dari
kejadian tersebut, dapat dibayangkan bagaimana sakit hatinya orang-orang Hindu dengan
perilaku Aurangzeb tersebut. Makanya ketika Aurangzeb meninggal, masyarakat Hindu
banyak yang meluapkan emosinya tanpa ada kendali yang mengekangnya.

Dalam pandangan Aurangzeb, ada tiga golongan masyarakat di India yang diberi
predikat sebagai pemberontak. Pertama, golongan Rajput. Kelompok ini adalah kaum
pemberani yang jujur. Mereka tidak mau mengakui kekuasaan Mughal. Kedua, kelompok
Sikh. Kelompok ini sedang mencari sintesis agama. Mereka lebih senang disebut Muslim,
sekalipun keislamannya tidak sempurna. Akan tetapi, dalam beberapa hal, mereka masih
mencintai atribut Hindu. Mereka umumnya hidup bergerombol, gayanya mirip para
kesatria. Mereka sangat mencintai tanah airnya dan senang menjadi pembela kebenaran.
Basis mereka adalah Punjab dan Kashmir. Ketiga, golongan Maratha. Aurangzeb
mengibaratkan kelompok ini seperti duri di dalam daging. Kelompok Maratha adalah
musuh besar Aurangzeb yang selalu mengintai-ngintai kelemahan lawan. Kelompok ini
terorganisasi dengan baik. Umumnya para anggotanya berasal dari kelas masyarakat Sudra
dan tidak mengakui kasta. Sebenarnya kelompok ini bukanlah sekedar kelompok
keagamaan, melainkan memiliki tujuan politik.[7]

6 Ading Kusdiana, Sejarah dan Kebudayaan Islam periode Pertengahan, Bandung : Pustaka
Setia,2013, hlm. 252-255

7 Ibid, 255-256

4
3. Konflik Agama

Wilayah anak benua India adalah wilayah tempat lahir dan bertemunya agama-
agama besar dunia. 600 SM Hindu telah dikenal oleh masyarakat India, hal ini berarti
ketika Islam dibawah kerajaan Mughal hadir, agama Hindu telah berusia lebih dari dua ribu
tahun.

Tidak lama setelah itu, datanglah ajaran Budha. Agama yang dibawa oleh Sidharta
Gautama ini masuk ke India pada 500 SM. Selanjutnya, dengan melihat letak kedekatan
antara India dengan Persia, sangat memungkinkan jika banyak orang Persia yang hidup
menetap atau mengembara di India. Mereka memperkenalkan agama Zoroaster. Kemudian
tidak lama setelah itu Islam datang dibawah kerajaan Mughal. Tidak hanya itu, orang-orang
Eropa muncul dengan membawa agama Kristen. Kemudian datanglah orang Turki Mughal
dari Asia Tengah dengan membawa keyakinan Islam.

Menurut ketentuan, setiap agama harus berjalan di atas rel masing-masing. Berjalan
di luar rel berarti menyeleweng. Sultan Akbar dalam pemerintahannya, banyak berbuat
untuk kepentingan Mughal. Di samping memperistri beberapa orang putri dari kalangan
Hindu dan menyejajarkan orang Muslim dengan orang Hindu dalam pemerintahan, Akbar
juga membuat agama baru, Din Illahi yang dapat dipergunakan oleh semua agama secara
bersama, sehingga yang banyak itu seperti satu agama. Bahkan, Akbar mengangkat dirinya
sebagai wasit tertinggi dalam masalah agama selangkah lebih maju lagi, Akbar sebagai
agama baru yang unsur-unsurnya banyak mengambil dari Hindu, Nasrani dan Islam telah
mewajibkan kepada rakyatnya untuk bersujud kepada Akbar.

Yang perlu dipermasalahkan dalam hal ini adalah mengapa Akbar melakukan hal
semacam itu? Salah satu pertimbangannya ini berasal dari asumsi bahwa Akbar sebagai
perantau dan masuk golongan minoritas, jika ingin sukses dan tetap berkuasa dalam
memegang tampuk pimpinan, sebagai pihak minoritas harus mendekati kelompok
mayoritas. Masyarakat Hindu dan Budaha merupakan kelompok mayoritas, oleh karena itu
ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Akbar banyak menguntungkan kelompok mayoritas
tersebut, sekalipun mengorbankan kepentingan masyarakat Muslim sebagai kelompok
Minoritas.

5
4. Saling berebut pengaruh dalam kegiatan perdagangan

Sejak dahulu daerah benua India ramai karena menjadi tempat persinggahan para
pedagang, sebagai contoh, Gujarat pernah menjadi tempat persinggahan para pedagang
dari jalur laut dan darat. Ketika orang-orang Inggris pertama kali datang di pantai Kalikut
pada tahun 1498 M, (Marsal G.S. Hodsghon:1974), [8] India sedang diperintah oleh raja-
raja yang merdeka, satu sama lain saling menyerang dan berperang. Faktor inilah yang
menyebabkan Portugis memilih tempat yang strategis di Pesisir Barat India. Sejak saat
itulah, Portugis menetap di India dan melaksanakan perdagangannya secara langsung,
tanpa perantara. Sudah tentu keuntungan yang diperolehnya cukup banyak, sehingga dalam
waktu 100 tahun, semua perdagangan rempah-rempah jatuh ke tangan Portugis, baik yang
melalui Laut Merah maupun Semenanjung Harapan. Pada tahun 1610 M, Inggris mendapat
izin menetap di India, mengambil lokasi di Pantai Timur, dari Koromandel, Gulkondah,
terus ke Madras. Saat itulah, Ingris mendirikan Peserikatan Dagang India Timur (The
British east Indian Company), dan membentuk serdadu dalam jumlah kecil, dengan dalih
sebagai penjaga pabrik dari serangan pencuri. Saat itulah, benteng Inggris diperkuat oleh
tentara.

Dari gambaran tersebut, tampak bahwa kehadiaran bangsa-bangsa Eropa ke


wilayah India pada awalnya tidak terlalu banyak memberikan pengaruh terhadap khidupan
dan perkembangan ekonomi Kerajaan Mughal, sebagai salah satu sumber pendapatannya.
Akan tetapi, kegiatan perdagangan yang bersifat monopoli telah mengurangi pendapatan
Kerajaan Mughal. keadaan ini telah memberikan implikasi terhadap kemunduran kerajaan,
terlebih ketika di Kerajaan Mughal banyak kerusuhan dan pemberontakan yang
memerlukan biaya besar untuk memadamkan pemberontakan itu. Pendapatan berkurang,
sementara biaya untuk keperluan kerajaan semakin membengkak.

5. Intervensi Asing

Berawal dari permohonan Inggris untuk tinggal di India pada tahun 1608 M yang
ditolak oleh penguasa dari Kerajaan Mughal. Inggris baru diterima masuk India pada tahun
1610 M. pada saat itulah, Inggris mendirikan pabrik dan membentuk tentara dalam jumlah

8 Ibid, 259

6
kecil, sebagai penjaga. Sebagai uji coba pada tahun 1757, Ingris melakukan kegiatan
penyerangan terhadap Benggala. Meskipun mendapat perlawanan dari rakyat setempat,
Inggris mampu mengatasi perlawanan tersebut dengan kemenangan dipihak Inggris.

Selanjutnya, menurut strategi militer kekuatan di India yang patut diperhitungkan


tinggallah kerajaan Islam Mughal yang wilayahnya hanya sekitar Delhi dan kekuatan
tentaranya sudah dapat diketahui. Untuk itu, strategi yang perlu dilakukan
adalah membiarkan kerajaan Mughal terlebih dahulu, sambil terus mengawasi. Sikap
Inggris dalam menghadapi Kerajaan Mughal selalu bersifat waspada dan sabar menunggu.
Ketika melihat kenyataan, kerajaan Mughal semakin lemah karena terjadi perebutan
kekuasaaan diantara sesama saudara, disamping karena faktor keuangan yang semakin
menipis, sebuah perusahaan Inggris British East Indian Company (BEIC) yang sudah kuat
mengangkat senjata melawan pemerintah Kerajaan Mughal. peperangan berlangsung
berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oud,
Bengal, dan Orisa kepada Inggris. Sementara itu, Najib ad-Daula, wazir Mughal
dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Marathas. Akan
tetapi Shindia dapat dihalau kembali oleh Syah Alam dengan bantuan Inggris pada tahun
1803 M.

Sultan Syah Alam meningal pada tahun 1806 M. Tahta Kerajaan Mughal
selanjutnya dipegang oleh Akbar II (1806-1837). Pada masa pemerintahannya, Akbar
memberikan konsesi kepada BEIC untuk mengembangkan usahanya di Anak Benua India
sebagaimana yang diinginkan Inggris, tetapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan
raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan berada ditangan Inggris meskipun
kedudukan dan gelar sultan masih dipetahankan. Bahadur Syah (1837-1858), sebagai
penerus Akbar tidak menerima isi perjanjian antara BEIC dan ayahnya, sehingga terjadi
konflik antara dua kekuatan tersebut. Ia menyadari bahwa biaya kerajaan ternyata
ditanggung oleh orang asing, sehingga sang ayah tidak mampu mengambil inisiatif untuk
memajukan kerajaan. Dalam hati Bahadur Syah timbul penilaian bahwa Inggris sudah
semakin berani dan perbuatan mirip seperti penguasa atau penjajah, tetapi terselubung.
Sebagai keturunan Timur yang Agung, Bahadur Syah merasa malu harus menengadahkan
tangan dan menerima pemberian orang lain.

7
Karnanya dengan diam-diam Bahadur Syah berusaha menggalang satu kekuatan
yang ditujukan untuk mengusir segala bentuk penjajahan. Sesudah menghimpun kekuatan,
terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M.
Akan tetapi mereka dapat dipatahkan dengan mudah karena Inggris mendapat dukungan
dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Kemudian Inggris menjatuhkan hukuman
yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka disuir dari kota Delhi. Rumah-rumah
ibadah banyak yang dihancurkan dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir diusir dari istana.
Dengan demikian berakhirlah sejarah kerajaan Mughal di daratan India. Di sana, hanya
tersisa umat Islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensinya, karena sejak itu
hukum yang berlaku di India adalah hukum Britania dan bahasa resmi yang dipergunakan
adalah bahasa Inggris.

C. Munculnya Inggris
Sebenarnya, proses penguasaan Inggris itu sendiri di Anak Benua India berawal dari
pencaplokan Bengal pada 1757, yakni ketika kekuatan Siraj al-Daula dengan mudah bisa
dikalahkan dalam peperangan Plassey. Kemenangan ini sangat penting artinya bagi
pertumbuhan kekuatan Inggris di India karena dengan kemenangan itulah Inggris
mengukuhkan diri sebagai penguasa de facto yang tidak terkalahkan di Bengal
Inggris mulai leluasa dalam menguasai India setelah adanya The Regulating Act 1773.
Inggris mulai bertanggungjawab terhadap parlemen. Kemudian ditunjuk seorang Gubernur
Jenderal untuk Provinsi Benggala. Begitu pula dengan provinsi lain seperti Madras dan
Bombay namun, keduanya ditempatkan dibawah pemerintahan Benggala. Warren Hastings
menjadi gubernur jenderal pertama (1774) seturut The Regulating Act (1773) dengan para
penasehatnya antara lain Jenderal Sir John Clavering, Kolonel Monson, Mr. Philips Francis
dan Mr. Barwell, dan hakim utamanya Sir Elijah Impey.[9]
Setelah The Regulating Act, pemerintah Inggris kembali mengesahkan undang-undang
yang disebut Pitt’s India Act pada tahun 1784 atas nama Perdana Menteri William Pitt.
Undang-undang ini menyatakan bahwa kekuasaan para direktur telah diambil alih dan

9 B. Musidi, INDIA Sejarah Ringkas dari Prasejarah sampai Terbentuknya Bangladesh,


Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2012, hlm. 88

8
dibentuklah badan pengawas. Badan pengawas tersebut akan diketuai oleh seorang Menteri
Mahkota atau Menteri Koloni. Setelh itu, kongsi dagang segera berubah menjadi badan hukum
yang berdaulat.
Setelah Warren Hastings meninggal kemudian posisinya digantikan oleh Sir John
Macperson selama satu setengah tahun. Kemudian datanglah lord Cornwallis sebagai gubernur
jenderal yang baru dan memegang jabatan tahun 1786 hingga 1828. Cornwallis terkenal
sebagai pribadi yang adil dan terhormat. Ia tetap berusaha mengakhiri penyalahgunaan
kepengurusan Kumpeni, menaikkan gaji para pejabat dan menghapuskan sistem komisi atas
perolehan pengumpulan pajak, mengambil kekuasaan kehakiman para kolektor,
mengelompokkan mahkamah pengadilan dengan mendirikan mahkamah provinsi di Patna,
Calcutta, Murshidabad dan Dacca dibawah pengwasan para hakim Inggris.[10]
Pada tahun 1793 Lord Cornwallis digantikan oleh Sir John Shore hingga tahun 1798.
Kebijakan Sir John Shore dianggap sangat kontroversial. Kebijakannya antara lain bahwa
Inggris tidak akan campur tangan terhadap politik India. Sikap Sir John Shore tersebut
bertentangan dengan kebijakan sebelumnya dan bagi para raja di India, mereka khawatir
karena selalu mengharapkan bantuan dari Inggris.
Tahun 1795 Sir John Shore digantikan oleh Lord Wellesley. Lord Wellesley menjadi
gubernur jenderal hingga tahun 1805. Selama pemerintahannya di India, Ia selalu melancarkan
penaklukan-penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan India. Ia meminta kerajaan-kerajaan anak
benua untuk membubarkan tentaranya dan menerima perlindungan Inggris. Masing-masing
kerajaan akan dilindungi dengan syarat menyerahkan sebagian daerahnya untuk keperluan
pemeliharaan tentara, para raja India tidak akan bersekutu dengan negara lain dan harus
menerima Residen Inggris.[11] Kemudian pada tahun 1800 kebijakan tersebut berhasil
diberlakukan untuk Hyaderabad. Tahun 1801 juga dipaksakan untuk daerah Oudh dan Inggris
menguasai daerah Rohilkhand dan Doab utara. Kemudian tahun 1802 juga berhasil dilakukan
untuk Peshwa. Akhirnya seluruh anak benua berada dibawah kekuasaan Inggris selama
pemerintahan Lord Wellesley kecuali Punjab, Sind, dan Rajpunata.
Pengganti dari Lord Wellesley sebenarnya adalah Lord Cornwallis. Namun, karena
sudah tua dan tidak lama kemudian meninggal maka digantikan oleh Sir George Barlow. Ia

10 Ibid., hlm. 90
11 Ibid., hlm. 93

9
hanya berkuasa sebentar saja yaitu dari tahun 1805 hingga 1807. Ia tidak berbeda dengan Lord
Cornwallis yang menginginkan tidak ikut campur tangan dalam urusan politik India. Selama
ia berkuasa, banyak terjadi pemberontakan.
Setelah Lord Wellesley lengser kemudian digantikan oleh Lord Minto yang berkuasa
tahun 1807 hingga 1812. Pada saat pergantian gubernur jenderal tahun 1807, Inggris sedang
berperang melawan Napoleon Bonaparte. Saat memegang jabatannya, Lord Minto segera
mendapat tantangan dari orang-orang Pindari. Mereka merupakan rakyat campuran dan banyak
dari mereka merupakan pasukan yang dibubarkan dari kerajaan-kerajaan dengan pimpinannya
yaitu Amir Khan. Ia adalah kapten gerilya yang cerdik.
Pada tahun 1813 Piagam kumpeni diperbaharui lagi pada kondisi bahwa Kumpeni akan
mengijinkan perdagangan mereka kepada semua orang Inggris dan mengijinkan pedagang dan
misionaris datang dan bekerja di India.[12] Selain itu akan disediakan 10.000 pound untuk
keperluan pendidikan. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai tonggal pendidikan di India.
Tahun 1812 kekuasaan dipegang sepenuhnya oleh Lord Hastings hingga tahun 1822.
Ia turut ambil bagian dalam urusan politik India. Pada pemerintahan Lord Hastings, orang-
orang Pindari dapat ditangani tepatnya pada tahun 1817 berkat Jenderal Sleeman. Selama
pemerintahannya, Lord Hastings melakukan banyak pembaharuan seperti mendirikan Kolese
Hindu di Calcutta pada tahun 1811. Ia juga mendorong tiga misionaris (Carey, Marshman, dan
Ward) untuk membangun percetakan pers, pabrik kertas, dan sebuah kolese di
Serampore.[13] Hal tersebut dilakukan dengan tujuan mengajari orang-orang India menjadi
orang Kristen dan mengajarkan tentang ilmu pengetahuan. Selain itu ia juga memiliki perhatian
mengenai pembangunan jalan, jembatan, dan sebagainya.
Setelah Lord Hastings, gubernur jenderal yang baru yaitu Lord Amherst mulai tahun
1823 hingga 1828. Selama pemerintahannya, para pejabat sedang dalam proses
mengembangkan lembaga-lembaga baru. Tantangan lain datang dari luar yaitu penyerangan
oleh Raja Burma di Benggala Timur. Akhirnya konflik tersebut dapat ditangani dengan adanya
Perjanjian Yandabu pada tahun 1826. Dalam perjanjian tersebut Inggris memperoleh
Tenasserim, Arakan, Assam, dan sepuluh lakhsa pound sebagai ganti rugi. Dengan berkhirnya

12 Ibid., hlm. 97
13 Ibid., hlm. 98

10
pemerintahan Lord Amherst, sebuah era baru mulai di India yaitu Inggris menjadi penguasa
tunggal di India dan sebagian dari Burma.[14]
Selanjutnya Lord Amherst digantikan oleh Lord William Bentinck (1828-1835). Ia
banyak melakukan perbaikan tata tertib dan administratif pada masa pemerintahannya. Salah
satunya Bentinck melakukan pengubahan pada aturan yang memberi kesempatan untuk orang-
orang India mendapat jabatan lebih tinggi terutama pada peradilan dan layanan untuk orang-
orang India sendiri. Pada masa Bentick ini pula perkembangan pendidikan India juga mulai
diperhatikan dengan berdirinya sekolah-sekolah walaupun tujuannya hanya untuk kepentingan
Inggris.
Setelah Bentinck pension, digantikan oleh Sir Charles Metcalfe pada tahun 1835
hingga 1836. Meskipun hanya berkuasa satu tahun namun, pemerintahannya dianggap
progresif. Metcalfe melakukan pelarangan yang dilakukan oleh Wellesley atas pers dengan
memberi kebebasan menyatakan pendapat pada surat kabar.
Selanjutnya Metcalfe digantikan oleh Lord Auckland. Pada masa pemerintahan
Auckland, rakyat sudah merasa banyak dirugikan oleh Inggris. Kebijakan-kebijakan gubernur
jenderal sebelumnya tidak dikehendaki oleh rakyat dan menimbulkan ketidakpuasan.
Tahun 1842 gubernur jenderal yang berkuasa menggantikan Lord Auckland adalah
Lord Ellenbrough. Kekuasaannya hanya sampai tahun 1844 kemudians egera digantikan oleh
Lord Hardinge. Hardinge merupakan administrator yang baik dan akhirnya mengakhiri praktik
sosial yang banyak dilakukan orang Hindu di India seperti pengurbanan manusia.
Selanjutnya pada tahun 1848 Hardinge digantikan Lord Dalhousie yang berkuasa
hingga tahun 1856. Dalhousie berhasil menaklukkan provinsi Punjab. Setelah Punjab jatuh ke
tangan Inggris maka segera dibangun sekolah-sekolah, jalan-jalan, dan terusan-terusan. Selain
itu juga diberlakukan perundang-undangan baru yang menjamin keamanan pribadai dan
kepemilikan harta. Satu-satunya kesultanan muslim yang masih utuh adalah Kasultanan Oudh.
Oudh merupakan bagian dari Kasultanan Mughal yang masih berdiri serta bersama tradisi-
tradisinya. [15] namun, Dalhousi selalu berupaya untuk menjadikan Oudh sebagai bagian dari
Imperium Inggris.

14 Ibid., hlm. 99
15 Ibid., hlm. 112

11
Pada masa Dalhousi tepatnya tahun 1853 rel kereta api pertama India dibuka antara
Calcutta sampai daerah batu bara Ranigaj. Kemudian disusul untuk wilayah Bombay hingga
Thana sejauh 20 mil. Kemudian dibangun sistem komunikasi modern seperti telegraf dan pos.
selain itu Dalhousie juga memberlakukan undang-undang yang memperbolehkan janda-janda
Hindu menikah kembali. Dalhousie pensiun dari jabatannya tahun 1856. Meskipun banyak
melakukan kemajuan signifikan di India, Dalhousie tidak luput dari kekurangan yaitu
diantaranya orang-orang Hindu merasa dicampuri urusannya mengenai keagamaan.
Selanjutnya Dalhousie digantikan oleh Lord Canning (1856-1858). Pada masa Canning
ini banyak terjadi pemberontakan oleh rakyat India. Keberadaan Inggris mulai goyah dan
akhirnya Kumpeni Inggris India dibubarkan dan digantikan Pemerintah Kolonial Inggris.
Dengan begitu, India sebagai negeri koloninya semakin erat dalam genggaman Inggris.
Pada saat yang sama, pihak EIC mengalami kerugian karena penyelenggaraan dan tata-
kelola administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus tetap memberi
jaminan kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian, sekaligus memenuhi kebutuhan istana
ini, EIC memungut pajak yang tinggi, ketat, dan cenderung kasar terhadap rakyat. Tindakan
ini menimbulkan rasa tertekan dalam diri rakyat India, baik yang beragama Hindu maupun
Islam sehingga mereka berusaha bangkit untuk melawan dan melakukan pemberontakan.
Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk memimpin perlawanan, sekaligus menjadi
simbol perjuangan dalam rangka mengembalikan kekuasaan Dinasti Mughal di India. Jadi,
terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuasaan Inggris pada Mei 1857 M. Namun,
perlawanan rakyat India dapat dipatahkan dengan mudah karena Inggris mendapat bantuan
dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan muslim. Karena itu, berakhirlah sejarah
kekuasaan Dinasti Mughal di India.[16]
Setelah Dinasti Mughal jatuh, tahun 1857 M India berada di bawah kekuasaan Inggris
yang menegakkan pemerintahannya di sana. Lord Canning menjadi raja muda dan gubernur
jenderal pertama. Salah satu hal terpenting yang dilakukan orang-orang Inggris setelah berhasil
menumpas pemberontakan tersebut adalah melaksanakan reorganisasi kekuatan militer di
India. Langkah ini dilakukan untuk menyatukan kekuatan Inggris ke dalam angkatan

16 Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 197, Jilid III, hlm. 164.

12
bersenjata Inggris saat di bawah kekuasaan nominal mahkota. Kondisi demikian akan menjadi
jaminan bahwa angkatan bersenjata India akan menjadi angkatan imperial.[17]
Mereka pun secara resmi mulai menghapuskan imperium Dinasti Mughal dan EIC,
serta mengonsolidasikan rezim di India. Inggris mulai menyempurnakan pemberlakuan
beberapa kitab hukum seperti kitab hukum pidana tahun 1860, Undang-undang pidana dan
prosedur Sipil tahun 1861, dan mereorganisir system administrasi peradilan. Rentang waktu
1871-1882, mereka menciptakan sistem financial modern, membentuk beberapa provinsi yang
mempertanggungjawabkan pendapatan dan pembelanjaan mereka. Pasukan militer
diorganisasikan kembali dengan proporsi antara bangsa Inggris dan tentara yang semula satu
berbanding lima menjadi satu berbanding dua. Langkah ambisius yang dilakukan oleh
kolonialis Inggris dari aspek social-budaya adalah bahwa Inggris mulai memperkenalkan
bahasa Inggris dan system pendidikan Barat. Inggris juga mulai melakukan intervensi terhadap
persoalan poligami, perbudakan, kebebasan wanita, sistem kasta, dan beberapa praktek
keagamaan masyarakat muslim dan Hindu. Tegasnya, pemerintahan imperial Inggris telah
banyak melakukan campur tangan (intervensi) terhadap pelaksanaan hukum muslim dan
melakukan praktek Kristenisasi.[18]
Jadi, tepatlah jika dikatakan bahwa sejak paruh kedua abad sembilan belas, pemerintah
imperial Inggris telah melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi berhubungan erat dengan
kegiatan kolonialisasinya di India. Mereka juga megeluarkan kebijakan-kebijakannya,
terutama sekali yang terkait dengan tata aturan hukum, seperti tata hukum di India yang untuk
pertama kali dibagankan pada 1834 oleh Macaulay, pada 1860, ditetapkan sebagai hukum yang
pasti. Prosedur hukum bagi penjahat dan sipil digulirkan pada 1861. Pada tahun yang sama,
penyatuan system peradilan yang menggabungkan antara pengadilan tertinggi dan adalats
(pengadilan) di negara tersebut juga mulai diberlakukan. Pada 1861, peraturan dalam
pencalonan para anggota tidak resmi dewan legislative gubernur jenderal mulai
dilaksanakan.[19]
Pada 1864, Jaames Wilson dan Samuel Laing berhasil membangun perekonomian yang
besar di bidang militer dan anggaran belanja sipil seiring dengan diperkenalkannya pajak

17 Ajid Thohir dan Ading Kusdiana, Islam Asia Selatan, Humaniora, Bandung. 2006 hlm. 162.
18 Ibid, hlm. 162.
19 Ibid, hlm. 163.

13
penghasilan dan jenis pajak lainnya. Pada 1871, desentralisasi financial yang menjadikan
pemerintah provinsi otonom lebih bertanggung jawab atas finansialnya mulai diberlakukan di
seluruh wilayah. Cara ini, secara gradual, diperluas sampai 1882 sehingga pemerintah
provinsi-provinsi mendapatkan bagian dalam pajak dari pemberian yang ditentukan oleh
bendahara pusat. Karena itu, pada masa wakil pemerintahan Lord Lytton (1876-1880), Sir John
Sthrachy, Menteri Keuangan pemerintah imperial Inggris di India mampu mengontrol sumber-
sumber pasokan dan menghapus anakronisme keuangan. Lalu, pada masa Lord Ripon (1880-
1884), tepatnya pada 1882, melalui Undang-Undang Ilbert yang dikeluarkan hakim-hakim
senior India untuk menguji-coba kasus-kasus criminal yang terjadi yang di dalamnya orang
Inggris terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Inilah keadaan politik di Anak Benua
India hingga akhir abad Sembilan belas. Jelasnya, dalam rentang waktu setengah abad,
berdasarkan kebijakan-kebijakan yan dikeluarkannya, secara politis, orang-orang Inggris telah
berhasil membentuk system birokrasi imperial terbesar dalam sejarah bangsa India.[20]

1. Dampak Kolonialisme Inggris Bagi India


Kehadiran Inggris serta keberadaan Kolonialisme di India tentu membawa banyak
dampak terutama bagi India sendiri yang secara langsung dikunjungi bangsa Eropa Tersebut.
Dalam pengklasifikasikan dampak ini, India mendapat dampak dominan yakni yang berupa
negatif dan positif. Tentu kedua dampak ini sangat berhubungan satu sama lain.
Dalam bidang sosial-budaya, seperti karena banyaknya terjadi konflik atau kerusuhan
antara rakyat India dengan Koloni Inggris yang sedang berkuasa. Tidak hanya itu pemerintah
Inggris begitu membeda bedakan berdasakan ras dan kelompok sosial, sehingga diskriminasi
terjadi tak terelakkan lagi. Dibidang Agama yaitu Inggris seolah menganakemaskan penduduk
yang beragama Kristen dan menganaktirikan penduduk yang beragama Islam.
Inggris mendukung dan terus mengembangkan dalam hal penyebarluasan agama
Kristen bahkan dibuka dalam lembaga pendidikan. Setelah itu beranjak ke agama Hindu,
Inggris mulai mengikutcampurkan dalam hal proses atau adat dalam kegiatan keagamaan.
Yang terakhir yaitu yang terjadi pada muslim di India yang begitu miris. Penduduk dengan
agama Islam bahkan tidak ada yang boleh masuk atau bekerja dalam lembaga pemeintahan

20 Ibid, hlm. 163-164.

14
ataupun pendidikan. Muslim-muslim tersebut diperkerjakan hanya sebagai pelayan dan buruh
rendahan oleh pemerintah Inggris.
Meski masa Kolonialisme Inggris banyak meninggalkan dampak negatif, tentu juga
masih ada dampak positif yang masih ada. Antara lain adalah dari warisan infrastruktur
peninggalan berupa bangunan dibidang pemerintahan, pendidikan dan lain sebagainya.
Warisan peninggalan itu tentu nantinya dapat dimanfaatkan sendiri oleh rakyat India.
Sedangkan dibidang pendidikan juga telah disebutkan sebelumnya bahwa Inggris mulai
mendirikan lembaga pendidikan dengan Universitas Calcutta sebagai Universitas pertama
yang didirikan. Dari Universitas tersebut selanjutnya juga makin menjalar dibangun
Universitas di tanah India.
Dari lembaga pendidikan inilah mulai adanya kesadaran dari golongan terpelajar India
mengenai nasionalisme dan kemerdekaan negara. Tidak hanya itu para individu-individu
berpendidikan tinggipun terlahir dan tercipta dari sana. Banyak diantara kaum elite yang
berpendidikan tinggi tersebut bekerja dikantor pemerintahan dan administrasi milik Inggris.
Yang terakhir yakni warisan dibidang administrasi-politik yaitu terciptanya
pemerintahan yang tertata secara rapi dan sistematis yang nantinya diterapkan oleh rakyat
India. Disusul kemudian warisan dibidang sosial-ekonomi yaitu perkembangan dibidang
perhubungan yakni kereta api dan pengelolaan irigasi Sungai Indus dan Gangga, UU perburuan
dan lainnya.

D. Kesimpulan
Kemunduran Kasultanan Mughal memberi peluang untuk berkembangnya EIC di
India. Tidak hanya berurusan dengan perdagangan saja namun juga ikut berurusan dalam
urusan perpolitikan India. Secara tidak langsung EIC menjadi penguasa sekaligus menjadi
lembaran awal kolonialisme Inggris di India. Tokoh dibalik berkembangnya kolonialisme
Inggris di India antara lain seperti Robert Clive, Warren Hastings, Wellesley.
Disamping usaha kolonialismenya, Inggris juga membawa pembaharuan-pembaharuan
berbagai bidang di India. Pembaharuan di bidang sosial, politik, pendidikan, transportasi,
bahkan teknologi seperti irigasi juga dilakukan walaupun memang untuk kepentingan Inggris.
Namun, adanya pembaharuan-pembaharuan tersebut juga menimbulkan kekecewaan bagi

15
masyarakat Hindu maupun Islam di India. Selain itu, pencaplokan wilayah juga dilakukan
Inggris dan akhirnya wilayah kekuasaan Inggris di India semakin luas.
Sebenarnya, proses penguasaan Inggris itu sendiri di Anak Benua India berawal dari
pencaplokan Bengal pada 1757, yakni ketika kekuatan Siraj al-Daula dengan mudah bisa
dikalahkan dalam peperangan Plassey. Kemenangan ini sangat penting artinya bagi
pertumbuhan kekuatan Inggris di India karena dengan kemenangan itulah Inggris
mengukuhkan diri sebagai penguasa de facto yang tidak terkalahkan di Bengal. Setelah Dinasti
Mughal jatuh, tahun 1857 M India berada di bawah kekuasaan Inggris yang menegakkan
pemerintahannya di sana. Lord Canning menjadi raja muda dan gubernur jenderal pertama.
Salah satu hal terpenting yang dilakukan orang-orang Inggris setelah berhasil menumpas
pemberontakan tersebut adalah melaksanakan reorganisasi kekuatan militer di India.
Ketika bangsa Inggris melakukan kolonisme dan imperialisme di India. Wilayah itu
mengalami perubahan besar baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Dalam bidang
politik terjadi perubahan pada sistem pemerintahan model kolonial. Sedangkan dalam bidang
pendidikan, banyak sekali orang-orang India yang disekolahkan di Eropa. Setelah lulus,
mereka dikembalikan lagi ke negara asalnya. Dengan harapan mereka akan mempunyai pola
pemikiran model Eropa dan akan berpengaruh kepada lingkungan masyarakatnya.

Daftar Pustaka

Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar


Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004

Ajid Thohir dan Ading Kusdiana, Islam Asia Selatan, Humaniora, Bandung. 2006

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1993

B. Musidi, INDIA Sejarah Ringkas dari Prasejarah sampai Terbentuknya


Bangladesh, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2012
Hamka. Sejarah Umat Islam Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang. 1975

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004

Kusdiana, Ading. Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung: Pustaka
Setia. 2013
Samsul Munir Amin, Sejarah Pradaban Islam, Jakarta: AMZAH, 2013

16

Anda mungkin juga menyukai