Referensi
1.
2.
Gelar kebangsawanan
Jabatan baru
Keamiran Kordoba di
Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Setelah menggulingkan Daulah Umayyah yang telah berkuasa selama
90 tahun, orang-orang Abbasiyah mengeluarkan perintah pada tahun 750 M untuk mengikis
habis orang-orang yang ada kaitannya dengan Dinasti Umayyah. Mata-mata pun disebar ke
seluruh pelosok negeri unuk mencari jejak mereka. Hanya segelintir orang yang selamat dari
tebasan pedang tentara Abbasiyah. Di antaranya seorang pemuda berusia 19 tahun, yaitu
Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik.
Ia lari dari Irak, mengarungi gurun Syria menuju Palestina. Kemudian menyeberangi gurun
Sinai ke Mesir, lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia (Spanyol) yang
telah ditaklukkan oleh nenek moyangnya dari Dinasti Umayyah.
Abdurrahman memasuki Andalusia hanya diikuti oleh 400 budak yang setia pada Bani
Umayyah. Ada yang mengatakan, ketika dia mendarat pada 755 M, pasukan tentara Syam
menghadiahkan seorang budak perempuan yang sangat cantik. Ketika melihat dan
memerhatikan kecantikannya, dia berkata, Sesungguhnya hati dan mata ini telah sepakat.
Jika aku meninggalkan perempuan ini, maka berarti aku telah menzaliminya. Namu jika aku
sibuk dengan perempuan ini, maka aku menzalimi kepentinganku. Karena itu, aku tidak
memerlukannya. Kemudian dia mengembalikan perempuan itu kepada mereka.
Tatkala barisan tentaranya dirasakan sudah banyak pengikutnya, Abdurrahman mulai
merangkak menyerang Cordoba. Dia berhasil menaklukkan kota itu dan menjadikannya
sebagai ibukota kerajaan. Namun tak lama setelah itu Andalusia dilanda pergolakan terusterus yang dipelopori oleh orang Yamaniyun (Arab Selatan) dan bangsa Barbar.
Pada saat yang sama, Khalifah Al-Manshur mengirimkan bala tentaranya yang terdiri dari
para budak belian yang setia kepada Daulah Abbasiyah untuk mengembalikan Andalusia ke
tangan mereka. Lagi-lagi, Abdurrahman mampu memadamkan berbagai pergolakan tersebut,
serta memukul mundur tentara Al-Manshur.
Tatkala Harun Ar-Rasyid memegang kendali pemerintahan di Baghdad, Charlemagne (Raja
Prancis), dengan leluasa memerangi musuhnya di Andalusia, karena Harun Ar-Rasyid sedang
memerangi Byzantium, musuh Charlemagne. Raja Prancis itu menyeberangi gunung Brawns
untuk menyerang Abdurrahman. Namun karena ada berita kekacauan yang melanda
imperiumnya, dia terpaksa kembali lagi dan urung menyerang Andalusia.
Kekalahan Prancis membuat Abdurrahman Ad-Dakhil tenang. Tatkala memasuki Andalusia,
ia menemukan bahwa tentaranya telah diatur sesuai dengan cara yang berlaku dalam kabilah
Badui. Dia kemudian membangun angkatan bersenjata yang teratur yang jumlahnya tidak
kurang dari empat puluh ribu personil. Dia sadar bahwa Andalusia sangat mungkin diserang
dari tiga arah di lautan. Oleh sebab itu, dia kemudian membangun armada perang laut yang
tergolong sebagai armada yang pertama kali di Andalusia. Armada inilah yang pada zaman
Abdurrahman III menjadi armada perang laut terkuat di Barat dan Laut Tengah.
Pada zamannya pula, Andalusia mencapai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, dan
perkembangan peradaban yang sangat pesat. Tampaknya dia telah menyiapkan hal itu dalam
masa yang cukup lama. Suatu kemajuan yang belum pernah dicapai oleh Andalusia
sebelumnya. Cordoba bersaing dengan Konstantinopel dan Baghad dari segi kemegahan,
kemewahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Cordoba dikenal sebagai
Pengantin Andalusia dan Permata Dunia.
Tiga tahun sebelum meninggal dunia, Abdurrahman merenovasi dan memperluas bangunan
Masjid Cordoba. Atapnya disangga oleh tiang-tiang besar yang berjumlah 1293 tiang. Dia
laksana Kabah kaum Muslimin di dunia Islam bagian barat. Hingga kini masjid itu masih
berdiri megah. Ia termasuk tempat yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan
setelah Istana Al-Hamra, sebagai peninggalan sejarah yang menarik.
Selain itu, Abdurrahman juga dikenal sebagai seorang penyair dan orator ulung. Meskipun
sejarah menyebutkan bahwa dia adalah pemuda terusir, namun dengan ketegaran dan
kemauan kerasnya ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II yang mampu bertahan hingga
1031 M. Dia mampu mengatasi serangan dari dua kekuatan besar di Timur dan Barat, Harun
Ar-Rasyid dan Charlemagne.
Setelah memerintah selama 32 tahun, Abdurrahman Ad-Dakhil meninggal pada 172 H dalam
usia 61 tahun. Dari seorang pelarian politik, ia menjadi penguasa yang disegani kawan dan
lawan.
KISAH bagaimana Abdurrahman Ad-Dkahil meninggikan Islam di tanah eropa terbilang luar
biasa.
Kala itu, Abdurrahman yang saat itu berusia 19 tahun harus kabur dari istana saat keluarganya
dari Dinasti Umayyah dihancurkan oleh Dinasti Abbasiyah. Pemuda yang mempunyai nama
lengkap Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik sempat lari dari Irak,
mengarungi gurun Syria menuju Palestina. Kemudian menyeberangi gurun Sinai ke Mesir,
lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia (Spanyol) yang telah ditaklukkan
oleh nenek moyangnya dari Dinasti Umayyah.
Saat di perjalanan, Abdurrahman diikuti oleh 400 budak yang setia pada Bani Umayyah. Ada
yang mengatakan, ketika dia mendarat pada 755 M, pasukan tentara Syam menghadiahkan
seorang budak perempuan yang sangat cantik. Namun, Abdurrahman mengembalikan
perempuan itu kepada mereka.
Abdurrahman dikenal sebagai orang yang cerdas dan berani. Ia memilih menaklukan Spanyol
daripada harus merebut kembali kekuasaan khalifah dari tangan Abbasiyah. Dengan pasukan
yang dihimpunnya selama perjalanan, ia kemudian memilih menyerang Cordoba. Dia
berhasil menaklukkan kota itu dan kemudian menjadikannya sebagai ibu kota kerajaan.
Sayangnya, sejumlah orang dari bangsa Yamaniyun (Arab Selatan) tidak menghendaki
Abdurrahman menjadi pimpinan mereka. Bersama sejumlah orang barbar, mereka pun
melakukan pemberontakan.
Ancaman terhadap Abdurrahman pun tidak hanya dari kalangan sendiri, Khalifah Al Manshur
yang mendirikan Dinasti Abbasiyah pun tak luput mengancam Abdurrahman. Beberapa kali
Khalifah Al-Manshur mengirimkan bala tentaranya yang terdiri dari para budak belian yang
setia kepada Daulah Abbasiyah untuk mengembalikan Andalusia ke tangan mereka. Lagilagi, Abdurrahman mampu memadamkan berbagai pergolakan tersebut, serta memukul
mundur tentara Al-Manshur.
Laporkan iklan?
Ancaman terhadap Abdurrahman tidak hanya dari Dinasti Abbasiyah. Kaisar Romawi yang
bertahta di Prancis, Charlemagne juga beberapa kali menyerang Cordoba. Namun berkat
kesigapan dan keterampilan Abdurrahman dalam memimpin, pasukan Romawi bisa dipukul
balik.
Abdurrahman pun kemudian membangun angkatan bersenjata yang teratur yang jumlahnya
tidak kurang dari empat puluh ribu personel. Dia sadar bahwa Andalusia sangat mungkin
diserang dari tiga arah di lautan. Oleh sebab itu, dia kemudian membangun armada perang
laut yang tergolong sebagai armada yang pertama kali di Andalusia. Armada ini menjadi
armada perang laut terkuat di Barat dan Laut Tengah.
Abdurrahman pun tak hanya cakap dalam memimpin pasukannya. Di bawah kekuasaanya,
Andalusia mencapai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, dan perkembangan peradaban
yang sangat pesat. Suatu kemajuan yang belum pernah dicapai oleh Andalusia hingga saat ini.
Cordoba bersaing dengan Konstantinopel dan Baghdad dari segi kemegahan, kemewahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Cordoba kemudian dikenal di barat sebagai
sebagai Permata Dunia.
Tiga tahun sebelum meninggal dunia, Abdurrahman merenovasi dan memperluas bangunan
Masjid Cordoba. Atapnya disangga oleh tiang-tiang besar yang berjumlah 1293 tiang.
Bangunan ini laksana Kabah kaum Muslimin di dunia Islam bagian barat. Hingga kini
masjid itu masih berdiri megah. Ia termasuk tempat yang paling banyak dikunjungi oleh para
wisatawan setelah Istana Al-Hamra, sebagai peninggalan sejarah yang menarik.
Selain itu, Abdurrahman juga dikenal sebagai seorang penyair dan orator ulung. Meskipun
sejarah menyebutkan bahwa dia adalah pemuda terusir, namun dengan ketegaran dan
kemauan kerasnya ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II yang mampu bertahan hingga
1031 M.
Setelah memerintah selama 32 tahun, Abdurrahman Ad-Dakhil meninggal pada 172 H dalam
usia 61 tahun. Abdurrahman layak disebut Rajawali Quraiys, dari seorang pelarian politik
menjadi penguasa Andalusia. [irma/islampos/daulahislam]
menjadi khalifah. Sebuah baiat yang tidak disetujui banyak pihak, sehingga
kekuasaannya tidak efektif karena lemah. Ibrahim akhirnya memakzulkan dirinya
sendiri dan membaiat Mirwan ibn Muhammad wali empat wilayah besar, yaitu;
Armenia, Kaukasus, Azerbaijan dan Mosul, yang memiliki pengaruh kuat sebagai
khalifah.
Mirwan ibn Muhammad berkuasa selama lima tahun sepuluh bulan, dari tahun
744-750 M. Ia adalah khalifah Daulah Bani Umayyah yang ke-14, sekaligus yang
terakhir. Ia seorang panglima perang yang terkenal gagah perkasa dan penguasa
yang cakap dalam mengurusi wilayah yang diperintahnya. Akan tetapi ketika
dibaiat menjadi khalifah, ia harus menghadapi suasana yang penuh kemelut dan
pemberontakan di dalam masa kekuasaannya sehingga keberadaannya lebih
banyak
di
medan
perang
daripada
di
ibukota.
Banyak kota melakukan pemberontakan, seperti kota Emessa, Ghouta, dan
Palestina, serta yang terbesar adalah kota benteng Qinnisrin Syiria Utara di
bawah kepemimpinan Sulaiman ibn Hisyam yang berkekuatan 70.000 orang.
Pemberontakan pun terjadi di Irak yang dilancarkan oleh sekte Khawarij, dan
dilakukan
pula
oleh
keluarga
keturunan
Ali
ibn
Abi
Thalib.
Yang terakhir, adalah pemberontakan Panglima Abu Muslim al-Khurasani yang
bergulir menjadi sebuah revolusi besar menggantikan kepemimpinan Bani
Umayyah menjadi Daulah Bani Abbasiyyah. Pasukan revolusi di bawah
kepemimpinan Panglima Abu Muslim al-Khurasani berhasil menguasai seluruh
wilayah Khurasan, lalu Iran dan kemudian menuju Irak menghancurkan kekuatan
pasukan Mirwan. Mirwan akhirnya kalah dan dijatuhi hukuman mati. Kematian
Mirwan menandai akhir Daulah Bani Umayyah, dan Khalifah Abdul-Abbas asSaffah
menjadi
khalifah
pertama
Daulah
Bani
Abbasiyyah.
Abdurrahman
ad-Dakhil,
Memasuki
Andalus
Tumbangnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah di Damaskus berakhir dengan
tragis. Terjadi pembunuhan masal dan pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga
Bani Umayyah yang dilakukan oleh pasukan Abu Muslim al-Khurasani atas
perintah
Abdul-Abbas
as-Saffah.
Abdurrahman yang saat itu baru berusia 22 tahun sempat lolos dari upaya
pembunuhan. Pada saat ia lari dan bersembunyi di perkampungan Badwi di tepi
sungaui Eufrat, pasukan Bani Abbasiyyah berhasil menemukannya. Ia melarikan
diri dengan cara berenang menyeberangi sungai. Malangnya, adiknya yang saat
itu bersamanya tidak pandai berenang, akhirnya tertangkap dan kemudian
terbunuh, jadilah Abdurrahman satu-satunya pangeran dari keluarga Bani
Umayyah
yang
selamat.
Bersama pendampingnya yang setia, Baddar, Abdurrahman menyusuri gurun
menghindari kejaran pasukan Bani Umayyah. Kehidupannya berbalik seratus
delapan puluh derajat dibandingkan saat ia masih hidup di istana yang mewah
dan senantiasa dilayani serta dihormati. Kini hidupnya terlunta-lunta sebagai
seorang pelarian dan nyawa senantiasa terancam oleh pihak-pihak yang
mengejar
dan
mengetahui
jejaknya.
Tetapi sejarah mencatat, bayangan kemakmuran dan keagungan Bani Umayyah
di masa kakeknya, Hisyam, berkuasa, senantiasa lekat dalam ingatan
Abdurrahman dan selalu bergelora di dalam dadanya untuk kembali
diwujudkannya.
Ia pun mempelajari kelemahan-kelemahan kepemimpinan yang dilakukan
khalifah-khalifah Bani Umayyah sebelumnya. Sedangkan penderitaan di masa
pelarian dan pengejaran yang dialaminya, serta upaya penyusunan kembali
kekuatan selama hampir enam tahun kemudian menjadi sekolah kepemimpinan
terbaik dalam hidupnya. Semua itu menempa kesabaran, kekuatan, ketegaran
dan keberanian, serta jiwa kepemimpinan dalam dirinya. Kelak, ketika impiannya
terwujud di belahan dunia Islam lain yang terletak di Benua Eropa, jejak-jejak
hasil tempaan di masa pelarian menjadi pondasi yang kokoh membangun Daulah
Umayyah yang baru, yang tak kalah dengan yang dibangun kakek moyangnya.
Sepanjang pelariannya, Abdurrahman dan Baddar, melewati Mesir melalui jalan
berliku, menghindari kota-kota, kemudian melintasi bukit-bukit batu dan sahara
tandus menyelamatkan dirinya ke kota Barca di Libya. Berdiam di situ berbulan
lamanya dengan menyamar. Ketika suasana menjadi tidak kondusif lagi, karena
pengaruh kekuasaan Bani Abbasiyyah mulai menguasai kota itu, mereka keluar
menyusuri Afrika Utara hingga akhirnya tiba di kota Meknes di dalam wilayah
Maghribi
(Maroko).
Wilayah Maghribi pada masa itu masuk ke dalam wilayah Andalus, tunduk
kepada Emir Andalusia yang berkedudukan di Toledo. Inilah untuk pertama
kalinya seorang pangeran dari Bani Umayyah menjejakkan kakinya ke dalam
wilayah kekuasaan Andalus. Karena itulah, Abdurahman kelak dikenal dengan
Ad-Dakhil, yang berarti Masuk, yaitu masuk ke wilayah Andalus.
Abdurrahman ad-Dakhil dan Baddar menyamar dan bergerak di bawah tanah
selama hampir enam tahun lamanya. Dari kota Meknes itu keduanya akhirnya
pindah ke kota pelabuhan Melilia di dekat kota Ceuta, di pesisir Lautan Tengah,
menghadap
semenanjung
Iberia.
Adanya konflik tajam antara suku Yamani dan suku Mudhari dipandang sebagai
kesempatan emas untuk masuk ke dalam wilayah Andalus. Abdurrahman adDakhil mengirim Baddar untuk menghubungi tokoh-tokoh besar yang diharapkan
dapat mendukungnya. Juga mantan pejabat-pejabat Umayyah yang telah dipecat
dan
masih
tinggal
di
Andalus.
Misi Baddar sukses. Ia berhasil menjalin kontak dan kesediaan dukungan dari
kalangan suku Yamani bagi Abdurrahman ad-Dakhil untuk merebut Andalus. Pada
tahun 756 M, di kota Melilla, mereka kemudian berbaiat dan janji setia dalam
perjuangan di bawah Abdurrahman ad-Dakhil. Bersama-sama mereka
menyebrangi
selat
Gibraltal.
Melihat kekuatan dan pengaruh Abdurrahman ad-Dakhil, tokoh-tokoh pembesar
di sekitar wilayah Andalus turut berbaiat, diikuti pula oleh wali dan tokoh-tokoh
kota Sevilla. Dengan dukungan yang semakin besar, Abdurrahman ad-Dakhil dan
pengikutnya menuju kota Sidonia dan Moror, di kedua kota ini Wali beserta
pembesar lainnya pun mengangkat baiat. Selanjutnya mereka menuju Kordoba,
dan
disambut
oleh
pembesar-pembesar
Yamani.
Emir Yusuf ibn Abdurrahman al-Fihri, penguasa wilayah Andalus yang tengah
berusaha memadamkan kerusuhan di perbatasan utara, begitu mendengar
gerakan Abdurrahman ad-Dakhil kemudian berbalik menuju ibukota Toledo dan
berupaya mengumpulkan pasukan besar untuk mengatasi Kordoba. Tetapi
penduduk Kordoba dengan gagah berani menolak kedatangan utusan Emir Yusuf
al-Fihri
yang
meminta
mereka
untuk
taat
kembali.
Saat itu Abdurrahman ad-Dakhil juga telah mendapat baiat dari penduduk Kota
Malaga di pesisir timur Andalus, juga dari penduduk kota Ronda dan Xeres.
Gerakan Abdurrahman ad-Dakhil pun tambah membesar dengan dukungan
pembesar-pembesar suku Mudhari. Dengan dukungan penduduk kota-kota yang
telah berbaiat dan dua suku besar di Andalus, yaitu Yamani dan Mudhari, maka
kekuatan
Abdurrahman
ad-Dakhil
menjadi
mustahil
terkalahkan.
Kini Emir Yusuf al-Fihri hanya didukung oleh sukunya sendiri al-Fihri dan suku
Kaisi, serta sepasukan tentara yang mengiringinya. Tak pelak lagi, ketika pecah
perang saudara di depan kota benteng Kordoba, Emir Yusuf al-Fihri mengalami
kekalahan telak dan melarikan diri ke kota Granada. Dari sana ia memohon
damai dan menyatakan tunduk kepada Abdurrahman ad-Dakhil. Ia pun diampuni
dan
tetap
berhak
tinggal
di
Kordoba.
Setelah Yusuf al-Fihri kalah, Abdurrahman ad-Dakhil menerima kekuasaan
wilayah Andalus dalam pangkuannya. Dukungan dari kota-kota lain selanjutnya
mengalir memperkuat kedudukannya sebagai Emir Andalus yang baru.
Mengatasi Tantangan, Membangun Daulah Umayyah yang Baru
Abdurrahman ad-Dakhil setelah menjadi penguasa Andalus, menolak untuk
tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan
Abbasiyah telah membunuh sebagian besar keluarganya. Pada tahun 763 M, ia
menyatakan bebas dari kekuasaan Abbasiyyah di Baghdad, meskipun demikian
ia tidak mengumumkan dirinya sebagai khalifah hingga dirinya dipanggil Amirul
Mukminin tetapi cukup dengan panggilan Amir saja, begitupun penguasapenguasa berikutnya yang menggantikannya. Baru pada masa Abdurrahman III
yang naik takhta pada tahun 912 M, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah
pada tahun 929 M. Inilah masa puncak keemasan Daulah Umayyah di Andalus,
sebaliknya Daulah Abbasiyyah mengalami penurunan. Ibarat pepatah, Daulah
Umayyah
tenggelam
di
Damaskus,
terbit
kembali
di
Andalus.
Selama 32 tahun Abdurrahman ad-Dakhil berkuasa, silih berganti tekanan
datang dari pihak Bani Abassiyyah, maupun dari kalangan tokoh muslim lain
yang tidak menyukainya. Juga terjadi peperangan besar dengan pihak Kristen
yang akhirnya malah memperteguh kekuasaannya di wilayah Andalus.
Tercatat dalam sejarah, tahun 763 M, mantan wali Andalus Yusuf Al Fihri yang
ditetapkan menjadi Amil (penguasa daerah) Toledo berkhianat, tapi berhasil
dipadamkan, dan Yusuf al-Fihri mendapat amnesti, dengan tinggal di Kordoba
menjadi warga biasa. Di tahun itu pula, Amir Alla al-Mughiz al-Yahsibi, penguasa
Daulah Abbasiyyah di wilayah Afrika, membawa balatentaranya menyusuri Afrika
Utara menyeberangi selat Jabal Thariq (Gibraltar) untuk memulihkan kekuasaan
Abassiyyah dalam wilayah Andalus, tetapi mereka dikalahkan oleh pasukan
Abdurrahman
ad-Dakhil
di
luar
kota
Sevilla.
Selain itu, terjadi pemberontakan dan perusuhan yang dilakukan Syakkana ibn
Abdil Wahid di pesisir timur Andalus pada tahun 773 M, berikutnya oleh
kelompok suku Yamani di Sevilla pimpinan Abdul Ghaffar dan Haiwat ibn Malabis
tahun
774
M.
Gerakan Abassiyyah mencoba kembali menggoyang kekuasaan Abdurrahman
ad-Dakhil melalui Abdurrahman ibn Junaib al-Fihri pada tahun 776 M, terakhir
Referensi :
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akarakar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004 ).
Joesoef Souyb, Sejarah Daulat Umayyah di Damaskus , (Jakarta: Bulan Bintang,
1977)
__________ , Sejarah Daulat Umayyah di Cordova , (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)
Richard Fletcher, The Cross and The Crescent, Edisi Indonesia; The Cross and The
Crescent: Riwayat tentang perjumpaan awal umat Muslim dan Kristen, cet. 1
(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2007)
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam
dan Pemikiran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996).
Namun tidak sampai seratus tahun kemudian karena rajanya yang lemah Andalusia terpecahpecah menjadi lebih dari 20 kerajaan kecil yang terpencar-pencar ( taifa atau muluk thawaif )
hingga sedikit demi sedikit jatuh ke tangan raja Kristen Spanyol. Ini dikarenakan kerajaankerajaan tersebut selalu bertikai, saling fitnah dan selalu dalam peperangan antar mereka
sendiri. Meskipun secara ekonomi, sains dan peradaban mereka maju pesat.
Kelihatannya mereka lupa pada hadits tentang pentingnya kesatuan, persaudaraan dan
silaturahmi. Padahal dalam shalat berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam dan
hukumnya setengah wajib bagi kaum lelaki ini terutama ketika Isya dan Subuh tersirat
hikmah betapa pentingnya persatuan dan kesatuan pimpinan.
Abdullah bin Umar RA mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: Orang muslim adalah
saudara bagi saudaranya yang lain, tidak berbuat zalim kepadanya dan tidak
menghinakannya. Barang siapa peduli pada kebutuhan saudaranya, maka Allah akan
memenuhi kebutuhannya. Barang siapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, maka
Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat kelak. Dan barang siapa
menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak ..
( Hadits Riwayat Mutafakkun Alaih).
Yang dimaksud Andalusia saat ini adalah provinsi paling selatan Spanyol yang meliputi kotakota seperti Malaga, Granada, Cordoba, Sevilla, Ronda, Almeira, Marbella dll. Napak tilas
dimulai dari istana Alhambra yang dalam bahasa Arab berarti Istana Merah.
Bahkan beberapa ruang menampilkan seni yang teramat tinggi. Kaligrafi berwarna biru muda
dan putih yang dibuat di langit-langit yang tinggi sedemikian rupa hingga menyerupai sarang
lebah yang bertingkat-tingkat. Ukirannya begitu halus dan detil.
biasa mereka pergunakan untuk shalat sehari-hari tiba-tiba dijadikan rumah ibadah agama
lain. ( Dalam hati saya bertanya-tanya inikah nasib yang bakal dialami masjid Aqsho dan
Masjid Kubah Batu di Yerusalem bila kita terus saja diam membisu ketika pihak Israel
dengan diam-diam terus merangsek kedalam kedua masjid agung tersebut ?? Astaghfirullah
).
Tidak cukup itu saja, umat Islam Granada ini bahkan dipaksa meninggalkan ajaran Islam dan
berganti agama bila mereka ingin bertahan hidup dan tinggal di kota kelahiran mereka.
( click http://vienmuhadi.com/2009/08/21/menilik-jejak-islam-yang-hilang-di-eropa-1%e2%80%93-aragon/ untuk mengetahui sejarah Andalusia yang lebih lengkap). Maka
sejak saat itulah musnah sikap toleransi dan saling menghargai antar agama yang telah susah
payah dibangun umat Islam di Spanyol. Saat ini dapat kita buktikan dengan adanya
perbandingan jumlah gereja dan masjid yang ada di Indonesia yang mayoritas Muslim dan
Negara-negara Barat yang mayoritas Kristen.
Namun demikian kesedihan hati ini sedikit terobati ketika kami melewati
sebuah toko kecil yang dimiliki oleh seorang Muslimah ( awalnya terlihat dari jilbabnya).
Dari percakapan ala tarzan inilah , karena ia hanya bisa sedikit berbahasa Inggris, akhirnya
kami tahu bahwa jumlah Muslim di Granada saat ini cukup banyak. Bahkan kami juga
sempat mendengar alunan ayat suci Al-Quran yang keluar dari salah satu toko souvenir yang
berada di sepanjang jalan menuju Alhambra. Alhamdulillah.
Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan
tipu daya orang-orang yang kafir . (QS. Al-Anfal(8):18).
( Bersambung, ke Menilik Jejak Islam Di Eropa (3) Andalusia , click di sini).
Wallahualam bi shawab.
Semoga bermanfaat.
Pau France, 10 November 2009.
Vien AM.
Agar kita dapat memahami kisah masuknya Abdurrahman bin Muawiyah ke bumi Andalusia,
kita harus mundur sedikit ke belakang hingga tahun 132 H (750 M), yaitu pada kejatuhan
Daulah Bani Ummayah di Timur. Pihak Abbasiyun telah membunuh seluruh orang yang
dianggap layak menjadi khalifah dari kalangan Ummawiyun. Mereka membunuh para
pangeran, putra-putra pangeran dan cucu-cucu para pangeran tersebut, kecuali sedikit saja
yang tidak terjangkau oleh pedang-pedang mereka.
Diantara mereka yang tidak terjangkau oleh pedang-pedang Bani Abbasiyah itu adalh
Abdurrahman bin Muawiyah, cucu dari Hisyam bin Abdul Malik yang berkuasa pada tahun
105 H (723 M) hingga tahun 125 H (743 M).
Abdurrahman tumbuh besar di istana Kekhilafahan Umawiyah. Maslamah bin Abdul
Malik, sang penakluk besar, paman ayahnya, melihatnya sebagai orang yang layak
memegang kekuasaan dan kepemimpinan serta mempunyai keunggulan dan kecerdasan.
Abdurrahman mendengarkan langsung itu darinya. Hal itu tentu saja memberikan pengaruh
positif dalam dirinya, yang buahnya akan tampak beberapa waktu kemudian.
Ketika Abdurrahman memasuki masa pemudanya, kaum Abbasiyun melakukan
pemberontakan terhadap pihak Umawiyun. Mereka menyerang Ibu Kota Daulah Umawiyah
di Syam dan membunuh semua anggota kerajaan hingga tidak ada lagi orang dari pihak
Umawiyah yang berfikir untuk menjadi Khalifah. Mereka membunuh semua orang yang telah
baligh dari kalangan keluarga Bani Umawiyah, tetapi tidak membunuh kaum wanita dan
anak-anak. Ini terjadi pada tahun 132 H.
MASA PELARIAN
Abdurrahman bin Muawiyah melarikan diri dari tempat tinggalnya di desa Dier Khinan
yang termasuk dalam wilayah provinsi Qansarin di Syam, menuju salah satu desa di Irak di
tepian sungai Eufrat. Namun ternyata pelarian Abdurrahman ini di ketahui oleh pihak
Abbasiyah. Maka suatu ketika, saat ia duduk di rumahnya, tiba-tiba masuklah putranya yang
berusia empat tahun dengan menangis keras. Saat itu Abdurrahman sedang mengalami sakit
dan terbaring di sudut rumah, melihat anaknya menangis ia pun bangkit dan berusaha
menenangkan anaknya tersebut. Akan tetapi anaknya tetap saja menangis dan tidak mau
diam. Abdurrahman bin Muawiyah pun berdiri dan bermaksud untuk keluar dari rumahnya.
Ternyata di luar rumah, ia melihat sudah banyak sekali panji-panji hitam lambang Daulah
Abbasiyah, yang bahkan telah memenuhi desa tersebut. Ia pun sadar, bahwa dirinyalah yang
mereka cari-cari. Abdurrahman pun kembali mauk kedalam lalu membawa saudaranya
Hisyam bin Muawiyah dengan semua uang yang ia punya, ia meninggalkan semua kerabat
wanita dan anak-anaknya bahkan semuanya, karena ia tahu bahwa mereka tidak akan
tersentuh apapun.
Abdurrahman melarikan diri bersama saudaranya Hisyam bin Muawiyah menuju Sungai
Eufrat. Tetapi ketika mereka sampai di tepian Sungai Eufrat, keduanya berhasil terkejar oleh
pasukan Abbasiyun. Keduanya pun menceburkan diri ke sungai dan mulai berenang. Dari
Kejauhan, pasukan Abbasiyah berteriak, "Kembalilah kalian berdua. Kalian akan
mendapatkan jaminan keamanan!" Mereka bersumpah untuk itu, tapi keduanya bertekad
untuk sampai ke tepian sungai yang di seberang. Hanya saja Hisyam sudah tidak sanggup lagi
berenang hingga ia memutuskan untuk memenuhi panggilan mereka, tapi Abdurrahman terus
mendorong dan memotivasinya untuk berenang, "Jangan kembali, Saudaraku! Karena mereka
pasti membunuhmu!" Hisyam menjawab, "Mereka telah memberikan jaminan keamanan." Ia
tetap memilih untuk kembali kepada pasukan Abbasiyyun. Tapi begitu pasukan Abbasiyyun
memegangnya, mereka langsung membunuhnya di depan mata saudaranya.
Abdurrahman bin Muawiyah terus menyeberangi sungai itu tanpa bisa berbicara atau
berfikir lagi karena kesedihan yang mendalam atas terbunuhnya sang adik yang berusia 13
tahun itu. Ia kemudian berjalan menuju wilayah Maghrib, karena ibunya adalah seorang
wanita yang berasal dari suku Berber. Ia bermaksud melarikan diri menemui keluarga ibunya
di sana. Ia melalui sebuah kisah pelarian diri yang panjang dan menakjubkan, di mana ia
melintasi Syam, Mesir, Libya, dan Qairuwan.
Abdurrahman bin Muawiyah akhirnya sampai ke Burqah (Libya). Selama lima tahun
lamanya ia terus bersembunyi hingga pencarian dan pengusiran mulai tenang. Ia pun keluar
menuju Qairuwan. Pada masa itu, Qairuwan di pimpin oleh Abdurrahman bin Habib Al-Fihri
keturunan dari Uqbah bin Nafi' seorang penakluk Maghrib yang pertama. Saat itu Afrika
Utara benar-benar telah berdiri sendiri dan lepas dari Daulah Abbasiyah.
ABDURRAHMAN DAN PERJALANAN MEMASUKI ANDALUSIA
Pada tahun 136 H (753 M), Abdurrahman bin Muawiyah mulai menyiapkan perbekalannya
untuk memasuki Andalusia. Ia melakukan hal-hal berikut:
Pertama : Mengutus budaknya yang bernama Badr ke Andalusia untuk mempelajari
situasi dan mengetahui kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kekuasaan di sana. Saat itu
Andalusia menjadi ajang perebutan antara orang-orang Yaman, yang di pimpin oleh Abu AshShabah Al-Yahshuby, dan orang-orang Qais, yang di pimpin oleh Abu Jausyan Ash-Shumail
bin Hatim, dan mereka inilah yang menjadi andalan pemerintahan yang di pimpin oleh
Andalusia. Alasannya adalah karena ia masih cucu dari Hisyam bin Abdul Malik kerabat dari
Abdurrahman bin Muawiyah. Namun tawaran yang sangat begitu baiknya itu di tolak oleh
Yusuf Al-Fihri dan malah menyiapkan pasukannya untuk memerangi Abdurrahman bin
Muawiyah bersama para pendukungnya.
Maka pada bulan Dzulhijjah 138 H (Mei 756 M), meletuslah sebuah peperangan dahsyat
antara Abdurrahman bin Muawiyah dengan Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri, peperangan itu
dikenal oleh para sejarahwan dengan nama perang Al-Musharah.
Sebelum terjadinya peperangan, timbulah suara-suara sumbang dari beberapa orang Yaman
yang mengatakan, "Abdurrahman itu orang asing di negeri ini, lagi pula ia mempunyai kuda
yang besar dan kuat. Jika terjadi kekalahan, maka ia akan segera melarikan diri meninggalkan
kita menghadapi pasukan Al-Fihri seorang diri!" Ucapan itu nyatanya sampai juga ke telinga
Abdurrahman. Dengan kecerdasannya yang luar biasa yang melampaui usianya yang 25
tahun, ia pergi menemui Abu Ash-Shabah Al-Yahshuby seorang pemimpin dari kabilah
Yaman dan mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya kuda tungganganku ini sangat cepat
larinya dan membuatku tidak bisa memanah karenanya. Jika engkau berkenan, ambilah dia
dan berika keledaimu kepadaku!"
Ia pun memberikan kudanya yang cepat itu dan mengambil keledainya untuk di gunakan
dalam pertempuran. Pada saat itulah orang-orang Yaman mengatakan, "Ini bukanlah tindakan
seorang pria yang ingin melarikan diri. Ini adalah tindakan orang yang ingin mencari
kematian di medan perang!"
Setelah itu, pertempuran hebat pun berlangsung, saling serang terjadi di antara kedua belah
pihak, pada mulainya kedua pihak sama-sama kuat dan saling menunjukan kebolehan dan
keahlian seni berperangnya, namun setelah beberapa lama terjadi peperangan, akhirnya
Abdurrahman bin Muawiyah berhasil memberikan sebuah pukulan telak kepada pasukan AlFihri hingga posisi mereka sangat tidak menguntungkan, akhirnya Abdurrahman berhasil
memenangkan pertempuran dan Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri pun melarikan diri.
Dalam tradisi peperangan, sudah menjadi kebiasaan jika pasukan yang memenagkan
peperangan akan mengejar pasukan yang kalah dan melarikan diri, untuk membunuh dan
menghabisi mereka. Dengan begitu, mereka dapat memadamkan pemberontakan yang
mungkin akan terjadi setelahnya. Disaat orang-orang Yaman mempersiapkan pengejaran itu
tiba-tiba Abdurrahman melarang mereka dan mengatakan sebuah perkataan yang hingga saat
ini masih harum terdengar di telinga para muslimin, ungkapan yang menunjukan sebuah
kecemerlangan, keilmuan, pemahaman yang benar dan pemikiran yang tepat dalam
menimbang segala perkara. Ia mengatakan, "Janganlah kalian menghabisi musuh yang masih
akan kalian harapkan persahabatannya, biarkanlah mereka hidup agar suatu saat nanti kita
dapat mengahadapi msusuh yang lebih keras permusuhannya di bandingkan mereka!"
Yang ia maksudkan adalah, mereka yang hari ini memerangi kita mungkin esok akan
menjadi bagian dari pasukan kita, dan dengan begitu mereka akan menjadi penolong kita
untuk menghadapi musuh-musuh kita dari pihak kristen dan yang lainnya di Leon, Perancis
dan yang lainnya. Demikianlah Abdurrahman Ad-Dakhil adalah seseorang yang memiliki
pandangan yang sangat luas, meliputi seluruh kawasan Andalusia, bahkan meliputi wilayah
Eropa. Ia mengetahui meskipun boleh saja baginya memerangi mereka demi mempersatukan
negri itu, tetapi pada waktu yang sama, secara syar'i ia tidak dibenarkan untuk mengejar dan
membunuh mereka yang melarikan diri. Ia juga tidak boleh menyiksa mereka yang terluka
dan membunuh para tawanan mereka. Karena posisi mereka di dalam Islam adalah Al-Bughat
atau pemberontak, bukan orang musyrik. Dan hukuman untuk pemberontak dalam islam
adalah, yang melarikan diri dari mereka tidak di cari, yang tertawan tidak di bunuh, yang
terluka tidak di siksa, bahkan hartanya tidak di jadikan sebagai harta rampasan perang.
Kekalahan dalam pertempuran itu sangat hebat, sampai-sampai Abdurrahman bin
Muawiyah tidak mendapati seorang pun menghalanginya untuk sampai ke istana kekuasaan
di Cordova. Tentara-tentaranya menguasai apa yang ada di tangan pasukan Yusuf, entah itu
berupa perbekalan, persenjataan dan yang lainnya. Hanya saja ada sebagian orang yang
berusaha membalas dendam kepada Yusuf dengan merampok dan menculik istri dan anakanaknya. Mengetahui hal itu, maka Abdurrahman segera mengusir orang-orang itu,
memberikan pakaian kepada anak-anak Yusuf yang telanjang karena di rampok dan
mengembalikan hartanya yang bisa ia kembalikan. Karena hal itu banyak dari orang-orang
Yaman yang marah dan kecewa kepada Abdurrahman karena mereka tidak bisa membalas
dendam kepada Yusuf. Mereka berfikir bahwa itu dikarenakan Abdurrahman Ad-Dakhil
melindunginya karena kefanatikkannya terhadap nasabnya yang berasal dari suku Mudhar.
Abdurrahman bin Muawiyah tinggal di luar Cordova selama tiga hari untuk memberikan
kesempatan kepada keluarga Yusuf Al-Fihri mengumpulkan milik mereka dan keluar dengan
aman. Kejadian ini menjadi awal catatan sejarah kemuliaan dan keharuman namanya di
Andalusia.
ABDURRAHMAN DAN KHALIFAH ABBASIYAH
Pada tahun 756, Abdurrahman Ad Dakhil menolak kekhalifahan Abbasiyah di Damaskus dan
menjadi amir independen di Kordoba. Ia berkuasa selama 6 tahun setelah Daulah Umayyah telah
kehilangan posisi kekhalifahan di Damaskus pada tahun 750. Untuk mendapatkan kembali posisi
kekuasaan, ia mengalahkan penguasa Islam dari daerah-daerah yang menentang aturan Umayyah
dan berbagai kesultanan lokal dan bersatu menjadi emirat. Namun, unifikasi pertama al-Andalus di
bawah Abdurrahman masih membutuhkan waktu lebih dari 25 tahun (Toledo, Zaragoza, Pamplona
dan Barcelona).
Ketika Abu Jafar al-Mansur, khalifah kedua Abbasiyah, mengangkat al-Ala bin al-Mughirah menjadi
gubernur Andalusia pada tahun 761, gubernur itu ditangkap oleh Abdurrahman. Dua tahun kemudian
lehernya dipenggal, kepalanya diawetkan dengan kamper dan garam, lalu dibungkus dengan bendera
hitam. Surat pengangkatannya dimasukkan kedalam bungkusan tersebut, selanjutnya dikirim kepada
khalifah al-Mansur, yang waktu itu sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah.
Menerima kenyataan tersebut, khalifah al-Mansur memuji Allah karena dia dan Abdurrahman
dipisahkan oleh laut; jika tidak, tentu akan terjadi pertempuran yang dahsyat. Ia menjuluki
Abdurrahman sebagai Rajawali Kuraisy.
Menurut sebuah riwayat, Andurrahman pernah mempersiapkan pasukan angkatan laut untuk merebut
Suriah dari Dinasti Abbasiyah. Tetapi rencana ini gagal karena didalam negerinya muncul keributan dan
pemberontakan.
Keberhasilan Abdurrahman memadamkan pemberontakan dan gangguan musuh membuktikan dirinya
sebagai penguasa yang mempunyai kedudukan sama baik dengan penguasa-penguasa yang tangguh di
Eropa maupun dengan penguasa Abbasiyah. Ahli sejarah menilai sebagai arsitek dalam perang dan
perdamaian. Tentang kecakapannya memerintah, ia disamakan orang dengan khalifah al-Mansur, karena
ia mampu mempersatuka dan memakmurkan kehidupan rakyatnya yang berasal dari berbagai suku
bangsa, seperti Arab, Suriah, Barbar, Numidia, Arab-Spanyol, dan Goth.
Selama Abdurrahman memerintah, disamping berhasil memadamkan pemberontakan dan serangan
musuh-musuhnya sehingga negaranya menjadi stabil, ia juga berhasil membangun kepentingan rakyat,
seperti pertanian, perdagangan, dan perekonomian. Ia memperindah kota-kota; membangun salurah iar
minum yang bebas dari kotoran; membangun istana Munyatur Rusyafah di luar kota Cordoba dengan
bentuk menyerupai istana yang dibangun kakeknya, Hisyam, di timur laut Suriah; membuat dinding
disekitar kota; dan mendirikan Masjid Agung Cordoba yang kemudian terkenal sebagai pusat untuk
wilayah islam di Barat. Ia memprakarsai dan mendorong kegiatan-kegiatan intelektual, seni, dan
budaya, sehingga Spanyol dari abad ke-9 sampai abad ke-11 merupakan salah satu pusat kebudayaan
dan ilmu pengetahuan dunia di Barat, yang mempunyai kedudukan sama dengan kota Baghdad di Timur.
WAFATNYA AMIR ANDALUS, ABDURRAHMAN BIN MUAWIYAH
Abdurrahman Ad-Dakhil hidup selama 59 tahun. Sembilan belas tahun di antaranya ia lalui di
Damaskus dan Irak sebelum kejatuhan Daulah Umawiyyun, enam tahun dalam pelarian menghindari
kejaran Bani Abbasiyah dan perencanaan memasuki Andalusia, lalu 34 tahun memegang kekuasaan dan
kepemimpinan di negeri Andalusia. Beliau akhirnya meninggal dunia di Cordova dan dimakamkan di
sana pada Jumadil Ula 172 H (Oktober 788 M). Dari seorang pelarian politik, ia menjadi penguasa yang
BAB I
PENDAHULUAN
Prestasi sekaligus konstribusi Islam yang paling berharga bagi pencerahan peradaban
masyarakat Eropa. Spanyol, pintu gerbang Eropa yang oleh orang Arab Islam disebut
Andalusia, dikuasai dan menjadi basis kekuasaan Islam di benua itu selama sembilan abad.
Hingga kini, bukti-bukti zaman keemasan Islam tersebut masih dapat disaksikandan menjadi
objek wisata yang menarik para turis dari seluruh dunia[1].
Spanyol adalah sebuah negara yang pernah ditaklukkan oleh Islam untuk
mengembangkan agama Islam di negeri tersebut. Ketika Islam masuk ke negeri Spanyol,
negeri ini banyak mengalami perkembangan peradaban yang pesat baik dari kebudayaan
maupun pendidikan Islam, karena Spanyol didukung oleh negerinya yang subur dengan
penghasilan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menghasilkan para pemikir hebat. Spanyol
mengalami perkembangan pesat dalam kebudayaan dan pendidikan Islam yang dimulai
dengan mempelajari ilmu agama dan sastra, kemudian meningkat dengan mempelajari ilmuilmu akal. Karena dalam waktu relatif singkat Cardova dapat menyaingi Baghdad dalam
bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak
menarik perhatian para sejarawan[2].
Secara politis, Islam di Andalusia telah memberi rasa aman bagi kaum yang selama ini
menjadi kelompok terpinggirkan seperti orang Yahudi dan rakyat kebanyakan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendiri Dinasti Umayyah II adalah Abdurrahman al-Dakhil. Ketika dinasti Umayyah
di Damaskus tumbang oleh dinasti Abbasiyah, salah seorang keluarga Umayyah,
Abdurrahman al-Dakhil, berhasil meloloskan diri dari kejaran dinasti Abbasiyah. Dia berhasil
menyeberang ke Spanyol dan memasuki Andalusia. Saat itu, keamiran Andalusia berada di
tangan Yusuf bin Abdurrahman al-Fihr dari bani Mudar. Berkat dukungan suku Yaman yang
sebuah
pertemuan
mereka.
Setelah
di
itu,
Roncesvaltes, Abdurrahman
Abdurrahman
al-Dakhil
al-Dakhil
mampu
memperkuat
dan
Dakhil membangun beberapa benda sejarah. Beberapa benda sejarah itu adalah Mesjid Agung
Kordoba, Jembatan Sungai Guadalquivir, dan Taman Munyal ar-Rusafa.
Dalam bidang seni dan kebudayaan, Abdurrahman al-Dakhil melindungi tokoh
pujangga dan cendekiawan di dalam istananya. Di antara tokoh pujangga istananya adalah
Abi al-Mutasya, Saikh Abu Musa Hawari, Isa bin Dinar, Yahya bin Yahya, dan Said bin
Hasan.
Dalam bidang pengetahuan, Abdurrahman al-Dakhil merintis berdirinya universitas di
Kordoba, Sevilla, dan Toledo. Universitas-unuversitas tersebut menjadi sumber asli
kebudayaan Arab, non Arab, Islam, Kristen, dan Yahudi selama berabad-abad kemudian.
Abdurrahman al-dakhil juga membagi pemerintahan kedalam tiga badan, yaitu yudikatif,
perpajakan dan sipil. Dia memerintah dengan ketegasan dan keadilan hingga meninggal pada
tahun 788M. hal ini membuat wilayah kekuasaanya menjadi paling terorganisasi dengan ibu
kota paling megah di Eropa.
40 tahun.
Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II), 822-852
Abdurrahman II menggantikan Ayahnya, Hakam, dalam usia 31 tahun. Ia bergelar alAusat yang berarti yang menengah. Ia sangat dicintai rakyatnya. Selain mempunyai kemauan
keras, ia juga berwawasan luas. Hal itulah yang membuat ia menjadi amir yang berhasil.
Dalam mengatasi politik dalam negrinya, Abdurrahman II berusaha mengamankan dan
mengatasi huru-hara yang ada. Dengan demikian, jalannya pemerintahan menjadi stabil.
Perekonomian pun meningkat pesat.
Dalam mengatasi politik luar negerinya, Abdurrahman II membentuk armada laut guna
menumpas perompakan yang dulakukan bangsa Normandia dari Semenanjung Skandinavia.
Diwilayah utara, Alfonso II dari suku Leon melakukan penyerangan dengan bantuan
beberapa kabilah Kristen. Namun, semua itu dapat ditumpasnya.
Abdurrahman II sangat memperrhatikan pendidikan. Ia banyak membangun sekolah,
perguruan tinggi, dan perpustakaan besar. Pada masa itu banyak lahir intelektual dan filsuf
muslim.
Kebebasan beragama diterapkan dalam pemerintahan Abdurrahman II. Akhlak yang
demikian itu justru mendorong banyak orang Kristen yang masuk Islam. Abdurrahman II
juga mencintai kesenian dan kesusastraan. Ia melindungi seniman dan cendekiawan di
istananya. Pada masanya muncul seorang pemain musik yang terkenal, yaitu Zaryab.
Abdurrahman II juga membuat kota Kordoba menjadi Bagdad. Ia memperindah kota dengan
gedung-gedung besar, mesjid, serta air mancur.
d. Abdurrahman al-Nasir (Abdurrahman III), 912-961M
Abdurrahman III mewarisi pemerintahan yang kacau balau dari ayahnya, Abdullah. Di
seluruh penjuru negeri terjadi kekacauan dan pemberontakan. Abdurrahman III segera
mengambil
langkah-langkah
untuk
memadamkannya.
Pemberontakan-pemberontakan
Dalam menjalani kelompok agama lain abdurrahman III bersikap toleran. Gereja-gereja
diijinkan berdiri. Abdurrahman III juga mengundang semua orang dari setiap agama datang
kemesjidnya. Orang-orang kristen bebas bekerja dalam dinas kenegaraan.
Ilmu pengethuan juga berkembang pada masa itu. Ilmu-ilmu yang muncul pada masa
Abdurrahman III, antara lain
1.
2.
3.
4.
40.000 jilid. Disamping itu, banyak toko buku sehingga penduduk Kordoba hampir tidak ada
yang buta huruf.
2. Kemajuan Peradaban pada Masa Dinasti Umayyah II
Dalam kurun waktu tujuh abad Islam berkuasa di Spanyol (Andalusia), umat Islam telah
mengukir masa keemasannya di berbagai bidang. Banyak prestasi yang telah diukurnya,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia pada kemajuan yang lebih
kompleks.
a.
Kemajuan Intelektual
Sebagai negara yang subur, Spanyol telah menghasilkan banyak keuntungan secara
ekonomi. Tingkat ekonomi yang tinggi memunculkan banyak pemikir. Banyaknya pemikir itu
mengakibatkankan banyak bidang keilmuan yang menonjol di Spanyol.
1. Bidang Filsafat
Pada masa pemerintahan Muhammad bin Abdurrahman (852-866), mulai dikembangkan
minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun, usaha ini belum banyak membuahkan
hasil. Kemudian dilanjutkan al-Hakam (961-976 M). Al-Hakam berinisiatif menterjemahkan
karya-karya filsafat dalam jumlah yang besar. Hal itu membuat Kordoba dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Kemajuan ini merupakan jembatan ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn
al_Sayig. Ia lebih di kenal dengan nama Ibnu Bajjah. Ia lahir di Zaragoza dan meninggal di
Fez karena keracunan. Karya besarnya adalah an-Nafs dan Risalahal- Ittisal.
Tokoh kedua adalah Ibnu Tufail. Ia lahir di Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur
Granada dan wafat pada tahun 1185 M. Abu tufail banyak menulis tentang kedokteran,
astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hayy ibn Yaqzan.
Pada akhir abad ke-12 M, muncul seorang pengikut Aristoteles dalam bidang filsafat, yaitu
Ibnu Rusyd dari Kordoba. Ia lahir di Kordoba pada tahunn 1126 M dan meninggal pada tahun
1198 M. Ibnu Rusyd sangat berhati-hati dalam menafsirkan karya-karya filsafat Aristoteles.
Ia berusaha menyerasikan antara filsafat dan agama. Tidaklah mengherankan jika namanya
cemerlang dalam filsafat islam. Karya terbesarnya adalah Tahafut at-tahafut
2. Bidang Sains
Dalam ilmu kedokteran, kita mengenal nama-nama Wafid al-Lakhmi, Khalaf az-Zahrawi,
dan Zurh. Dikalangan wanita, kita mengenal Umm al- Hasan binti Abi Jafar dan saudara
perempuan al-Hafiz. Abul Qasim az-Zahrawi, seorang dokter bedah dan menulis buku atTasrif sebanyak 30 jilid. Ibnu Khatimah, Ahli penyakit malaria. Ammar al-Marsudi adalah
ahli mata.
Dalam ilmu astronomi, ada Abbas Ibnu Farnas yang termasyhur dalam ilmu kimia dan
astronomi. Ia orang pertama yang menemukan kaca dari batu. Selain itu, ada Ibrahim Ibnu
Yahya an-Naqqas, seorang ahli Astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadi gerhana
matahari dan lama berlangsungnya. Beliau juga berhasil membuat teropong bintang. Ahmad
ibn Kas dari Kordoba adalah seorang yang ahli dalam bidang obat-obatan.
Dalam bidang sejarah dan Geografi, Islam melahirkan banyak ilmuan terkenal. Ibnu Jubair
dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang perlawatan kenegeri-negeri muslim, seperti
Mediterania dan Sicilia. Ibnu Batutah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samuda Pasai
dan Cina. Ibnu al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada. Adapun Ibnu Khaldun
dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah dalam bukunya Muqaddimah.
3. Bidang Fikih
Dalam bidang fikih, Spanyol terkenal sebagai penganut mazhab Maliki. Mazhab ini dibawa
Ziyad ibn Abd al-Rahman. Selanjutnya, diteruskan Ibnu Yahya yang menjadi qadi (hakim)
pada massa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya, antara lain Abu Bakr ibn alQutiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi, dan Ibnu Hazm dengan karyanya al-Muhalla bi alAsar Fi Syah al-Mujalla bil Ikhtisar dan al-Hikam fil Usul Ahkam. Adapun Ibnu Rusyd,
selain sebagai ahli filsafat, ia pun ahli fikih (hukum Islam) dengan bukunya Bidayah alMujtahid wan Nihayah al-Muqtasid.
4. Bidang Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islammemiliki tokoh al-Hasan ibn Nafi yang
dijuluki Zaryab. Ia terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmunya diwariskan kepada anakanaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Lebih dari itu, ilmu itu juga diberikan kepada
para budak.
5. Bidang Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Bahkan penduduk asli pun mempergunakannya diatas bahasa mereka sendiri. Dengan
majunya bahasa Arab di Spanyol, banyak karya-karya sastra bermunculan. Misalnya, al-Iqa
al-Farid karya Ibn Aba Rabbih, az-Zakirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah karya Ibnu Bassam,
dan kitab al-Qalaid karya al-Fath ibn Khaqan.
b. Kemajuan pembangunan fisik
Banyak pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam. Jalan-jjalan dan pasarpasar dibangun sebagai pendukung perdagangan. Sistem irigasi dibangun untuk
meningkatkan pertanian. Disamping pertanian dan perdagangan, banyak indusstri yang
berkembang, seperti tekstil, kayu kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti
pembangunan kota, istana, mesjid dan taman-taman kota. Di antara bangunan yang megah
adalah Mesjid Kordoba, Kota az-Zahra, Tembok Toledo, Istana al-Mamur, Masjid Sevilla,
dan Masjid al-Hambra di Granada.
3. Penyebab Kemunduran dan Keruntuhan Peradaban pada masa Dinasti Umayyah II
Penguasa muslim yang ada saat itu tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka
hanya puas dengan upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya. Mereka membiarkan
kerajaan-kerajaan itu mempertahankan hukum dan adat istiadat masing-masing. Akibatnya,
kerajaan-kerajaan Kristen makin kuat persatuannya untuk bangkit melawan penguasa
muslim.
Keadaan itu diperparah lagi dengan lemahnya pertahanan dinasti Umayyah. Seluruh
kekuatan ditumpahkan sepenuhnya untuk ilmu pengetahuan dan mengabaikan pembinaan
pertahanan negara. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan kaum Kristen di Spanyol.
Setelah ibu kota Andalusia diduduki Barat, buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai
cabang ilmu dirampas. Kemudian, diterjemahkan ke bahasa Latin tanpa menyebutkan
pengarangnya. Bangunan-bangunan monumental dan masjid-masjid diubah menjadi gereja,
sementara kaum muslimin ditangkap dan dibunuh.
Menurut data sejarah, kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa di Spanyol berkisar 20
kerajaan. Diantaranya, Bani Ibad di Sevilla, Bani Hamud di Malaga, Bani Ziry di Granada,
Bani Hud di Zaragoza, dan yang terkenal adalah Bani Zun Nun yang menguasai kota Toledo,
Valencia, serta Mursia. Munculnya kerajaan-kerajaan kecil (Muluk al-Tawaif) itu memicu
terjadinya disintegrasi. Disebelah utara, Raja Alfonso VI dari Leon menjalin hubungan
dengan Kerajaan Aragon dan Kastilia untuk menyerang Andalusia. Itulah yang akhirnya
membawa Andalusia berangsur-angsur mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a.
Faktor internal
Ada dua faktor yang mengakibatkan kemunduran Andalusia dari dalam, yaitu tidak
jelasnya sistem peralihan kekuasaan dan tidak adanya ideologi pemersatu. Ketidakjelasan
peralihan kekuasaan menyebabkan perebutan kekuasaan diantara pewaris takhta kerajaan.
Hal inilah yang menjadikan keruntuhan Bani Umayyah sehingga muncul Muluk al-Tawaif.
Akhirnya, Ferdinand dan Isabella memanfaatkan pertikaian itu segingga dapat merebut
Granada yang menjadi pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol.
Pada saat dinasti Umayyah berkuasa, tidak ada jalinan hubungan baik antara penguasa
dan Muluk al-Tawaif. Akibatnya, mereka sering melakukan pemberontakan dan gerakan
yang merugikan sehingga kekuasaan Dinasti Umayyah mulai melemah. Disamping itu,
orang-orang non-Arab, seperti kelompok Ibad dan Muwaladun dikucilkan. Karena itu,
atau gubernur) yang tidak terikat dengan pemerintahan pusat. Amir pertama adalah Abdur
[4][4] Renaissance berasal dari bahasa Latin yaitu kata Re berarti kembali dan
naitre berarti lahir. Secara bebas kata Renaissance dapat diartikan sebagai masa
peralihan antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan
lahirnya berbagai kreasi baru.
Rahman I. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari kekejaman al-Saffah, Abdur Rahman
menempuh pengembaraan ke Palestina, Mesir, dan Afrika Utara, hingga akhirnya ia tiba di
Cheuta. Di wilayah ini ia mendapat bantuan bangsa Berber dalam menyusun kekuatan militer.
Pada masa itu Spanyol sedang dilanda permusuhan antaretnis Mudariyah dan Himyariyah.
Abdur Rahman dimintai bantuan olela pihak Himyariyah yang sedang merencanakan
pemberontakan akibat perlakuan kejam gubernur Yusuf[5].
dengan berbagai bangunan mesjid yang indah. Banyak ilmuan berkumpul di istananya, yang
sebagian mereka berasal dari Bagdad.
Muhammad I (238-273 H/853-886 M)
Muhammad rnenggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman II. Pada masa ini masyarakat
Kristen Toledo dengan bantuan pimpinan suku Leo bangkit menentang Muhammad. Pasukan
Mghammad menumpas kekuatan pemberontak dalam pertempuran di Cuadelet. Di Cordoba
timbul gerakan perusuh. Muhammad segera menempuh langkah-langkah pengamanan
ibukota ini dengan menumpas semua kekuatan pemberontak. Kekacauan di pusat
pemerintahan ini dimanfaatkan oleh bangsa Perancis dengan menciptakan gangguan di
wilayah utara, dan oleh Normand ia yang melancarkan serbuan terhadap wilayah pantai
Spanyol. Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan oleh pasukan Muhammad I. Pada akhir
masa pemerintahan, muncul sejumlah pemberontakan di berbagai penjuru. Seorang muslim
Spanyol yang bernama Musa mengklaim sebagai penguasa atas kota Aragon. Pemberontakan
di wilayah barat dipimpin oleh lbn Marwan. Pemberontakan terbesarterjadi di wilayah
perbukitan antara kota Ronda dan Malaga yang dipimpin oleh Umar lbn Hafsun. la berusaha
mendirikan sebuah negeri yang merdeka, dengan dukungan tokoh-tokoh Kristen dan
dukungan penguasa Franka. Muhammad mengirimkan pasukan yang dipimpin Munzir.
Munzir yang bergerak ke utara berhasil menundukkan kota Siragosa dan selanjutnya
menghancurkan kekuatan lbn Marwan. Di tengah pertempuran melawan kekuatan Umar Ibn
Hafsun, terdengar berita kematian Muhammad l. Maka Munzir segera mengakhiri
pengepungannya dan kembali ke ibukota untuk menerima penyerahan tampuk pemerintahan.
Muhammad I merupakan penguasa adil dan bijaksana. la berhasil mencapai reputasi yang
gemilang selama 34 tahun masa pemerintahannya. la meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya, dan menjalankan pemerintahan sesuai prinsip dasar yang berlaku. la adalah
tokoh pendidikan dan pecinta ilmu pengetahuan.
Munzir (273-275 H/886-888 M)
Munzir merupakan penguasa yang enerjik dan pemberani. Seandai ia berusia panjang,
niscaya ia cukup mampu menegakkan kedamaian dan ketertiban negara. Munzir memimpin
sendiri pasukan untuk menghadapi kekuatan Umar lbn Hafsun. la keburu meninggalsebelum
berhasil mengamankan negara dari gangguan para pemberontak.
Abdullah (273-300H/888-912M)
Abdullah merupakan saudara Munzir. Menurut lbn al-Athir, pada masa ini timbul gerakan
pemberontakan dan kerusuhan di segenap penjuru wilayah Spanyol. Kondisi ini berlangsung
sejak awal masa pemerintahan Abdullah hingga berlangsung sejak awal masa pemerintahan
Abdullah hingga berakhir. la tidak hanya mendapat perlawanan dari masyarakat Spanyol
pedalaman, tetapi kelompok Aistokratis Arab juga menentangnya. Pertengkaran yang sengit
terjadi antarkalangan Arab, kalangan Saville, kalangan Elvire. Pertengkaran ini sangat
mengancam kekuasaan raja. Umar lbn Hafsun memanfaat kondisi pertengkaran ini dengan
upaya memperluas wilayah kekuasaannya hingga mendekati batas ibukota. Abdullah
mengerahkan pasukannya untuk menumpas gerakan pemberontakan di bawah pimpinan
Obaydullah. Pemberontakan yang terbesar selama ini, yakni pemberontakan Umar lbn
Hafsun berhasil dikalahkan oleh pasukan Obaydullah, sehingga pemberontakan kecil lainnya
segera tunduk kepadanya. Tahta kerajaan berhasil ditegakkannya.
khalifah dengan gelar an-Nasir lidinillah (penegak agama Allah), setelah ia berhasil dalam
perjuangan menumpas pemberontakan Kristen suku Leon dan Navarre. Dengan demikian
pada masa ini terdapat dua khalifah sunni di dunia islam: Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan
Khalifah Umayyah dispanyol, dan seorang khalifah syiah Fatimiyah Afrika Utara.
Pada masa ini kekuasaan dinasti Fatimiyah di Afrika Utara sedang melancarkan perluasan ke
wilayah barat, bahkan dengan bekerja sama dengan Umar lbn Hafsun, dinasti Fatimiyah
berusaha menaklukkan kekuatan Umaiyah di Spanyol. Untuk menahan kekuatan Fatimiyah,
Abdur Rahman mendapat bantuan sebagian penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil
menaklukkan sebagian wilayah ini. Namun kemudian datang serangan yang hebat oleh sukusuku Kristen sehingga pasukan Abdur Rahman terdesak keluar dari Afrika.
Khalifah Abdur Rahman III tidak menyukai kelas bangsawan Arab yang tinggal di Spanyol,
karenanya ia lebih suka merekrut tentara non-Arab. Hal ini menimbulkan gerakan bangsawan
Arab menentang kebijakan sang khalifah. Dalam pertempuran al-Khandaq dan dalam
pengepungan kota Zamora, militer Arab menderita kehancuran dan kekalahan.
Penilaian Terhadap Abdur Rahman
Abdur Rahman merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol. Seluruh gerakan
pengacau dan konflik politik dapat di atasinya sehingga negara dapat diamankannya.
Keberhasilan ini diikuti penaklukan kota Elvira, Jain, Seville, dan kekuatan Kristen juga
dipaksa menyerah kepadanya. Setelah berhasil mengatasi problem politik dalam negeri, ia
juga berhasil. menggagalkan cita-cita Fatimiyah untuk memperluas wilayah kekuasaan di
negeri Spanyol. Pendek kata, Abdur Rahman telah menyelamatkan Spanyol dari kehancuran,
baik dari ancaman pihak dalam, maupun dari serangan pihak luar.l Abdur Rahman ternyata
tidak hanya mengamankan Spanyol dari kehancuran, namun sekaligus menciptakan
kemakmuran dan kemajuan Spanyol. Kemajuan dalam bidang perekonomian Spanyol
mendukungnya untuk melancarkan kegiatan pembangunan negeri ini. Jalan raya dan sarana
pengadaan air minum dibangunnya di seluruh penjuru negeri. Pertanian, industri,
perdagangan dan pendidikan mengalami kemajuan yang pesat pada masa ini.
Di bawah pemerintahan khalifah Abdur Rahman III, Spanyol mengalami kemajuan
peradaban yang menakjubkan, khususnya dalani bidang seni arsitektur. Dilaporkan bahwa
Cordoba pada saat itu memiliki 300 mesjid, 100 istana yang rnegah, l3.000 gedung, dan 300
tempat pemandian umum. Ia merupakan orang yang paling lembut dan dermawan yang
pernah berkuasadi Spanyol. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal sampai di negeri
Konstantinopel, Jerman, Perancis dan Itali. Penguasa negeri-negeri ini mengirimkan dutaduta ke istana sang khalifah. Armada laut yang di bentuk berhasil menguasai jalur lautan
tengah bersama.dengan armada Fatimiyah. Kebesarannya dapat disejajarkan dengan Raja
Akbar dari India, Umar ibn Khattab, dan Harun al rasyid. Jadi, Abdur rahman III bukan
hanya sebagai penguasa terbaik Spanyok, melainkan juga penguasa terbaik dunia.
Hakam II (350-366 H/961-976 M)
Hakam II menggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman. Pada masa ini pimpinan suku
Navarre, yang semula telah mengakui otoritas pemerintahan islam semasa Abdur Rahman III,
berusaha melepaskan diri dengan anggapan bahwa Hakam yang terkenal suka perdamaian
dan terpelajar tersebut tidak akan menuntut ketentuan dalam perjanjian sebelumnya, dan
seandainya dia memilih jalan perang niscaya kekuatan Hakam iidak sekuat kecakapan militer
ayahnya. Tapi ternyata bahwa Hakam membuktikan dirinya tidak hanya sebagai orang
terpelajar melainkan juga pemimpin militer yarig cakap. Sancho, pimpinan Kristen suku Leo,
dan pimpinan Kristen lainnya ditundukkan ketika melancarkan pemberontakan.
Ia juga,mengerahkan pasukannya yang dipimpin Ghalib ke Atrika untuk menekan kekuatan
Fatimiyah. Ghalib mencapai sukses menegakkan kekuasaan Umayyah Spanyol di Afrika
Barat. Suku Berber di Maghrawa, Mikansa, dan Zenate mengakui kepemimpinan Hakam.
Setelah berhasil mengamankan situasi politik dalam negeri, Hakam selanjutnya menunjukkan
jati dirinya dalam gerakan pendidikan. la mengungguli seluruh penguasa sebelumnya dalam
kegiatan intelektual. Ia mengirimkan sejumlah utusan ke seluruh wilayah timur untuk
membeli buku-buku dan manuskrip, atau harus menyalinnya jika sebuah buku tidak terbeli
sekalipun dengan harga mahal untuk dibawa pulang ke Cordoba. Dalarn gerakan ini ia
berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 100.000 buku dalam perpustakaan negara di
Cordoba. Katalog perpustakaan ini terdiri 44 jilid. Para ilmuan, filosof dan ulama dapat
secara bebas memasukinya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyatnya, ia mendirikan
sejumlah sekolahan di ibukota. Hasilnya, seluruh rakyat Spanyol mengenal baca tulis.
Sementara itu umat Kristen Eropa, kecuali-para pendeta, tetap dalam kebodohan, masyarakat
atasan sekalipun. Universitas Cordoba merupakan universitas termasyhur di dunia pada saat
itu. Dengan meninggalnya Hakam pada tahun 366 H/976 M, masa kejayaan dinasti Umaiyah
di Spanyol berakhir.
Hisyam II
Hakam mewariskan kedudukannya kepada Hisyam II, anaknya yang baru berusia sebelas
tahun. Karena usianya yang terlalu belia, ibunya yang bernama Sulthana Subh dan seorang
yang bernama Muhammad ibn Abi Amir mengambil alih kekuasaan pemerintahan.
Muhammad ibn Abi Amir seorang yang sangat ambisius. Setelah berhasil merebut jabatan
perdana menteri, ia menggelari namanya sebagai Hajib al-Manshur. Ia merekrut militer dari
kalangan suku Berber menggantikan militer Arab. Dengan kekuatan militer Berber inilah
berhasil menundukkan kekuatan Kristen di wilayah utara Spanyol, dan berhasil memperluas
pengaruh Bani Umaiyah di barat laut Afrika. Ia akhirnya memegang seluruh cabang
kekuasaan negara, sementara sang khalifah tidak lebih sebagai boneka mainannya. Surat
resmi dan maklumat negari diterbitkan atas namanya.
Hajib al-Manshur meninggal tahun 393 H/1002 M di Madinaceli. Ia merupakan negarawan
dan jenderal Arab yang terbesar di Spanyol. Ia merupakan seorang jenderal yang paling
berjasa yang pernah hidup di Spanyol. Pada masa ini, rakyat lebih makmur daripada masa
sebelumnya. Ia digantikan oleh anaknya yang bernama al-Muzaffar yang berhasil
mempertahankan kondisi ini selama enam tahun.
Sepeninggal al-Muzaffar, Spanyol dilanda berbagai kerusuhan. Muzaffar mewariskan jabatan
Hajib kepada saudaranya yang bernama Abdur Rahman yang mendapat julukan Sanchol. Ia
lebih ambisius daripada pendahulunya, lantaran ia menginginkan jabatan sebagai khalifah
Cordoba.
Ketika ia sedang melancarkan ekspedisi ke wilayah utara, timbul gerakan pemberontakan di
Cardoba yang dipimpin oleh Muhammad. Sang pemberontak berhasil menghancur
pertahanan khalifah Spanyol dan menurunkan Hisyam dari jabatan khalifah dan menduduki
jabatan ini dengan gelar al-Mahdi. Sanchol ditangkap dan dipenjarakan. Tidak lama setelah
berhasil merebut jabatan khalifah, Muhammad al-Mahdi meninggal.
Sulaiman
Muhammad al-Mahdi di gantikan tokoh Umayyah lainnya yang bernama Sulaiman.
Semenjak masa ini proses kemunduran dan kejatuhan kekhalifahan Spanyol berlangsung
secara cepat. Tidak beberapa lama Hisyam II merebut jabatan khalifah untuk kedua kalinya.
Bersamaan dengan ini Kordoba, pusat kekhilafahan Spanyol, dilanda kekacauan politik.
Akhirnya pada tahun 1013 M dewan menteri yang memerintah Cordoba menghapuskan
jabatan khalifah.
Pada saat ini kekuatan muslim Spanyol terpecah dalam banyak negara kecil di bawah
pimpinan r aja-raja atau muluk al Thawaif. Tercatat lebih tiga puluh negara kecil yang
berpusat di Seville, Cordoba, Toledo dan lain-lain.
Kekuatan Kristen wilayah utara Spanyol bergerak untuk bangkit. Kekacauan pemerintahan
pusat diilanfaatkan mereka sebaik-baiknya.Alfonso VI, penguasa Castille yang menjabat
sejak tahun 486 H/1065 M., berhasil menyatukan tiga basis kekuatan Kristen: Castile, Leon,
dan Navarre, menjadi sebuah kekuatan militer hebat untuk menyerbu Toledo.
3). MASA DINASTI-DINASTI KECIL
Sekalipun pada masa ini kekuaran muslim Spanyol terpecah menjadi sejumlah negara kecil,
namun terdapat kekuatan yang dominan yakni dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti
Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya merupakan gerakan
keagamaan di Afrika utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (kiai/ulama) yang tinggal
di Ribarh (sejenis surau) yang dipimpin oleh seorang guru yang bernama Abdullah ibnyasin.
Gerakan Ribath ini berubah menjadi gerakan militer yang melakukan gerakan ekspansi
dibawah pimpinan ibn Tasyfin yang berpusat di kota Marrakusy.
Murabithun (1086-1143 M)
Untuk menghadapi situasi kritis dari serangan orang-orang Kristen, raja-raja kecil di Spanyol
meminta bantuan Yusuf ibn Tasyfin. Pada tahun 1086 M, ia memasuki Spanyol untuk
menyatukan kerajaan-kerajaan kecil Spanyol di dekat Saville. Dalam peperangan di Zallaqah,
kekuatan gabungan ini berhasil mengalahkan pasukan Alfonso. Kemenangan ini menjadikan
Yusuf ibn Tasyfin sebagai raja di Spanyol. Ia digantikan oleh Abul Hasan yang merupakan
pengganti Yusuf yang paling kuat. Sejumlah peperangan melawan kekuatan Kristen dapat
dimenangkannya. Raja-raja pengganti Abul Hasan tidak sekuat pendahulunya, bersamaan
dengan itu muncullah kekuatan baru, gerakan al-Muwahhidun, di Afrika Utara.
Muwahhidun (1146-1235 M)
Al-Muwahhidun didirikan oleh ibn Tumart, berasal dari Kawasan Sus di Afrika Utara. Ibn
Tumart menamakan gerakannya dengan al-Muwahhidun karena gerakan ini bertujuan untuk
menegakkan tauhid (keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropormorfism
(tajsim) yang dianut oleh Murabitun. Karena itu, semangat perjuangan lbn Tumart adalah
menghancurkan kekuatan Murabithun. Ditangan Abdul Munim, seorang panglima militer
ibn Tumart dan sekaligus pengganti kedudukannya, Muwahhidun berhasil memasuki
Spaqyol. Antara tahun 1114-1154 M., kota-kota muslim di Spanyol jatuh ke tangannya:
Cordoba, Almeria, dan Cranada. Abdul Munim digantikan oleh saudaranya yang bernama
Abu Yakub, dan kemudian tampillah Yakub sebagai penerusnya. Dalam beberapa generasi ini
Muwahhidun mengalami masa-masa kemajuan.
Setelah kematian Yakub, Muwahhidun memasuki masa kemundurannya. Bersamaan dengan
kemunduran Muwahhidun ini, pasukan salib yang telah dikalahkan oleh Salahuddin di
Palestina kembali ke Eropa dan mulai menggalang kekuatan baru di bawah pimpinan Alfanso
IX. Kekuatan Kristen ini mengulangi serangannya ke Andalusia. Kali ini mereka berhasil
mengalahkan kekuatan muslim Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan
dan terus terdesak, akhirnya penguasa Muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke
Afrika Utara (Marokko).
Sepeninggal Muwahhidun ini, di Spanyol timbul kembali sejumlah kerajaan kecil. Di antara
mereka yang terbesar adalah kekuatan Muhammad ibn Yusuf ibn Nasr yang lebih terkenal
sebagai ibn Ahmar. Ia berhasil menegakkan sebuah kerajaannya selama lebih kurang dua
abad.
Kerajaan Granada
Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir muslim Spanyol. Setelah terjadi
penaklukan kota Valencia, Cordoba, Saville dan Murcea oleh penguasa Castille yang bernama
Ferdinand III, dan oleh penguasa Aragon yang bernama Jayme I, pemerintahan muslim di
Spanyol tinggal bertahan di propinsi Granada. Bahkan penguasa Granada juga dipaksa
mernbayar sejumlah upeii kepada pemerintahan Castille. Kerajaan Granada ini didirikan oleh
ibn al-Ahmar. Sekalipun merupakan penguasa yang kuat, namun ia tidak mampu menghadapi
kekuatan pasukan Kristen yang hampir menguasai seluruh wiiayah Spanyol. Ibn Ahmar
berusaha menahan tekanan dari pemerintahan Kristen, hingga akhirnya berhasil menjadikan
Granada sebagai satu-satunya wilayah pemerintahan muslim sampai dengan tahun 1429 M, di
tengah-tengah pemerintahan raja-raja Kristen.
Semenjak abad kelima belas, Cranada mengalami kehancuran. Persekutuan antara wilayah
Aragon dan Castille melalui perkawinan Ferdinand dengan Isabella melahirkan kekuatan
besar untuk merebut kekuasaan terakhir ummat muslim di Spanyol. Namun beberapa kali
serangan mereka belum berhasil menembus pertahanan ummat lslam.
Abul Hasan yang pada saat itu menjabat penguasa Granada mampu mematahkan serangan
mereka. Bahkan ia menolak pembayaran upeti terhadap pemerintahan Castille. Ketika
utusan Ferdinand datang ke Granada untuk menagih upeti, Abul Hasan menghardiknya seraya
Ummat muslim yang dipaksa berpindah ke agama Kristen sesungguhnya hanya dalam
lahirnya saja, selang hati dan jiwa mereka tidak rnampu dibaptiskan. Mereka dipaksa
melakukan peribadatan dan tata cara beragama Kristen. Dengan cara demikian anak dan
generasi mereka menjadi Kristen.
Jatuhnya kota-kota muslim ke tangan Kristen Spanyol berarti lenyapnya pusat peradaban,
singgasana ilmu pengetahuan dan singgasana para ilmuan muslim di Spanyol. Umat Kristen
Spanyol muncul ibarat rembulan dengan cahaya yang maya. Maka semenjak saat itu
kemuraman umat Islam menyelimuti Spanyol.
Peta Spanyol dan Portugal kini[6]:
BAB IV
PENUTUP
Dari berbagai hal mengenai dinasti Umayyah II mulai dari berdirinya sampai kepada
masa kejayaan dan kemundurannya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ada pun decay dari dinasti Umayyah II yang dapat diamati ialah:
1.
Konsep penetrasi yang digunakan oleh Abdurrahman I yaitu suatu proses yang
mempengaruhi orang-orang di suatu tempat yang asing ketika dia berada di tempat asing agar
[6]:[6] http://www.map-of-spain.co.uk/maps-of-spain/spain/map-of-spain2.jpg
Daftar pustaka
Masruro, Lailatul (1995) BANI UMAYYAH MASA KEPEMIMPINAN ABDURRAHMAN
AD-DAKHIL. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
BANI UMAYYAH
DINASTI BANI UMAYYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama Daulah Umayah berasal dari nama Umayah ibnu Abdi Syam ibnu
Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah[3].
Bani Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili
dengan para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan,
dimulai oleh Muawiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah
dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap
masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa Ustman, Muawiyah
diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan
praktik nepotisme dengan Muwiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman
akibat nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan
dari para pendukung Ali.[4]
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Muawiyah mulai bekerja.
Muawiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi
kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa
Muawiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani
Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali,
Muawiyah telah mulai melakukan gerakan politik untuk meraih posisi puncak
dalam kekuasaan. Muawiyah mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan
kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Muawiyah telah memiliki kekuatan penuh,
sehingga pada saat Ali terbunuh, Muawiyah langsung mengambil alih kekuasaan
dengan sangat mudah dan terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar
politik Muawiyah ialah mampu belajar pada pengalaman yang terjadi pada tiga
khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan
kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan kecerdasan politik
Muawiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis di
kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari
tragedi pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya.
Akhirnya, Muawiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar
jazirah Arab, mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya
yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun
660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan
baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat
pelajaran agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi
oleh dapat istiadat Yunani Romawi Timur.[5]
Kekhalifahan Umayyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kekhalifahan Umayyah
661750
Bendera
Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah
Ibu kota
Ibu kota
dalam
pengasingan
Bahasa
Agama
Bentuk
Pemerintahan
Sejarah
- Didirikan
- Dibubarkan
Damaskus
Kordoba
Arab
Islam
Monarki
661
750
Wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Terbentang dari sebagian wilayah Cina hingga Selatan
Prancis. Artinya, Bani Umayyah telah menyebarkan Islam ke berbagai negara di belahan
dunia.
Namun, orang-orang lebih pandai melihat cela kemudian jasa-jasa besar itu pun seolah-olah
tiada artinya. Beberapa kejadian buruk di masa pemerintahan inilah yang selalu diangkat dan
diulang-ulang, terutama oleh kalangan musuh-musuh Islam. Sehingga hal itu cukup
berpengaruh di sebagian umat Islam.
Munculnya Daulah Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan pada tahun 41 H dengan penyerahan kekuasaan oleh
cucu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali, kepada Muawiyah bin Abu
Sufyan. Al-Hasan radhiallahu anhu melakukan hal itu untuk menjaga persatuan dan
terjaganya darah kaum muslimin setelah sebelumnya terjadi perpecahan.
Munculnya daulah ini membuat posisi orang-orang penyebar fitnah perpecahan terpojok dan
membuat cita-cita mereka pupus. Karena mereka hanya menginginkan kejelekan untuk umat
Islam. Mereka menginginkan peperangan dan perpecahan umat ini terus berlangsung.
Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh cucu Rasulullah menunjukkan bahwa berdirinya
kekhalifahan ini tidak dengan cara-cara yang tidak disyariatkan seperti memberontak dan lain
sebagainya.
Periodesasi
Daulah Umayyah dibangun dan diperkuat pondasinya pada masa pemerintahan dua khalifah,
yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah.
Proses tersebut berlangsung dari tahun 41 H sampai 64 H.
Periode berikutnya adalah periode fitnah. Berlangsung antara tahun 64 H sampai 86 H, yakni
pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin
Marwan. Pada masa ini terjadi pemberontakan terhadap penguasa dan peperangan sesama
umat Islam.
Perideo berikutnya adalah periode kekuatan, sama halnya dengan periode Muawiyah dan
Yazid. Berlangsung antara tahun 86 H sampai 125 H. Yaitu pada masa Khalifah al-Walid bin
Abdul Malik bin Marwan, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan,
Yazid bin Abdul Malik, dan Hisyam bin Abdul Malik.
Periode kemunduran hingga jatuhnya kekhalifahan Bani Umayyah terjadi antara tahun 125 H
hingga 132 H. Pada masa ini banyak terdapat khalifah dalam satu negara.
Dengan demikian periode keemasan Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua fase, antara
tahun 4164 H dan 86125 H. Begitu pula masa kemundurannya terbagi menjadi dua fase,
antara tahun 6486 H (tidak sampai menyebabkan kekhalifahan runtuh) dan 125132 H
ditandai dengan runtuhnya kekhalifahan.
Khalifah Pertama: Muawiayah bin Abi Sufyan
Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhu memeluk Islam pada tahun 7 H. Ia adalah
saudara ipar Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Karena istri Nabi, Ummu
Habibah binti Abi Sufyan, merupakan saudari dari Muawiyah. Ia juga penulis wahyu Alquran
dan periwayat hadits-hadits Nabi. Dari sini kita bisa ketahui, orang yang mencela Muawiyah
adalah mereka yang menghendaki batalnya apa yang diriwayatkan Muawiyah yakni Alquran
dan hadits.
Muawiyah adalah seorang yang ahli dalam kepemimpinan. Tidak heran sedari zaman
Rasulullah hingga zaman Utsman bin Affan, ia diberikan amanat yang besar. Rasulullah
mengamanitinya sebagai penulis wahyu, Umar dan Utsman menjadikannya sebagai gubernur
Syam. Ibnu Taimiyah mengatakan, Tidak ada penguasa kaum muslimin yang lebih baik
dibanding Muawiyah, jika dibandingkan dengan masa setelahnya. Adapun jika dibandingkan
dengan masa Abu Bakar dan Umar, barulah terlihat ada penguasa yang lebih utama.
(Minhajussunnah, 6: 232). Demikian juga pendapat ahli sejarah semisal al-Yaqubi dan alMasudi.
Kebaikan di sini termasuk dalam kepiawaian dalam kepemimpinan. Muawiyah lebih baik
dari Umar bin Abdul Aziz, Shalahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, dll.
Abdullah bin Mubarok gurunya Imam Bukhari (w. 181 H) pernah mengatakan,
Debu yang masuk ke hidungnya Muawiyah, lebih baik dari pada Umar bin Abdul Aziz.