Anda di halaman 1dari 55

Abdurrahman Ad Dakhil

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Patung Abdurrahman Ad Dakhil di Spanyol


Abdurrahman ad-Dakhil adalah peletak dasar bagi berdirinya Dinasti Bani Umayyah di
Spanyol dan berkuasa selama 90 tahun.[1][2] Pada tahun 750 Masehi ketika Dinasti Abbasiyah
melakukan pembunuhan terhadap keluarga Bani Umayyah, dia berhasil melarikan diri.[1] Ad
dakhil mengembara selama lima tahun melalui Palestina, Mesir, Afrika Utara, dan akhirnya
berakhir di Spanyol. Berkali-kali ia terkepung oleh tentara Bani Abbas.[1]
Di mampu menguasai Spanyol setelah mengalahkan Yusuf al-Fihri, gubernur Andalusia
(nama Spanyol waaktu dulu) saat itu.[1] Masa pemerintahannya dikenal oleh para ahli sejarah
dengan masa pembangunan besar-besaran.[1] Dia membangun kota menjadi lebih indah,
membuat pipa air agar masyarakat ibukota memperolah air bersih, kemudian mendirikan
tembok yang kuat di sekeliling kota Kordoba dan istana.[1] Ad Dakhil juga membuat taman
yang dinamakan Al-Rusafah di luar kawasan Kordoba, menjadikan Kordoba sebagai pusat
pendidikan dan kebudayaan yang paling menarik di wilayah Eropa, dan sebagai tandingan
dari Baghdad yang berada di bagian Timur.[1]
Kontribusi yang diberikan olehnya dalam bidang penulisan ilmu menarik orang-orang untuk
belajar ke istananya.[1] Selain itu, Ad Dakhil juga mendirikan beberapa universitas, di
antaranya Universitas Cordova, Universitas Toledo dan Universitas Sevilla, juga membangun
masjid Kordoba yang megah (yang pada tahun 1236 di jadikan gereja yang kini dikenal
dengan nama La Mazquita.[1]

Referensi
1.
2.

^ a b c d e f g h i Abdul Fatah, dkk (1987).Ensiklopedi Islam.Jakarta:Departemen


Agama RI. Hal 25-26
^ "Abdurrahman ad Dakhil". Detik Web. Diakses tanggal 20 Mei 2014.

Gelar kebangsawanan

Jabatan baru

Keamiran Kordoba di

Sejarah Para Khalifah: Abdurrahman AdDakhil, Sang Penakluk Andalusia


Red: cr01
Blogspot.com

Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Setelah menggulingkan Daulah Umayyah yang telah berkuasa selama
90 tahun, orang-orang Abbasiyah mengeluarkan perintah pada tahun 750 M untuk mengikis
habis orang-orang yang ada kaitannya dengan Dinasti Umayyah. Mata-mata pun disebar ke
seluruh pelosok negeri unuk mencari jejak mereka. Hanya segelintir orang yang selamat dari
tebasan pedang tentara Abbasiyah. Di antaranya seorang pemuda berusia 19 tahun, yaitu
Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik.
Ia lari dari Irak, mengarungi gurun Syria menuju Palestina. Kemudian menyeberangi gurun
Sinai ke Mesir, lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia (Spanyol) yang
telah ditaklukkan oleh nenek moyangnya dari Dinasti Umayyah.
Abdurrahman memasuki Andalusia hanya diikuti oleh 400 budak yang setia pada Bani
Umayyah. Ada yang mengatakan, ketika dia mendarat pada 755 M, pasukan tentara Syam
menghadiahkan seorang budak perempuan yang sangat cantik. Ketika melihat dan
memerhatikan kecantikannya, dia berkata, Sesungguhnya hati dan mata ini telah sepakat.
Jika aku meninggalkan perempuan ini, maka berarti aku telah menzaliminya. Namu jika aku
sibuk dengan perempuan ini, maka aku menzalimi kepentinganku. Karena itu, aku tidak
memerlukannya. Kemudian dia mengembalikan perempuan itu kepada mereka.
Tatkala barisan tentaranya dirasakan sudah banyak pengikutnya, Abdurrahman mulai

merangkak menyerang Cordoba. Dia berhasil menaklukkan kota itu dan menjadikannya
sebagai ibukota kerajaan. Namun tak lama setelah itu Andalusia dilanda pergolakan terusterus yang dipelopori oleh orang Yamaniyun (Arab Selatan) dan bangsa Barbar.
Pada saat yang sama, Khalifah Al-Manshur mengirimkan bala tentaranya yang terdiri dari
para budak belian yang setia kepada Daulah Abbasiyah untuk mengembalikan Andalusia ke
tangan mereka. Lagi-lagi, Abdurrahman mampu memadamkan berbagai pergolakan tersebut,
serta memukul mundur tentara Al-Manshur.
Tatkala Harun Ar-Rasyid memegang kendali pemerintahan di Baghdad, Charlemagne (Raja
Prancis), dengan leluasa memerangi musuhnya di Andalusia, karena Harun Ar-Rasyid sedang
memerangi Byzantium, musuh Charlemagne. Raja Prancis itu menyeberangi gunung Brawns
untuk menyerang Abdurrahman. Namun karena ada berita kekacauan yang melanda
imperiumnya, dia terpaksa kembali lagi dan urung menyerang Andalusia.
Kekalahan Prancis membuat Abdurrahman Ad-Dakhil tenang. Tatkala memasuki Andalusia,
ia menemukan bahwa tentaranya telah diatur sesuai dengan cara yang berlaku dalam kabilah
Badui. Dia kemudian membangun angkatan bersenjata yang teratur yang jumlahnya tidak
kurang dari empat puluh ribu personil. Dia sadar bahwa Andalusia sangat mungkin diserang
dari tiga arah di lautan. Oleh sebab itu, dia kemudian membangun armada perang laut yang
tergolong sebagai armada yang pertama kali di Andalusia. Armada inilah yang pada zaman
Abdurrahman III menjadi armada perang laut terkuat di Barat dan Laut Tengah.
Pada zamannya pula, Andalusia mencapai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, dan
perkembangan peradaban yang sangat pesat. Tampaknya dia telah menyiapkan hal itu dalam
masa yang cukup lama. Suatu kemajuan yang belum pernah dicapai oleh Andalusia
sebelumnya. Cordoba bersaing dengan Konstantinopel dan Baghad dari segi kemegahan,
kemewahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Cordoba dikenal sebagai
Pengantin Andalusia dan Permata Dunia.
Tiga tahun sebelum meninggal dunia, Abdurrahman merenovasi dan memperluas bangunan
Masjid Cordoba. Atapnya disangga oleh tiang-tiang besar yang berjumlah 1293 tiang. Dia
laksana Kabah kaum Muslimin di dunia Islam bagian barat. Hingga kini masjid itu masih
berdiri megah. Ia termasuk tempat yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan
setelah Istana Al-Hamra, sebagai peninggalan sejarah yang menarik.
Selain itu, Abdurrahman juga dikenal sebagai seorang penyair dan orator ulung. Meskipun
sejarah menyebutkan bahwa dia adalah pemuda terusir, namun dengan ketegaran dan
kemauan kerasnya ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II yang mampu bertahan hingga
1031 M. Dia mampu mengatasi serangan dari dua kekuatan besar di Timur dan Barat, Harun
Ar-Rasyid dan Charlemagne.
Setelah memerintah selama 32 tahun, Abdurrahman Ad-Dakhil meninggal pada 172 H dalam
usia 61 tahun. Dari seorang pelarian politik, ia menjadi penguasa yang disegani kawan dan
lawan.

Abdurrahman Ad-Dakhil, Sang Penakluk Andalusia


Senin 8 Safar 1436 / 1 December 2014 18:30
Laporkan iklan ?

KISAH bagaimana Abdurrahman Ad-Dkahil meninggikan Islam di tanah eropa terbilang luar
biasa.
Kala itu, Abdurrahman yang saat itu berusia 19 tahun harus kabur dari istana saat keluarganya
dari Dinasti Umayyah dihancurkan oleh Dinasti Abbasiyah. Pemuda yang mempunyai nama
lengkap Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik sempat lari dari Irak,
mengarungi gurun Syria menuju Palestina. Kemudian menyeberangi gurun Sinai ke Mesir,
lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia (Spanyol) yang telah ditaklukkan
oleh nenek moyangnya dari Dinasti Umayyah.
Saat di perjalanan, Abdurrahman diikuti oleh 400 budak yang setia pada Bani Umayyah. Ada
yang mengatakan, ketika dia mendarat pada 755 M, pasukan tentara Syam menghadiahkan
seorang budak perempuan yang sangat cantik. Namun, Abdurrahman mengembalikan
perempuan itu kepada mereka.
Abdurrahman dikenal sebagai orang yang cerdas dan berani. Ia memilih menaklukan Spanyol
daripada harus merebut kembali kekuasaan khalifah dari tangan Abbasiyah. Dengan pasukan
yang dihimpunnya selama perjalanan, ia kemudian memilih menyerang Cordoba. Dia
berhasil menaklukkan kota itu dan kemudian menjadikannya sebagai ibu kota kerajaan.

Sayangnya, sejumlah orang dari bangsa Yamaniyun (Arab Selatan) tidak menghendaki
Abdurrahman menjadi pimpinan mereka. Bersama sejumlah orang barbar, mereka pun
melakukan pemberontakan.
Ancaman terhadap Abdurrahman pun tidak hanya dari kalangan sendiri, Khalifah Al Manshur
yang mendirikan Dinasti Abbasiyah pun tak luput mengancam Abdurrahman. Beberapa kali
Khalifah Al-Manshur mengirimkan bala tentaranya yang terdiri dari para budak belian yang
setia kepada Daulah Abbasiyah untuk mengembalikan Andalusia ke tangan mereka. Lagilagi, Abdurrahman mampu memadamkan berbagai pergolakan tersebut, serta memukul
mundur tentara Al-Manshur.
Laporkan iklan?
Ancaman terhadap Abdurrahman tidak hanya dari Dinasti Abbasiyah. Kaisar Romawi yang
bertahta di Prancis, Charlemagne juga beberapa kali menyerang Cordoba. Namun berkat
kesigapan dan keterampilan Abdurrahman dalam memimpin, pasukan Romawi bisa dipukul
balik.
Abdurrahman pun kemudian membangun angkatan bersenjata yang teratur yang jumlahnya
tidak kurang dari empat puluh ribu personel. Dia sadar bahwa Andalusia sangat mungkin
diserang dari tiga arah di lautan. Oleh sebab itu, dia kemudian membangun armada perang
laut yang tergolong sebagai armada yang pertama kali di Andalusia. Armada ini menjadi
armada perang laut terkuat di Barat dan Laut Tengah.
Abdurrahman pun tak hanya cakap dalam memimpin pasukannya. Di bawah kekuasaanya,
Andalusia mencapai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, dan perkembangan peradaban
yang sangat pesat. Suatu kemajuan yang belum pernah dicapai oleh Andalusia hingga saat ini.
Cordoba bersaing dengan Konstantinopel dan Baghdad dari segi kemegahan, kemewahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Cordoba kemudian dikenal di barat sebagai
sebagai Permata Dunia.
Tiga tahun sebelum meninggal dunia, Abdurrahman merenovasi dan memperluas bangunan
Masjid Cordoba. Atapnya disangga oleh tiang-tiang besar yang berjumlah 1293 tiang.
Bangunan ini laksana Kabah kaum Muslimin di dunia Islam bagian barat. Hingga kini
masjid itu masih berdiri megah. Ia termasuk tempat yang paling banyak dikunjungi oleh para
wisatawan setelah Istana Al-Hamra, sebagai peninggalan sejarah yang menarik.
Selain itu, Abdurrahman juga dikenal sebagai seorang penyair dan orator ulung. Meskipun
sejarah menyebutkan bahwa dia adalah pemuda terusir, namun dengan ketegaran dan
kemauan kerasnya ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II yang mampu bertahan hingga
1031 M.
Setelah memerintah selama 32 tahun, Abdurrahman Ad-Dakhil meninggal pada 172 H dalam
usia 61 tahun. Abdurrahman layak disebut Rajawali Quraiys, dari seorang pelarian politik
menjadi penguasa Andalusia. [irma/islampos/daulahislam]

ABDURRAHMAN AD-DAKHIL Sang Elang Quraisy


Latar kehidupan Abdurrahman ad-Dakhil
Abdurrahman ad-Dakhil, adalah sosok pemimpin yang cerdas, berani, tegar dan
kuat, yang menjadi pelopor tegaknya peradaban Islam di Andalus, Spanyol. Ia
lahir pada tahun 110 H / 728 M, dari kalangan bani Umayyah. Nama lengkapnya
Abdurrahman ibn Muawiyyah ibn Hisyam ibn Abdulmalik ibn Mirwan ibn
Alhakkam
ibn
Harb
ibn
Umayyah.
Ia lahir dan mengalami masa remaja di saat Daulah Bani Umayyah berada pada
salah satu puncak kebesarannya di bawah kepemimpinan kakeknya, Hisyam,
yang berkuasa selama lebih dari 20 tahun, dari tahun 724-743 M. Abdurrahman
menyaksikan bagaimana kakeknya memerintah dengan cakap, dan sangat ahli
dalam strategi militer. Sehingga dalam masa pemerintahannya yang cukup
panjang, kakeknya berhasil memadamkan berbagai kemelut di dalam wilayah
kekuasaannya dan melebarkan kekuasaannya hingga ke belahan barat Prancis
dan Sicilia Itali. Selain itu, kestabilan dan kemakmuran pemerintahannya
menjadikan setiap orang mampu menikmati kesejahteraan, yang akhirnya
mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kesusateraan di
samping
lalu
lintas
perdagangan
yang
ramai
dan
sibuk.
Sayangnya waktu cepat berlalu, kekuasaan pun dipergilirkan dan kejayaan mulai
menurun menuju kehancuran. Hisyam wafat, di tahun 743 M tepat dua tahun
sejak penaklukan Sicilia. Ia digantikan keponakannya, Walid II. Tidak seperti
pamannya, Walid II adalah pemimpin yang lemah tetapi zalim, sehingga
kepemimpinan dan kebijakan pemerintahannya malah menimbulkan konflik dan
kemelut yang berkepanjangan. Kehidupannya yang mewah dan penuh pesta
pora menimbulkan ketidaksukaan di kalangan para ulama, sedangkan
tindakannya menangkapi tokoh-tokoh yang dianggapnya akan menyaingi dirinya,
dan menjerumuskan mereka ke dalam penjara, menimbulkan keresahan dan
kebencian. Tak pelak lagi, kudeta akhirnya terjadi. Yazid III, sepupunya yang lolos
dari penangkapan, melancarkan kudeta yang berhasil menumbangkan
kekuasaan
Walid
II
dan
membunuhnya.
Kekuasaan Walid II yang hanya berumur setahun lebih dua bulan tidak banyak
menghasilkan sesuatu, kecuali menjadi penanda akan hancurnya kekuasaan
Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penggantinya Yazid III pun
tak mampu mengembalikan kejayaan di masa Hisyam berkuasa. Masa
pemerintahannya penuh kemelut dan pemberontakan, baik dari keluarganya
sendiri, seperti pemberontakan yang dilancarkan sepupunya, Sulaiman ibn
Hisyam, maupun dari kota-kota yang tidak setuju terhadap kudetanya atas Walid
II, seperti pemberontakan rakyat Emessa dan penduduk Yamamah Irak. Selain
itu, penolakan atas kepemimpinannya pun terjadi di kalangan para gubernur
(wali) di beberapa wilayah, seperti Mirwan ibn Muhammad yang menjadi wali
wilayah Armenia dan Kaukasus, dan Panglima Nushair Ibn Sayyar wali wilayah
Khurasan.
Pemberontakan dan kerusuhan yang terjadi di mana-mana mengakibatkan Yazid
III sakit lumpuh dan menemui ajalnya. Masa kekuasaannya cukup singkat,
setahun empat bulan. Sebagaimana Walid II, Yazid III pun tidak memiliki prestasi
yang membanggakan. Sepeninggalnya, Ibrahim yang juga adik Yazid III dibaiat

menjadi khalifah. Sebuah baiat yang tidak disetujui banyak pihak, sehingga
kekuasaannya tidak efektif karena lemah. Ibrahim akhirnya memakzulkan dirinya
sendiri dan membaiat Mirwan ibn Muhammad wali empat wilayah besar, yaitu;
Armenia, Kaukasus, Azerbaijan dan Mosul, yang memiliki pengaruh kuat sebagai
khalifah.
Mirwan ibn Muhammad berkuasa selama lima tahun sepuluh bulan, dari tahun
744-750 M. Ia adalah khalifah Daulah Bani Umayyah yang ke-14, sekaligus yang
terakhir. Ia seorang panglima perang yang terkenal gagah perkasa dan penguasa
yang cakap dalam mengurusi wilayah yang diperintahnya. Akan tetapi ketika
dibaiat menjadi khalifah, ia harus menghadapi suasana yang penuh kemelut dan
pemberontakan di dalam masa kekuasaannya sehingga keberadaannya lebih
banyak
di
medan
perang
daripada
di
ibukota.
Banyak kota melakukan pemberontakan, seperti kota Emessa, Ghouta, dan
Palestina, serta yang terbesar adalah kota benteng Qinnisrin Syiria Utara di
bawah kepemimpinan Sulaiman ibn Hisyam yang berkekuatan 70.000 orang.
Pemberontakan pun terjadi di Irak yang dilancarkan oleh sekte Khawarij, dan
dilakukan
pula
oleh
keluarga
keturunan
Ali
ibn
Abi
Thalib.
Yang terakhir, adalah pemberontakan Panglima Abu Muslim al-Khurasani yang
bergulir menjadi sebuah revolusi besar menggantikan kepemimpinan Bani
Umayyah menjadi Daulah Bani Abbasiyyah. Pasukan revolusi di bawah
kepemimpinan Panglima Abu Muslim al-Khurasani berhasil menguasai seluruh
wilayah Khurasan, lalu Iran dan kemudian menuju Irak menghancurkan kekuatan
pasukan Mirwan. Mirwan akhirnya kalah dan dijatuhi hukuman mati. Kematian
Mirwan menandai akhir Daulah Bani Umayyah, dan Khalifah Abdul-Abbas asSaffah
menjadi
khalifah
pertama
Daulah
Bani
Abbasiyyah.
Abdurrahman
ad-Dakhil,
Memasuki
Andalus
Tumbangnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah di Damaskus berakhir dengan
tragis. Terjadi pembunuhan masal dan pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga
Bani Umayyah yang dilakukan oleh pasukan Abu Muslim al-Khurasani atas
perintah
Abdul-Abbas
as-Saffah.
Abdurrahman yang saat itu baru berusia 22 tahun sempat lolos dari upaya
pembunuhan. Pada saat ia lari dan bersembunyi di perkampungan Badwi di tepi
sungaui Eufrat, pasukan Bani Abbasiyyah berhasil menemukannya. Ia melarikan
diri dengan cara berenang menyeberangi sungai. Malangnya, adiknya yang saat
itu bersamanya tidak pandai berenang, akhirnya tertangkap dan kemudian
terbunuh, jadilah Abdurrahman satu-satunya pangeran dari keluarga Bani
Umayyah
yang
selamat.
Bersama pendampingnya yang setia, Baddar, Abdurrahman menyusuri gurun
menghindari kejaran pasukan Bani Umayyah. Kehidupannya berbalik seratus
delapan puluh derajat dibandingkan saat ia masih hidup di istana yang mewah
dan senantiasa dilayani serta dihormati. Kini hidupnya terlunta-lunta sebagai
seorang pelarian dan nyawa senantiasa terancam oleh pihak-pihak yang
mengejar
dan
mengetahui
jejaknya.
Tetapi sejarah mencatat, bayangan kemakmuran dan keagungan Bani Umayyah
di masa kakeknya, Hisyam, berkuasa, senantiasa lekat dalam ingatan
Abdurrahman dan selalu bergelora di dalam dadanya untuk kembali

diwujudkannya.
Ia pun mempelajari kelemahan-kelemahan kepemimpinan yang dilakukan
khalifah-khalifah Bani Umayyah sebelumnya. Sedangkan penderitaan di masa
pelarian dan pengejaran yang dialaminya, serta upaya penyusunan kembali
kekuatan selama hampir enam tahun kemudian menjadi sekolah kepemimpinan
terbaik dalam hidupnya. Semua itu menempa kesabaran, kekuatan, ketegaran
dan keberanian, serta jiwa kepemimpinan dalam dirinya. Kelak, ketika impiannya
terwujud di belahan dunia Islam lain yang terletak di Benua Eropa, jejak-jejak
hasil tempaan di masa pelarian menjadi pondasi yang kokoh membangun Daulah
Umayyah yang baru, yang tak kalah dengan yang dibangun kakek moyangnya.
Sepanjang pelariannya, Abdurrahman dan Baddar, melewati Mesir melalui jalan
berliku, menghindari kota-kota, kemudian melintasi bukit-bukit batu dan sahara
tandus menyelamatkan dirinya ke kota Barca di Libya. Berdiam di situ berbulan
lamanya dengan menyamar. Ketika suasana menjadi tidak kondusif lagi, karena
pengaruh kekuasaan Bani Abbasiyyah mulai menguasai kota itu, mereka keluar
menyusuri Afrika Utara hingga akhirnya tiba di kota Meknes di dalam wilayah
Maghribi
(Maroko).
Wilayah Maghribi pada masa itu masuk ke dalam wilayah Andalus, tunduk
kepada Emir Andalusia yang berkedudukan di Toledo. Inilah untuk pertama
kalinya seorang pangeran dari Bani Umayyah menjejakkan kakinya ke dalam
wilayah kekuasaan Andalus. Karena itulah, Abdurahman kelak dikenal dengan
Ad-Dakhil, yang berarti Masuk, yaitu masuk ke wilayah Andalus.
Abdurrahman ad-Dakhil dan Baddar menyamar dan bergerak di bawah tanah
selama hampir enam tahun lamanya. Dari kota Meknes itu keduanya akhirnya
pindah ke kota pelabuhan Melilia di dekat kota Ceuta, di pesisir Lautan Tengah,
menghadap
semenanjung
Iberia.
Adanya konflik tajam antara suku Yamani dan suku Mudhari dipandang sebagai
kesempatan emas untuk masuk ke dalam wilayah Andalus. Abdurrahman adDakhil mengirim Baddar untuk menghubungi tokoh-tokoh besar yang diharapkan
dapat mendukungnya. Juga mantan pejabat-pejabat Umayyah yang telah dipecat
dan
masih
tinggal
di
Andalus.
Misi Baddar sukses. Ia berhasil menjalin kontak dan kesediaan dukungan dari
kalangan suku Yamani bagi Abdurrahman ad-Dakhil untuk merebut Andalus. Pada
tahun 756 M, di kota Melilla, mereka kemudian berbaiat dan janji setia dalam
perjuangan di bawah Abdurrahman ad-Dakhil. Bersama-sama mereka
menyebrangi
selat
Gibraltal.
Melihat kekuatan dan pengaruh Abdurrahman ad-Dakhil, tokoh-tokoh pembesar
di sekitar wilayah Andalus turut berbaiat, diikuti pula oleh wali dan tokoh-tokoh
kota Sevilla. Dengan dukungan yang semakin besar, Abdurrahman ad-Dakhil dan
pengikutnya menuju kota Sidonia dan Moror, di kedua kota ini Wali beserta
pembesar lainnya pun mengangkat baiat. Selanjutnya mereka menuju Kordoba,
dan
disambut
oleh
pembesar-pembesar
Yamani.
Emir Yusuf ibn Abdurrahman al-Fihri, penguasa wilayah Andalus yang tengah
berusaha memadamkan kerusuhan di perbatasan utara, begitu mendengar
gerakan Abdurrahman ad-Dakhil kemudian berbalik menuju ibukota Toledo dan
berupaya mengumpulkan pasukan besar untuk mengatasi Kordoba. Tetapi
penduduk Kordoba dengan gagah berani menolak kedatangan utusan Emir Yusuf

al-Fihri
yang
meminta
mereka
untuk
taat
kembali.
Saat itu Abdurrahman ad-Dakhil juga telah mendapat baiat dari penduduk Kota
Malaga di pesisir timur Andalus, juga dari penduduk kota Ronda dan Xeres.
Gerakan Abdurrahman ad-Dakhil pun tambah membesar dengan dukungan
pembesar-pembesar suku Mudhari. Dengan dukungan penduduk kota-kota yang
telah berbaiat dan dua suku besar di Andalus, yaitu Yamani dan Mudhari, maka
kekuatan
Abdurrahman
ad-Dakhil
menjadi
mustahil
terkalahkan.
Kini Emir Yusuf al-Fihri hanya didukung oleh sukunya sendiri al-Fihri dan suku
Kaisi, serta sepasukan tentara yang mengiringinya. Tak pelak lagi, ketika pecah
perang saudara di depan kota benteng Kordoba, Emir Yusuf al-Fihri mengalami
kekalahan telak dan melarikan diri ke kota Granada. Dari sana ia memohon
damai dan menyatakan tunduk kepada Abdurrahman ad-Dakhil. Ia pun diampuni
dan
tetap
berhak
tinggal
di
Kordoba.
Setelah Yusuf al-Fihri kalah, Abdurrahman ad-Dakhil menerima kekuasaan
wilayah Andalus dalam pangkuannya. Dukungan dari kota-kota lain selanjutnya
mengalir memperkuat kedudukannya sebagai Emir Andalus yang baru.
Mengatasi Tantangan, Membangun Daulah Umayyah yang Baru
Abdurrahman ad-Dakhil setelah menjadi penguasa Andalus, menolak untuk
tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan
Abbasiyah telah membunuh sebagian besar keluarganya. Pada tahun 763 M, ia
menyatakan bebas dari kekuasaan Abbasiyyah di Baghdad, meskipun demikian
ia tidak mengumumkan dirinya sebagai khalifah hingga dirinya dipanggil Amirul
Mukminin tetapi cukup dengan panggilan Amir saja, begitupun penguasapenguasa berikutnya yang menggantikannya. Baru pada masa Abdurrahman III
yang naik takhta pada tahun 912 M, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah
pada tahun 929 M. Inilah masa puncak keemasan Daulah Umayyah di Andalus,
sebaliknya Daulah Abbasiyyah mengalami penurunan. Ibarat pepatah, Daulah
Umayyah
tenggelam
di
Damaskus,
terbit
kembali
di
Andalus.
Selama 32 tahun Abdurrahman ad-Dakhil berkuasa, silih berganti tekanan
datang dari pihak Bani Abassiyyah, maupun dari kalangan tokoh muslim lain
yang tidak menyukainya. Juga terjadi peperangan besar dengan pihak Kristen
yang akhirnya malah memperteguh kekuasaannya di wilayah Andalus.
Tercatat dalam sejarah, tahun 763 M, mantan wali Andalus Yusuf Al Fihri yang
ditetapkan menjadi Amil (penguasa daerah) Toledo berkhianat, tapi berhasil
dipadamkan, dan Yusuf al-Fihri mendapat amnesti, dengan tinggal di Kordoba
menjadi warga biasa. Di tahun itu pula, Amir Alla al-Mughiz al-Yahsibi, penguasa
Daulah Abbasiyyah di wilayah Afrika, membawa balatentaranya menyusuri Afrika
Utara menyeberangi selat Jabal Thariq (Gibraltar) untuk memulihkan kekuasaan
Abassiyyah dalam wilayah Andalus, tetapi mereka dikalahkan oleh pasukan
Abdurrahman
ad-Dakhil
di
luar
kota
Sevilla.
Selain itu, terjadi pemberontakan dan perusuhan yang dilakukan Syakkana ibn
Abdil Wahid di pesisir timur Andalus pada tahun 773 M, berikutnya oleh
kelompok suku Yamani di Sevilla pimpinan Abdul Ghaffar dan Haiwat ibn Malabis
tahun
774
M.
Gerakan Abassiyyah mencoba kembali menggoyang kekuasaan Abdurrahman
ad-Dakhil melalui Abdurrahman ibn Junaib al-Fihri pada tahun 776 M, terakhir

pemberontakan selama 3 tahun , 785-787 M, yang dilakukan Abul Aswad


Muhammad
ibn
Yusuf
dan
saudaranya
Kasim
ibn
Yusuf.
Pengaruh kekuasaan Abdurrahman ad-Dakhil yang semakin besar memberi
pilihan kepada pihak Kristen untuk bergabung ke dalamnya. Adalah Fruela I (757768 M ) penguasa kerajaan Asturia di barat laut Semenanjung Iberia menyatakan
ketundukkannya dan membayar jizyah kepada Daulah Ummayyah. Perjanjian
damai dan saling mendukung ini memberi pengaruh besar terhadap perluasan
wilayah kekuasaan Abdurrahman ad-Dakhil dan upayanya mengatasi perlawanan
Raja
Kristen
lainnya.
Pada tahun 777 M, Raja Charlemagne dari Gaul mengirim balatentaranya
melewati pegunungan Pyreneen menyerbu Andalus, tetapi di wilayah Catalonia
dan Aragon mendapat perlawanan keras dari pihak Abdurrahman ad-Dakhil yang
berhasil memukul mundur pasukan Charlemagne. Upaya penyelamatan diri
mengarahkan pasukan tersebut ke wilayah Navarre di barat Pyreneen yang
terkenal dengan nama jalan genting Roncesvalles. Di sanalah pasukan Visigots
dari kerajaan Asturia dan suku bangsa Basque dari Pamplona menghadang
pasukan malang itu. Meski sama-sama Kristen bangsa Visgoths sangat
membenci pasukan Charlemagne, yang berasal dari keturunan Frank. Mereka
membantai habis pasukan Charlemagne, menyisakan sedikit tentara yang
selamat
termasuk
Charlemagne
sendiri.
Pola hubungan dengan negara tetangga yang mengambil bentuk perjanjian
damai dan tidak saling menyerang, serta saling mendukung bila ada ancaman
menjadi pola hubungan baru yang dikembangkan oleh Abdurrahman ad-Dakhil.
Pola hubungan ini menjadi sangat khas, karena sebelumnya belum pernah
Daulah Bani Umayyah ketika masih berpusat di Damaskus menggunakan pola
hubungan seperti ini. Di mana kerajaan-kerajaan Kristen tetap sebagai wilayah
tersendiri yang otonom, dan hanya membayar jizyah sebagai bentuk pengakuan
kedaulatan kekuasaan Abdurrahman ad-Dakhil, penguasa Daulah Bani Umayyah
di
Andalus.
Hubungan antara negara tetangga yang harmonis akan memberi peluang
menciptakan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan demi
pembangunan dan kestabilan keamanan di negara masing-masing. Faktanya,
dengan strategi pengembangan pertanian, pembangunan sistem irigasi yang
baik, tata kota yang nyaman dan sehat, serta jalur perdagangan antar kota yang
lancar dan aman, wilayah kekuasaan Abdurrahman ad-Dakhil berubah menjadi
kota-kota
kosmopolitan
yang
makmur.
Pembangunan
Besar-besaran
Bersanding dengan upaya mengatasi pemberontakan dan perang dengan pihak
Kristen, pada umumnya wilayah Andalus berada dalam kondisi aman dan stabil.
Sehingga perencanaan pembangunan dan peningkatan kemakmuran berjalan
baik. Masa pemerintahan Abdurrahman ad-Dakhil sangat dikenal di kalangan
ahli-ahli sejarah, baik dari pihak Barat maupun Islam, sebagai masa
pembangunan
besar-besaran.
Abdurrahman ad-Dakhil membangun istana yang megah dan Masjid Agung yang
terkenal di Kordoba, yaitu Masjid Al-Hambra seluas 17000 meter. Dibangun
dengan biaya 800.000 dinar, masjid ini terbesar dan termegah melebihi

keindahan masjid-masjid di Belahan Timur Dunia Islam, dengan menara yang


tingginya 40 dzira, kubahnya sebelah dalam terbuat dari kayu yang diukir indah.
Tiangnya berjumlah 1.093 yang dihiasi dengan batu marmer berwarna seperti
catur. Di dalamnya terdapat 19 ruangan yang luas dan panjang dan terdapat 38
ruangan
biasa.
Adapun kota Kordoba yang sangat strategis letaknya, yang dijadikan ibukota
Andalus oleh Abdurrahman ad-Dakhil dibangun dengan jalan-jalan yang lebar,
drainase yang lancar, dan tata kota yang indah dan nyaman. Istananya dan
seluruh penjuru kota dialiri air bersih dengan dibangunnya kilang dinding batu
mengitari kota dan istana, serta sebuah taman didirikan di luar kota dengan
nama al-Risafat. Taman tersebut dibangun menurut arsitek nenek moyang
Damaskus. Di dalamnya terdapat berbagai macam pepohonan, buah-buahan
yang
breasal
dari
berbagai
wilayah
dunia
Islam.
Kordoba pun sibuk dengan produktivitas perusahaan. Semua kebutuhan hidup,
mulai dari pakaian, perkakas rumah tangga, alat pertanian, persenjataan, dan
lain-lain, dapat dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan yang berdiri di ibu kota
tersebut dan kota-kota besar sekitarnya. Ibu kota Kordoba sendiri mempunyai
13.000 alat tenun dan industri lainnya yang berproduksi di bidang kulit, di mana
hasil dari produksi tersebut diekspor ke Maghribi, dan dari sana dikirim ke
Prancis dan Inggris. Pemeliharaan sutra dan wool yang banyak terdapat di
Kordoba, Malaga, dan Almeria berkembang pula di dengan pesatnya.
Dibangun pula saluran-saluran air beserta irigasi yang tertata untuk keperluan
pertanian. Seperti diungkapkan ahli sejarah R. Dozy bahwa tidak ada sejengkal
tanahpun pada masanya yang tidak menjadi lahan subur pertanian. Bahkan,
menurut R. Fletcher dalam bukunya The Cross and The Crescent, ketika wilayah
Islam menjadi wilayah yang subur makmur karena penataan irigasi yang baik,
sementara di belahan Eropa Kristen keadaan sebaliknya, ketidakmampuan
menciptakan sistem irigasi menjadikan lahan pertanian mereka kurang subur,
dan hal ini mengakibatkan kecemburuan dan keinginan untuk menguasai
kembali
wilayahwilayah
yang
dikuasai
Islam.
Abdurrahman ad-Dakhil tak lupa membangun gedung-gedung perguruan serta
lembaga-lembaga ilmiah. Sehingga Kordoba berkembang menjadi pusat studi
dan pendidikan yang menarik minat negeri-negeri lain untuk belajar ke sana.
Kelak, akan hadir tokoh-tokoh ilmu pengetahuan yang luar biasa lahir dari rahim
peradaban
Kordoba.
Seperti; Ibnu Rusyd (1126-1198 M), seorang filosof, sekaligus dokter dan ahli
Fiqh ternama, Bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran ialah alKulliyat yang berisi kajian ilmiah pertama kali mengenai tugas jaringan-jaringan
dalam kelopak mata. Bukunya dalam bidang fikih adalah Bidayatul Mujtahid.
Ada juga Az-Zahrawi, yang dikenal sebagai orang pertama yang
memperkenalkan teknik pembedahan manusia. Az-Zahrawi yang lahir dekat
Kordoba pada 936 M, dikenal pula sebagai penyusun ensiklopedi pembedahan
yang karya ilmiahnya itu dijadikan referensi dasar bedah kedokteran selama
ratusan
tahun.
Begitu pula di bidang astronomi ada Az-Zarkalli, astronom muslim kelahiran
Kordoba yang pertama kali memperkenalkan Astrolobe. Yaitu suatu instrumen
yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari horison bumi.

Penemuan ini menjadi revolusioner karena sangat membantu navigasi laut.


Dengan begitu, transportasi pelayaran berkembang pesat selepas penemuan
astrolobe. Tak terhitung lagi tokoh-tokoh berikut karya-karya besarnya yang
bermanfaat bagi kemanusiaan yang lahir dari kecemerlangan peradaban Islam di
Andalus
Pembangunan di berbagai bidang tersebut membawa kemakmuran yang berlipat
ganda terhadap penduduk Andalus, sehingga sumber keuangan negara
meningkat hingga 6.245.000 dinar. Pendapatan negara tersebut kemudian
digunakan antara lain: sepertiga untuk kepentingan angkatan bersenjata;
sepertiga lagi digunakan untuk pekerjaan umum dan pembangunan; sepertiga
yang lain untuk kas negara. Yang kemudian dikembalikan untuk menambah
kesejahteraan
masyarakat
Andalus.
Epilog
Abdurrahman ad-Dakhil memerintah selama 32 tahun lamanya, dan pada tahun
788 M ia wafat dalam usia 61 tahun. Dari seorang pelarian politik akhirnya ia
menjadi seorang penguasa yang disegani dan dihormati lawan. Ia berhasil
mengulang kembali kejayaan Bani Umayyah dan meninggalkan jejak besar bagi
sejarah kekuasaan Islam di wilayah Andalus. Sebuah perjalanan hidup yang
berarti dan membanggakan.

Referensi :
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akarakar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004 ).
Joesoef Souyb, Sejarah Daulat Umayyah di Damaskus , (Jakarta: Bulan Bintang,
1977)
__________ , Sejarah Daulat Umayyah di Cordova , (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)
Richard Fletcher, The Cross and The Crescent, Edisi Indonesia; The Cross and The
Crescent: Riwayat tentang perjumpaan awal umat Muslim dan Kristen, cet. 1
(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2007)
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam
dan Pemikiran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996).

Menilik Jejak Islam Di Eropa (2) Andalusia


November 10, 2009 by Vien AM
Bila orang Perancis biasa menyapa dengan kata Bonjour maka Olaadalah sapaan yang
akrab terdengar di telinga ketika kita pergi mengunjungi kota-kota di Spanyol. Namun
demikian warga Andalusia, wilayah Spanyol yang terletak diujung selatan semenanjung
Iberia ini, meng-klaim bahwa mereka adalah warga Spanyol yang paling ramah dan hangat
dibanding saudara-saudara mereka yang tinggal di wilayah lain. Dan ini memang terbukti.
Karena selama kurang lebih satu minggu kami berada di Andalusia, mulai dari penjaga pintu
tol, resepsionis hotel hingga orang-orang yang kami temui dan tanyai ketika kami tersesat
atau membutuhkan informasi, tanggapan dan sambutan mereka selalu baik dan ramah.
Perjalanan ke Andalusia yang dikenal dengan peninggalan dan sejarah Islamnya yang sangat
kental ini, dimulai dari Pau- Perancis Selatan, dimana kami tinggal untuk sementara. Tujuan
utama adalah kota Malaga. Berhubung tidak ada penerbangan langsung dari Pau maka
dengan mengendarai kendaraan pribadi kami melaju ke Bilbao Spanyol, sekitar 250 km ke
arah barat Pau. Setelah menitipkan kendaraan di airport, kamipun terbang menuju Malaga
selama 1 jam 20 menit. Pesawat take off pada pukul 9 malam. Ini adalah satu-satunya
penerbangan Bilbao Malaga. Apa boleh buat kami harus merelakan satu malam untuk
istirahat di hotel sebelum memulai perjalanan panjang.
Esoknya dengan kendaraan sewaan yang kami ambil di airport Malaga, kami menuju
Granada. Jarak Granada Malaga sebenarnya hanya sekitar 120 km. Namun karena jalan
yang kami pilih bukan autoroute maupun jalan toll karena kami ingin melihat keindahan
kota-kota sepanjang pantai yang bakal kami lalui maka diperlukan waktu hampir 3 jam untuk
sampai ke tujuan.
Granada adalah sebuah kota sarat sejarah. Wilayah ini selama 8 abad lamanya berada
dibawah kekuasaan kerajaan Islam, yaitu sejak tahun 749 M 1492M. Setelah kerajaan yang
tadinya bersatu kemudian terpecah-pecah Granada adalah merupakan kerajaan kecil Islam di
Eropa yang terakhir kali jatuh. Kota ini berkembang pesat dibawah pemerintahan dinasti
Almoravid dan Almohad yang memerintah antara tahun 1090 M 1238 M.
Adalah Abdul Rahman ad-Dakhil bin Muawiyah, raja terakhir bani Umayyah yang pada masa
akhir kejatuhannya berhasil lari dari kejaran bani Abbasiyyah. Tujuannya adalah
semenanjung Iberia yang ketika itu telah ditaklukan oleh panglima Muawiyah, Thariq bin
Ziyad . Dengan menyeberangi selat yang memisahkan antara benua Afrika dan benua Eropa,
bersama panglima besar Musa bin Nushair, Thariq berhasil mengalahkan raja Ludzrig dari
kerajaan Wisigoth, pada tahun 710 M. Selat tersebut dikemudian hari dikenal dengan nama
selat Jibraltar. ( Berasal dari kata Jabar dalam bahasa Arab berarti gunung dan Thariq. Di selat
tersebut memang berdiri sebuah gunung karang ).
Abdul Rahman menjadi raja Andalusia dengan menjadikan Cordoba sebagai ibu kota
kerajaajannya pada tahun 755 M. Kerajaan Andalusia makin lama makin berkembang hingga
akhirnya pada tahun 976 M meliputi seluruh semenanjung Iberia. ( Saat ini adalah wilayah
yang meliputi Spanyol dan Portugal).

Namun tidak sampai seratus tahun kemudian karena rajanya yang lemah Andalusia terpecahpecah menjadi lebih dari 20 kerajaan kecil yang terpencar-pencar ( taifa atau muluk thawaif )
hingga sedikit demi sedikit jatuh ke tangan raja Kristen Spanyol. Ini dikarenakan kerajaankerajaan tersebut selalu bertikai, saling fitnah dan selalu dalam peperangan antar mereka
sendiri. Meskipun secara ekonomi, sains dan peradaban mereka maju pesat.
Kelihatannya mereka lupa pada hadits tentang pentingnya kesatuan, persaudaraan dan
silaturahmi. Padahal dalam shalat berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam dan
hukumnya setengah wajib bagi kaum lelaki ini terutama ketika Isya dan Subuh tersirat
hikmah betapa pentingnya persatuan dan kesatuan pimpinan.
Abdullah bin Umar RA mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: Orang muslim adalah
saudara bagi saudaranya yang lain, tidak berbuat zalim kepadanya dan tidak
menghinakannya. Barang siapa peduli pada kebutuhan saudaranya, maka Allah akan
memenuhi kebutuhannya. Barang siapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, maka
Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat kelak. Dan barang siapa
menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak ..
( Hadits Riwayat Mutafakkun Alaih).
Yang dimaksud Andalusia saat ini adalah provinsi paling selatan Spanyol yang meliputi kotakota seperti Malaga, Granada, Cordoba, Sevilla, Ronda, Almeira, Marbella dll. Napak tilas
dimulai dari istana Alhambra yang dalam bahasa Arab berarti Istana Merah.

Salah satu gerbang Alhambra, Granada

Istana yang dibangun pada sekitar tahun 1240


M ketika Granada berada dibawah pemerintahan dinasti Nasrid ini terletak di ketinggian di
sebelah Timur Laut kota. Dengan tembok tuanya yang terbuat dari bata merah lengkap
dengan 27 buah menara pengawasnya yang tinggi menjulang, istana kelihatan sangat
mencolok. Selain sebagai pembatas, tembok sepanjang 1,4 km ini berfungsi sebagai benteng
pertahanan ( Alcazaba ) pusat pemerintahan. Dari sinilah segala kebijaksaan kerajaan
diambil.
Kecantikan istana yang kental dengan nilai seni Islam yang amat tinggi ini terlihat begitu kita
memasuki pintu gerbangnya. Makin kedalam kecantikan tersebut semakin memukau.
Kaligrafi yang sungguh menakjubkan dengan detil gambar bunga dan dedaunan diantara
huruf-hurufnya ini tampak menghiasi seluruh permukaan dinding dan langit-langitnya.

Bahkan beberapa ruang menampilkan seni yang teramat tinggi. Kaligrafi berwarna biru muda
dan putih yang dibuat di langit-langit yang tinggi sedemikian rupa hingga menyerupai sarang
lebah yang bertingkat-tingkat. Ukirannya begitu halus dan detil.

Tak syak lagi, pasti dibutuhkan


tidak saja ketelitian dan seni yang tinggi namun juga perhitungan matematis yang akurat.
Yang lebih menakjubkan lagi di setiap dinding selalu dibuat kaligrafi yang berbunyi La
illaha illa Allah, bisa vertikal bisa juga horizontal. Hebatnya lagi, ukiran-ukiran tersebut
masih jelas dan nyata terbaca padahal umurnya telah dari 700 tahun !! Subhanallah .

Albaycin dari jendela Alhambra

Setelah puas menikmati keindahan istana, keesokan harinya kami


mengunjungi Kathedral dan Albaycin. Keduanya terletak tidak jauh dari Alhambra. Albaycin
adalah kawasan pemukiman Granada tertua dimana umat Islam dulu bertempat tinggal. Ini
adalah satu-satunya pemukiman yang tetap terjaga hingga saat ini. Disini pula kini berdiri
satu diantara dua masjid di Granada yang kembali berdiri setelah ratusan tahun lamanya
dilarang. Sementara gereja raksasa Kathedral Granada dibangun dilokasi bekas masjid raya
yang terletak ditengah-tengah pemukiman. Bahkan mihrabnyapun hingga detik ini masih
bertahan didalam gereja tersebut. Karena ketika itu masjid berubah fungsi begitu kerajaan
jatuh ke tangan Kristen tanpa mereka perlu merubah apa yang ada di dalamnya.
Saya tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan saudara-saudara kita yang hidup di
masa tersebut. Bagaimana dengan perasaan tertekan mereka terpaksa merelakan masjid yang

biasa mereka pergunakan untuk shalat sehari-hari tiba-tiba dijadikan rumah ibadah agama
lain. ( Dalam hati saya bertanya-tanya inikah nasib yang bakal dialami masjid Aqsho dan
Masjid Kubah Batu di Yerusalem bila kita terus saja diam membisu ketika pihak Israel
dengan diam-diam terus merangsek kedalam kedua masjid agung tersebut ?? Astaghfirullah
).
Tidak cukup itu saja, umat Islam Granada ini bahkan dipaksa meninggalkan ajaran Islam dan
berganti agama bila mereka ingin bertahan hidup dan tinggal di kota kelahiran mereka.
( click http://vienmuhadi.com/2009/08/21/menilik-jejak-islam-yang-hilang-di-eropa-1%e2%80%93-aragon/ untuk mengetahui sejarah Andalusia yang lebih lengkap). Maka
sejak saat itulah musnah sikap toleransi dan saling menghargai antar agama yang telah susah
payah dibangun umat Islam di Spanyol. Saat ini dapat kita buktikan dengan adanya
perbandingan jumlah gereja dan masjid yang ada di Indonesia yang mayoritas Muslim dan
Negara-negara Barat yang mayoritas Kristen.

Namun demikian kesedihan hati ini sedikit terobati ketika kami melewati
sebuah toko kecil yang dimiliki oleh seorang Muslimah ( awalnya terlihat dari jilbabnya).
Dari percakapan ala tarzan inilah , karena ia hanya bisa sedikit berbahasa Inggris, akhirnya
kami tahu bahwa jumlah Muslim di Granada saat ini cukup banyak. Bahkan kami juga
sempat mendengar alunan ayat suci Al-Quran yang keluar dari salah satu toko souvenir yang
berada di sepanjang jalan menuju Alhambra. Alhamdulillah.
Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan
tipu daya orang-orang yang kafir . (QS. Al-Anfal(8):18).
( Bersambung, ke Menilik Jejak Islam Di Eropa (3) Andalusia , click di sini).
Wallahualam bi shawab.
Semoga bermanfaat.
Pau France, 10 November 2009.
Vien AM.

RAJAWALI QURAISY, ABDURRAHMAN


AD-DAKHIL , PEMIMPIN NEGRI
ANDALUSIA

Agar kita dapat memahami kisah masuknya Abdurrahman bin Muawiyah ke bumi Andalusia,
kita harus mundur sedikit ke belakang hingga tahun 132 H (750 M), yaitu pada kejatuhan
Daulah Bani Ummayah di Timur. Pihak Abbasiyun telah membunuh seluruh orang yang
dianggap layak menjadi khalifah dari kalangan Ummawiyun. Mereka membunuh para
pangeran, putra-putra pangeran dan cucu-cucu para pangeran tersebut, kecuali sedikit saja
yang tidak terjangkau oleh pedang-pedang mereka.
Diantara mereka yang tidak terjangkau oleh pedang-pedang Bani Abbasiyah itu adalh
Abdurrahman bin Muawiyah, cucu dari Hisyam bin Abdul Malik yang berkuasa pada tahun
105 H (723 M) hingga tahun 125 H (743 M).
Abdurrahman tumbuh besar di istana Kekhilafahan Umawiyah. Maslamah bin Abdul
Malik, sang penakluk besar, paman ayahnya, melihatnya sebagai orang yang layak
memegang kekuasaan dan kepemimpinan serta mempunyai keunggulan dan kecerdasan.
Abdurrahman mendengarkan langsung itu darinya. Hal itu tentu saja memberikan pengaruh
positif dalam dirinya, yang buahnya akan tampak beberapa waktu kemudian.
Ketika Abdurrahman memasuki masa pemudanya, kaum Abbasiyun melakukan
pemberontakan terhadap pihak Umawiyun. Mereka menyerang Ibu Kota Daulah Umawiyah
di Syam dan membunuh semua anggota kerajaan hingga tidak ada lagi orang dari pihak
Umawiyah yang berfikir untuk menjadi Khalifah. Mereka membunuh semua orang yang telah
baligh dari kalangan keluarga Bani Umawiyah, tetapi tidak membunuh kaum wanita dan
anak-anak. Ini terjadi pada tahun 132 H.
MASA PELARIAN

Abdurrahman bin Muawiyah melarikan diri dari tempat tinggalnya di desa Dier Khinan
yang termasuk dalam wilayah provinsi Qansarin di Syam, menuju salah satu desa di Irak di
tepian sungai Eufrat. Namun ternyata pelarian Abdurrahman ini di ketahui oleh pihak
Abbasiyah. Maka suatu ketika, saat ia duduk di rumahnya, tiba-tiba masuklah putranya yang
berusia empat tahun dengan menangis keras. Saat itu Abdurrahman sedang mengalami sakit
dan terbaring di sudut rumah, melihat anaknya menangis ia pun bangkit dan berusaha
menenangkan anaknya tersebut. Akan tetapi anaknya tetap saja menangis dan tidak mau
diam. Abdurrahman bin Muawiyah pun berdiri dan bermaksud untuk keluar dari rumahnya.
Ternyata di luar rumah, ia melihat sudah banyak sekali panji-panji hitam lambang Daulah
Abbasiyah, yang bahkan telah memenuhi desa tersebut. Ia pun sadar, bahwa dirinyalah yang
mereka cari-cari. Abdurrahman pun kembali mauk kedalam lalu membawa saudaranya
Hisyam bin Muawiyah dengan semua uang yang ia punya, ia meninggalkan semua kerabat
wanita dan anak-anaknya bahkan semuanya, karena ia tahu bahwa mereka tidak akan
tersentuh apapun.
Abdurrahman melarikan diri bersama saudaranya Hisyam bin Muawiyah menuju Sungai
Eufrat. Tetapi ketika mereka sampai di tepian Sungai Eufrat, keduanya berhasil terkejar oleh
pasukan Abbasiyun. Keduanya pun menceburkan diri ke sungai dan mulai berenang. Dari
Kejauhan, pasukan Abbasiyah berteriak, "Kembalilah kalian berdua. Kalian akan
mendapatkan jaminan keamanan!" Mereka bersumpah untuk itu, tapi keduanya bertekad
untuk sampai ke tepian sungai yang di seberang. Hanya saja Hisyam sudah tidak sanggup lagi
berenang hingga ia memutuskan untuk memenuhi panggilan mereka, tapi Abdurrahman terus
mendorong dan memotivasinya untuk berenang, "Jangan kembali, Saudaraku! Karena mereka
pasti membunuhmu!" Hisyam menjawab, "Mereka telah memberikan jaminan keamanan." Ia
tetap memilih untuk kembali kepada pasukan Abbasiyyun. Tapi begitu pasukan Abbasiyyun
memegangnya, mereka langsung membunuhnya di depan mata saudaranya.
Abdurrahman bin Muawiyah terus menyeberangi sungai itu tanpa bisa berbicara atau
berfikir lagi karena kesedihan yang mendalam atas terbunuhnya sang adik yang berusia 13
tahun itu. Ia kemudian berjalan menuju wilayah Maghrib, karena ibunya adalah seorang
wanita yang berasal dari suku Berber. Ia bermaksud melarikan diri menemui keluarga ibunya
di sana. Ia melalui sebuah kisah pelarian diri yang panjang dan menakjubkan, di mana ia
melintasi Syam, Mesir, Libya, dan Qairuwan.
Abdurrahman bin Muawiyah akhirnya sampai ke Burqah (Libya). Selama lima tahun
lamanya ia terus bersembunyi hingga pencarian dan pengusiran mulai tenang. Ia pun keluar
menuju Qairuwan. Pada masa itu, Qairuwan di pimpin oleh Abdurrahman bin Habib Al-Fihri
keturunan dari Uqbah bin Nafi' seorang penakluk Maghrib yang pertama. Saat itu Afrika
Utara benar-benar telah berdiri sendiri dan lepas dari Daulah Abbasiyah.
ABDURRAHMAN DAN PERJALANAN MEMASUKI ANDALUSIA
Pada tahun 136 H (753 M), Abdurrahman bin Muawiyah mulai menyiapkan perbekalannya
untuk memasuki Andalusia. Ia melakukan hal-hal berikut:
Pertama : Mengutus budaknya yang bernama Badr ke Andalusia untuk mempelajari
situasi dan mengetahui kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kekuasaan di sana. Saat itu
Andalusia menjadi ajang perebutan antara orang-orang Yaman, yang di pimpin oleh Abu AshShabah Al-Yahshuby, dan orang-orang Qais, yang di pimpin oleh Abu Jausyan Ash-Shumail
bin Hatim, dan mereka inilah yang menjadi andalan pemerintahan yang di pimpin oleh

Abdurrahman bin Yusuf Al-Fihri.


Kedua : Mengirimkan surat kepada semua pecinta Daulah Umawiyah di bumi Andalusia
setelah ia mengetahui dari budaknya yang bernama Badr tentang siapa mereka. Dan
sebenarnya, banyak sekali orang yang di masa Daulah Umawiyah maupun di masa lainnya
yang sangat mencintai kalangan Umawiyyun. Sehingga sejak kepemimpinan Muawiyah bin
Abu Sufyan terhadap wilayah Syam di masa kekhilafahan Umar bin Al-Khattab, di masa
kekhilafahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ; kaum muslimin di berbagai penjuru
Daulah Islamiyah sangat mencintai Bani Umayyah. Di sepanjang sejarah, Bani Umayyah
sangat popular dengan kedermawanan, kebijakan politis dan kebijaksanaan mereka, serta
keberhasilan mereka mendapatkan kepercayaan masyarakat, interaksi mereka yang baik
terhadap masyarakat, upaya-upaya jihad Fi sabilillah, di dalam negri Andalusia, Bani
Umayyah mempunyai banyak sekali pendukung dan banyak pengagum, bahkan dari kabilahkabilah lain di luar Bani Umayyah.
Ketiga : Mengirim surat kepada semua orang Umawiyyun di Andalusia dan memaparkan
idenya kepada mereka, dan bahwa ia bermaksud untuk memasuki Andalusia serta meminta
dukungan dan bantuan mereka.
Langkah paling berpengaruh yang berhasil di lakukan oleh Badr adalah ketika ia berhasil
menemui para bekas budak yang mendukung orang yang telah membebaskannya yaitu
Daulah Umayyah dan memimpin para senior mereka, melalui merekalah, ia berusaha
melakukan upaya persekutuan dengan suku Qais, namun mereka dengan gamblang
mengungkapkan kekhawatiran akan munculnya seorang pangeran dari Bani Umayyah dan
menolak kesepakatan itu. Badr pun akhirnya menemui kabilah Yaman Hingga akhirnya
kesepakatan pun terjalin antara pihak Abdurrahman dan orang-orang dari kabilah Yaman.
Dengan demikian maka tuntaslah misinya dan ia pun segera mengirimkan utusan kepada
Abdurrahman dan menyampaikna kepadanya bahwa situasi dan kondisi di Andalusia sudah
memungkinkan untuk menerima kedatangan Abdurrahman, saat utusan itu datang dan
menceritakan kondisi di Andalusi maka bangkitlah Abdurrahman dan berkata, "Allahu Akbar!
Sekarang sempurna tuntas sudah urusan kita dan Allah pun memenangkan kita dengan
kekuatan dan keperkasaan-Nya!"
Ia pun kemudian menyiapkan bekalnya dan menyiapkan perahu yang akan membawanya
seorang diri menuju negeri Andalusia.
ABDURRAHMAN AD-DAKHIL DI ANDALUSIA
Abdurrahman bin Muawiyah akhirnya tiba di Andalusia, saat itu Andalusia sedang di
pimpin oleh Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri. Begitu Abdurrahman bin Muawiyah memasuki
Andalusia, mulailah ia mengumpulkan para pendukungya, para pecinta Daulah Umayyah,
Kabilah Berber dan beberapa kabilah yang menentang Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri. Pada
saat yang sama juga sisa-sisa kerabat Bani Umayyah yang melarikan diri ke Andalusia mulai
mengabungkan diri dalam persekutuan yang telah di jalankan bersama orang-orang Yaman.
PERTEMPURAN AL-MUSHARAH
Sebelum terjadi peperangan, Abdurrahman bin Muawiyah mengirimkan beberapa surat
kepada Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri meminta kesediannya secara baik-baik untuk
menyerahkan kepemimpinan, dan Al-Fihri akan di angkatnya menjadi pejabat pentingnya di

Andalusia. Alasannya adalah karena ia masih cucu dari Hisyam bin Abdul Malik kerabat dari
Abdurrahman bin Muawiyah. Namun tawaran yang sangat begitu baiknya itu di tolak oleh
Yusuf Al-Fihri dan malah menyiapkan pasukannya untuk memerangi Abdurrahman bin
Muawiyah bersama para pendukungnya.
Maka pada bulan Dzulhijjah 138 H (Mei 756 M), meletuslah sebuah peperangan dahsyat
antara Abdurrahman bin Muawiyah dengan Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri, peperangan itu
dikenal oleh para sejarahwan dengan nama perang Al-Musharah.
Sebelum terjadinya peperangan, timbulah suara-suara sumbang dari beberapa orang Yaman
yang mengatakan, "Abdurrahman itu orang asing di negeri ini, lagi pula ia mempunyai kuda
yang besar dan kuat. Jika terjadi kekalahan, maka ia akan segera melarikan diri meninggalkan
kita menghadapi pasukan Al-Fihri seorang diri!" Ucapan itu nyatanya sampai juga ke telinga
Abdurrahman. Dengan kecerdasannya yang luar biasa yang melampaui usianya yang 25
tahun, ia pergi menemui Abu Ash-Shabah Al-Yahshuby seorang pemimpin dari kabilah
Yaman dan mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya kuda tungganganku ini sangat cepat
larinya dan membuatku tidak bisa memanah karenanya. Jika engkau berkenan, ambilah dia
dan berika keledaimu kepadaku!"
Ia pun memberikan kudanya yang cepat itu dan mengambil keledainya untuk di gunakan
dalam pertempuran. Pada saat itulah orang-orang Yaman mengatakan, "Ini bukanlah tindakan
seorang pria yang ingin melarikan diri. Ini adalah tindakan orang yang ingin mencari
kematian di medan perang!"
Setelah itu, pertempuran hebat pun berlangsung, saling serang terjadi di antara kedua belah
pihak, pada mulainya kedua pihak sama-sama kuat dan saling menunjukan kebolehan dan
keahlian seni berperangnya, namun setelah beberapa lama terjadi peperangan, akhirnya
Abdurrahman bin Muawiyah berhasil memberikan sebuah pukulan telak kepada pasukan AlFihri hingga posisi mereka sangat tidak menguntungkan, akhirnya Abdurrahman berhasil
memenangkan pertempuran dan Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri pun melarikan diri.
Dalam tradisi peperangan, sudah menjadi kebiasaan jika pasukan yang memenagkan
peperangan akan mengejar pasukan yang kalah dan melarikan diri, untuk membunuh dan
menghabisi mereka. Dengan begitu, mereka dapat memadamkan pemberontakan yang
mungkin akan terjadi setelahnya. Disaat orang-orang Yaman mempersiapkan pengejaran itu
tiba-tiba Abdurrahman melarang mereka dan mengatakan sebuah perkataan yang hingga saat
ini masih harum terdengar di telinga para muslimin, ungkapan yang menunjukan sebuah
kecemerlangan, keilmuan, pemahaman yang benar dan pemikiran yang tepat dalam
menimbang segala perkara. Ia mengatakan, "Janganlah kalian menghabisi musuh yang masih
akan kalian harapkan persahabatannya, biarkanlah mereka hidup agar suatu saat nanti kita
dapat mengahadapi msusuh yang lebih keras permusuhannya di bandingkan mereka!"
Yang ia maksudkan adalah, mereka yang hari ini memerangi kita mungkin esok akan
menjadi bagian dari pasukan kita, dan dengan begitu mereka akan menjadi penolong kita
untuk menghadapi musuh-musuh kita dari pihak kristen dan yang lainnya di Leon, Perancis
dan yang lainnya. Demikianlah Abdurrahman Ad-Dakhil adalah seseorang yang memiliki
pandangan yang sangat luas, meliputi seluruh kawasan Andalusia, bahkan meliputi wilayah
Eropa. Ia mengetahui meskipun boleh saja baginya memerangi mereka demi mempersatukan
negri itu, tetapi pada waktu yang sama, secara syar'i ia tidak dibenarkan untuk mengejar dan
membunuh mereka yang melarikan diri. Ia juga tidak boleh menyiksa mereka yang terluka

dan membunuh para tawanan mereka. Karena posisi mereka di dalam Islam adalah Al-Bughat
atau pemberontak, bukan orang musyrik. Dan hukuman untuk pemberontak dalam islam
adalah, yang melarikan diri dari mereka tidak di cari, yang tertawan tidak di bunuh, yang
terluka tidak di siksa, bahkan hartanya tidak di jadikan sebagai harta rampasan perang.
Kekalahan dalam pertempuran itu sangat hebat, sampai-sampai Abdurrahman bin
Muawiyah tidak mendapati seorang pun menghalanginya untuk sampai ke istana kekuasaan
di Cordova. Tentara-tentaranya menguasai apa yang ada di tangan pasukan Yusuf, entah itu
berupa perbekalan, persenjataan dan yang lainnya. Hanya saja ada sebagian orang yang
berusaha membalas dendam kepada Yusuf dengan merampok dan menculik istri dan anakanaknya. Mengetahui hal itu, maka Abdurrahman segera mengusir orang-orang itu,
memberikan pakaian kepada anak-anak Yusuf yang telanjang karena di rampok dan
mengembalikan hartanya yang bisa ia kembalikan. Karena hal itu banyak dari orang-orang
Yaman yang marah dan kecewa kepada Abdurrahman karena mereka tidak bisa membalas
dendam kepada Yusuf. Mereka berfikir bahwa itu dikarenakan Abdurrahman Ad-Dakhil
melindunginya karena kefanatikkannya terhadap nasabnya yang berasal dari suku Mudhar.
Abdurrahman bin Muawiyah tinggal di luar Cordova selama tiga hari untuk memberikan
kesempatan kepada keluarga Yusuf Al-Fihri mengumpulkan milik mereka dan keluar dengan
aman. Kejadian ini menjadi awal catatan sejarah kemuliaan dan keharuman namanya di
Andalusia.
ABDURRAHMAN DAN KHALIFAH ABBASIYAH
Pada tahun 756, Abdurrahman Ad Dakhil menolak kekhalifahan Abbasiyah di Damaskus dan
menjadi amir independen di Kordoba. Ia berkuasa selama 6 tahun setelah Daulah Umayyah telah
kehilangan posisi kekhalifahan di Damaskus pada tahun 750. Untuk mendapatkan kembali posisi
kekuasaan, ia mengalahkan penguasa Islam dari daerah-daerah yang menentang aturan Umayyah
dan berbagai kesultanan lokal dan bersatu menjadi emirat. Namun, unifikasi pertama al-Andalus di
bawah Abdurrahman masih membutuhkan waktu lebih dari 25 tahun (Toledo, Zaragoza, Pamplona
dan Barcelona).
Ketika Abu Jafar al-Mansur, khalifah kedua Abbasiyah, mengangkat al-Ala bin al-Mughirah menjadi
gubernur Andalusia pada tahun 761, gubernur itu ditangkap oleh Abdurrahman. Dua tahun kemudian
lehernya dipenggal, kepalanya diawetkan dengan kamper dan garam, lalu dibungkus dengan bendera
hitam. Surat pengangkatannya dimasukkan kedalam bungkusan tersebut, selanjutnya dikirim kepada
khalifah al-Mansur, yang waktu itu sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah.
Menerima kenyataan tersebut, khalifah al-Mansur memuji Allah karena dia dan Abdurrahman
dipisahkan oleh laut; jika tidak, tentu akan terjadi pertempuran yang dahsyat. Ia menjuluki
Abdurrahman sebagai Rajawali Kuraisy.
Menurut sebuah riwayat, Andurrahman pernah mempersiapkan pasukan angkatan laut untuk merebut
Suriah dari Dinasti Abbasiyah. Tetapi rencana ini gagal karena didalam negerinya muncul keributan dan
pemberontakan.
Keberhasilan Abdurrahman memadamkan pemberontakan dan gangguan musuh membuktikan dirinya
sebagai penguasa yang mempunyai kedudukan sama baik dengan penguasa-penguasa yang tangguh di
Eropa maupun dengan penguasa Abbasiyah. Ahli sejarah menilai sebagai arsitek dalam perang dan
perdamaian. Tentang kecakapannya memerintah, ia disamakan orang dengan khalifah al-Mansur, karena
ia mampu mempersatuka dan memakmurkan kehidupan rakyatnya yang berasal dari berbagai suku
bangsa, seperti Arab, Suriah, Barbar, Numidia, Arab-Spanyol, dan Goth.
Selama Abdurrahman memerintah, disamping berhasil memadamkan pemberontakan dan serangan
musuh-musuhnya sehingga negaranya menjadi stabil, ia juga berhasil membangun kepentingan rakyat,
seperti pertanian, perdagangan, dan perekonomian. Ia memperindah kota-kota; membangun salurah iar
minum yang bebas dari kotoran; membangun istana Munyatur Rusyafah di luar kota Cordoba dengan
bentuk menyerupai istana yang dibangun kakeknya, Hisyam, di timur laut Suriah; membuat dinding

disekitar kota; dan mendirikan Masjid Agung Cordoba yang kemudian terkenal sebagai pusat untuk
wilayah islam di Barat. Ia memprakarsai dan mendorong kegiatan-kegiatan intelektual, seni, dan
budaya, sehingga Spanyol dari abad ke-9 sampai abad ke-11 merupakan salah satu pusat kebudayaan
dan ilmu pengetahuan dunia di Barat, yang mempunyai kedudukan sama dengan kota Baghdad di Timur.
WAFATNYA AMIR ANDALUS, ABDURRAHMAN BIN MUAWIYAH
Abdurrahman Ad-Dakhil hidup selama 59 tahun. Sembilan belas tahun di antaranya ia lalui di
Damaskus dan Irak sebelum kejatuhan Daulah Umawiyyun, enam tahun dalam pelarian menghindari
kejaran Bani Abbasiyah dan perencanaan memasuki Andalusia, lalu 34 tahun memegang kekuasaan dan
kepemimpinan di negeri Andalusia. Beliau akhirnya meninggal dunia di Cordova dan dimakamkan di
sana pada Jumadil Ula 172 H (Oktober 788 M). Dari seorang pelarian politik, ia menjadi penguasa yang

disegani kawan dan lawan.


PENINGGALAN DINASTI UMAYYAH DI ANDALUSIA
Istana Al-Hamra peninggalan Daulah Umayyah II di Spayol

Masjid Agung Cordova

BAB I
PENDAHULUAN
Prestasi sekaligus konstribusi Islam yang paling berharga bagi pencerahan peradaban
masyarakat Eropa. Spanyol, pintu gerbang Eropa yang oleh orang Arab Islam disebut
Andalusia, dikuasai dan menjadi basis kekuasaan Islam di benua itu selama sembilan abad.
Hingga kini, bukti-bukti zaman keemasan Islam tersebut masih dapat disaksikandan menjadi
objek wisata yang menarik para turis dari seluruh dunia[1].
Spanyol adalah sebuah negara yang pernah ditaklukkan oleh Islam untuk
mengembangkan agama Islam di negeri tersebut. Ketika Islam masuk ke negeri Spanyol,
negeri ini banyak mengalami perkembangan peradaban yang pesat baik dari kebudayaan
maupun pendidikan Islam, karena Spanyol didukung oleh negerinya yang subur dengan
penghasilan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menghasilkan para pemikir hebat. Spanyol
mengalami perkembangan pesat dalam kebudayaan dan pendidikan Islam yang dimulai
dengan mempelajari ilmu agama dan sastra, kemudian meningkat dengan mempelajari ilmuilmu akal. Karena dalam waktu relatif singkat Cardova dapat menyaingi Baghdad dalam
bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak
menarik perhatian para sejarawan[2].
Secara politis, Islam di Andalusia telah memberi rasa aman bagi kaum yang selama ini
menjadi kelompok terpinggirkan seperti orang Yahudi dan rakyat kebanyakan.

BAB II
PEMBAHASAN
Pendiri Dinasti Umayyah II adalah Abdurrahman al-Dakhil. Ketika dinasti Umayyah
di Damaskus tumbang oleh dinasti Abbasiyah, salah seorang keluarga Umayyah,
Abdurrahman al-Dakhil, berhasil meloloskan diri dari kejaran dinasti Abbasiyah. Dia berhasil
menyeberang ke Spanyol dan memasuki Andalusia. Saat itu, keamiran Andalusia berada di
tangan Yusuf bin Abdurrahman al-Fihr dari bani Mudar. Berkat dukungan suku Yaman yang

[1].[1] Didin Saefuddin Bukhori.Sejarah Politik Islam.Jakarta:Pusaka


Intermasa.119
[2].[2] Badri Yatim.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.87

sedang bertikai dengan Yusuf, Abdurrahman al-Dakhil berhasil menguasai Andalusia. Ia


kemudian berhasil mengatasi pemberontakan dan serangan dari musuh-musuhnya.
Abdurrahman ad-Dakhil mendirikan dinasti Umayyah II yang merdeka dari
kekuasaan dinasti Abbasiyah. Oleh sebab itu, khalifah al-Mansur memberi gelar kepada adDakhil Saqar Quraisy, artinya Rajawali Quraisy[3].
1. Kekuasaan Dinasti Umayyah II
Setelah memproklamasikan berdirinya pemerintahan yang baru, Abdurrahman al-Dakhil
mulai menata pemerintahannya. Walaupun pemerintahan dinasti Umayyah di Andalusia
merdeka dan tidak terikat dengan pemerintahan manapun, Abdurrahman al-Dakhil tidak
menggunakan gelar khalifah, tetapi amir. Secara tidak langsung, ia masih mengakui bahwa
kekhalifahan dipegang Dinasti Abbasiyah. Gelar khalifah di Andalusia pertama kali
digunakan Abdurrahman al-Nasir (Abdurrahman III), bersamaan dengan meninggalnya
khalifah al-Muqtadir di Bagdad.
Pada masa awal pemerintahan Dinasti Umayyah, kondisi Andalusia belum stabil. Hal itu
disebabkan adanya perselisihan di kalangan umat Islam sendiri. Perselisihan itu terjadi antara
suku Barbar dan Arab, perselisihan tersebut membuat kehidupan masyarakat dan politik pada
masa itu relatif belum stabil. Di samping itu, gangguan dari golongan Kristen juga masih
terus terjadi.
Adapun para penguasa Dinasti Umayyah yang memerintah di Spanyol yang terkenal
adalah sebagai berikut.
a.

Abdurrahman al-Dakhil (Abdurrahman I), 756-788 M


Setelah berhasil mendirikan sebuah pemerintahan yang merdeka, Abdurrahman alDakhil berusaha memantapkan pemerintahan sebagai langkah pertama. Hal itu dilakukannya
dengan cara mematahkan segala perlawanan yang ditujukan kepadanya. Beberapa kelompok
Arab di Andalusia Timur meminta bantuan Charlemagne Agung, raja Prancis. Kelompok ini
mencoba mengusir Abdurrahman al-Dakhil dari Andalusia. Pasukan ini dipimpin oleh
Roland.
Dalam
mengalahkan

sebuah

pertemuan

mereka.

Setelah

di
itu,

Roncesvaltes, Abdurrahman
Abdurrahman

al-Dakhil

al-Dakhil

mampu

memperkuat

dan

mengorganisasikan tentaranya. Tentara Islam direkrutnya dari orang-orang Barbar, Afrika


Utara, yang terkenal kuat. Dengan jumlah mencapai 40.000 orang, pasukan Dinasti Umayyah
menjadi sangat kuat. Keberhasilannya memantapkan pemerintahan membuat Abdurrahman
al-Dakhil kemudianberalih ke bidang pembangunan, seni, dan kebudayaan. Abdurrahman ad[3].[3] N. Abbas Wahid dan Suratno.Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam.kelas XII
Madrasah Aliyah.Solo:Tiga Serangkai.53

Dakhil membangun beberapa benda sejarah. Beberapa benda sejarah itu adalah Mesjid Agung
Kordoba, Jembatan Sungai Guadalquivir, dan Taman Munyal ar-Rusafa.
Dalam bidang seni dan kebudayaan, Abdurrahman al-Dakhil melindungi tokoh
pujangga dan cendekiawan di dalam istananya. Di antara tokoh pujangga istananya adalah
Abi al-Mutasya, Saikh Abu Musa Hawari, Isa bin Dinar, Yahya bin Yahya, dan Said bin
Hasan.
Dalam bidang pengetahuan, Abdurrahman al-Dakhil merintis berdirinya universitas di
Kordoba, Sevilla, dan Toledo. Universitas-unuversitas tersebut menjadi sumber asli
kebudayaan Arab, non Arab, Islam, Kristen, dan Yahudi selama berabad-abad kemudian.
Abdurrahman al-dakhil juga membagi pemerintahan kedalam tiga badan, yaitu yudikatif,
perpajakan dan sipil. Dia memerintah dengan ketegasan dan keadilan hingga meninggal pada
tahun 788M. hal ini membuat wilayah kekuasaanya menjadi paling terorganisasi dengan ibu
kota paling megah di Eropa.

b. Hisyam Bin Abdurrahman ( Hisyam I ), 788-796M


Hisyam naik tahta menggantikan ayahnya, Abdurrahman I. ia terkenal sebagai khalifah
yang saleh dan adil. Dalam pemerintahanya, ia membangun dan meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Dalam bidang pendidikan, Hisyam memperingati dan meningkatkan ilmu
pengetahuan dan penelitian. Ia telah mengembangkan penggunaan bahasa Arab dalam
kehidupan masyarakat. Pada akhirnya, bahasa Arab lebih diutamakan dari pada bahasa latin
di Semenanjung Iberia. Dalam bidang keagamaan, Hisyam mencoba memasukkan Mazhab
Maliki ke Andalusia. Kitab al-Muwatta yang ditulis Imam Malik disalin dan disebarkan
keseluruh negeri. Hisyam juga memerhatikan kehidupan rakyat yang kecil. Ia sering
menyamar dan memerdekan sebagian harta kepada rakyatnya yang miskin serta
mendengarkan keluhan-keluhan mereka.
Dibidang kesusastraan, Hisyam sangat menyukai sejak bahasa arab. Amar bin Ali
Gaffar adalah seorang penyair yang termasyur pada masanya. Hisyam meninggal dalam usia
c.

40 tahun.
Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II), 822-852
Abdurrahman II menggantikan Ayahnya, Hakam, dalam usia 31 tahun. Ia bergelar alAusat yang berarti yang menengah. Ia sangat dicintai rakyatnya. Selain mempunyai kemauan
keras, ia juga berwawasan luas. Hal itulah yang membuat ia menjadi amir yang berhasil.
Dalam mengatasi politik dalam negrinya, Abdurrahman II berusaha mengamankan dan
mengatasi huru-hara yang ada. Dengan demikian, jalannya pemerintahan menjadi stabil.
Perekonomian pun meningkat pesat.

Dalam mengatasi politik luar negerinya, Abdurrahman II membentuk armada laut guna
menumpas perompakan yang dulakukan bangsa Normandia dari Semenanjung Skandinavia.
Diwilayah utara, Alfonso II dari suku Leon melakukan penyerangan dengan bantuan
beberapa kabilah Kristen. Namun, semua itu dapat ditumpasnya.
Abdurrahman II sangat memperrhatikan pendidikan. Ia banyak membangun sekolah,
perguruan tinggi, dan perpustakaan besar. Pada masa itu banyak lahir intelektual dan filsuf
muslim.
Kebebasan beragama diterapkan dalam pemerintahan Abdurrahman II. Akhlak yang
demikian itu justru mendorong banyak orang Kristen yang masuk Islam. Abdurrahman II
juga mencintai kesenian dan kesusastraan. Ia melindungi seniman dan cendekiawan di
istananya. Pada masanya muncul seorang pemain musik yang terkenal, yaitu Zaryab.
Abdurrahman II juga membuat kota Kordoba menjadi Bagdad. Ia memperindah kota dengan
gedung-gedung besar, mesjid, serta air mancur.
d. Abdurrahman al-Nasir (Abdurrahman III), 912-961M
Abdurrahman III mewarisi pemerintahan yang kacau balau dari ayahnya, Abdullah. Di
seluruh penjuru negeri terjadi kekacauan dan pemberontakan. Abdurrahman III segera
mengambil

langkah-langkah

untuk

memadamkannya.

Pemberontakan-pemberontakan

tersebut adalah sebagai berikut.


1. Ordono II
Ordono II adalah kepala suku Leon. Ia dibantu Sancho, kepala suku Navarre dalam
melancarkan pemberontakannya pada tahun 914 M. pemberonyakan ini diteruskan anakanaknya, Ramiro dan Garcia. Pemberontakan ini, dibantu Muhammad bin Hasyim, gubernur
Zaragoza. Perjanjian damai pada tahun 955 M mengakhiri pemberontakan ini.
2. Umar bin Hafsun
Umar bin Hafsun memulai pemberontakannya pada tahun 882 M. pemberontakan ini paling
berbahaya karena sudah mengancam kekhalifahan di Kordoba. Pada tahun 931 M,
Abdurrahman III berhasil menghancurkan bentengnya di Babastro
3. Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah merupakan penguasa Afrika Utara setelah berhasil mengalahkan penguasa
Aglabiyah. Abdurrahman III mengirimkan ekspedisi keafrika utara dan menguasai Maroko
dan Ceuta pada tahun 918-931 M. ia juga mengirimkan armada kepantai Aljazair dan Tunisia
untuk mengganggu pelayaran Dinasti Fatimiyah.
Setelah berhasil memulihkan pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia, Abdurrahman
III mendengar berita kematian khalifah al-Muqtadir di Bagdad pada tahun 932 M. Dengan
meninggalnya khalifah al-Muqtadir, Abdurrahman III mengumumkan dirinya sebagai
khalfah. Dengan demikian, saat itu di dunia Islam terdapat dua khalifah, yaitu khalifah
Dinasti Abbasiah di Bagdad dan khalifah Dinasti Umayyah di Andalusia.

Dalam menjalani kelompok agama lain abdurrahman III bersikap toleran. Gereja-gereja
diijinkan berdiri. Abdurrahman III juga mengundang semua orang dari setiap agama datang
kemesjidnya. Orang-orang kristen bebas bekerja dalam dinas kenegaraan.
Ilmu pengethuan juga berkembang pada masa itu. Ilmu-ilmu yang muncul pada masa
Abdurrahman III, antara lain
1.
2.
3.
4.

Ibnu al-Ahmar (sejarawan);


Ahmad bin Nasar (Astronom);
Ibnu Masarah (filsuf);
Said dan Yahya bin Isyak (Dokter).
Banyak buku Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada saat itu negara
memiliki 75 perpustakaan. Selain itu, Abdurrahman III juga membangun istana Al-Zahra di
dekat Kordoba. Istana ini memiliki 400 kamar serta memberi pondokan kepada ratusan budak
dan ribuan pengawal. Pada masa itu Kordoba menjadi kota yang sangat makmur yang hanya
dapat disaingi oleh Bagdad dan Konstantinopel.
Kordoba mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Abdurrahman III (912961M). Pada masa itu, Kordoba mempunyai penduduk lebih dari setengah juta jiwa. Di kota
itu terdapat 50 rumah sakit, 700 mesjid, 800 sekolah dan 300 tempat pemandian umum.
Selain itu, Kordoba penuh dengan gedung-gedung megah dan mewah. Yang paling megah
ialah istana khalifah Madinatul-Zahra yang dibangun diatas bukit yang jauhnya 5 km dari
pusat kota.
Istana Madinatul-Zahra mempunyai 4000 ruang dan sekitarnya terdapat kantor-kantor dan
gedung pemerintahan. Selain itu, terdapat tempat tinggal para duta, misalnya duta-duta dari
Prancis, Jerman, dan Italia. Karena indah dan besarnya itulah, dinamakan Madinatul-Zahra
yang berarti kota yang gilang gemilang.
Menurut riwayat, kota Kordoba dibangun selama 40 tahun dengan menghabiskan
sepertiga dari seluruh pendapatan negara setiap tahunnya. Pekerja yang digunakan tidak
kurang dari 10.000 orang setiap hari yang didatngkan dari berbagai negeri. Karena megah
dan indahnya, kota Kordoba disebut sebagai mutiara dunia.
Sepeninggal Abdurrahman III, diangkatlah putranya yang bernama Hakam bin
Abdurrahman (861-972M). Ia terkenal sebagai sarjana dan pencinta ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu, tidaklah aneh apabila seluruh perhatian pada masa pemerintahannya dicurahkan
untuk memajukan ilmu pengetahuan. Pada masa Hakam, universitas Kordoba terkenal di
seluruh dunia sehingga banyak mahasiswa Islam dan Kristen dari Eropa berdatangan untuk
belajar. Selain itu, di Kordoba terdapat banyak perpustakaan, di antaranya yang terbesar
adalah milik khalifah sendiri. Perpustakaan ini memiliki koleksi kitab tidak kurang dari

40.000 jilid. Disamping itu, banyak toko buku sehingga penduduk Kordoba hampir tidak ada
yang buta huruf.
2. Kemajuan Peradaban pada Masa Dinasti Umayyah II
Dalam kurun waktu tujuh abad Islam berkuasa di Spanyol (Andalusia), umat Islam telah
mengukir masa keemasannya di berbagai bidang. Banyak prestasi yang telah diukurnya,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia pada kemajuan yang lebih
kompleks.
a.

Kemajuan Intelektual
Sebagai negara yang subur, Spanyol telah menghasilkan banyak keuntungan secara
ekonomi. Tingkat ekonomi yang tinggi memunculkan banyak pemikir. Banyaknya pemikir itu
mengakibatkankan banyak bidang keilmuan yang menonjol di Spanyol.

1. Bidang Filsafat
Pada masa pemerintahan Muhammad bin Abdurrahman (852-866), mulai dikembangkan
minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun, usaha ini belum banyak membuahkan
hasil. Kemudian dilanjutkan al-Hakam (961-976 M). Al-Hakam berinisiatif menterjemahkan
karya-karya filsafat dalam jumlah yang besar. Hal itu membuat Kordoba dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Kemajuan ini merupakan jembatan ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn
al_Sayig. Ia lebih di kenal dengan nama Ibnu Bajjah. Ia lahir di Zaragoza dan meninggal di
Fez karena keracunan. Karya besarnya adalah an-Nafs dan Risalahal- Ittisal.
Tokoh kedua adalah Ibnu Tufail. Ia lahir di Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur
Granada dan wafat pada tahun 1185 M. Abu tufail banyak menulis tentang kedokteran,
astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hayy ibn Yaqzan.
Pada akhir abad ke-12 M, muncul seorang pengikut Aristoteles dalam bidang filsafat, yaitu
Ibnu Rusyd dari Kordoba. Ia lahir di Kordoba pada tahunn 1126 M dan meninggal pada tahun
1198 M. Ibnu Rusyd sangat berhati-hati dalam menafsirkan karya-karya filsafat Aristoteles.
Ia berusaha menyerasikan antara filsafat dan agama. Tidaklah mengherankan jika namanya
cemerlang dalam filsafat islam. Karya terbesarnya adalah Tahafut at-tahafut
2. Bidang Sains
Dalam ilmu kedokteran, kita mengenal nama-nama Wafid al-Lakhmi, Khalaf az-Zahrawi,
dan Zurh. Dikalangan wanita, kita mengenal Umm al- Hasan binti Abi Jafar dan saudara
perempuan al-Hafiz. Abul Qasim az-Zahrawi, seorang dokter bedah dan menulis buku atTasrif sebanyak 30 jilid. Ibnu Khatimah, Ahli penyakit malaria. Ammar al-Marsudi adalah
ahli mata.

Dalam ilmu astronomi, ada Abbas Ibnu Farnas yang termasyhur dalam ilmu kimia dan
astronomi. Ia orang pertama yang menemukan kaca dari batu. Selain itu, ada Ibrahim Ibnu
Yahya an-Naqqas, seorang ahli Astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadi gerhana
matahari dan lama berlangsungnya. Beliau juga berhasil membuat teropong bintang. Ahmad
ibn Kas dari Kordoba adalah seorang yang ahli dalam bidang obat-obatan.
Dalam bidang sejarah dan Geografi, Islam melahirkan banyak ilmuan terkenal. Ibnu Jubair
dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang perlawatan kenegeri-negeri muslim, seperti
Mediterania dan Sicilia. Ibnu Batutah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samuda Pasai
dan Cina. Ibnu al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada. Adapun Ibnu Khaldun
dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah dalam bukunya Muqaddimah.
3. Bidang Fikih
Dalam bidang fikih, Spanyol terkenal sebagai penganut mazhab Maliki. Mazhab ini dibawa
Ziyad ibn Abd al-Rahman. Selanjutnya, diteruskan Ibnu Yahya yang menjadi qadi (hakim)
pada massa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya, antara lain Abu Bakr ibn alQutiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi, dan Ibnu Hazm dengan karyanya al-Muhalla bi alAsar Fi Syah al-Mujalla bil Ikhtisar dan al-Hikam fil Usul Ahkam. Adapun Ibnu Rusyd,
selain sebagai ahli filsafat, ia pun ahli fikih (hukum Islam) dengan bukunya Bidayah alMujtahid wan Nihayah al-Muqtasid.
4. Bidang Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islammemiliki tokoh al-Hasan ibn Nafi yang
dijuluki Zaryab. Ia terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmunya diwariskan kepada anakanaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Lebih dari itu, ilmu itu juga diberikan kepada
para budak.
5. Bidang Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Bahkan penduduk asli pun mempergunakannya diatas bahasa mereka sendiri. Dengan
majunya bahasa Arab di Spanyol, banyak karya-karya sastra bermunculan. Misalnya, al-Iqa
al-Farid karya Ibn Aba Rabbih, az-Zakirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah karya Ibnu Bassam,
dan kitab al-Qalaid karya al-Fath ibn Khaqan.
b. Kemajuan pembangunan fisik
Banyak pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam. Jalan-jjalan dan pasarpasar dibangun sebagai pendukung perdagangan. Sistem irigasi dibangun untuk
meningkatkan pertanian. Disamping pertanian dan perdagangan, banyak indusstri yang
berkembang, seperti tekstil, kayu kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti
pembangunan kota, istana, mesjid dan taman-taman kota. Di antara bangunan yang megah

adalah Mesjid Kordoba, Kota az-Zahra, Tembok Toledo, Istana al-Mamur, Masjid Sevilla,
dan Masjid al-Hambra di Granada.
3. Penyebab Kemunduran dan Keruntuhan Peradaban pada masa Dinasti Umayyah II
Penguasa muslim yang ada saat itu tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka
hanya puas dengan upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya. Mereka membiarkan
kerajaan-kerajaan itu mempertahankan hukum dan adat istiadat masing-masing. Akibatnya,
kerajaan-kerajaan Kristen makin kuat persatuannya untuk bangkit melawan penguasa
muslim.
Keadaan itu diperparah lagi dengan lemahnya pertahanan dinasti Umayyah. Seluruh
kekuatan ditumpahkan sepenuhnya untuk ilmu pengetahuan dan mengabaikan pembinaan
pertahanan negara. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan kaum Kristen di Spanyol.
Setelah ibu kota Andalusia diduduki Barat, buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai
cabang ilmu dirampas. Kemudian, diterjemahkan ke bahasa Latin tanpa menyebutkan
pengarangnya. Bangunan-bangunan monumental dan masjid-masjid diubah menjadi gereja,
sementara kaum muslimin ditangkap dan dibunuh.
Menurut data sejarah, kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa di Spanyol berkisar 20
kerajaan. Diantaranya, Bani Ibad di Sevilla, Bani Hamud di Malaga, Bani Ziry di Granada,
Bani Hud di Zaragoza, dan yang terkenal adalah Bani Zun Nun yang menguasai kota Toledo,
Valencia, serta Mursia. Munculnya kerajaan-kerajaan kecil (Muluk al-Tawaif) itu memicu
terjadinya disintegrasi. Disebelah utara, Raja Alfonso VI dari Leon menjalin hubungan
dengan Kerajaan Aragon dan Kastilia untuk menyerang Andalusia. Itulah yang akhirnya
membawa Andalusia berangsur-angsur mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a.

Faktor internal
Ada dua faktor yang mengakibatkan kemunduran Andalusia dari dalam, yaitu tidak
jelasnya sistem peralihan kekuasaan dan tidak adanya ideologi pemersatu. Ketidakjelasan
peralihan kekuasaan menyebabkan perebutan kekuasaan diantara pewaris takhta kerajaan.
Hal inilah yang menjadikan keruntuhan Bani Umayyah sehingga muncul Muluk al-Tawaif.
Akhirnya, Ferdinand dan Isabella memanfaatkan pertikaian itu segingga dapat merebut
Granada yang menjadi pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol.
Pada saat dinasti Umayyah berkuasa, tidak ada jalinan hubungan baik antara penguasa
dan Muluk al-Tawaif. Akibatnya, mereka sering melakukan pemberontakan dan gerakan
yang merugikan sehingga kekuasaan Dinasti Umayyah mulai melemah. Disamping itu,
orang-orang non-Arab, seperti kelompok Ibad dan Muwaladun dikucilkan. Karena itu,

mereka sering mengadakan pemberontakan yang berdampak stabilitas politik kekuasaan


Dinasti Umayyah menjadi goyah.
b. Faktor Eksternal
Selain faktor dari dalam, kemunduran kekuasaan muslim di Andalusia juga disebabkan factor
dari luar, yaitu adanya serangan dari bangsa Kristen dan timbulnya renaissance[4] di Eropa.
Bangsa Kristen yang merasa dijajah orang Islam berusaha untuk melawan dan merebut
kekuasaan kembali. Orang-orang Kristen bersatu untuk melawan dan mengusir umat Islam
dari Spanyol. Dinasti Umayyah pada saat itu terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil
sehingga bahas Kristen dengan mudah menaklukannya. Disamping itu, gerakan renaissance
dieropa membangkitkan semangat orang-orang barat untuk merebut kembali kejayaannya.
Orang-orang Kristen eropa mengadakan konsolidasi politik untuk menyusun kekuatan
mengusir umat islam.
BAB III
ANALISIS
A. Dari Segi Alokasi Waktu
Menurut telaah kami dari segi alokasi waktunya yang 2X45 menit sudah cukup untuk
menyampaikan materi tentang daulah ummayah II ini, karena materi tersut tidak terlalu
panjang dan sudah teringkas sedemikian rupa.
B. Dari Segi Kesesuaian Isi Materi Dengan Peserta Didik
Isi materi mengenai daulah ummayah II cukup sesuai untuk dipahami oleh siswa MA, karena
dalam materi telah dijelaskan secara jelas dan ringkas. Menurut pendapat penulis sebaiknya
materi dideskripsikan seca rinci menganai daulah umayyah II dan kemajuannya serta
keruntuhannya. Maka dari itu penulis menjabarkan materi ini secara luas, agar dapat mudah
dipahami oleh peserta didik.
C. Dari Segi Materi
Materi yang disajikan pada pembahasan kali ini menurut hemat penulis sudah cukup bagus,
namun masih belum dapat dijelaskan secara lebih rinci. Oleh karena itu, penulis
menambahkan beberapa materi yang sangat berkaitan erat dengan pembahasan mengenai
Dinasti Umayyah II.
1).

PERIODE KEAMIRAN UMAYYAH


Pada periode ini Spanyol dipimpin seorang penguasa yang bergelar Amir (panglima

atau gubernur) yang tidak terikat dengan pemerintahan pusat. Amir pertama adalah Abdur
[4][4] Renaissance berasal dari bahasa Latin yaitu kata Re berarti kembali dan
naitre berarti lahir. Secara bebas kata Renaissance dapat diartikan sebagai masa
peralihan antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan
lahirnya berbagai kreasi baru.

Rahman I. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari kekejaman al-Saffah, Abdur Rahman
menempuh pengembaraan ke Palestina, Mesir, dan Afrika Utara, hingga akhirnya ia tiba di
Cheuta. Di wilayah ini ia mendapat bantuan bangsa Berber dalam menyusun kekuatan militer.
Pada masa itu Spanyol sedang dilanda permusuhan antaretnis Mudariyah dan Himyariyah.
Abdur Rahman dimintai bantuan olela pihak Himyariyah yang sedang merencanakan
pemberontakan akibat perlakuan kejam gubernur Yusuf[5].

Urutan Nasab Amir Umayyah di Spanyol


Pada tahun 255 Abdur Rahman tiba di Spanyol. Abdur Rahman berhasil memenangkan
peperangan di Masarrat sehingga ia menduduki tahta kekuasaan Spanyol sebagai bagian dari
kekuasaan dinasti Umayyah di Damaskus. Semenjak menjabat sebagai penguasa Spanyol,
Abdur Rahman menghadapi berbagai gerakan pemberontakan internal. Cangguan pihak luar
yang terbesar adalah serbuan pasukan Papin, seorang raja Perancis dan putranya yang
bernama Charlemagne. Namun pasukan pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuatan
Abdur Rahman. Belum selesai menangani aksi pemberontakan ia keburu meninggal dunia
pada tahun 172 H/788 M., sebelum Amirat Umayyah di Spanyol ini berdiri tegak.
Hisyam I (172-180 H/788-796 M)
Abdur Rahman digantikan oleh putranya yang bernama Hisyam I (172-180 H/788-789 M). Ia
merupakan penguasa yang lemah-lembut dan administratur yang liberal. Ia mestilah
menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh saudaranya sendiri di Toledo, yakni
Abdullah dan Sulaiman. Pemberontakan ini dapat ditaklukkan oleh Hisyam. Selanjutnya
Hisyam mengarahkan perhatiannya ke wilayah utara. Umat Kristen yang tidak hentinya
melancarkan gangguan keamanan ditindasnya sekaligus berhasil mengalahkan kekuatan
Perancis. Kota Norebonne ditaklukkannya, sementara suku-suku yang tinggal di Calicia
mengajukan perundingan perdamaian.
Hisyam merupakan penguasa yang adil, dan bermurah hati khususnya terhadap rakyatnya
yang lemah dan miskin. Ia senantiasa ingin mengetahui keluhan si miskin, dengan keluar
malam masuk perkampungan di Kordoba. Ia mengunjungi mereka yang sakit, meringankan
beban mereka dengan membagikan sejumlah uang. Sekalipun temperamennya lemah lembut,
namun seringkali ia menunjukkan sikapnya yang tegas terhadap para perusuh dan
[5].[5] K. Ali.Sejarah Islam dari Awal sampai Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh
Pramodern).Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.453

pemberontak yang mengancam stabilitas negara. Ia membangun jembatanCordoba dan


merampungkan pembangunan mesjid-gereja yang dimulai oleh ayahnya. Dalam bidang
hukum, Hisyam menganut mazhab Maliki dan menjadikannya sebagai madzab resmi di
Andalusia.
Hakam (180-207H/796-822M)
Sepeninggal Hisyam, Hakam menggantikan kedudukannya. Banyak gerakan pemberontakan
yang harus dihadapinya. Di antaranya adalah yang dilancarkan Abdullah yang meminta
bantuan kepada, Chrarlemagne, raja Frangka. Ia berhasil menguasai Toledo, saudaranya yang
bernama Sulaiman menguasai Valencia. Pada saat ini Louis dan Charles berhasil menyusup
ke wilayah muslim, sedang Alfonso, panglima suku Calicia, menyerbu kota Aragon.
Hakam membuktikan kemampuannya dalam tugas mengatasi musuh-musuh tersebut. Bangsa
Frangka dan Calicia dikalahkannya. Ia selanjutnya menuju Toledo untuk menghentikan
pemberontakan Sulaiman dan Abdullah. Namun tatkala Hisyam lengah, datang serangan
bangsa Franka yang berhasil merebut Barcelona. Pada tahun 190 H/805 dan pada tahun 199
H/814 M Cordoba diguncang oleh gerakan pemberontakan, namun kota ini segera dapat
diamankan setelah Hakam mengalahkan kekuatan pemberontak.
Hakam meninggal pada tahun 207H / 822 M, setelah berkuasa selama 26 tahun, suatu periode
yang paling banyak diwarnai pertempuran. Ibn al-Athir, mencatatnya sebagai penguasa
Andalusia pertama yang bijaksana sekaligus kesatria. Satu kekurangannya adalah tidak
bersikap ramahterhadap fuqaha. Ia tidak menghendaki campur tangan fuqaha dalam urusan
negara. lnilah sebab timbulnya gerakan fuqaha yang berusaha menggulingkan kekuasaan
Hakam. Mereka muncul sebagai oposisi Hakam dan berusaha menciptakan kegaduhan hingga
melatari terjadinya gerakan pemberontakan di Cordoba.
Abdur Rahman II (207-238H/522-852M)
Abdur Rahman mewarisi kejayaan dan kemakmuran yang diciptakan oleh pendahulunya,
Hakam. Kerusuhan yang terjadi pada saat ini antara lain ditimbulkan oleh umat Kristen
didaerah pedalaman yang dikepalai pimpinan suku Leon, juga terdapat serbuan bangsa
Normandia terhadap wilayah pantai Spanyol. Kedua kekuatan ini dapat dikalahkan. Pada
masa pemerintahan Abdur Rahman II selama 30 tahun ini, perekonomian rakyat mengalami
kemajuan dan kemakmuran. la sangat mencintai seni, kepustakaan, dan berusaha membangun
Cordoba sebagai Bagdad II. Ia mendirikan sejumlah istana, taman, dan menghiasi ibukota

dengan berbagai bangunan mesjid yang indah. Banyak ilmuan berkumpul di istananya, yang
sebagian mereka berasal dari Bagdad.
Muhammad I (238-273 H/853-886 M)
Muhammad rnenggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman II. Pada masa ini masyarakat
Kristen Toledo dengan bantuan pimpinan suku Leo bangkit menentang Muhammad. Pasukan
Mghammad menumpas kekuatan pemberontak dalam pertempuran di Cuadelet. Di Cordoba
timbul gerakan perusuh. Muhammad segera menempuh langkah-langkah pengamanan
ibukota ini dengan menumpas semua kekuatan pemberontak. Kekacauan di pusat
pemerintahan ini dimanfaatkan oleh bangsa Perancis dengan menciptakan gangguan di
wilayah utara, dan oleh Normand ia yang melancarkan serbuan terhadap wilayah pantai
Spanyol. Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan oleh pasukan Muhammad I. Pada akhir
masa pemerintahan, muncul sejumlah pemberontakan di berbagai penjuru. Seorang muslim
Spanyol yang bernama Musa mengklaim sebagai penguasa atas kota Aragon. Pemberontakan
di wilayah barat dipimpin oleh lbn Marwan. Pemberontakan terbesarterjadi di wilayah
perbukitan antara kota Ronda dan Malaga yang dipimpin oleh Umar lbn Hafsun. la berusaha
mendirikan sebuah negeri yang merdeka, dengan dukungan tokoh-tokoh Kristen dan
dukungan penguasa Franka. Muhammad mengirimkan pasukan yang dipimpin Munzir.
Munzir yang bergerak ke utara berhasil menundukkan kota Siragosa dan selanjutnya
menghancurkan kekuatan lbn Marwan. Di tengah pertempuran melawan kekuatan Umar Ibn
Hafsun, terdengar berita kematian Muhammad l. Maka Munzir segera mengakhiri
pengepungannya dan kembali ke ibukota untuk menerima penyerahan tampuk pemerintahan.
Muhammad I merupakan penguasa adil dan bijaksana. la berhasil mencapai reputasi yang
gemilang selama 34 tahun masa pemerintahannya. la meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya, dan menjalankan pemerintahan sesuai prinsip dasar yang berlaku. la adalah
tokoh pendidikan dan pecinta ilmu pengetahuan.
Munzir (273-275 H/886-888 M)
Munzir merupakan penguasa yang enerjik dan pemberani. Seandai ia berusia panjang,
niscaya ia cukup mampu menegakkan kedamaian dan ketertiban negara. Munzir memimpin
sendiri pasukan untuk menghadapi kekuatan Umar lbn Hafsun. la keburu meninggalsebelum
berhasil mengamankan negara dari gangguan para pemberontak.
Abdullah (273-300H/888-912M)

Abdullah merupakan saudara Munzir. Menurut lbn al-Athir, pada masa ini timbul gerakan
pemberontakan dan kerusuhan di segenap penjuru wilayah Spanyol. Kondisi ini berlangsung
sejak awal masa pemerintahan Abdullah hingga berlangsung sejak awal masa pemerintahan
Abdullah hingga berakhir. la tidak hanya mendapat perlawanan dari masyarakat Spanyol
pedalaman, tetapi kelompok Aistokratis Arab juga menentangnya. Pertengkaran yang sengit
terjadi antarkalangan Arab, kalangan Saville, kalangan Elvire. Pertengkaran ini sangat
mengancam kekuasaan raja. Umar lbn Hafsun memanfaat kondisi pertengkaran ini dengan
upaya memperluas wilayah kekuasaannya hingga mendekati batas ibukota. Abdullah
mengerahkan pasukannya untuk menumpas gerakan pemberontakan di bawah pimpinan
Obaydullah. Pemberontakan yang terbesar selama ini, yakni pemberontakan Umar lbn
Hafsun berhasil dikalahkan oleh pasukan Obaydullah, sehingga pemberontakan kecil lainnya
segera tunduk kepadanya. Tahta kerajaan berhasil ditegakkannya.

2). PERIODE KEKHALIFAHAN UMAYYAH DISPANYOL


Abdur Rahman III (300-350 H/912-961 M)
Abdur Rahman menggantikan kedudukan ayahnya pada usia 21 tahun. Penobatannya
disambut dan diterima oleh segenap kalangan. Pada tahun301H/913 M, Abdur Rahman
mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Pihak perusuh dan pihak musuh gentar
dengan kekuatan militer Abdur Rahman III. Dengan demikian tanpa perlawanan ia
menaklukkan kota-kota besar dibelahan utara Spanyol, kemudian Saville. Suku Berber dan
umat Kristen Spanyol yang selama ini menjadi perintang, tunduk kepada Abdur Rahman III.
Hanya masyarakat Toledo yang berusaha melawan sang sultan, namun segera dapat
ditundukkan. Selanjutnya Abdur Rahman mengerahkan pasukannya ke belahan utara Spanyol
untuk menundukkan umat Kristen wilayah ini yang senantiasa berusaha menghancurkan
kekuatan muslim.
Dua tahun dari masa penobatan Abdur Rahman III, Ordano II, kepala suku Leon, datang
menyerbu beberapa wilayah lslam. Pada saat itu Abdur Rahman sedang terlibat perselisihan
denganKhalifah Fatimiyah, Mulzz, di Mesir. Ahmad lbn Abu Abda ditunjuk memimpin
pasukan untuk menghadapi pasukan Ordano II. Setelah terdesak Ordano ll kemudian
bersekutu dengan Sancho, kepala suku Navarre. Suku Leon dan suku Navarre dihancurkan
oleh pasukan yang dipimpin oleh Abdur Rahman sendiri, bersamaan dengan terbunuhnya
Ordano ll dan Sancho. Penguasa muslim Spanyol selama ini berkedudukan sebagai Amir atau
Sultan. Abdur Rahman merupakan orang pertama yang mengklaim kedudukannya sebagai

khalifah dengan gelar an-Nasir lidinillah (penegak agama Allah), setelah ia berhasil dalam
perjuangan menumpas pemberontakan Kristen suku Leon dan Navarre. Dengan demikian
pada masa ini terdapat dua khalifah sunni di dunia islam: Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan
Khalifah Umayyah dispanyol, dan seorang khalifah syiah Fatimiyah Afrika Utara.
Pada masa ini kekuasaan dinasti Fatimiyah di Afrika Utara sedang melancarkan perluasan ke
wilayah barat, bahkan dengan bekerja sama dengan Umar lbn Hafsun, dinasti Fatimiyah
berusaha menaklukkan kekuatan Umaiyah di Spanyol. Untuk menahan kekuatan Fatimiyah,
Abdur Rahman mendapat bantuan sebagian penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil
menaklukkan sebagian wilayah ini. Namun kemudian datang serangan yang hebat oleh sukusuku Kristen sehingga pasukan Abdur Rahman terdesak keluar dari Afrika.
Khalifah Abdur Rahman III tidak menyukai kelas bangsawan Arab yang tinggal di Spanyol,
karenanya ia lebih suka merekrut tentara non-Arab. Hal ini menimbulkan gerakan bangsawan
Arab menentang kebijakan sang khalifah. Dalam pertempuran al-Khandaq dan dalam
pengepungan kota Zamora, militer Arab menderita kehancuran dan kekalahan.
Penilaian Terhadap Abdur Rahman
Abdur Rahman merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol. Seluruh gerakan
pengacau dan konflik politik dapat di atasinya sehingga negara dapat diamankannya.
Keberhasilan ini diikuti penaklukan kota Elvira, Jain, Seville, dan kekuatan Kristen juga
dipaksa menyerah kepadanya. Setelah berhasil mengatasi problem politik dalam negeri, ia
juga berhasil. menggagalkan cita-cita Fatimiyah untuk memperluas wilayah kekuasaan di
negeri Spanyol. Pendek kata, Abdur Rahman telah menyelamatkan Spanyol dari kehancuran,
baik dari ancaman pihak dalam, maupun dari serangan pihak luar.l Abdur Rahman ternyata
tidak hanya mengamankan Spanyol dari kehancuran, namun sekaligus menciptakan
kemakmuran dan kemajuan Spanyol. Kemajuan dalam bidang perekonomian Spanyol
mendukungnya untuk melancarkan kegiatan pembangunan negeri ini. Jalan raya dan sarana
pengadaan air minum dibangunnya di seluruh penjuru negeri. Pertanian, industri,
perdagangan dan pendidikan mengalami kemajuan yang pesat pada masa ini.
Di bawah pemerintahan khalifah Abdur Rahman III, Spanyol mengalami kemajuan
peradaban yang menakjubkan, khususnya dalani bidang seni arsitektur. Dilaporkan bahwa
Cordoba pada saat itu memiliki 300 mesjid, 100 istana yang rnegah, l3.000 gedung, dan 300
tempat pemandian umum. Ia merupakan orang yang paling lembut dan dermawan yang
pernah berkuasadi Spanyol. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal sampai di negeri

Konstantinopel, Jerman, Perancis dan Itali. Penguasa negeri-negeri ini mengirimkan dutaduta ke istana sang khalifah. Armada laut yang di bentuk berhasil menguasai jalur lautan
tengah bersama.dengan armada Fatimiyah. Kebesarannya dapat disejajarkan dengan Raja
Akbar dari India, Umar ibn Khattab, dan Harun al rasyid. Jadi, Abdur rahman III bukan
hanya sebagai penguasa terbaik Spanyok, melainkan juga penguasa terbaik dunia.
Hakam II (350-366 H/961-976 M)
Hakam II menggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman. Pada masa ini pimpinan suku
Navarre, yang semula telah mengakui otoritas pemerintahan islam semasa Abdur Rahman III,
berusaha melepaskan diri dengan anggapan bahwa Hakam yang terkenal suka perdamaian
dan terpelajar tersebut tidak akan menuntut ketentuan dalam perjanjian sebelumnya, dan
seandainya dia memilih jalan perang niscaya kekuatan Hakam iidak sekuat kecakapan militer
ayahnya. Tapi ternyata bahwa Hakam membuktikan dirinya tidak hanya sebagai orang
terpelajar melainkan juga pemimpin militer yarig cakap. Sancho, pimpinan Kristen suku Leo,
dan pimpinan Kristen lainnya ditundukkan ketika melancarkan pemberontakan.
Ia juga,mengerahkan pasukannya yang dipimpin Ghalib ke Atrika untuk menekan kekuatan
Fatimiyah. Ghalib mencapai sukses menegakkan kekuasaan Umayyah Spanyol di Afrika
Barat. Suku Berber di Maghrawa, Mikansa, dan Zenate mengakui kepemimpinan Hakam.
Setelah berhasil mengamankan situasi politik dalam negeri, Hakam selanjutnya menunjukkan
jati dirinya dalam gerakan pendidikan. la mengungguli seluruh penguasa sebelumnya dalam
kegiatan intelektual. Ia mengirimkan sejumlah utusan ke seluruh wilayah timur untuk
membeli buku-buku dan manuskrip, atau harus menyalinnya jika sebuah buku tidak terbeli
sekalipun dengan harga mahal untuk dibawa pulang ke Cordoba. Dalarn gerakan ini ia
berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 100.000 buku dalam perpustakaan negara di
Cordoba. Katalog perpustakaan ini terdiri 44 jilid. Para ilmuan, filosof dan ulama dapat
secara bebas memasukinya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyatnya, ia mendirikan
sejumlah sekolahan di ibukota. Hasilnya, seluruh rakyat Spanyol mengenal baca tulis.
Sementara itu umat Kristen Eropa, kecuali-para pendeta, tetap dalam kebodohan, masyarakat
atasan sekalipun. Universitas Cordoba merupakan universitas termasyhur di dunia pada saat
itu. Dengan meninggalnya Hakam pada tahun 366 H/976 M, masa kejayaan dinasti Umaiyah
di Spanyol berakhir.
Hisyam II

Hakam mewariskan kedudukannya kepada Hisyam II, anaknya yang baru berusia sebelas
tahun. Karena usianya yang terlalu belia, ibunya yang bernama Sulthana Subh dan seorang
yang bernama Muhammad ibn Abi Amir mengambil alih kekuasaan pemerintahan.
Muhammad ibn Abi Amir seorang yang sangat ambisius. Setelah berhasil merebut jabatan
perdana menteri, ia menggelari namanya sebagai Hajib al-Manshur. Ia merekrut militer dari
kalangan suku Berber menggantikan militer Arab. Dengan kekuatan militer Berber inilah
berhasil menundukkan kekuatan Kristen di wilayah utara Spanyol, dan berhasil memperluas
pengaruh Bani Umaiyah di barat laut Afrika. Ia akhirnya memegang seluruh cabang
kekuasaan negara, sementara sang khalifah tidak lebih sebagai boneka mainannya. Surat
resmi dan maklumat negari diterbitkan atas namanya.
Hajib al-Manshur meninggal tahun 393 H/1002 M di Madinaceli. Ia merupakan negarawan
dan jenderal Arab yang terbesar di Spanyol. Ia merupakan seorang jenderal yang paling
berjasa yang pernah hidup di Spanyol. Pada masa ini, rakyat lebih makmur daripada masa
sebelumnya. Ia digantikan oleh anaknya yang bernama al-Muzaffar yang berhasil
mempertahankan kondisi ini selama enam tahun.
Sepeninggal al-Muzaffar, Spanyol dilanda berbagai kerusuhan. Muzaffar mewariskan jabatan
Hajib kepada saudaranya yang bernama Abdur Rahman yang mendapat julukan Sanchol. Ia
lebih ambisius daripada pendahulunya, lantaran ia menginginkan jabatan sebagai khalifah
Cordoba.
Ketika ia sedang melancarkan ekspedisi ke wilayah utara, timbul gerakan pemberontakan di
Cardoba yang dipimpin oleh Muhammad. Sang pemberontak berhasil menghancur
pertahanan khalifah Spanyol dan menurunkan Hisyam dari jabatan khalifah dan menduduki
jabatan ini dengan gelar al-Mahdi. Sanchol ditangkap dan dipenjarakan. Tidak lama setelah
berhasil merebut jabatan khalifah, Muhammad al-Mahdi meninggal.
Sulaiman
Muhammad al-Mahdi di gantikan tokoh Umayyah lainnya yang bernama Sulaiman.
Semenjak masa ini proses kemunduran dan kejatuhan kekhalifahan Spanyol berlangsung
secara cepat. Tidak beberapa lama Hisyam II merebut jabatan khalifah untuk kedua kalinya.
Bersamaan dengan ini Kordoba, pusat kekhilafahan Spanyol, dilanda kekacauan politik.
Akhirnya pada tahun 1013 M dewan menteri yang memerintah Cordoba menghapuskan
jabatan khalifah.

Pada saat ini kekuatan muslim Spanyol terpecah dalam banyak negara kecil di bawah
pimpinan r aja-raja atau muluk al Thawaif. Tercatat lebih tiga puluh negara kecil yang
berpusat di Seville, Cordoba, Toledo dan lain-lain.
Kekuatan Kristen wilayah utara Spanyol bergerak untuk bangkit. Kekacauan pemerintahan
pusat diilanfaatkan mereka sebaik-baiknya.Alfonso VI, penguasa Castille yang menjabat
sejak tahun 486 H/1065 M., berhasil menyatukan tiga basis kekuatan Kristen: Castile, Leon,
dan Navarre, menjadi sebuah kekuatan militer hebat untuk menyerbu Toledo.
3). MASA DINASTI-DINASTI KECIL
Sekalipun pada masa ini kekuaran muslim Spanyol terpecah menjadi sejumlah negara kecil,
namun terdapat kekuatan yang dominan yakni dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti
Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya merupakan gerakan
keagamaan di Afrika utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (kiai/ulama) yang tinggal
di Ribarh (sejenis surau) yang dipimpin oleh seorang guru yang bernama Abdullah ibnyasin.
Gerakan Ribath ini berubah menjadi gerakan militer yang melakukan gerakan ekspansi
dibawah pimpinan ibn Tasyfin yang berpusat di kota Marrakusy.
Murabithun (1086-1143 M)
Untuk menghadapi situasi kritis dari serangan orang-orang Kristen, raja-raja kecil di Spanyol
meminta bantuan Yusuf ibn Tasyfin. Pada tahun 1086 M, ia memasuki Spanyol untuk
menyatukan kerajaan-kerajaan kecil Spanyol di dekat Saville. Dalam peperangan di Zallaqah,
kekuatan gabungan ini berhasil mengalahkan pasukan Alfonso. Kemenangan ini menjadikan
Yusuf ibn Tasyfin sebagai raja di Spanyol. Ia digantikan oleh Abul Hasan yang merupakan
pengganti Yusuf yang paling kuat. Sejumlah peperangan melawan kekuatan Kristen dapat
dimenangkannya. Raja-raja pengganti Abul Hasan tidak sekuat pendahulunya, bersamaan
dengan itu muncullah kekuatan baru, gerakan al-Muwahhidun, di Afrika Utara.
Muwahhidun (1146-1235 M)
Al-Muwahhidun didirikan oleh ibn Tumart, berasal dari Kawasan Sus di Afrika Utara. Ibn
Tumart menamakan gerakannya dengan al-Muwahhidun karena gerakan ini bertujuan untuk
menegakkan tauhid (keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropormorfism
(tajsim) yang dianut oleh Murabitun. Karena itu, semangat perjuangan lbn Tumart adalah
menghancurkan kekuatan Murabithun. Ditangan Abdul Munim, seorang panglima militer
ibn Tumart dan sekaligus pengganti kedudukannya, Muwahhidun berhasil memasuki
Spaqyol. Antara tahun 1114-1154 M., kota-kota muslim di Spanyol jatuh ke tangannya:

Cordoba, Almeria, dan Cranada. Abdul Munim digantikan oleh saudaranya yang bernama
Abu Yakub, dan kemudian tampillah Yakub sebagai penerusnya. Dalam beberapa generasi ini
Muwahhidun mengalami masa-masa kemajuan.
Setelah kematian Yakub, Muwahhidun memasuki masa kemundurannya. Bersamaan dengan
kemunduran Muwahhidun ini, pasukan salib yang telah dikalahkan oleh Salahuddin di
Palestina kembali ke Eropa dan mulai menggalang kekuatan baru di bawah pimpinan Alfanso
IX. Kekuatan Kristen ini mengulangi serangannya ke Andalusia. Kali ini mereka berhasil
mengalahkan kekuatan muslim Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan
dan terus terdesak, akhirnya penguasa Muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke
Afrika Utara (Marokko).
Sepeninggal Muwahhidun ini, di Spanyol timbul kembali sejumlah kerajaan kecil. Di antara
mereka yang terbesar adalah kekuatan Muhammad ibn Yusuf ibn Nasr yang lebih terkenal
sebagai ibn Ahmar. Ia berhasil menegakkan sebuah kerajaannya selama lebih kurang dua
abad.
Kerajaan Granada
Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir muslim Spanyol. Setelah terjadi
penaklukan kota Valencia, Cordoba, Saville dan Murcea oleh penguasa Castille yang bernama
Ferdinand III, dan oleh penguasa Aragon yang bernama Jayme I, pemerintahan muslim di
Spanyol tinggal bertahan di propinsi Granada. Bahkan penguasa Granada juga dipaksa
mernbayar sejumlah upeii kepada pemerintahan Castille. Kerajaan Granada ini didirikan oleh
ibn al-Ahmar. Sekalipun merupakan penguasa yang kuat, namun ia tidak mampu menghadapi
kekuatan pasukan Kristen yang hampir menguasai seluruh wiiayah Spanyol. Ibn Ahmar
berusaha menahan tekanan dari pemerintahan Kristen, hingga akhirnya berhasil menjadikan
Granada sebagai satu-satunya wilayah pemerintahan muslim sampai dengan tahun 1429 M, di
tengah-tengah pemerintahan raja-raja Kristen.
Semenjak abad kelima belas, Cranada mengalami kehancuran. Persekutuan antara wilayah
Aragon dan Castille melalui perkawinan Ferdinand dengan Isabella melahirkan kekuatan
besar untuk merebut kekuasaan terakhir ummat muslim di Spanyol. Namun beberapa kali
serangan mereka belum berhasil menembus pertahanan ummat lslam.
Abul Hasan yang pada saat itu menjabat penguasa Granada mampu mematahkan serangan
mereka. Bahkan ia menolak pembayaran upeti terhadap pemerintahan Castille. Ketika
utusan Ferdinand datang ke Granada untuk menagih upeti, Abul Hasan menghardiknya seraya

berkata: katakan kepada penguasamu bahwaraja-raja Granada yang bersedia membayar


upeti telah meninggal. Sekarang. tidak ada lagi upeti, melainkan pedang. Bahkan Abul Hasan
mengadakan penyerangan dan menduduki kota Zahra. Untuk membalas dendam, Ferdinand
melancarkan serangan mendadak terhadap al-Hamra dan berhasil merebutnya. Bqnyak wanita
dan anak kecil yang berlindung di mesjid dibantai oleh pasukan Ferdinand. Jatuhnya alHambra ini merupakan pertanda kejatuhan pemerintahan Granada.
Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis dengan terjadi beberapa kali
perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abul Hasan dengan anaknya yang bernama Abu
Abdullah. Serangan pasukan Kristen yang berusaha memanfaatkan situasi kritis ini dapat
dipatahkan oleh Zaghal, saudara Abul Hasan. Zaghal menggantikan Abul Hasan sebagai
penguasa Granada.
Zaghal berusaha mengajak Abu Abdullah menggabungkan kekuatan dalam menghadapi
musuh Kristen. Abu Abdullah menolak ajakan tersebut. Ketika terjadi permusuhan antara
Zaghal dan Abu Abdullah, pasukan Kristen melancarkan serbuan dan berhasil menduduki
Alora, Kasr-Bonela, Ronda, Malaga, Loxa dan beberapa kota penting lainnya. Tinggal
sebagian kecil yang tetap menjadi kekuasaan Zaghal. Ferdinand kembali melancarkan
serangan untuk menghabisi sisa-sisa kekuatan Zaghal, hingga Zaghal menyerah, akhirnya
melarikan diri ke Afrika.
Satu-satu kekuatan muslim berada di kota Cranada dipimpin oleh Abu Abdullah. Dalam
serangan besar-besar, pasukan Ferdinand berhasil menghancurkan pasukan Cranada yang
dipimpin oleh Abu Abdullah bersama panglimanya, Musa. Sang raja dipaksa menyampaikan
sumpa setia kepada Ferdinand, dan bersedia melepaskan harta kekayaan ummat muslim,
dengan syarat bahwa ummat muslim diberi hak hidup dan kebebasan beragama. Peralihan
kekuasaan ummat lslam oleh Ferdinandterjadi pada tanggal 3 Januari 1492 M.
Tidak lama kemudian Ferdinand mengeluarkan sebuah dekrit dimana ummat lslam harus
memilih dua alternatif, bersedia dibaptis sebagai pemeluk Kristen, atau keluar dari Spanyol.
Sebagian muslim Spanyol bersedia memeluk agama Kristen daripada harus meninggalkan
tanah airnya, sedang sebagian lainnya tetap bertahan dalam keyakinan islam sekalipun harus
menderita siksaan dan pengusiran dari negeri Spanyol. Kebanyakan mereka berpindah ke
Maroko, Mesir, dan Turki. Pasukan Kristen tidak hanya berbuat kejam terhadap ummat tslam
Spanyol, mereka juga membakar sejumlah besar manuskrip Arab.

Ummat muslim yang dipaksa berpindah ke agama Kristen sesungguhnya hanya dalam
lahirnya saja, selang hati dan jiwa mereka tidak rnampu dibaptiskan. Mereka dipaksa
melakukan peribadatan dan tata cara beragama Kristen. Dengan cara demikian anak dan
generasi mereka menjadi Kristen.
Jatuhnya kota-kota muslim ke tangan Kristen Spanyol berarti lenyapnya pusat peradaban,
singgasana ilmu pengetahuan dan singgasana para ilmuan muslim di Spanyol. Umat Kristen
Spanyol muncul ibarat rembulan dengan cahaya yang maya. Maka semenjak saat itu
kemuraman umat Islam menyelimuti Spanyol.
Peta Spanyol dan Portugal kini[6]:
BAB IV
PENUTUP
Dari berbagai hal mengenai dinasti Umayyah II mulai dari berdirinya sampai kepada
masa kejayaan dan kemundurannya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ada pun decay dari dinasti Umayyah II yang dapat diamati ialah:
1.

Konsep penetrasi yang digunakan oleh Abdurrahman I yaitu suatu proses yang
mempengaruhi orang-orang di suatu tempat yang asing ketika dia berada di tempat asing agar

orang-orang setempat mendukung kegiatan yang dia lakukan.


2. Konsep kongsi pecah yang maksudnya ialah tidak adanya kerukunan di antara pemerintahan,
misalnya gubernur dan wakil gubernur saling bersikutan dan berebut kedudukan, kakak dan
adik saling berselisih demi mendapatkan kekuasaan.
3. Konsep monarki absolut maksudnya pemerintahannya bersifat monarki atau turun temurun
dalam memegang tonggak pemerintahan dan mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat.
4. Konsep otorited yang berarti sewenang-wenang dan sekehendak penguasa dalam memerintah
sehingga banyak yang mematuhi.

[6]:[6] http://www.map-of-spain.co.uk/maps-of-spain/spain/map-of-spain2.jpg

Daftar pustaka
Masruro, Lailatul (1995) BANI UMAYYAH MASA KEPEMIMPINAN ABDURRAHMAN
AD-DAKHIL. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

BANI UMAYYAH
DINASTI BANI UMAYYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama Daulah Umayah berasal dari nama Umayah ibnu Abdi Syam ibnu
Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah[3].
Bani Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili
dengan para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan,
dimulai oleh Muawiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah
dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap
masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa Ustman, Muawiyah
diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan
praktik nepotisme dengan Muwiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman
akibat nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan
dari para pendukung Ali.[4]
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Muawiyah mulai bekerja.
Muawiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi
kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa
Muawiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani
Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali,
Muawiyah telah mulai melakukan gerakan politik untuk meraih posisi puncak
dalam kekuasaan. Muawiyah mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan
kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Muawiyah telah memiliki kekuatan penuh,
sehingga pada saat Ali terbunuh, Muawiyah langsung mengambil alih kekuasaan
dengan sangat mudah dan terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar
politik Muawiyah ialah mampu belajar pada pengalaman yang terjadi pada tiga
khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan
kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan kecerdasan politik
Muawiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis di
kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari
tragedi pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya.
Akhirnya, Muawiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar
jazirah Arab, mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya
yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun
660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan
baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat
pelajaran agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi
oleh dapat istiadat Yunani Romawi Timur.[5]

Kekhalifahan Umayyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kekhalifahan Umayyah

661750

Bendera
Wilayah kekuasan terluas Bani Umayyah

Ibu kota
Ibu kota
dalam
pengasingan
Bahasa
Agama
Bentuk
Pemerintahan
Sejarah
- Didirikan
- Dibubarkan

Damaskus
Kordoba
Arab
Islam
Monarki
661
750

Bani Umayyah (bahasa Arab: , Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau


Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur
Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di
Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Cordoba.
Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah
pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga
dengan Muawiyah I.

Ringkasan Sejarah Daulah Umayyah


(Bagian 1)
admin November 18, 2014
2 5 22.1k 2

Adil Menilai Sejarah Daulah Umayyah


Daulah Umayyah adalah negara Islam yang memiliki sejarah besar dan pengaruh yang luas
dalam penyebaran agama Islam. Daulah ini berhasil mempersatukan wilayah dari Cina
hingga Prancis bagian Selatan di bawah satu naungan kekhalifahan Islam, Kekhalifahan Bani
Umayyah.
Masa ini adalah masa keemasan Islam, masa dimana generasi terbaik Islam hidup bahkan di
antara mereka menduduki kursi pemerintahan. Masa ini adalah masa dimana para sahabat
Nabi masih hadir membimbing umat. Masa ini adalah masa berkumpulnya tiga generasi
terbaik; sahabat, tabiin, dan tabi tabiin. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian
generasi berikutnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari negeri-negeri taklukkan, Daulah Umayyah lahirlah putra-putra terbaik Islam semisal
Imam Bukhari, Muslim, an-Nasa-i, Tirmidzi, Ibnu Khaldun, ath-Thabari, adz-Dzahabi, dan
tokoh-tokoh lainnya.
Semestinya hal ini cukup membuat orang-orang setelah mereka memuji mereka dan
mendoakan kebaikan untuk mereka atas jasa yang telah mereka usahakan untuk Islam dan
kaum muslimin.

Wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Terbentang dari sebagian wilayah Cina hingga Selatan
Prancis. Artinya, Bani Umayyah telah menyebarkan Islam ke berbagai negara di belahan
dunia.
Namun, orang-orang lebih pandai melihat cela kemudian jasa-jasa besar itu pun seolah-olah
tiada artinya. Beberapa kejadian buruk di masa pemerintahan inilah yang selalu diangkat dan
diulang-ulang, terutama oleh kalangan musuh-musuh Islam. Sehingga hal itu cukup
berpengaruh di sebagian umat Islam.
Munculnya Daulah Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan pada tahun 41 H dengan penyerahan kekuasaan oleh
cucu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali, kepada Muawiyah bin Abu
Sufyan. Al-Hasan radhiallahu anhu melakukan hal itu untuk menjaga persatuan dan
terjaganya darah kaum muslimin setelah sebelumnya terjadi perpecahan.
Munculnya daulah ini membuat posisi orang-orang penyebar fitnah perpecahan terpojok dan
membuat cita-cita mereka pupus. Karena mereka hanya menginginkan kejelekan untuk umat
Islam. Mereka menginginkan peperangan dan perpecahan umat ini terus berlangsung.
Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh cucu Rasulullah menunjukkan bahwa berdirinya
kekhalifahan ini tidak dengan cara-cara yang tidak disyariatkan seperti memberontak dan lain
sebagainya.

Periodesasi
Daulah Umayyah dibangun dan diperkuat pondasinya pada masa pemerintahan dua khalifah,
yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah.
Proses tersebut berlangsung dari tahun 41 H sampai 64 H.
Periode berikutnya adalah periode fitnah. Berlangsung antara tahun 64 H sampai 86 H, yakni
pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin
Marwan. Pada masa ini terjadi pemberontakan terhadap penguasa dan peperangan sesama
umat Islam.
Perideo berikutnya adalah periode kekuatan, sama halnya dengan periode Muawiyah dan
Yazid. Berlangsung antara tahun 86 H sampai 125 H. Yaitu pada masa Khalifah al-Walid bin
Abdul Malik bin Marwan, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan,
Yazid bin Abdul Malik, dan Hisyam bin Abdul Malik.
Periode kemunduran hingga jatuhnya kekhalifahan Bani Umayyah terjadi antara tahun 125 H
hingga 132 H. Pada masa ini banyak terdapat khalifah dalam satu negara.
Dengan demikian periode keemasan Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua fase, antara
tahun 4164 H dan 86125 H. Begitu pula masa kemundurannya terbagi menjadi dua fase,
antara tahun 6486 H (tidak sampai menyebabkan kekhalifahan runtuh) dan 125132 H
ditandai dengan runtuhnya kekhalifahan.
Khalifah Pertama: Muawiayah bin Abi Sufyan
Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhu memeluk Islam pada tahun 7 H. Ia adalah
saudara ipar Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Karena istri Nabi, Ummu
Habibah binti Abi Sufyan, merupakan saudari dari Muawiyah. Ia juga penulis wahyu Alquran
dan periwayat hadits-hadits Nabi. Dari sini kita bisa ketahui, orang yang mencela Muawiyah
adalah mereka yang menghendaki batalnya apa yang diriwayatkan Muawiyah yakni Alquran
dan hadits.
Muawiyah adalah seorang yang ahli dalam kepemimpinan. Tidak heran sedari zaman
Rasulullah hingga zaman Utsman bin Affan, ia diberikan amanat yang besar. Rasulullah
mengamanitinya sebagai penulis wahyu, Umar dan Utsman menjadikannya sebagai gubernur
Syam. Ibnu Taimiyah mengatakan, Tidak ada penguasa kaum muslimin yang lebih baik
dibanding Muawiyah, jika dibandingkan dengan masa setelahnya. Adapun jika dibandingkan
dengan masa Abu Bakar dan Umar, barulah terlihat ada penguasa yang lebih utama.
(Minhajussunnah, 6: 232). Demikian juga pendapat ahli sejarah semisal al-Yaqubi dan alMasudi.
Kebaikan di sini termasuk dalam kepiawaian dalam kepemimpinan. Muawiyah lebih baik
dari Umar bin Abdul Aziz, Shalahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, dll.
Abdullah bin Mubarok gurunya Imam Bukhari (w. 181 H) pernah mengatakan,

Debu yang masuk ke hidungnya Muawiyah, lebih baik dari pada Umar bin Abdul Aziz.

Khalifah Kedua: Yazid bin Muawiyah


Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhu wafat, putranya Yazid menggantikan
kedudukannya sebagai khalifah. Muawiyah memilih Yazid karena menurutnya pengangkatan
Yazid akan meredam gejolak dan fitnah. Ia menyadari di saat itu ada orang-orang yang utama
semisal Husein bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, dll. Namun
memilih mereka dikhawatirkan akan terjadi pemberontakan dari kalangan Bani Umayyah
yang memiliki kekuatan di saat itu.
Singkat cerita, pengangkatan Yazid memang dipandang kontroversial namun kenyataannya
tidaklah seperti penilaian orang-orang pada saat ini. Mari kita serahkan penilaian terhadap
Yazid kepada seseorang yang shaleh yang hidup sezaman dengan Yazid, bukan kepada orangorang yang hidup setelah Yazid dan diperparah seandainya mereka bukan orang yang shaleh.
Penilaian itu kita serahkan kepada salah seorang anak Ali bin Abi Thalib, saudara beda ibu
dari Hasan dan Husein, dan ulama di masa tabiin, yakni Muhammad al-Hanafiyah.
Ibnu Muthi` berkata kepada Muhammad al-Hanafiyah, Sesungguhnya Yazid itu meminum
khamr dan meninggalkan shalat. Ia mengajak Muhammad al-Hanafiyah untuk memberontak
kepada Yazid. Lalu Muhammad al-Hanafiyah menjawab, Aku tidak melihat pada dirinya
seperti apa yang kalian katakan. Aku datang di majlisnya dan tinggal bersamanya, kulihat ia
adalah seorang yang tekun dalam shalat, semangat mengerjakan kebaikan, bertanya tentang
fikih, dan memegang erat sunnah.
Ibnu Muthi dan orang-orang yang bersamanya menjawab, Hal itu ia buat-buat
dihadapanmu. Muhammad menjawab, Apa yang ia takutkan dan harapkan dariku? Apakah
kalian bisa memperlihatkan kepadaku apa yang kalian katakana terhadapnya? Tantang
Muhammad al-Hanafiyah.
Mereka menjawab, Sesungguhnya kabar yang kami dengar itu bagi kami adalah kenyataan,
walaupun kami belum pernah melihatnya. Kata Muhammad, Demi Allah, penilaian seperti
itu hanyalah hak bagi orang-orang yang benar-benar melihatnya. (Huqbah min at-Tarikh,
Hal: 138-139).
Syaikh Utsman al-Khomis mengatakan, Kefasikan yang dinisbatkan kepada pribadi Yazid
seperti meminum khamr, mempermainkan hukum, kejal, dll. Tidaklah bersumber dari berita
yang shahih (Huqbah min at-Tarikh, Hal: 139). Berita-berita demikian dibuat-buat oleh
orang-orang yang membenci Yazid lalu kemudian menjadi santapan para orientalis untuk
menyerang bobroknya kekhalifahan Islam, meskipun masanya tidak jauh dari zaman Nabi.
Sangat disayangkan hal ini ditelah mentah-mentah oleh generasi Islam yang belakangan.
Setelah Yazid diangkat seluruh sahabat yang hidup saat itu termasuk Abdullah bin
Abbas dan Abdullah bin Umar membaiat Yazid membaiat Yazid kecuali Husein bin Ali
dan Abdullah bin Zubair. Dan pada masa pemerintahannya Yazid sangat memuliakan ahlul
bait Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Sumber:
al-Khomis, Utsman bin Muhammad. Huqbah min at-Tarikh. 1999. Iskandariyah: Dar alIman.
ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. ad-Daulah al-Umayyah. 2008. Beirut: Dar al-Marifah.

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)


Artikel www.KisahMuslim.com

Anda mungkin juga menyukai