Anda di halaman 1dari 7

Strategi dan Periode Islamisasi di Idonesia

Disusun Oleh :
Darma Gusti Lestari
Rivania Firliani
Bayu Imam Sholihin

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN


DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA NEGERI 2 BENGKULU SELATAN
Jl. Kolonel Barlian, Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi
Bengkulu, telp/fax (0739)21121
1. TEORI – TEORI PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Kepastian kapan dan dari mana Islam masuk di Nusantara memang tidak ada
kejelasan. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang itu. Yaitu: Teori
Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia. Munculnya tiga teori yang berbeda ini,disinyalir
oleh Ahmad Mansur Suryanegara, akibat dari kurangnya informasi yang bersumber dari fakta
peninggalan agama Islam di Nusantara. Inskripsi tertua tentang Islam tidak menjelaskan
tentang kapan masuknya Islam di Nusantara. Pada inskripsi tertua itu hanya membicarakan
tentang adanya kekuasaan politik Islam, Samudera Pasai pada abad ke-13 Masehi. Selain itu
karena sulitnya memastikan kapan masuknya Islam di Nusantara dihadapkan pada luasnya
wilayah kepulauan Nusantara. Ketiga teori tersebut berbeda pendapat mengenai: waktu
masuknya Islam, asal negara yang menjadi perantara atau sumber tempat pengambilan ajaran
agama Islam, dan pelaku penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
a. Teori Gujarat
Teori ini merupakan teori tertua yang menjelaskan tentang masuknya Islam di
Nusantara. Dinamakan Teori Gujarat, karena bertolak dari pandangannya yang mengatakan
bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari Gujarat, pada abad ke-13 M, dan pelakunya
adalah pedagang India Muslim.
Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan pada:
Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di
Nusantara. Kedua, adanya kenyataan hubungan dagang India-Indonesia yang telah lama
terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan
gambaran hubungan antara Sumatera dan Gujarat.
Dalam bukunya De Islam en Zijn Komst In de Archipel, ia menyakini bahwa Islam
masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dengan daerah asal Gujarat di dasarkan pada: pertama,
bukti batu nisan. Sutterheim menjelaskan bahwa relif nisan tersebut bersifat Hinduistis yang
mempunyai kesamaan dengan nisan yang terdapat di Gujarat. Kedua, adanya kenyataan
bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia-Cambai (Gujarat)-
Timur Tengah-Eropa. Sultan pertama Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik al-Shaleh yang
wafat pada 1297 Bernard H.M. Vlekke dalam bukunya Nusantara: a History of Indonesia,
mendasarkan argumennya pada keterangan Marco Polo yang pernah singgah di Sumatera
untuk menunggu angin pada tahun 1292. Di sana disebutkan tentang situasi ujung utara
Sumatera bahwa, di Perlak penduduknya telah memeluk Islam. Selanjutnya Bernard H.M.
Vlekke menandaskan bahwa Perlak merupakan satu-satunya daerah Islam di Nusantara saat
itu. Dengan demikian sarjana Barat ini merasa mengetahui dengan pasti kapan dan di mana
Islam masuk ke Nusantara. Apalagi kemudian menurutnya, keterangan ini diperkuat dengan
inskripsi tertua di Sumatera yang berupa nisan (Sultan Malik al-Shaleh) berangka tahun 1297,
di mana lokasinya terletak di desa Samudera, 100 mil dari Perlak.
Dari berbagai argumen yang dikemukakan oleh para pendukung teori Gujarat di atas,
nampak sekali mereka sangat Hindu Sentris, seakan-akan segala perubahan sosial, politik,
ekonomi, budaya dan agama di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari pengaruh India. Di
samping itu juga kebanyakan mereka lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya
kekuasaan politik Islam di Nusantara. Seakan-akan Islam masuk di Nusantara dan langsung
menguasai struktur politik di sana. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa Islam masuk di
Indonesia melalui infiltrasi kultural oleh para pedagang Muslim dan para Sufi.
b. Teori Arab
Menurut teori Arab, islam baru masuk pada abad 13 karena kenyataanya di Nusantara
pada abad itu telah berdiri suatu kekuatan politik Islam, maka sudah tentu Islam masuk jauh
sebelumnya yakni abad ke-7 Masehi atau pada abad pertama Hijriyah. Bila dihubungkan
dengan penjelasan kepustakaan Arab kuno di dalamnya disebutkan al-Hind sebagai India atau
pulau-pulau sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau
Cina, maka besar kemungkinan pada abad ke-2 SM bangsa Arab telah sampai ke Indonesia.
Bahkan sebagai bangsa asing yang pertama datang ke Nusantara. Karena bangsa India dan
Cina baru mengadakan hubungan dengan Indonesia pada abad 1 M. Sedangkan hubungan
Arab dengan Cina terjadi jauh lebih lama, melalui jalan darat menggunakan "kapal sahara",
jalan darat ini sering disebut sebagai "jalur sutra", berlangsung sejak 500 SM.
Kalau demikian halnya hubungan antara Arab dengan negara-negara Asia lainnya,
maka tidaklah mengherankan bila pada 674 M telah terdapat perkampungan perdagangan
Arab Islam di Pantai Barat Sumatera, bersumber dari berita Cina.
Dari keterangan tentang peranan bangsa Arab dalam dunia perniagaan seperti di atas,
kemudian dikuatkan dengan kenyataan sejarah adanya perkampungan Arab Islam di pantai
barat Sumatera di abad ke-7, maka terbukalah kemungkinan peranan bangsa Arab dalam
memasukkan Islam ke Nusantara.
c. Teori Persia
Pencetus teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Teori ini berpendapat bahwa
agama Islam yang masuk ke Nusantara berasal dari Persia, singgah ke Gujarat, sedangkan
waktunya sekitar abad ke-13. Nampaknya fokus Pandangan teori ini berbeda dengan teori
Gujarat dan Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Madzhab
Syafi'i-nya. Teori yang terakhir ini lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan
yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan memiliki persamaan
dengan Persia. Di antaranya adalah:
Pertama, Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringayan Syi'ah atas
syahidnya Husein. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura. Di Minangkabau bulan
Muharram disebut bulan Hasan-Husein. Di Sumatera Tengah sebelah barat disebut bulan
Tabut, dan diperingati dengan mengarak keranda Husein untuk dilemparkan ke sungai.
Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa arab.
Kedua, adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran al-
Hallaj, sekalipun al-Hallaj telah meninggal pada 310H / 922M, tetapi ajarannya berkembang
terus dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan Syeikh Siti Jenar yang hidup pada abad
ke-16 dapat mempelajarinya.
Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk
tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian al-Qur`an tingkat awal:
Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap madzhab Syafi'i sebagai madzhab
utama di daerah Malabar. Di sini ada sedikit kesamaan dengan teori Makkah, cuman yang
membedakannya adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat di satu pihak melihat salah satu budaya
Islam Indonesia kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang
madzhab Syafi'i terhenti ke Malabar, tidak berlanjut sampai ke pusat madzhab itu, yakni di
Makkah.

2. Peran Tokoh Agama


Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepas dari peran aktif
para ulama. Di antara Ulama tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hamzah Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590.
Pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia,
Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid,
tasawuf, dan sastra Arab.
b. Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626
M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu; Sayid Ba
Alwi bin Abdullah Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin
Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad
bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain sebagainya.
c. Syaikh Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan.
Ayahnya adalah seorang Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah
untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh
Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan
Daud Al-Tatani.
d. Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang, Banten. Sejak kecil ia dan kedua saudaranya, Tamim
dan Ahmad, di didik oleh ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. Selain
itu ia juga belajar dari Haji Sabal, ulama terkenal saat itu, dan dari Raden Haji Yusuf di
Purwakarta Jawa Barat. Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan
menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia belajar Sayid Abmad bi Sayid
Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali.
Selain itu ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.
Pada tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal pengetahuan agamanya ia
banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di wilayahnya yang tertarik
denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau tidak betah tinggal di kampung halamannya.
Karena itu pada tahun 1855 ia berangkat ke Haramain dan menetap disana hingga beliau
wafat pada tahun 1897 M/1314 H.
e. Wali Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat
sembilan orang ulama yang memiliki peran sangat besar. Mereka dikenal dengan sebutan
wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga
pertengahan abad ke-16. Para wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah penting, yaitu;
Surabaya, Gresik dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah),
serta di Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru
masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru seperti,
kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga
pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri,
Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan
Muria.

3. Strategi Dakwah Islam di Nusantara


a. Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari
Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan
perdagangan di Indonesia. Hal ini konsekuensi logisnya menimbulkan jalinan hubungan
dagang antara masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam. Di samping berdagang,
sebagai seorang muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam
juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain.
Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan merekapun
menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Dengan
demikian, secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Gujarat/India,
Persia, dan Bangsa Arab kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui
perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya.
b. Perkawinan
Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di
beberapa kota di Indonesia terdapat kampung Pekojan. Kampung tersebut dahulu merupakan
tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari para
pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia. Terutama putri raja atau bangsawan. Karena
pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian
diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
c. Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubalig
yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Dan di dalam pesantren itulah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan
dengan agama Islam. Yang jika para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai
agama Islam, mereka mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali ilmu yang
diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Yang akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk
agama Islam. Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain
Pesantren Sunan Ampel Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) dan
Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku ( daerah Hitu ), dls.
d. Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan
penting dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam, otomatis
rakyatnya akan berbondong - bondong memeluk agama Islam. Karena, masyarakat Indonesia
memiliki kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan rakyatnya. Jika raja dan
rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi kepentingan politik maka akan diadakannya
perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
e. Seni Budaya
Perkembangan Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni
pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak dijumpai di Jogjakarta,
Solo, Cirebon, dls. Seni budaya Islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah
setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus
dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal, misalnya : Membumikan ajaran Islam
melalui syair – syair. Contohnya : Gending Dharma, Suluk Sunan Bonang, Hikayat Sunan
Kudus, dan lain – lain. Mengkultulrasikan wayang yang sarat dokrin. Contohnya : Tokoh-
tokoh simbolis dalam wayang diadopsi atau mencipta nama lainnya yang bisa mendekatkan
dengan ajaran Islam, Mencipta tokoh baru dan narasi baru yang sarat pengajaran.
Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat, Sebab
insting masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebai pemanggil untuk acara keramaian.
Menggeser tradisi klenik dengan doa-doa pengusir jin sekalugus doa ngirim leluhur
Contohnya Diantaranya yang disebut Tahlil.
f. Tasawuf
Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu
menghayati kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah – tengah
masyarakatnya. Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang membantu masyarakat dan
menyebarkan agama Islam. Para Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan
Sunan Panggung Jawa. Dengan melalui saluran diatas, agama Islam dapat berkembang pesat
dan diterima masyarakat dengan baik pada abad ke-13. Dan adapun faktor-faktor yang
menyebabkan Islam cepat bekembang di Indonesia antara lain : Syarat masuk Islam hanya
dilakukan dengan mengucapkan dua kelimat syahadat; Tata cara beribadahnya Islam sangat
sederhana; Agama yang menyebar ke Indonesia disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia;
Penyebaran Islam dilakuakn secara damai.

Anda mungkin juga menyukai