HADIS
Dosen Pembimbing: Lazuardi Muhammad Latif, Lc., M.Ag.
Oleh:
Khaira Malika 210303130
Mutia Zuhra 210303141
Nailal Faradis 210303076
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah AWT. Yang mana telah memberikan
kita rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya mampu menyusun makalah
yang berjudul Ilmu Bantu Dalam Memahami Hadis dengan baik dan tepat waktu guna untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh al – Hadis yang dibimbing oleh Bapak Lazuardi
Muhammad Latif. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni
Nabi besar Muhammad Shallahualaihi wasallam. Kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita
selaku umatnya.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, saya mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi .........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................2
A. Ilmu Bahasa ..........................................................................................................2
B. Ilmu – ilmu yang Terkait ......................................................................................3
C. Ilmu – ilmu Sosial .................................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara epistimologi, hadis dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber ajaran
Islam kedua setelah al-Qur’an. Sebab ia merupakan (bayan) penjelas, terhadapayat al-Qur’an
yang masih mujmal (global), am (umum), dan muthlaq (tanpa batasan).1 Hadis merupakan
perkataan juga perbuatan yang berasal dari nabi dan merupakan sumber hukum Islam kedua
setelah al-Qur’an. Dalam memahami hadis, tidak hanya menggunakan penglihatan dan lisan,
tetapi memahami hadis nabi juga melibatkan beberapa dimensi ilmu bantu.
Sebagaimana haknya al-Qur’an, hadist juga mempunyai rumpun keilmuan yang beragam.
Seseorang tidak dibenarkan untuk berdalil dengan menggunakan hadis nabi sebelum
menguasai secara mendalam ragam keilmuan hadist tersebut. Hal ini berterima dalam akal
sehat sederhana karena hjuga diterapkan dalam segala rumpun keilmuan yang ada.
Dalam hal tersebut hal yang harus kita lakukan adalah dengan mempelajari sedalamnya
ilmu yang berkaitan dengan hadist, salah satunya ilmu bantu dalam hadis. Yang dimaksudkan
ilmu bantu adalah ilmu – ilmu yang dapat memberi dukungan dalam memahami dan
menangkap pesan atau keinginan nabi, serta memfungsikan petunjuk dan menghindari
kekeliruan. Secara umum ilmu bantu dalam memahami hadis nabi dapat dilihat dari tiga
kelompok, yaitu disiplin imu bahasa, dan ushul fiqh, ilmu hadis yang terkait, dan ilmu –ilmu
sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud dengan imu bahasa dalam memahami hadis?
2. Apa saja ilmu – ilmu yang terkait dalam memahami hadis?
3. Bagaimana penjelasan ilmu –ilmu sosial dalam memahami hadis?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan ditulisnya makalah ini untuk memudahkan kita dalam mencari sebagian topik
tentang ilmu bantu dalam memaham hadis yang di dalamnya membahas tentang ilmu bahasa,
ilmu – ilmu yang terkait, dan ilmu – ilmu sosial juga menambahkan wawasan kepada para
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu Bahasa
Bahasa sebagai perkataan yang dipakai oleh setiap orang untuk melahirkan pikiran,
perasaan dan kehendak tak pernah lepas dari manusia. Dalam pengertian ini, maka hadis
1
Said Agil Husain Munawwar dan Abdul Mustaqim, 2001, Asbabul Wurud. Yogyakarta: Pustaka Pelajar., Hal. 24
sendiri sesungguhnya adalah bahasa yang dituangkan dalam bentuk teks. Sebagai sebuah
bahasa, maka memahaminya melalui redaksi yang disampaikan merupakan suatu keharusan.
Orang dapat terjebk dalam berbagai kekeliruan ketika tidak memahami sebuah ungkapan dari
sudut kaedah kebahasaan.
Hadis adalah sebuah ungkapan bahasa yang disampaikan oleh Nabi. Tetapi, karena hadis
– hadis lebih merupakan sebuah tuntunan keagamaan dibanding ungkapan biasa, maka tentu
hadis menjadi lebih kompleks ketimbang ungkapan sehari – hari. Sebagai sebuah bahasa
agama, terutama dalam menjelaskan hal – hal yang bersifat metafisis seperti tentang Allah,
surge, neraka, dan lain sebagainya, maka bahasa yang dipakai agar dapat dipahami oleh para
pembaca tentu bahasa yang berada dalam jangkauna wilayah pengalaman empiris inderawi.
Penggunaan kata – kata yang familiar dengan dunia inderawi dalam menggambarkan
objek yang abstrak menyebabkan kata tersebut menjadi kata majazi. Tetapi justru disitu pula
terletak kekuatannya sebagai bahasa agama. Sebagaimana yang dikatakan Komaruddin
Hidayat, bahasa memiliki kekuatan yang bisa mempertemukan antara ikatan emosional dan
pemahaman kognitif sehingga seseorang dimungkinkan untuk mampu melihat dan
merasakan sesuatu yang berasa jauh di belakang percakapan itu sendiri.2 Karena itu sering
terlihat beberapa hadis nabi menjelaskan Allah seperti halnya manusia, misal Allah turun ke
langit dunia dan berlari – lari kecil mendatangi hamba-Nya dan lain – lain sebagainya.
Di sisi lain, tata bahasa dapat pula memberi pemakna yang berbeda pada sebuah kata.
Perubahan bentuk satu kata kepada bentuk yang lain memberikan makna tersendiri.
Demikian pula kata yang didefinisikan dengan kata yang tidak didefinisikan memberi
konotasi makna yang saking berbeda. Bahkan satu huruf yang melekat pada sebuahn kata
dapat memberi konotasi makna yang berisi alternatif.
Dari penjelasan diatas dilihat bahwa ilmu bahasa sangat penting membantu seseorang
memahami hadis – hadis nabi. Dapat dikatakan bahwa ilmu bahasa dalam kaita ini adalah
Bahasa Arab yang merupakan persyaratan yang harus diprnihi seseorang untuk dapat
memahami hadis nabi dengan baik.
2
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik, Paramadina, Jakarta, 1996. H.82
1. Ilmu Gharib al – Hadist
Secara bahasa gharib ( )غريبberarti asing, aneh dan jauh. Dalam ilmu hadis kata
gharib dikaitkan dengan kata hadis sehingga menjadi al-hadist al-gharib dan gharib al-
hadist. Istilah al-hadist al-gharib mengacu pada hadis yang diriwayatkan oleh seseorang
secara mandiri. Sedangkan gharib al-hadist adalah kata – kata asing yang terdapat dalam
mata hadis. Istilah yang dimaksudkan di sini adalah gharib al-hadits, yang secara istilah
didefinisikan sebagai berikut:
استعالها لقلة ، البعيدة من الفهم،وهو عبارة عما وقع في متون األحاديث من األلفاظ الغامضة3
“Ungkapan yang terdapat dalam matan hadis berupa lafaz yang tersembunyi yang tidak
dipahami disebabkan kata tersebut jarang digunakan.”
Dalam definisi di atas, tidak dipahaminya sebuah kata disebutkan karena kata
tersebut jarang digunakan sehingga generasi – generasi berikutnya tidak mengetahui lagi
maknanya. Tetapi dapat juga kata tersebut adalah kata yang biasa atau sering digunakan,
tetapi ketika berada dalam suatu redaksi sulit dipahami maknanya. Berikut contoh kata
gharib didalam hadis:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفرله ما تقدم: قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم،عن أبي هريرة قال
من ذنبه.
(الجماعة )رواه
“Dari Abu Hurairah berkata, Nabi saw bersabda: Siapa saja yang berpuasa dilandasi
iman dan ikhlas kepada Allah maka diampuni dosa – dosanya yang telah lalu.” (HR.
Jamaah)
Makna kata dasar واحتساباadalah perhitungan. Oleh karena itu, banyak para
mubaligh menerjemahkan kata tersebut dengan makna dasarnya, sehingga sulit dipahami
ketika disandingkan dengan kata iman. Ada diantaranya yang memaknai kata perhitungan
dengan kehati – hatian sehingga dimaksudkan orang yang menjalani puasa dilandasi oleh
iman dan kehati – hatian. Di dalam kitab – kitab gharib al-hadis, kata واحتساباmaknanya
adalah ikhlas dan mendapatkan pahala.
استعمالها لقلة هو علم يعرف به ما وقع في المتون األحاديث من األلفاظ الغامضة البعيدة عن الفهم
“Ilmu untuk dapat mengetahui ungkapan yang terdapat dalam matan hadis berupa lafaz
yang tersembunyi yang tidak dapat dipahami disebabkan karena (kata tersebut) jarang
digunakan.”
3
Abu Umar Usman ibn Abd al – Rahman al – Syahrazuri, Muqaddimah Ibn Shalah, Maktabah al – Farabi, 1984, H.59
Dari pengertian diatas, terlihat bahwa ilmu ini sangat penting dalam kaitan
memahami hadis – hadis nabi terutama terhadap kata – kata yang sulit sehingga kata –
kata tersebut dapat diketahui maknanya dan pesan – pesan nabi dapat ditangkap dalam
hadis tersebut. Oleh karenanya para ulama telah menulis beberapa kitab gharib al-hadis,
salah satunya adalah kitab Al – Qasim ibn Salam al – Harawi Abu ‘Ubaid dengan judul
Gharib al – Hadis dan juga kitab Abu Sa’adat al – Mubarak ibn Muhammad al – Jaziri
dengan judul al-Nihayah fi Gharib al-Hadis wa al-Atsar.
علم يعرف به السبب الذي ورد ألجله الحديث والزمان الذي جاء فيه4
“Ilmu yang dengannya diketahui sebab – sebab Nabi menuturkan sabdanya dan zaman
ketika hadis itu diuapkan.”
Dalam kaitannya dengan pemahaman hadis, ilmu ini sangat penting terutama
sekali dalam memahami hadis dengan pendekatan kontekstual. Melalui ilmu ini, akan
diperoleh berbagai informasi seperti lawan bicara nabi, tempat dan waktu ketika hadis ini
diucapkan oleh nabi. Dengan ilmu ini dapat membantu menjelaskan makna yang musykil,
‘illat suatu perintah atau larangan, menetapkan takhshish (pengkhususan) terhadap lafaz
‘am (umum), membatasi lafaz yang muthlaq dan lain – lain sebagainya.
Sebagian hadis – hadis nabi yang memilki latar belakang ikut diriwayatkan bersama
matan hadisnya, tetapi sebagian lagi tidak diriwayatkan. Ada beberapa cara yang
ditempuh oleh para ulama untuk mengetahui asbab al-wurud-nya:
a. Mengetahui asbab al-wurud melalui matan hadis yang lain. Sebagian hadis yang
memilki asbab al-wurud tidak diriwayatkan bersama matan hadisnya, tetapi disebutan
pada hadis yang lain. Sebagai contoh, hadis tentang larangan menanyakan sesuatu
4
Hasbi Ash – Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Pustaka Rizki Putra, Semarang, Cet.Ke-4. 1999, H.142
yang tidak perlu5 asbab al-wurud-nya disebutkan dalam matan hadis yang lain, yakin
tentang pernyataan rasul bahwa Allah telah mewajibkan haji, lalu seorang sahabat
bertanya apakah kewajiban itu setiap tahun atau tidak.6
b. Mengetahui asbab al-wurud dengan melihat penjelasan – penjelasan yang
disampaikan oleh sahabat atau perawi lainnya. Hal ini pada umumnya telah dijelaskan
dalam beberapa kitab – kitab asbab al-wurud seperti yang ditulis oleh Ibnu Hamzah
al – Husaini al – Dimasyqi dengan judul Al – Bayan wa al – Ta’rif fi Asbab Wurud al
– Hadits al – Syarif.
c. Bila tidak ditemukan di dalam kitab – kitab asbab al-wurud, maka seperti yang
diperagakan oleh Imam Syafi’I dilihat dari konteks sosial dan geografis sehingga
dapat diperkirakan asbab al-wurud-nya.
الحديثان المقبوالن المتعارضان في المعنى ظاهرا ويمكن الجمع بين مدلوليها بغير تعسف7
“Dua hadis yang diterima validitasnya (maqbul) saling bertentangan dalam maknanya
secara lahir dan ada kemungkinan untuk mengkompromikan kedua dalil tersebut dengan
cara wajar.”
Dari definisi diatas dapat dijelaskan tiga hal yang paling mendasar, yaitu:
a. Hadis – hadi yang dipandang saling bertentangan tersebut adalah dua hadis atau lebih
dalam kategori maqbul, memenuhi persyaratan untuk diterima dan dijadikan sebagai
hujjah. Oleh karena itu, bila salah satu dari dua hadis tersebut berada kategori
maqbul, sementara hadis yang lainnya berada dalam kategori mardud, yakni tidak
memenuhi persyaratan untuk dapat diterima dan dijadikan hujjah, maka kedua hadis
tersebut tidak dipandang mukhtalif.
b. Pertentangan dua hadis tersebut dipandang dari makna lahiriah, sedangkan makna
sebenarnya atau makna yang dituju tidaklah bertentang.
c. Makna lahiriah tersebut memiliki kemungkinan untuk dapat dikompromikan. Dalam
kaitan ini, Imam Syafi’I menegaskan: “kami tidak menemukan sesuatu (dari hadis –
hadis nabi) yang bertentangan kecuali terdapat jalan menyelesaikannya.8
5
Dalam riwayat Tirmidzi, hadis dari Abu Hurairah., Tirmidzi, Juz V, h.47
6
Muslim ibn al – Hajjaj, Shahih Muslim, Juz II. H.975
7
Al-Tahanuwi, Qawa’id fi ‘Ulmum al-Hadits, Mathba’ah al – Islamiyah, Beirut, 1972, H.46
8
Muhammad ibn Idris al – Syafi’I, Al-Risalah, Dar al – Fikr, Beirut, t.th, h.216
Dalam kitab – kitab musthalah al-hadis contoh hadis mukhtalif yang paling sering
diungkap adalah sabda nabi yang menyatakan tidak ada menyakit menular dan anjuran
untuk lari dari penyakit tertentu.
ال عدوى والطيرة وال هامة:عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال
9
()رواه البخاري و مسلم و الترمذي
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw beliau bersabda: Tidak ada penyakit menular, ramalan
jelek dan reinkarnasi roh. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)
فر من المجذوم فرارك من األسد:عن أبي هريرة قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول
10
()رواه أحمد
Hadis dari Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Larilah
dari orang yang sakit kusta sebagaimana kamu lari dari singa. (HR. Ahmad)
Sedangkan pengertian ilmu mukhtalif al-hadist didefinisikan oleh para ulama sebagai
berikut:
هو العلم الذي يبحث في األحاديث التى ظاهرها متعارض فيزيل تعارضها أو يوفق بينهما كما يبحث في األحاديث
حقيقتها ويوضح التى شكل فهمها أو تصورها فيدفع إشكالها11
“Ilmu yang membahas hadis – hadis secara lahir bertentangan (maknanya),
menghilangkan pertentangannya, atau mengkompromikan keduanya seperti membahas
hadis – hadis yang sulit maknanya dengan menghilangkan kesulitan, dan memperjelas
makna hakikinya.”
Ilmu mukhtalif al-hadist sebagaimana yang terlihat dalam definisi di atas sangat
penting dalam memahami hadis – hadis yang tampak bertentangan satu sama lainya.
Dengan beberapa metode penyelesaian yang dibahas dalam ilmu ini hadis – hadis yang
tampak bertentangan tersebut dapat dipahami maksudnya masing – masing. Dalam
contoh kasus hadis mukhtalif di atas, Ibnu Hajar al – Asqalani mengutip beberapa
komentar ulama, salah satunya pada Al – Qadhi al – Baqilani menjelaskan bahwa maksud
pernyataan tidak ada penyakit menular tidak mencakup penyakit kusta, karena kusta
9
Al-Bukhari al – Jafi’, Al-Jami’ al-Shahih, Juz V, H. 2171
10
Ahmad ibn Hanbal Abu Abdillah al-Syaibani, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, Muassasah Qarathabah, al-
Qahirah, t. th, Juz II, H.442
11
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits: ‘Ulumuh wa Musthalahu, Dar al-Fikr, Beirut, 1989, h.34-35
(Selanjutnya disebut ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al – Hadis)
adalah pengkhususan dari penyakit – penyakit yang tidak menular. Jadi kata ‘tidak ada
penyakit menular; dimaksudnya selain penyakit kusta dan semisalnya.
Tokoh yang paling awal menulis ilmu ini secara teoritis tampaknya adalah Imam
Syafi’i, di mana ia menulis dalam kita al-Umm satu bab khusus, yaitu Mukhtalif al-
Hadist. Di dalam kitab tersebut, Imam Syafi’i mencoba memahami hadis – hadis nabi
yang bertentangan dengan berbagai metode pendekatan.
“Syari’ (Allah dan Rasul) mengangkat (membatalkan) sesuatu hukum syara’ dengan
menggunakan dalil syar’i yang datang kemudian”12
Para ulama tampaknya tidak sepakat tentang adanya nasakh ini. Ada beberapa pendapat
ulama tentang nasakh ini, yaitu:
a. Membenarkan adanya nasakh dalam arti menghapus hukum ()إزالة الحكم. Ulama yang
berada dalam posisi ini umumnya terutama dari ulama mutaqaddimin. Mereka
mengemukakan argument dengan menunjukkan adanya ayat – ayat atau hadis – hadis
yang tak dapat dikompromikan, di tarjih atau di takwil. Di samping itu, ayat al-
Qur’an sendiri dan hadis nabi mengindikasikan adanya nasakh.
b. Membenarkan nasakh dalam arti penggantian (e)التبديل. Pendapat ini terutama
dikemukakan oleh ulama mutaakhirin. Semua ayat Allah tetap berlaku, tidak ada
kontradiksi, yang ada hanya pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu
karena kondisi yang berbeda.
Sedangkan bagi ulama yang menyatakan adanya nasakh dalam dalil – dalil syarak
mendefinisikan ilmu al-nasikh wa al-mansukh sebagai berikut:
هو العلم الذي يبحث عن األحاديث المتعارضة التي ال يمكن التوفيق بينها من حيث الحكم على بعضها بأنه ناسخ
منسوخ بأنه وعلى بعضها اآلخر13
12
‘Ajjaj al – Khathib, Ushul al – Hadits, h.278
13
‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadist, H.288
“Ilmu yang membahas hadis – hadis yang berlawanan yang tidak mungkin untuk
dikompromikan dipandang dari sisi hukum. Karenanya, sebagiannya dipandang nasikh
dan sebagian lainnya di pandang Mansukh”
Menurut ulama yang menetapkan keberadaan nasikh dan mansukh dalam hadis –
hadis nabi, ilmu ini sangat penting bagi pemerhati dan pengkaji hukum – hukum syarak.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ilmu ini bahagian terpenting dari kesempurnaan
mujtahid.
A. Kesimpulan
Ilmu ini sangat penting dalam ranah pengaplikasian hadits sehingga orang yang
menguasainya diharapkan dapat memahami konteks sebuah hadits dengan baik dan benar
dan bahwa mempelajari dan menguasai bahasa Arab menjadi suatu hal yang sangant penting
untuk memahami bahasa hadis, pemahaman yang benar terhadap bahasa Arab akan
membawa kita kepada pemahaman yang benar kepada makna hadis sehingga sedikit
kemungkinan mendapat kesalahan dalam memahami makna hadis. Wallahu 'Alam.
14
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial Agama, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2001, H.26 – 28
DAFTAR PUSTAKA
Azura Fathanul Umara. 2021. Ilmu Pendukung Ulumul Hadis. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Isra, Yunal. 2017. Tiga Ilmu Bnatu dalam Memahami Hadits. Jakarta Timur.
Bahri, Samsul. 2016. Ilmu Bantu dalam Memahami Hadits. Kerinci: STAIN