Anda di halaman 1dari 18

BIOGRAFI AHMAD SONHADJI, MUFASIR NEGERI SINGAPURA DAN

KARAKTERISTIK TAFSIRNYA ‘ABR AL-‘ATHIR

Muhamad Iza Al-Asqolani


1181030105 – Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
izza.el.maraawigh08@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan membahas perkembangan studi tafsir di Singapura. Lebih
khususnya membahas perjalanan hidup Ahmad Sonhadji dalam memperjuangkan syiar Islam,
lebih tepatnya melalui studi Alquran dan Tafsirnya. Metode penelitian ini merupakan jenis
kualitatif melalui pendekatan studi pustaka atau book survey dengan menerapkan analisis isi.
Dalam penelitian ini akan dibahas terkait tentang sejarah singkat awal mula kedatangan Islam
ke negeri Singapura, kemudian biografi Ahmad Sonhadji sebagai sosok mufasir dari
Singapura, beserta karya-karyanya. Meski keberadaan Islam di Singapura bukanlah sebagai
mayoritas, yang berkisar sekitar 16% dari jumlah keseluruhan penduduknya, namun bukan
berarti syiar keislaman dan perkembangan ilmu keislaman tidak berkembang. Contohnya saja
Ahmad Sonhadji yang mampu membuat karya luar biasa dalam ilmu keislaman. Maka dari
itu, hasil penelitian ini adalah untuk mengungkap lebih dalam tentang siapa itu Ahmad
Sonhadji, sang mufasir dari negeri Singapura beserta karya-karyanya.
Kata Kunci: Ahmad Sonhadji, Islam, Mufasir, Tafsir ‘Abr Al-Athir

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Agama Islam yang diwahyukan melalui Nabi Muhammad saw. bukanlah sebuah
agama eksklusif yang hanya diperuntukkan bagi negara, wilayah atau daerah Arab saja,
melainkan ia adalah agama bagi seluruh alam semesta, termasuk seluruh manusia di
dalamnya. Termasuk pula yang menjadi pedoman hidup umat Islam dan umat manusia, yakni
Alquran. Syiarnya Nabi Muhammad saw. harus terus dilanjutkan melalui tonggak estafet
antar generasi umat Islam ke berbagai penjuru dunia. Hal ini sebagaimana yang difirmankan
Allah swt. dalam Alquran:

َ َ‫َو َمٓا أَ ۡر َس ۡل ٰن‬


١٠٧ َ‫ك إِاَّل َر ۡح َم ٗة لِّ ۡل ٰ َعلَ ِمين‬
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
(QS. Al-Anbiya` [21]: 107)
Hal ini merupakan sebuah tugas suci dari sang Ilahi kepada utusan-Nya Muhammad saw.
untuk membimbing seluruh manusia yang mulai bengkok akidahnya karena dimakan zaman,
serta menjadi penuh kesyirikan, untuk membawa mereka ke arah jalan yang lurus nan terang

1
benderang, yakni Islam (Katsir, 2003, hlm. 489). Maka yang dimaksud semesta alam ini
mencakup seluruhnya, termasuk di dalamnya adalah Nusantara.
Negara-negara yang termasuk dalam nama Nusantara ini terdiri dari beberapa negara
di bagian Asia Tenggara, atau yang biasa kita kenal dengan Association of Southeast Asia
Nations (ASEAN). Lebih tepatnya Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Thailand dan Filipina.
Maka, setiap muslim yang tinggal di negara-negara ini, umumnya di seluruh negara di
dunia, haruslah melanjutkan estafeta dakwah keislaman yang telah diwariskan oleh
Rasulullah saw., sahabat-sahabatnya, para tabi’in, serta tabi’ut-tabi’in setelahnya. Perjuangan
dakwah ini bisa mencakup skala yang minor, bisa juga dalam skala yang mayor. Hal ini
sebagaimana yang dijelaskan di dalam surat Al-‘Ashr, bahwa terdapat beberapa poin tentang
dakwah: Buya Hamka mengutip penafsiran imam Ar-Razi, bahwa untuk selamat dari
kerugian (sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat 2), maka harus bisa berdakwah pada
diri sendiri dan orang lain agar selamat dari kerugian ini (Hamka, n.d., hlm. 8.104) . Maka,
bisa disimpulkan bahwa bila dalam skala minor ini bisa dimulai mendakwahi diri sendiri
untuk selalu beriman dan beramal saleh, juga berdakwah pada lingkup keluarga kita sendiri.
Dakwah di sini bisa dengan tadzkirah, mendidik ilmu agama dengan sebaik-baiknya,
mendidiknya agar berbakti kepada orang tua, dan sebagainya. Adapun dakwah dengan skala
mayor, ini mencakup permasalahan di luar individu dan keluarga, melainkan pada
permasalahan umat. Hal yang bisa dilakukan pada dakwah skala ini bisa berupa terjun
langsung ke umat untuk menyiarkan amar ma’ruf nahyi munkar, bisa lewat sastra dan
budaya, bisa pula lewat pendidikan.
Dakwah melalui pendidikan, bisa dengan mengkaji sumber-sumber ajaran Islam
seperti Alquran, hadis, tafsir, syarah, kitab mazhab, sejarah sang Suri Tauladan (Muhammad
saw.) dsb. (Husaini, 2010). Salah satunya adalah melalui pengkajian Alquran yang
komprehensif, yang kemudian disebut dengan tafsir. Di Singapura, ternyata ada
perkembangan ilmu keislaman di sana. Yakni sejak Islam masuk ke Singapura sekitar abad
ke 8 M. (Said, 2020, hlm. 75). Diperkirakan Islam masuk ke Singapura melalui para
pedagang muslim yang telah berdagang menyusuri seluruh dataran Asia Tengah, Timur,
kemudian hingga tibalah mereka ke semenanjung melayu. Merekalah yang menjadi guru-
guru agama dan imam di tanah Melayu ini. Hingga para pribumi merasa senang, bahagia,
bahkan tidak sedikit dari mereka pada akhirnya mempersunting dan menikahi para pedagang
muslim ini. Hingga akhirnya terbentuklah keluarga dan peradaban Islam di sana (Said, 2020).
Salah satunya adalah Ahmad Sonhadji, sang pejuang syiar Islam di negeri Singapura melalui
kajian-kajian tafsir dan hadisnya.

Masalah
Demikianlah peradaban Islam yang terbentuk di negeri melayu, khususnya Singapura.
Namun, dalam perkembangan kebudayaan dan ilmu keislaman di sana, tentunya akan selalu
menghadapi masalah dalam proses pengkajian sumber keislamannya. Hal ini yakni
disebabkan karena perbedaan bahasa antara sumber pokok keislaman, dengan bahasa asli

2
setempat (katakan: antara bahasa Arab dan Melayu). Peradaban Islam ini agar dapat maju dan
berkembang, sangat penting untuk bisa memahami dan mengamalkan pedoman pokok dari
agama Islam, yakni Alquran, hadis, dan kitab-kitab keislaman lainnya. Hal ini hanya bisa
dilakukan dengan menerjemahkan sumber-sumber pokok agama Islam ke dalam bahasa yang
dapat dipahami masyarakat setempat. (Hanifah, 2013, hlm. 25). Sebab, awal mula
penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia, pada mulanya tetap berdasarkan bahasa asalnya,
yakni bahasa Arab. Sehingga benar sekali bahwa agar teks pokok ajaran Islam ini dapat
dipahami, mesti dialihbahasakan. Khususnya di Singapura yang mempunyai bahasa-bahasa
pokok seperti Melayu, Mandarin, Tamil dan Inggris (Wikipedia, 2021).
Demikianlah pula yang dilakukan oleh Ahmad Sonhadji sebagai salah satu tokoh
pejuang penyebaran peradaban Islam di Singapura. Ia adalah ilmuan yang memiliki peran
aktif dalam penyebaran syiar Islam di Singapura, khususnya di bidang pendidikan Islam,
serta pengkaderan para ulama di Singapura serta Nusantara pada umumnya. Ia juga seorang
penggagas pertama dari Persatuan Ulama dan Guru-guru Agama Islam Singapura (PERGAS)
pada tahun 1957. Juga sebagai salah satu tokoh yang memegang jabatan penting di dalam
Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) dan seorang penasehat agama yang sangat dihormati
(Bahari & Hassan, 2019, hlm. 56), juga karena jerih payahnya dalam usaha menyebarkan
pesan Alquran ke berbagai daerah dan media, khususnya dalam bidang tafsir (Said, 2020).

Kerangka Teori/Kerangka Berpikir


Setelah Rasulullah saw. menerima wahyu agar mendakwahkan Islam ke penjuru
dunia, sebagaimana dalam Alquran:
ُ ۖ ‫ض ٓاَل إِ ٰلَهَ إِاَّل ه َُو ي ُۡح ِيۦ َويُ ِم‬
ْ ُ‫يت فَأ َ ِمن‬
e‫وا‬ ِ ۖ ‫ت َوٱ َ ۡر‬ ُ ‫قُ ۡل ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي َرسُو ُل ٱهَّلل ِ إِلَ ۡي ُكمۡ َج ِميعًا ٱلَّ ِذي لَهۥُ ُم ۡل‬
‫ك ٱل َّس ٰ َم ٰ َو ِ أۡل‬
١٥٨ َ‫بِٱهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه ٱلنَّبِ ِّي ٱأۡل ُ ِّم ِّي ٱلَّ ِذي ي ُۡؤ ِمنُ بِٱهَّلل ِ َو َكلِ ٰ َمتِِۦه َوٱتَّبِعُوهُ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡهتَ ُدون‬
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu
Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. Al-A’raf [7]: 158)
ٰ ٗ ‫يرا ونَ ِذ‬ َ َ‫َو َمٓا أَ ۡر َس ۡل ٰن‬
ِ َّ‫يرا َولَ ِك َّن أَ ۡكثَ َر ٱلن‬
٢٨ َ‫اس اَل يَ ۡعلَ ُمون‬ ِ َّ‫ك إِاَّل َكٓافَّ ٗة لِّلن‬
َ ٗ ‫اس بَ ِش‬
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui. (Saba` [34]: 28)
Ayat yang lebih tegas menyatakan untuk berdakwah ialah sebagai berikut:
ۚ
َ eُ‫نُ إِ َّن َربَّكَ ه‬e‫ٱلَّتِي ِه َي أَ ۡح َس‬eeِ‫ج ِد ۡلهُم ب‬
َ ‫و أَ ۡعلَ ُم بِ َمن‬e
‫ َّل عَن‬e‫ض‬ eَ ٰ ‫ع إِلَ ٰى َسبِي ِل َربِّكَ بِ ۡٱل ِح ۡك َم ِة َو ۡٱل َم ۡو ِعظَ ِة ۡٱل َح َسنَ ۖ ِة َو‬
ُ ‫ۡٱد‬
١٢٥ َ‫َسبِيلِِۦه َوه َُو أَ ۡعلَ ُم بِ ۡٱل ُم ۡهتَ ِدين‬
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

3
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl [16]: 125).
Wahbah Az-Zuhaili memberikan penafsiran bahwa ayat ini merupakan ayat yang sustainable
hingga kapanpun. Walau yang dimaksud oleh Allah swt. dalam kewajiban berdakwah ini
adalah kepada Rasulullah saw., namun ayat ini juga berlaku kepada siapa saja yang mengaku
muslim. Maka, siapa saja yang kini menjadi juru dakwah, ayat ini merupakan sebuah
tauladan yang harus diamalkan dalam perjuangan dakwahnya. Yakni, ia harus menggunakan
metode bil-hikmah, kemudian mau’izhatil-hasanah dan jaadilhum bil-latii hiya ahsan (Az-
Zuhaili, 2013, hlm. 516).
Jadi, setelah Rasulullah saw. diberi wahyu sebagai suri tauladan bagi seluruh manusia
dan alam semesta, kemudian Allah swt. memberikan tuntunannya dalam berdakwah. Yakni,
dengan memerhatikan tiga poin yang difirmankan oleh-Nya dalam surat An-Nahl ayat 125 di
atas.
Namun, sebagai manusia biasa yang tidak akan hidup abadi, tentu perjuangan dakwah
ini tidak berhenti di Rasulullah saw. saja. Melainkan harus diteruskan oleh seluruh orang
yang mengaku muslim. Hal ini sebagaimana yang disabdakan olehnya dalam hadis:

‫ فَِإ ْن مَلْ يَ ْس تَ ِط ْع‬،‫ " َم ْن َرأَى ِمْن ُك ْم ُمْن َك ًرا َفْلُيغَِّي ْرهُ بِيَ ِد ِه‬:‫ول‬
ُ ‫ َي ُق‬ ‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ت َر ُس‬ ِ
ُ ‫ مَس ْع‬:‫ي قَ َال‬ ِّ ‫َع ْن أَيِب ْ َسعِْي ِد اخلُ ْد ِر‬
ِ ِ
ِ َ‫َضعف ا ِإلمي‬
." ‫ان‬ ُ َْ ‫ك أ‬ َ ‫ َوذَل‬،‫ فَِإ ْن مَلْ يَ ْستَ ِط ْع فَبِ َق ْلبِ ِه‬،‫فَبِل َسانِِه‬
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian melihat satu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya
dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka dengan lisannya. Jika tidak sanggup juga,
maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim no. 52; At-
Tirmidzi no. 2172; Abu Dawud no. 1140; An-Nasa`i no. 5008; Ibnu Majah no. 1275; Ahmad
no. 10689, dengan sanad sahih).
Maka, dengan dalil-dalil di atas, dakwah yang asalnya bersifat eksklusif kepada bangsa Arab,
berubah menjadi universal bagi seluruh manusia di dunia ini. Juga, bukan hanya oleh
Rasulullah saja, melainkan tugas seluruh orang yang mengaku sebagai muslim. Sehingga,
syiar Islam terus menyebar ke berbagai penjuru dunia hingga dewasa ini. Melalui lorong
zaman dan beragam peradaban di belahan dunia manapun, hingga akhirnya tiba di Singapura
pada abad ke-8 Masehi (Said, 2020, hlm. 75).
Perjuangan estafeta dakwah Rasulullah saw. dalam menyiarkan Islam ini dilanjutkan
pula oleh Ahmad Sonhadji, di negeri Singapura. Ahmad Sonhadji lahir pada tanggal 18
Agustus 1922 (Bahari & Hassan, 2019, hlm. 56), atau pada bulan Zhulhijjah 1340 H. (Yusoff,
2000). Ia lahir di Solo, Jawa Tengah, Indonesia. Pada tahun 1927, atau lebih tepatnya ketika
ia berusia lima tahun, ayahnya Mohamad Milatu bin Haji Haromain membawanya ke
Singapura. Mereka tinggal di Pasir Gembur dekat jalan Sultan (Bahari & Hassan, 2019, hlm.
57). Namun kemudian keluarga Ahmad Sonhadji kembali pulang ke Indonesia, tepatnya ke
Riau. Ketika pulang inilah Ahmad Sonhadji belajar banyak tentang ilmu agama ketika
ayahnya mengajar di sana. Ia belajar di Riau hingga usianya beranjak remaja. Pada tahun
1936, atau pada usianya yang keempat belas tahun, ia kembali ke Singapura untuk belajar

4
ilmu agama di Madrasah Aljunied. Ia belajar di sana hingga selesai pada tahun 1944. Sejak
saat itulah perjalanan hidup Ahmad Sonhadji menjadi seorang pendakwah syiar Islam terus
melebarkan sayapnya di negeri Singapura.
Waktu kian berlalu, perjuangan Ahmad Sonhadji di Singapura telah berhasil
menyebarkan syiar Islam ke beberapa pelosok negeri. Islam semakin eksisten di sana meski
jumlahnya masih sedikit. Beliau pun beserta beberapa tokoh dai lainnya di sana telah
menghasilkan karya-karya keislaman seperti tafsir, dsb.

Metode
Penelitian ini termasuk pada penelitian kualitatif. Di mana, penelitian ini melakukan
studi komprehensif demi menemukan sebuah penelitian yang kredibel, dan bermutu:
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan digunakan pada penulisan ini adalah metode
kualitatif (Qualitative). Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk
meneliti suatu objek karya ilmiah dengan cara mengumpulkan data yang bersifat
gabungan yang menghasilkan penelitian mengenai acuan dengan penekanan makna
secara komprehensif dan terperinci. Dan juga hasil penelitian kualitatif tidak bisa
didapatkan melalui prosedur secara statistik atau bentuk hitungan yang lainnya
(Stauss & Corbin, 2013, hlm. 4).
2. Sumber Data
Sumber data dikenal dengan dua sumber, yaitu data primer dan sekunder.
Berikut adalah data primer dan sekunder dari penulisan ini:
a. Data Primer
Data primer atau sumber utama yang digunakan oleh penulis adalah
seperti Jaringan & Pembaharuan Ulama Tafsir Nusantara Abad XVI-XXI
karya Hasani Ahmad Said.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku yang
berhubungan dengan tema penelitian, seperti Jurnal Refleksi dengan judul
artikel “Mengenal Tafsir Nusantara: Melacak Mata Rantai Tafsir dari
Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura hingga Brunei Darussalam” yang
ditulis oleh Hasani Ahmad Said. Kemudian artikel berjudul “Perkembangan
Tafsir Alqur’an di Asia Tenggara” yang ditulis oleh Nashruddin Baidan dan
Erwati Aziz, “Pemikiran Wasatiy Almarhum Ustaz Ahmad Sonhadji dalam
Membentuk Identiti Masyarakat Islam Singapura” yang ditulis oleh Mustazah
Bahari dan Muhammad Hanif Hassan, buku Metode Terjemah karya Umi
Hanifah, buku Pendidikan islam Membentuk Manusia Berkarakter dan
Beradab karya Adian Husaini, dan artikel berjudul “Gaya Persembahan Tafsir
Al-Azhar dan Tafsir ‘Abr Al-Athir: Satu Perbandingan Bagi Penafsiran Surah

5
Al-Mujadalah” yang ditulis oleh Nur Saadah Binti Hamisan Khair Norullisza
binti Khosim dan Adnan Mohamed Yusoff.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah
Studi Kepustakaan (Library Research), yakni teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, naskah-naskah, artikel-artikel
yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dipecahkan.
4. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengelompokan data untuk membuat suatu urutan
atau kategorisasi. Data-data tersebut disederhanakan sehingga mudah dipahami oleh
masyarakat awam. Adapun analisis data dalam penelitian ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data data terkait dengan pembahasan penulis.
b. Mengidentifikasi kapan ajaran Islam masuk ke Asia Tenggara, khususnya ke
Singapura, kemudian biografi Ahmad Sonhadji beserta karya tafsirnya ‘Abr
Al-Athir.
c. Mengelompokkan data sesuai dengan tempatnya.
d. Menyimpulkan hasil analisis dengan studi pustaka yang terkait dengan biografi
Ahmad Sonhadji beserta karya-karyanya dalam menyebarkan syiar Islam di
Singapura melalui literatur tafsir.

PEMBAHASAN
Sejarah Islam Masuk ke Singapura dan Perkembangan Keilmuannya
Singapura merupakan salah satu dari sekian negara yang menjadi bagian dari ASEAN
(Association of Southeast Asia Nation). ASEAN merupakan salah satu bagian dari dunia
yang menampung jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, dengan populasi sekitar 240
juta penduduk muslim atau sekitar 42% dari keseluruhan penduduk ASEAN, dan 25% dari
keseluruhan penduduk bumi (Helmiati, 2014, hlm. 7). Diperkirakan Islam masuk ke Asia
Tenggara yaitu sekitar abad ke-8 Masehi (Said, 2020, hlm. 75). Banyak teori yang
mengatakan terkait Islam masuk ke Asia Tenggara ini melalui jalur apa. Beberapa di
antaranya seperti yang diungkapkan oleh Badri Yatim dalam bukunya, ia mengutip perkataan
Uka Tjandrasasmita bahwasanya Islam masuk ke Asia Tenggara ini melalui jalur
perdagangan, perkawinan, pendidikan, seni, dsb. Para pedagang muslim dari Timur Tengah
pada faktanya bukan hanya bertujuan untuk berdagang, namun mereka juga menyebarkan
dakwah Islam ke tempat yang mereka kunjungi. Mereka menawarkan kejujuran dari
perdagangan mereka, sehingga tidak sedikit dari para pribumi yang tertarik dan akhirnya
menikah dengan para pedagang muslim tersebut. Hingga lama kelamaan terbentuklah
peradaban muslim di Asia Tenggara (Yatim, 2014, hlm. 201).
Banyak juga teori yang mengemukakan terkait bagaimana Islam masuk ke kawasan
Asia Tenggara. Pertama, teori Snouck Hurgronje, Pijnappel dan Moquette yang

6
mengemukakan bahwa awal mula Islam datang ke wilayah Asia Tenggara ini melalui orang-
orang Gujarat. Hal ini didasarkan pada temuan mazhab dan nisan yang ada kesamaan dengan
yang ada di Nusantara dan di India. Di mana mazhab mayoritas yang dianut di Nusantara
adalah mazhab Asy-Syafi’i, dan ditemukan beberapa makam dengan nisan di Pasai,
Semenanjung Malaya dan Gresik yang mempunyai kesamaan dengan makam-makam di
Gujarat (Helmiati, 2014, hlm. 1-2).
Kedua, teori yang dikemukakan oleh Marrison yang didasarkan pada pendapat
Thomas W. Arnold. Ia mengemukakan bahwa awal mula Islam datang ke Nusantara ini
berasal dari Coromandel dan Malabar dengan dasar kesamaan mazhab yang dianut mayoritas
masyarakatnya. Ia juga membantah teori Gujarat, bahwasanya tidak mungkin Islam datang
dari sana, sebab ketika terjadi islamisasi Pasai pada tahun 1292, kerajaan di Gujarat masih
beragama Hindu (Helmiati, 2014, hlm. 2).
Ketiga, teori yang dikemukakan oleh Thomas W. Arnold yang mengatakan bahwa
Islam pertama kali datang ke Nusantara berasal dari Persia. Hal ini berdasarkan pada temuan
kesamaan mazhab juga. Sebab, ditemukan di Sumatera dan Jawa berupa mazhab keagamaan
yang bercorak Syiah. Juga ditemukan bahwa ada dua ulama ahli fikih yang dekat dengan
sultan yang memiliki keturunan dari Persia. Satu dari Isfahan, dan satu lagi dari Shiraz
(Helmiati, 2014, hlm. 3).
Keempat, teori yang dikemukakan oleh Thomas W. Arnold juga, ia mengatakan
bahwa Islam datang ke Nusantara langsung dari Arab Saudi, melalui pelayaran mereka untuk
berdagang hingga tiba di Cina dan kemudian pesisir barat Sumatera (Helmiati, 2014, hlm. 4).
Pelayaran yang dilakukan para pedagang dari Arab ini diyakini melalui selat Malaka. Hingga
kemudian sampai di Asia Tenggara juga ke laut Cina Selatan. Hal ini dapat dikaitkan dengan
pemberitaan I-Cing pada abad ke-7 M. Ia merupakan seorang pengelana Budha yang pergi ke
selatan Asia (lebih tepatnya ke Tenggara). Ia melaporkan bahwa di selatan telah ada dua
kerajaan asal Persia dan Arab (kerajaan Islam) yang berkuasa di sana. Kemudian, hal ini
diperkuat juga dengan pemberitaan Cina pada masa Dinasti Tang yang menyebutkan bahwa
telah terjadi pemberontakan untuk membela kaum petani di Ghuangzhou, Cina, yang
dilakukan oleh orang-orang Arab dan Persia. Kemudian mereka menyelamatkan diri mereka
ke tenggara, dan memohon perlindungan pada kerajaan Sriwijaya di Palembang (Helmiati,
2014). Namun terlebih dari teori mana yang benar, semua hal di atas telah jelas menunjukkan
bahwa Islam telah hadir ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi.
Adapun terkait Islam masuk ke Singapura ini terjadi mulai abad ke-14 sampai 1511
M. Mulanya Singapura merupakan bagian dari kerajaan Majapahit. Seorang bernama
Parameswara diusir oleh Majapahit dari Singapura, kemudian setelah ia diusir, ia pun
mendirikan kerajaan yang bernama Malaka. Setelah itu, ia merebut Singapura dari Majapahit.
Setelah Singapura berhasil direbut, sang Parameswara menjadi sangat dekat dengan para
pedagang muslim, hingga akhirnya dia yang asalnya beragama Hindu, beralih menjadi
seorang muslim. Kemudian ia pun menyandang gelar Sultan Iskandar Syah. Hingga pada
abad ke-18, Singapura berada di bawah wilayah kekuasaan kesultanan Johor (Said, 2020).
Demikianlah, negeri Singapura menjadi memiliki beberapa peradaban muslim di dalamnya.

7
Pada abad ke-19, Singapura didatangi oleh armada Inggris. Mereka datang ke
Singapura karena menilai bahwasanya Singapura merupakan sebuah wilayah yang sangat
strategis dalam hal ekonomi. Sebab letak geografisnya yang berada di lintasan pelayaran
antar negara, sehingga menjadikan Singapura sebagai pelabuhan transit bagi kapal-kapal
besar. Hingga akhirnya pada 28 Januari 1819, Sir Thomas Stamford Raffles mengadakan
perundingan dengan penguasa Singapura, yakni Sultan Husain dari Johor dan Abdul Rahman
dari Singapura untuk membuat sebuah perjanjian kerja sama antara Inggris dan Singapura
dalam bidang politik dan ekonomi. Hingga akhirnya pada tanggal 30 Januari 1819, perjanjian
tersebut berhasil didapatkan oleh Inggris, bahwasanya Singapura bisa diatur bersama dalam
satu sistem (Said, 2020, hlm. 76).
Pada tahun 1824, Inggris menawarkan untuk membeli sepenuhnya tanah Singapura
untuk dikuasai oleh Inggris sepenuhnya kepada Sultan Johor dan Tumenggung Abdul
Rahman. Mereka berdua pun akhirnya menyerahkannya kepada Inggris pada tahun tersebut.
Hingga akhirnya Singapura beserta beberapa negara lainnya menjadi wilayah-wilayah jajahan
Inggris hingga pada tahun 1946. Pada tahun tersebut Singapura merdeka, kemudian hingga
tahun 1959, barulah Singapura berhasil mendirikan pemerintahannya sendiri dengan
gubernurnya Sir William Goode, dan perdana menteri pertamanya Lee Kuan Yew yang
diangkat pada tanggal 5 Juni 1959 (Said, 2020, hlm. 77).
Akibat dari penjajahan Inggris dan beberapa negara yang menduduki beberapa
wilayah di Asia, negara Singapura berubah menjadi negara yang memiliki beberapa bahasa
nasional. Yakni, bahasa Inggris, Melayu, Tamil dan Mandarin. Akibat lainnya ialah bahwa
negara ini menjadi berpaham sekuler. Hingga akhirnya beberapa masyarakat Islam di sana
berusaha semampunya agar syiar Islam tidak hilang ditelan peradaban yang telah berubah.
Beberapa ulama di sana menerbitkan karya-karya keislaman untuk terus menjaga syiar Islam.
Seperti halnya Abdus Samad Al-Palimbani, seorang ulama asal Palembang, Indonesia. Ia
menerbitkan buku-buku karyanya di Singapura. Di antaranya ialah Hidayah as-Salikin fi
Suluk Maslak al-Muttaqin, yaitu buku yang membahas terkait tasawuf. Dan satu lagi adalah
Sair as-Salikin ila ‘ibadah Rabb al-‘Alamin, yaitu buku yang menjelaskan keterkaitan antara
tasawuf dan syariah (Said, 2020).
Pada tahun-tahun berikutnya, sumbangsih dari para ulama Islam untuk Islam di
Singapura terus bermunculan, di antaranya seperti sebuah majalah berbahasa Melayu yang
berjudul “Majalah Pengetahuan Perkhabaran” yang ditulis oleh Syeikh Muhammad Thahir
Jalaluddin, dkk. yang terbit pada tahun 1906. Kemudian ada Syeikh Ahmad Sonhadji
Muhammad yang menulis sebuah karya tafsir berjudul Tafsir Al-Qur’an dan Tafsir al-
Qur’an ‘Abr al-Athir/Tafsir al-Qur’an di Radio. Juga ada Fadhlullah Suhaimi yang menulis
sebuah tulisan berjudul “Pedoman Kemuliaan pada Menafsirkan Al-Qur’an (Tafsir Surat Al-
Fatihah dan Al-Baqarah)”. Abdullah Al-Jufri yang menulis sebuah karya berjudul “Pelita Al-
Qur’an (Surah Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisa dan Juz ‘Amma)” dan terakhir Osman Jantan
yang menulis sebuah karya berjudul “Pedoman Tafsir Juz ‘Amma”, (Said, 2020, hlm. 78).
Itulah beberapa para ilmuan dan cendikiawan muslim yang tercatat oleh para peneliti
yang tercatat telah menyumbangkan syiar Islam melalui karya-karya tafsirnya.

8
Biografi Ahmad Sonhadji – Kelahiran dan Keluarganya
Nama lengkap Ahmad Sonhadji adalah Ahmad Sonhadji Mohamad Milatu bin
Mohamad Milatu bin Haji Haromain. Ia lahir pada tanggal 18 Agustus 1922 (Bahari &
Hassan, 2019), atau pada bulan Zhulhijjah 1340 H. (Yusoff, 2000). Ia lahir di desa Pengging,
Solo, Jawa Tengah, Indonesia (Said, 2020, hlm. 167). Nama Sonhadji berasal dari nama
seorang penulis kitab nahwu bahasa Arab, yakni Syeikh Sunhadji. Ada juga yang mengatakan
bahwa nama Sunhadji adalah nama sebuah kerajaan Islam di Afrika pada masa lalu (Hamisan
et al., 2014).
Ia lahir dari keluarga yang sangat agamis. Ayahnya memiliki nama lengkap Mohamad
Milatu bin Haji Haromain. Ia adalah seorang ilmuan Islam dan guru bagi madrasah-madrasah
yang ada di tempatnya tinggal. Ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Kyai Mojo III.
Kyai Mojo III adalah salah satu pejuang perang Diponegoro di Solo, Jawa Tengah. Namun,
akhirnya Belanda mengasingkannya ke Manado, Sulawesi Utara (Said, 2020). Adapun
ibunya memiliki nama lengkap Raden Ummi Salamah binti Haji Anwar bin Wiryodikromo.
Ibunya ini bernasab hingga kepada Raden Husin Putra Hariodmar, yang merupakan seorang
bupati Palembang yang dikaruniai istri dari Kertabumi, Raja Majapahit IV (Said, 2020).
Bukan hanya ayah dan ibunya saja yang aktif dalam kegiatan pengkajian ilmu keislaman,
namun beberapa kerabatnya juga ahli dalam bidang pengajaran Alquran. Bahkan ada yang
sempat menjadi guru bagi Sultan Surakarta yang keempat (Bahari & Hassan, 2019).
Ahmad Sonhadji dan keluarganya tertulis dalam sejarah telah melakukan perjalanan
ke Singapura dan Indonesia beberapa kali. Pada tahun 1927, atau lebih tepatnya ketika ia
berusia lima tahun, ayahnya Mohamad Milatu bin Haji Haromain membawanya ke
Singapura. Mereka tinggal di Pasir Gembur dekat jalan Sultan (Bahari & Hassan, 2019, hlm.
57). Keluarga Ahmad Sonhadji tidak tinggal lama di sana, hingga kemudian keluarga Ahmad
Sonhadji kembali pulang ke Indonesia, tepatnya ke Riau. Ketika pulang inilah Ahmad
Sonhadji belajar banyak tentang ilmu agama ketika ayahnya mengajar di madrasah dekat
sana. Ia belajar di Riau hingga usianya beranjak remaja. Pada tahun 1936, atau pada usianya
yang keempat belas tahun, ia kembali ke Singapura untuk belajar ilmu agama di Madrasah
Aljunied. Namun, pada tahun 1942 Jepang melakukan invasi ke Asia Raya, seperti Asia
Tenggara dan Asia Timur. Termasuk di dalamnya adalah Singapura dan negara-negara di
Nusantara lainnya. Pembelajarannya pun terganggu, maka, Ahmad Sonhadji kembali pulang
ke Riau pada tahun 1942. Ketika di Rengat, beliau membangun sebuah madrasah untuk
pembelajaran agama di Rengat agar tidak berhenti meski Indonesia sedang dijajah Jepang.
Madrasah tersebut bernama Perguruan Agama Islam Rengat. Kemudian tidak lama, ia
kembali ke Singapura. Dan ia belajar di sana hingga selesai pada tahun 1944 (Bahari &
Hassan, 2019).
Pada tanggal 20 Mei 1945, Ahmad Sonhadji mempersunting Hajah Napsiah menjadi
istrinya. Usia Ahmad Sonhadji saat menikah yakni 23 tahun, sedangkan istrinya berusia 13
tahun. Keluarga mereka merupakan keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Mereka
dikaruniai sepuluh orang anak yang saleh dan salehah. Sembilan di antaranya adalah anak-
anak perempuan, dan satu orangnya adalah anak laki-laki (Said, 2020).

9
Biografi Ahmad Sonhadji – Latar Belakang Pendidikan dan Karirnya
Setelah selesai menjalani pendidikannya di Madrasah Aljunied, tercatat Ahmad
Sonhadji telah berguru kepada beberapa tokoh sebagai berikut:
- Tuan Syed Bakar bin Taha Sagaf (Ia merupakan direktur pertama dari madrasah
Aljunied),
- Tuan Syed Abdullah bin Syeikh Balfaqih Taha bin Bakar Sagaf,
- Tuan Syed Muhammad Alsyatiri Balfaqih,
- Tuan Syed Abu Bakar bin Yahya,
- Tuan Syed Muhammad binn Alwi Alidrus (ia merupakan direktur ketiga madrasah
Aljunied), dll. (Said, 2020, hlm. 168).
Ahmad Sonhadji selain berguru kepada tokoh-tokoh di atas, ia juga mendapatkan ilmu
tentang penafsiran Alquran yang diwariskan melalui datuknya, Imam Muslim dan
moyangnya, Kyai Raden Kibagus Imam Suhodo (Hamisan et al., 2014, hlm. 5). Kyai Raden
Kibagus Imam Suhodo ini merupakan seorang guru/ulama yang berkhidmat sebagai guru
kepada Sultan Solo kala itu. Sebagaimana yang kita ketahui pada pembahasan sebelumnya
bahwa Ahmad Sonhadji ini merupakan keturunan dari kalangan pejabat kenegaraan saat itu.
Yakni melalui nasab ayahnya.
Kemudian Ahmad Sonhadji memutuskan untuk melebarkan sayap dakwahnya di
beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Brunei, Malaysia dan Singapura.
Namun, beliau lebih memfokuskan untuk berdakwah di Singapura. Metode berdakwah yang
digunakan oleh Ahmad Sonhadji yakni melalui jalur pendidikan agama Islam. Dakwahnya
dimulai setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Aljunied melalui beberapa guru
yang telah disebutkan di atas, kemudian setelah itu ia diberi mandat sebagai guru pelatih di
sana sebelum nantinya ia akan dilantik menjadi guru tetap di madrasah tersebut (Bahari &
Hassan, 2019).
Selama Ahmad Sonhadji mengajar di sana, ia mengajarkan beberapa hal kepada
peserta didik di madrasah Aljunied tersebut. Ia membentuk sebuah kelompok nasyid dengan
ia sebagai pembinanya. Selama ia mengajarkan nasyid, ia telah membuat sebuah lagu yang
berjudul “Nahnu Syababul Islam” (‫الم‬eee‫باب اإلس‬eee‫( )نحن ش‬Said, 2020, hlm. 169). Selain
mengajarkan nasyid, ia juga mengajarkan syarah, menjadi imam, dan ia juga mengajarkan
tafsir Alquran dengan menghasilkan beberapa buku. Beberapa buku hasil karyanya adalah:
1. Buku “Mari Sembahyang Lelaki/Perempuan”,
2. Buku “Pelajaran Sembahyang”,
3. Buku “Pelajaran Sembahyang Berjemaah”,
4. Buku “Benih Agama” yang berjumlah 6 jilid (buku ini merupakan buku ajar Melayu
Singapura),
5. Buku “Pendidikan Budi Pekerti” jilid satu dan dua,
6. Buku “Panduan Memahami Tafsir Al-Qur`an” jilid satu dan dua,
7. Buku “Sejarah Islam MCE”,
8. Buku “Sejarah Islam” jilid satu sampai tiga,
9. Buku “Fiqh dan Tauhid” seri kedua sampai keempat,

10
10. Tafsir Surah An-Nur,
11. Tafsir Surah Yasin, dan
12. Buku “Teras Akidah dalam Pembinaan Ummah” (Said, 2020).
Karya-karyanya ini bukan hanya sebuah karya yang menambah keluasan khazanah keilmuan
Islam saja, malah menjadi rujukan-rujukan utama yang dipakai di beberapa negara tempat ia
berdakwah di Asia Tenggara. Khususnya di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura
(Hamisan et al., 2014).
Setelah diangkat menjadi guru pelatih di madrasah Aljunied, Ahmad Sonhadji kini
resmi diangkat menjadi guru tetap di sana. Namun, di samping menjadi guru tetap di
madrasah tersebut, Ahmad Sonhadji mendirikan sebuah madrasah yang bernama Madrasah
Bustanol Arifin yang terletak di Coronation Road, Singapura pada tahun 1945 (Hamisan et
al., 2014). Beliau mengajar di sana selama beberapa waktu menyambil dengan membangun
sebuah madrasah lainnya, yaitu Madrasah Ad-Dinniah. Kegiatan belajar mengajar agama pun
dilakukan di rumahnya juga di Coronation Road. Kegiatan ini pun dapat berjalan selama
tujuh tahun.
Selanjutnya, Kementrian Pembelajaran di Singapura meminta Ahmad Sonhadji untuk
menjadi perancang kurikulum pembelajaran agama di Singapura pada tahun 1958 sampai
1960. Lebih tepatnya, ia ditempatkan untuk bertugas di Majelis Pengajian Islam (Bahari &
Hassan, 2019). Kurikulum rancangannya ini kemudian digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar di madrasah-madrasah setempat.
Pada tahun 1966, Ahmad Sonhadji pergi berpindah ke Brunei Darussalam. Di sana ia
dilantik menjadi guru besar pada sebuah sekolah tingkat menengah yang khusus mempelajari
bahasa Arab bernama Hassanul Bolkiah sampai pada tahun 1970. Bahkan hingga dewasa ini,
beberapa murid hasil didikan Ahmad Sonhadji ini menjadi sosok-sosok yang memegang
jabatan penting dan sosok-sosok yang sangat dihormati di Brunei (Bahari & Hassan, 2019).
Ahmad Sonhadji tidak lama berada di Brunei, hanya beberapa masa saja. Kemudian,
ia pun kembali ke Singapura. Sekembalinya ke sana, ia kembali mengajar di Madrasah
Aljunied pada tahun 1971. Pada masa ini, Ahmad Sonhadji menjadi guru besar di madrasah
tersebut. Hingga kemudian ia dilantik menjadi kepala madrasah tersebut pada dua tahun
berikutnya. Ia mengajar di sana hingga tahun 1980 (Bahari & Hassan, 2019).
Selepas Ahmad Sonhadji pensiun mengajar di Madrasah Aljunied, ia kemudian
melanjutkan karirnya di masjid Al-Muhajirin. Di sana ia dilantik menjadi imam besar di
masjid tersebut. Di sana pun ia kembali menjadi guru pengajar bagi murid-murid yang belajar
di sana. Lebih tepatnya, di madrasah Al-Irsyad. Ia mengajar di sana selama 22 tahun, hingga
tahun 2002 sampai ia selesai berkhidmat di sana (Bahari & Hassan, 2019).
Selain banyak bertugas sebagai pengajar agama Islam di Singapura, Ahmad Sonhadji
pun banyak terlibat aktif dalam peran pemerintahan kenegaraan. Salah satunya, pada tahun
1975, ia secara resmi dilantik menjadi anggota Jawatankuasa Fatwa MUIS. Ia menempati
posisi itu hampir selama 30 tahun. Ia berhasil mengeluarkan fatwa-fatwa yang progresif dan
tepat sasaran.

11
Ia juga berperan aktif sebagai penasihat utama dalam sebuah lembaga yang bernama
Religious Rehabilitation Group (RRG). Lembaga ini merupakan sebuah perkumpulan dari
para guru-guru yang ada di Singapura dalam hal membantu memberikan bimbingan
konseling agama kepada para tahanan teroris, atau penjahat-penjahat yang lainnya dalam
rangka merehabilitasi sikap dan hidup mereka. Ia juga memberikan sebuah panduan dalam
meluruskan kesalahan dalam penafsiran dari para tahanan teroris tersebut yang kebanyakan
menyalahi kesepakatan para ulama. Tafsir tentang jihad contohnya (Bahari & Hassan, 2019,
hlm. 58).
Sepanjang perjalanan hidupnya, Ahmad Sonhadji telah menerima beberapa gelar,
yaitu:
a) 1961: Dilantik oleh Tuan Yusof bin Ishak sebagai ahli dalam Muslim Advisory Board
Singapore.
b) 1988: Pingat Bakti Masyarakat.
c) 1992: Anugerah Jasawan Cemerlang MUIS.
d) 1993: Gelar Ilmuwan, Ulama, Persatuan Pelajar-pelajar Agama Dewasa Singapura.
e) 2010: Anugerah Pasukan Hari Kebangsaan, Kementrian Dalam Negeri Singapura.
Demikianlah kiprah dan sepak terjang Ahmad Sonhadji dalam melebarkan sayap
dakwah dan pengajaran agama Islam ke beberapa negeri di Nusantara. Hingga akhirnya
perjalanannya mesti terhenti ketika Allah swt. memanggilnya untuk kembali ke sisi-Nya pada
tanggal 12 Agustus 2010, atau lebih tepatnya pada tanggal 2 Ramadan 1430 H. (Hamisan et
al., 2014). Allah swt. sangat menyayanginya, sehingga Ia berkenan memanggilnya pada bulan
yang sangat mulia, yakni bulan Ramadan. Kepergian Ahmad Sonhadji ini terlebih dahulu
ditinggalkan oleh istrinya yang meninggal pada tahun 2001 (Bahari & Hassan, 2019).
Kepergiannya ini meninggalkan 10 anak, 32 cucu dan 28 cicit (Bahari & Hassan, 2019).
Tentu saja kepergiannya ini sangat menimbulkan duka yang mendalam bagi masyarakat
muslim di berbagai belahan Nusantara. Sebab, kehilangan ulama dengan kapabilitas yang
sangat mumpuni, sehingga sangat disegani. Semoga kini ada penerus perjuangan dakwahnya.
Amin.

Karakteristik Tafsir ‘Abr Al-Athir


Awal perjalanan Ahmad Sonhadji dalam dunia tafsir ialah ketika ia mendapatkan
panggilan dari penyiar Radio Singapura yang memintanya untuk menyampaikan ceramah
tentang tafsir Alquran dalam siarannya. Ini merupakan dakwah perdananya yang disiarkan
langsung melalui media massa berupa radio, yang awal penyiarannya dilaksanakan pada 19
Februari 1959 atau dalam kalender hijriyah yakni 12 Syaban 1379 H. (Hamisan et al., 2014).
Kajian tafsir Alquran oleh Ahmad Sonhadji ini biasa dilaksanakan setiap malam Jumat (Said,
2020). Inilah yang menjadi dasar atau latar belakang ditulisnya tafsir ‘Abr Al-Athir yang
menjadi salah satu mahakaryanya Ahmad Sonhadji dalam bidang tafsir.
Tafsir ‘Abr Al-Athir ini merupakan tafsir yang berisi himpunan dari ceramah-ceramah
Ahmad Sonhadji di radio yang kemudian disusun dan disempurnakan secara intensif dan
komprehensif. ‘Abr Al-Athir sendiri memiliki arti “Melintasi Gelombang Udara”.

12
Maksudnya, karena pembahasan tafsir ini dihimpun dari ceramah-ceramah tentang tafsir
Alquran yang disampaikan melalui media gelombang radio yang terpancar menyebar di udara
kepada seluruh umat, khususnya umat muslim di Singapura (Hamisan et al., 2014).
Masyarakat Singapura, bahkan mayoritas muslim di Nusantara lebih biasa mengenalnya
dengan nama “Tafsir Al-Quran di Radio”.
Tafsir ini memiliki ketebalan sebanyak 30 jilid. Dalam perjalanan penulisan tafsir ini,
yang semulanya berupa himpunan ceramah-ceramah Ahmad Sonhadji di radio ini kajiannya
tidak sempat selesai sampai 30 juz dalam penyiarannya. Kajian tafsir Alquran di radio ini
bertahan hingga 26 April 1984, atau bila dalam hijriyahnya adalah 24 Rajab 1404 H. (Said,
2020). Namun, meski tafsir ini telah selesai penyiarannya di radio, tafsir ini terus
disempurnakan secara intens dan komprehensif setelahnya. Hingga akhirnya kajian dalam
tafsir ini rampung 30 juz pada 26 April 1984, yang memakan waktu selama hampir 25 tahun
dalam penulisannya. Proses penerbitannya pun dilakukan secara bertahap mulai dari jilid
pertama pada tahun 1960, hingga jilid terakhirnya pada tahun 1988 (Hamisan et al., 2014).
Dalam pembahasan mengenai tafsir ‘Abr Al-Athir karya Ahmad Sonhadji ini, penulis
secara terang menyatakan belum sempat memegang dan melihat kitabnya secara langsung.
Hal ini dikarenakan keterbatasan penulis dalam mengakses perpusatakaan-perpustakaan yang
menyimpan kitab ini, juga karena pandemi Covid-19 yang pada saat penulisan artikel ini
belum kunjung mereda juga. Namun, penulis telah menemukan beberapa pembahasan, baik
dari buku maupun artikel ilmiah lainnya yang membahas secara sekilas namun tetap padat
terkait dengan karakteristik tafsir ‘Abr Al-Athir ini.
Dalam buku rujukan primer yang digunakan oleh penulis, Hasani Ahmad juga dalam
bukunya, menghimpun berbagai pembahasan ilmiah (lebih tepatnya dari beberapa tesis dan
disertasi) yang menyangkut karakteristik tafsir ‘Abr Al-Athir ini. Tafsir ini sebagaimana latar
belakang penulisnya, merupakan tafsir yang berasaskan paham Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah
(Aswaja). Lebih tepatnya, Aswaja yang berlatarbelakang salaf (generasi terdahulu). Ahmad
Sonhadji terhadap sifat Allah swt. mengimani seluruhnya, tanpa takyif (kebagaimanaan sifat),
tanpa tasybih dan tamtsil (perumpamaan dan penggambaran sifat Allah dengan makhluk-
Nya), tanpa takwil kepada makna yang lain (Said, 2020, hlm. 170).
Dalam hal sumber tafsir, Tafsir ‘Abr Al-Athir ini bersumber dari kitab-kitab tafsir
yang populer, juga kepada kitab-kitab hadis yang pokok. Yakni:
1. Jami’ ak-Bayan ‘an Ta`wil ‘ay Al-Qur`an atau Tafsir Ath-Thabari karya Imam At-
Thabari,
2. Tafsir Al-Qur`an Al-‘Azhim atau Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir,
3. Lubab at-Tafsir fi Ma’ani At-Tanzil atau Tafsir Al-Baghawi karya Muhammad Al-
Baghawi,
4. Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta`wil karya Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali
As-Shirazi,
5. Jami’ li Ahkam Al-Qur`an atau Tafsir Al-Qurthubi karya imam Al-Qurthubi,
6. Lubab at-Ta`wil karya Ali bin Muhammad bin Ibrahim As-Syaihi atau biasa dikenal
dengan Tafsir Al-Khazin,
7. Tafsir Al-Maraghi karya Imam Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi,

13
8. Mafatih Al-Ghaib karya Imam Fakhruddin Ar-Razi, dan
9. Al-Futuhat Al-Ilahiyah karya Sulaiman bin Umar bin Mansur Al-Ajilli Al-Azhar atau
yang biasa dikenal dengan Tafsir Al-Jamal (Said, 2020, hlm. 175).
Adapun untuk kitab-kitab hadis yang menjadi rujukannya ialah seperti
1. Shahih Al-Bukhari,
2. Shahih Muslim,
3. Sunan Abu Dawud,
4. Sunan At-Tirmidzi,
5. Sunan An-Nasa`i,
6. Sunan Ibnu Majah,
7. Musnad Imam Ahmad, dan
8. Sunan Al-Baihaqi (Said, 2020).

Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa Ahmad Sonhadji melalui tafsirnya
ini merupakan tafsir dengan sumber bil-Ma`tsur (Tafsir bil-Ma`tsur merupakan jenis
penafsiran yang merujuk pada tafsir antara ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, maupun ayat
dengan qaul para sahabat Rasulullah saw.) (Basri & Amroeni, 2000, hlm. 5)). Namun
ternyata di dalamnya terdapat sumber yang merupakan bil-Ra`yi (Tafsir bil-Ra`yi merupakan
penafsiran yang merujuk pada penggunaan akal/ijtihad yang didasarkan pada prinsip-prinsip
yang benar. Tidak didasari dengan hawa nafsu, maupun kepentingan pribadi dalam
penafsirannya. (Basri & Amroeni, 2000, hlm. 14)) pula. Misalnya ketika beliau menafsirkan
surat Al-Baqarah ayat 29:
ٓ ٰ ‫ٱستَ َو‬
ٖ ۚ ‫ ٰ َم ٰ َو‬e ‫ى إِلَى ٱل َّس َمٓا ِء فَ َس َّو ٰىه َُّن َس ۡب َع َس‬ ‫أۡل‬
‫يم‬ٞ ِ‫ ۡي ٍء َعل‬e ‫ ِّل َش‬e‫و بِ ُك‬e
َ eُ‫ت َوه‬ ِ ‫ق لَ ُكم َّما فِي ٱ َ ۡر‬
ۡ ‫ض َج ِميعٗ ا ثُ َّم‬ َ َ‫هُ َو ٱلَّ ِذي خَ ل‬
٢٩
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]: 29)
Ia menjelaskan: “Pergunakanlah kekayaan Allah yang terdapat dan tersebar di muka bumi,
karena itu semua mengandung manfaat yang amat banyak bagimu. Sebagian ada yang
bermanfaat untuk dimakan, diminun, dibuat pakaian dan dijadikan tunggangan, ada yang
bermanfaat dengan dibiarkan begitu saja, dan masih banyak yang dapat dimanfaatkan lain-
lain (Said, 2020, hlm. 173).
Ini merupakan contoh kecilnya saja, masih banyak lagi contoh penafsiran bil-Ra`yi.
Ahmad Sonhadji mengaitkan tafsir Alquran dengan sains, juga dengan perkembangan-
perkembangan sosial kemasyarakatan.
Dalam penafsirannya, Ahmad Sonhadji menggunakan beberapa metode, yakni metode
Tafsir ayat Alquran dengan Ayat Alquran, tafsir ayat dengan hadis, dan tafsir ayat Alquran
dengan tafsir terdahulu, fatwa dan qaul sahabat (Said, 2020).
Tafsir ‘Abr Al-Athir ini dari segi bahasa menggunakan bahasa yang santai, renyah dan
bisa dibaca oleh berbagai kalangan masyarakat dengan keilmuan yang beragam.
Pembahasannya mudah difahami dan berbobot, ringkas dan tidak bertele-tele. Hal ini

14
sebagaimana tujuan Ahmad Sonhadji ketika menulis tafsir ini agar mudah dipahami oleh
berbagai kalangan dari segi usia manapun (Hamisan et al., 2014, hlm. 6).
Tafsir ini menggunakan bahasa Melayu, yang merupakan bahasa wajib bagi
masyarakat Nusantara agar dapat dipahami secara maksimal, lebih tepatnya dalam tulisan
Jawi dan Rumi. Kemudian, tafsir ini menggunakan metode Tahlili, yakni penyusunan
penafsiran berdasarkan susunan asli mushaf, yang kemudian diurai secara rinci dan
komprehensif sesuai ayat yang sedang dikaji (Kusroni, n.d., hlm. 93). Hal ini sangat populer
di wilayah Nusantara ketimbang metode-metode lainnya seperti Muqaran, Maudhu’i, dsb
(Baidan & Aziz, 2018, hlm. 58). Dalam penerbitannya pun kitab ini disusun berdasarkan juz-
juznya, sehingga memudahkan pembaca dalam merujuk juz yang mana dari Alquran. Dan
terakhir, tafsir ini sangat mengalihkan isu-isu kontemporer, sehingga tafsir ini masih tetap
relevan sebagai rujukan sampai kapanpun (Said, 2020, hlm. 174).

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasaan yang telah dipaparakan di atas, maka didapatkanlah
kesimpulan sebagai berikut:
1. Awal mula Islam masuk ke Nusantara, sebagaimana yang tercantum dalam sejarah,
ada yang mengatakan mulai pada abad ke 8 masehi. Namun sumber lain juga ada
yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-14 dan 15 masehi.
Masuknya Islam ke Nusantara ini sangat mempengaruhi khazanah keilmuan Islam.
Setelah Islam berekspansi ke berbagai negara di belahan dunia manapun, maka akan
dikenal dengan istilah terjemah Alquran. Terjemah Alquran ini menurut sebagian
ulama sangat penting pengaruhnya dalam perkembangan studi keislaman. Sebab,
Alquran yang berbahasa Arab tentu tidak akan dapat dipahami bahasanya oleh orang
Melayu, kecuali Alquran tersebut dialihbahasakan ke bahasa mereka. Terjemah
Alquran ini menjadi satu cabang ilmu pengetahuan yang sangat urgent.
Islam masuk ke Singapura memberikan dampak yang cukup besar pengaruhnya bagi
peradaban masyarakat muslim di sana. Singapura yang notabenenya bukan negara
Islam, bahkan hanya berjumlah 16% dari keseluruhan penduduk Singapura, namun,
Islam mampu berkembang di sana. Mulai dari dibangunnya madrasah-madrasah,
kajian-kajian di masjid sehingga dibentuknya lembaga negara yang mengurusi agama
Islam yaitu MUIS.
2. Ahmad Sonhadji merupakan satu dari sekian ulama-ulama yang menyiarkan dakwah
Islam di Singapura. Ia terlahir dari keluarga yang taat beragama, juga saleh. Dalam
perjalanan hidupnya, ia terlahir di Solo, Jawa Tengah, Indonesia. Namun, kemudian ia
melakukan perjalanan bersama keluarganya untuk pindah ke Singapura. Tercatat pula
ia beberapa kali pulang pergi dari Singapura ke Indonesia, lebih tepatnya ke Rengat di
Riau. Ia juga mempersunting Hajah Napsiah menjadi isterinya yang merupakan orang
Riau. Kemudian, ia mengabdikan hidupnya sepenuhnya untuk berjuang melebarkan
sayap dakwah Islam di negeri Singapura. Ia tercatat sebagai ulama yang sangat

15
dihormati dan disegani oleh masyarakat Singapura berkat sumbangsihnya dalam
pengajaran agama Islam bagi masyarakat Singapura, juga kajian tafsir Alqurannya
melalui radio Singapura. Ia mendapatkan beberapa anugerah terhormat dari
pemerintah Singapura atas karya-karyanya yang sangat bermanfaat dan bahkan
menjadi rujukan dalam pengajaran agama Islam setelahnya.
3. Tafsir ‘Abr Al-Athir merupakan tafsir yang bersumber pada atsar-atsar terdahulu,
kitab-kitab hadis pokok, sehingga dapat dikatakan tafsir ini bersumber bil-Ma`tsur.
Namun, tafsir ini juga merupakan tafsir yang bersumber dengan bil-Ra`yi. Sebab,
dalam penafsiran beberapa ayat, Ahmad Sonhadji menjelaskannya melalui
pendekatan akal, juga mengaitkannya dengan sains dan bahkan pembahasan-
pembahasan sosial kemasyarakatan. Tafsir ini juga menggunakan metode Tahlili,
yakni penyusunan sesuai standar mushaf Alquran. Terdiri dari 30 jilid, sesuai dengan
susunan 30 juz Alquran. Bahasa yang digunakan, mudah dipahami bagi siapapun.
Tidak terikat dan terkendala oleh strata dan usia. Pembahasannya ringkas, tidak
bertele-tele namun tetap padat. Tafsir ini tetap relevan sepanjang zaman, sebab tidak
mengangkat isu-isu kontemporer di dalamnya.

Saran
Demikianlah artikel ini penulis susun. Penulis sangat menyadari kekurangan yang
terkandung di dalam artikel ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca sekalian, untuk membangun kualitas menulis artikel ilmiah yang
jauh lebih baik lagi bagi penulis. Atau mungkin pembaca sekalian dapat juga meneruskan
penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan lebih intens dan komprehensif lagi. Serta
melengkapi apa yang kurang dari apa yang telah dibuat oleh penulis.

Biografi Penulis
Nama lengkap penulis adalah Muhamad Iza Al-Asqolani. Penulis lahir di Bandung,
pada tanggal 16 Agustus 2000. Penulis kini berdomisili di Kiaracondong Bandung. Keluarga
penulis merupakan keluarga dengan pendidikan biasa saja. Ayah hanya lulusan
SMA/Sederajat, sedangkan ibu hanya lulusan SD/Sederajat saja. Namun keluarga penulis
sangat tinggi euforianya dalam memberikan pendidikan yang tinggi bagi anak-anaknya.
Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, atau biasa dikenal dengan anak bungsu.
Penulis tergolong beruntung sebab mampu mengenyam pendidikan dengan lebih optimal dan
keadaan ekonomi yang lebih stabil ketimbang kakak-kakak penulis sebelumnya.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar mulai pada tahun 2006 hingga 2012 di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Babakan Surabaya Utara 3 (tempo lalu), yang kini memiliki
nama resmi Sekolah Dasar Negeri Babakan Surabaya 083 yang terletak di jalan Ibrahim
Adjie, Kiaracondong. Kemudian, penulis menempuh pendidikan tingkat menengah di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Persatuan Islam 1-2 Bandung mulai pada tahun 2012 hingga
tahun 2015, yang terletak di jalan Pajagalan no. 14-16 Astana Anyar Kota Bandung.
Kemudian, penulis menempuh pendidikan tingkat atas di Madrasah Aliyah (MA) Persatuan

16
Islam no. 1 Bandung, dengan alamat yang sama, mulai pada tahun 2015 hingga lulus pada
tahun 2018. Kini penulis sedang menempuh pendidikan dalam jenjang Perguruan Tinggi (PT)
di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Lebih tepatnya di Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir. Mulai pada tahun 2018 hingga sekarang ketika
artikel ini ditulis, penulis sedang berada di semester 6.
Penulis, pernah terlibat aktif dalam beberapa kegiatan organisasi. Yakni di Rijalul
Ghad wa Ummahatul Ghad (RG-UG) Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung sebagai Ketua
Bidang Minat dan Bakat pada tahun 2016-2017. Kemudian dalam Karang Taruna Tunas Sari
menjadi anggota di bidang Kesejahteraan Sosial pada tahun 2017. Kemudian mulai ikut
terlibat aktif dalam Ikatan Remaja Masjid (IRMA) Al-Aqsho yang terletak di dekat rumah
penulis. Penulis menjabat sebagai Wakil Ketua pada tahun 2017 hingga 2020. Kemudian,
penulis aktif kembali di IRMA periode kedua menjadi Ketua Umum untuk tahun 2021 hingga
2023 nanti. Organisasi lainnya yang pernah diikuti oleh penulis adalah sebagai Kepala
Bidang Dokumentasi dan Informatika di Dewan Kemakmuran Masjid Al-Aqsho pada tahun
2017 hingga 2020. Kemudian di kampus, penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa
(HIMA) Persatuan Islam Pimpinan Komisariat UIN SGD Bandung pada tahun 2019 sebagai
anggota, kemudian dilanjutkan pada tahun 2020 sampai sekarang sebagai Kepala Bidang
Komunikasi dan Informasi.
Demikianlah, biografi singkat dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hajjaj, Muslim bin. (t.t.). Shahih Muslim. Beirut: Daar Ihya` at-Turats al-‘Arabi.
(Gawami’ Al-Kalem).
Al-Quzwaini, Ibnu Majah. (t.t.). Sunan Ibnu Majah. Beirut: Daar al-Fikr. (Gawami’ Al-
Kalem).
An-Nasa`i. (t.t.). Sunan An-Nasa`i Ash-Sughra. Aleppo: Maktab al-Matbu’at al-Islamiyah.
(Gawami’ Al-Kalem).
As-Sijistani, Abu Dawud. (t.t.). Sunan Abu Dawud. Suriah: Daar al-Fikr. (Gawami’ Al-
Kalem).
At-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa. (t.t.). Jami’ At-Tirmidzi. Beirut: Daar Ihya` at-Turats
al-‘Arabi. (Gawami’ Al-Kalem).
Az-Zuhaili, W. (2013). Tafsir Al-Munir Jilid 7 (A. H. Al Kattani (ed.)). Gema Insani.
Bahari, M., & Hassan, M. H. (2019). Pemikiran Wasatiy Almarhum Ustaz Ahmad Sonhadji
dalam Membentuk Identiti Masyarakat Islam Singapura. Persidangan Antarabangsa
Manuskrip Melayu 2014 : Memartabatkan Manuskrip Melayu di Persada Dunia, 2006,
55–68.
Baidan, N., & Aziz, E. (2018). Perkembangan Tafsir Al-Qur`an di Asia Tenggara. Institut
Agama Islam Negeri Surakarta, 58.
Basri, H., & Amroeni. (2000). Metodologi Tafsir Al-Qur’an. Penerbit Riora Cipta.
Hamisan, N. S. binti, Khosim, N. binti, & Yusoff, A. M. (2014). Gaya Persembahan Tafsir

17
Al-Azhar Dan Tafsir ‘Abr Al-Athir: Satu Perbandingan Bagi Penafsiran Surah Al-
Mujadalah. Maʿālim al-Qurʾān wa al-Sunnah, 9.
Hamka. (n.d.). Tafsir al-Azhar 10.
Hanifah, U. (2013). Metode Terjemah. CV. Dwiputra Pustaka Jaya.
Helmiati. (2014). Sejarah Islam Asia Tenggara (Pertama). Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Husaini, A. (2010). Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter. Cakrawala
Publishing.
Katsir, I. (2003). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 (M. A. Ghoffar (ed.); Pertama). Pustaka Imam
asy-Syafi’i.
Kusroni. (n.d.). Mengenal Ragam Pendekatan, Metode, dan Corak dalam Penafsiran Al-
Qur`an. Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI AL-FITHRAH, 19.
Said, H. A. (2020). Jaringan & Pembaharuan Ulama Tafsir Nusantara Abad XVI-XXI.
MANGGU MAKMUR TANJUNG LESTARI.
Stauss, A., & Corbin, J. (2013). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (M. Shidiq & I. Muttaqin
(ed.)). Pustaka Pelajar.
Wikipedia. (2021). Bahasa di Singapura. Wikipedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_di_Singapura
Yatim, B. (2014). Sejarah Peradaban Islam. PT. RajaGrafindo Persada.
Yusoff, M. Y. Z. H. M. (2000). A Study of Tafsir ’Abr al-Athir and Sonhadji’s Methodology
in Tafsir al-Qur`an. Disertatuin for Doctor of Philosophy, 25–60.

18

Anda mungkin juga menyukai