Anda di halaman 1dari 17

TRADISI MANGAMBAT BORU DALAM ADAT PERNIKAHAN DITINJAU DARI HUKUM

ISLAM

(Studi Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal )

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Langkah Awal Dalam Penulisan Skripsi Pada Program Studi Hukum Keluarga

Oleh:

PAHRUL ROZI

NIM:1813010092

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

2022 M/ 1444 H
OUTLINE

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.4 Tujuan Penelitian

1.5 Signifikansi Penelitian

1.6 Studi Literatur

1.7 Landasan Teori

1.8 Metode Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

2.1.2 Dasar Hukum Pernikahan

2.2 Tradisi Adat Pernikahan Di Indonesia

2.3 Mangambat

2.3.1 Penjelasan Tradisi Mangambat Dalam Adat Pernikahan

2.3.2 Upah Mangambat


2.3.3 Tahap-tahap Mangambat

BAB III PROFIL DESA LUMBAN DOLOK KECAMATAN SIABU KABUPATEN


MANDAILING NATAL

3.1 Geografis Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing


Natal

3.2 Jumlah Penduduk Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten


Mandailing Natal

3.3 Keadaan Ekonomi Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten


Mandailing Natal

3.4 Agama dan Pendidikan Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu


Kabupaten Mandailing Natal
BAB IV TRADISI MANGAMBAT BORU DALAM ADAT PERNIKAHAN DITINJAU
DARI HUKUM ISLAM

4.1 Tradisi Mangambat Dalam Adat Pernikahan Di Desa Lumban Dolok


Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

4.2 Faktor-Faktor Tujuan Adanya Tradisi Mangambat Boru dalam adat


pernikahan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing
Natal

4.2 Tradisi Mangambat Dalam Adat Pernikahan Di Lumban Dolok


Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Di Tinjau Dari Hukum Islam

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
TRADISI MANGAMBAT BORU DALAM ADAT PERNIKAHAN DITINJAU DARI HUKUM
ISLAM

(Studi Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal )

1.1. LATAR BELAKANG

Pernikahan merupakan sebuah perintah agama yang diatur oleh sayariat Islam dan
merypakan saru satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam. Dari sudut
pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat bersamaan dia bukan
saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama (syariat), namun juga memiliki
keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
(Ahmad Atabik dan Khoridatul mudhiiah : 2016)

Dalam kehidupan ini, manusia ingin memenuhi berbagai kebutuhannya, begitu juga
kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi. Sebagai agama yang rahmatan
lil’alamin, Islam telah menetapkan bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan
biologis seseorang yaitu hanya dengan cara pernikahan, pernikahan merupakan satu hal
yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah
pernikahan ini. Didalam agama Islam sendiri pernikahan merupakan sunnah Nabi
Muhammad SAW, dimana setiap ummat nya dianjurkan untuk mengikutinya.

Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk
keluarga dengan lawan jenis(Abdul Rahman Ghazali 2003: 7).Perkawinan juga disebut
dengan “pernikahan” berasal dari kata nakaha yankihu nikah yang berarti kawin.Dalam
istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang menimbulkan akibat hukum dan hak
serta kewajiban bagi suami istri (Abdul Haris Na‟im 2008: 17).

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,


mawaddah, dan rahmah (Abdul Rahman Ghazali: 10). Menurut istilah hukum Islam
perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk membolehkan
bersenang-senang antara laki-lak dan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya
perempuan dengan laki-laki.
Abu Yahya Zakaria Al- Anshary mendefenisikan nikah menurut istilah syara ialah
akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah
atau dengan kata-kata yang semakna dengan nikah (Abdul Rahman Ghazali: 8).

Tujuan perkawinan menurut Islam adalah untuk mengikuti ajaran yang dianjurkan
oleh Rasulullah dan agama dalam mendirikan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
warohmah.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera


artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup
lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yaitu kasih sayang antara keanggotaan
keluarga (Abdul Rahman Ghazali: 22). Tujuan perkawinan juga terdapat pada Qs An-Nisa :
1

Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang
yang masih berjalan, munculnya tradisi dan adat budaya akan berkembang sesuai
perkembangan masyarakat yang melaksanakannya, dan tidak mudah di tinggalkan oleh
masyarakat karna sudah ada semenjak dari nenek moyang dan turun temurun.

Didalam bahasa Ushul fiqih dalam membahas hukum adat dikenal dengan istilah urf.
Urf adalah adat kebiasaan yang berlaku di sebuah daerah dan dijadikan salah satu
pertimbangan hukum Islam.Urf secara etimologi berarti suatu yang dipandang baik dan
diterima oleh akal sehat.

Sedangkan secara terminologi seperti di kemukakan Abdul Karim, istilah urf sesuatu
yang tidak asing bagi suatu masyarakat karena telah menjadi3 kebiasaan dan menyatu
dengan kehidupan masyarakat baik berupa perbuatan ataupun perkataan (Satria Efendi
2005: 153). Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah
menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan, atau dalam kaitannya
dengan meninggalkan perbuatan tertentu, sekaligus disebut dengan adat.
Islam telah menentukan syarat dan ketentuan secara jelas, namun dilihat dari
beberapa adat kebiasaan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing
Natal yang penduduknya mayoritas Islam, dalam kegiatan perkawinan ada suatu adat atau
kebiasaan yang sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat tersebut, yang adanya
acara mangambat dengan uang pangambat (tebusan). Uang pangambat ini merupakan
uang dosis poduli yang mana uang yang diberikan pengantin itu sebagai upah menjaga dari
kawan sepertemanan, sebagai uang perpisahan dari boru tulang (putri dari saudara laki-
laki ibu) kepada anak namboru(putra dari saudara) perempuan ayah) (Agustrisno 1996:
441).

Mangambat boru yaitu acara menghadang pengantin sebelum kepergian mempelai


ke rumah namboru (mertua) yang dilakukan oleh anak namboru dari mempelai
perempuan sebagai suatu perpisahan. Acara mangambat boru ini hanya bisa dilakukan
oleh saudara saparoppuan atau kandung dari ayah, yang intinya hanya dilakukan oleh
keluarga dan tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Uang pangambatakan di berikan oleh
pihak laki-laki kepada namboru dari pihak perempuan (Askolani Nasution 2022).

Adapun cara dalam mangambat boru itu adalah setelah makkobar (pemberian
nasehat untuk kedua mempelai yang disampaikan oleh tokoh agama, tokoh mastyarakat
dan tokoh adat) dalam kepergian mempelai, anak namboru dari pihak perempuan akan
mempersiapkan dua kursi dan meja di depan rumah dari mempelai perempuan. Anak
namboru akan mempersilahkan kedua mempelai duduk sekalian memberikan minum
kepada kedua mempelai dan sebatang rokok kepada mempelai laki-laki, disinilah mulai
adanya acara berbalas pantun yang dilakukan oleh anak namboru kepada mempelai laki-
laki, tradisi berpantun ini dilakukan oleh masyarakat orang dulu, sekarang acara berpantun
sudah jarang dilakukan, dan sekarang dilakukan secara formal atau bahasa sendiri.

Setelah selesai berbicara maka anak namboru akan meminta uang kepada mempelai
laki-laki sebagai imbalan balas jasa dari hasil marorot (menjaga), membelikan bedak dan
memberikan jajan boru tulangnya, yang akan menjadi dongan saparpodoman (satu tempat
tidur ) atau istrinya, namun ternyata kepada orang lain. Mempelai akan dibolehkan pergi
apabila mempelai laki-laki memberikan uang atau upah kepada anak namboru dari
mempelai perempuan. Dan anak namboru berhak menahan borutulangnya sebelum
mempelai laki-laki memberikan uang pangambat.

Menurut hukum Islam, bahwasanya setelah akad dan dikatakannya sah, maka
mempelai perempuan sudah sepenuhnya hak dan tanggung jawab dari mempelai laki-laki.
Dengan demikian tidak ada lagi alasan bagi orang lain untuk menahan, menghalangi,
seperti halnya yang dilakukan masyarakat tersebut. Terkadang juga uang upah atau uang
pangambat yang diberikan mempelai laki-laki tidak cukup dirasa anak namboru, sehingga
anak namboru tetap menahan dan meninta lebih upah mangambat kepada mempelai laki-
laki.

Selain memperlambat, terkadang waktu mangambat jam sudah menunjukkan


kepada jam 17.30 WIB, dan terkadang sudah mendekati azan magrib, yang terkadang
pelaksanaan dari mangambat ini masi berlanjut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai suatu tradisi atau adat mangambat di Desa Lumban dolok, dengan itu
peneliti mengangkat judul yaitu “TRADISI MANGAMBAT BORU DALAM ADAT
PERNIKAHAN DI DESA LUMBAN DOLOK KECAMATAN SIABU KABUPATEN
MANDAILING NATAL(Ditinjau Dari Hukum Islam).

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan tradisi Mangambat dalam adat pernikahan di
Desa Lumban Dolok kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal dan Bagaimana
Pandangan hukum Islam terhadap tradisi Mangambat dalam adat pernikahan di Desa
Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan tradisi mangambat dalam adat pernikahan di Desa Lumban


Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal?
2. Apafaktor-faktor tujuan adanya tradisi Mangambat Boru dalam adat pernikahan di
Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi mangambat dalam adat
pernikahan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan tradisi mangambat dalam adat pernikahan di Desa


Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor tujuan adanya tradisi Mangambat Boru dalam adat
pernikahan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal.
3. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dalam Pelaksanaan tradisi mangambat
dalam pernikahan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing
Natal.

1.5Signifikansi Penelitian

Sesuai permasalahan yang ditemukan maka yang diharapkan dalam penelitian ini :

1. Secara teoritis, untuk menambah ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan


pemikiran khsusnya tentang tradsi mangambat dalam adat pernikahan
2. Secara praktis, Di harapkan menjadi refrensi terhadap masyarakat dan mahasiswa,
supaya menjadikan suatu pelajaran dan pandangan dan juga untuk memperkaya
ilmu dan pengetahuan dan pemahaman terhadap tradisi dan adat adat pernikahan
terutama di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal.
1.6Studi Literatur

Untuk menemukan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis memperdalam


materi-materi tersebut kepada skripsi yang sudah membahas mengenai hal demikian,
walaupun terdapat kemiripan tetapi ada factor lain yang membedakannya. Diantara
penelitian skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
PertamaSkripsi dari Ahmad Shafi‟I ( Nim 05350124 ), Mahasiswa Fakultas Syariah,
Program Studi Ahwal Al-Syaksiyah Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta
pada tahun 2009 Dengan judul penelitianTinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek
Pemberian Uang Antaran Dalam Pinangan Di Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman
Kabupaten Asahan Sumatera Utara.Berdasarkan Penelitian Ahmad Shafi‟I bahwa uang
antaran di Desa Silo baru adalah merupakan pemberian yang diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak keluarga perempuan diluar mahar yang diwujudkan dalam bentuk uang yang
diberikan dengan disaksikan oleh kerabat keluarga perempuan sebelum pesta perkawinan
diselenggarakan.Dan tradisi adat yang dilakukan oleh Desa Silo Baru dapat dikategorikan
sebagai hibah dan rasa saling tolong menolong yang bermaksud untuk membantu
meringankan beban biaya dalam pesta pernikahan.

KeduaSkripsiAndi Rifaa‟atusy Syarifah ( Nim U. 30200106005 ) Fakultas Ushuluddin


Dan Filsafat, Program Studi Perbandingan Agama UIN Alauddin Makasar 2010 Dengan
Judul Persepsi Masyarakat Tehadap Mahar Dan Uang Acara (Dui’ Menre’ ) Dalam Adat
Pernikahan Masyarakat Bugis Di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawo Kabupaten
Soppeng (Tinjauan Antropologi Agama).Berdasarkan Penelitian Andi Rifaa‟atusy Syarifah
Persepsi masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kec. Marioriwawo Kab. Soppeng manganggap
bahwa pemberian jumlah Mahar/Sompa dan Uang acara (Dui‟ Menre) dalam pernikahan
menunjukkan kemuliaan wanita.Sesungguhnya mahar/sompa bagi wanita tidak boleh
diubah-ubah, karena besarnya sompa telah diatur dalam adat merupakan pertanda yang
menunjukkan strata sosial wanita dalam masyarakat.Laki laki yang mengorbankan
hartanya dalam berumah tangga merupakan bentuk penghargaan bagi
wanita.Mahar/Sompa dan Uang acara (Dui‟ Menre) menunjukkan kesungguhan, karena
nikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bisa
dipermainkan.Selain itu pemberian tersebut menunjukkan tanggung jawab suami dalam
kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karenanya laki-laki adalah
pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangganya. Dan untuk mendapatkan hak
itu, wajar bila suami harus mengeluarkan hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung
jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap isterinya. Adapun Dui ménré adalah sejumlah
uang yang akan diserahkan oleh pihak laki-laki pada saat mappettu ada (mappasierekeng).
Dui ménré digunakan untuk acara resepsi dan diselenggarakan berkaitan dengan
kedatangan mempelai pria dan para tamu.

Ketiga Skripsi Yulia Risa Fakultas Ilmu Sosial Program Studi Pendidikan Sosiologi-
Antropologi dengan judul penelitian TUOR:Pemberian Maskawin dalam Adat Mandailingdi
Ranto Panjang Kabupaten Pasaman Baratpada Masyarakat Ranto Panjang Kabupaten
Pasaman Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi pemberian Tuor dalam
adat Mandailing di Jorong Ranto Panjang Nagari Rabi Jonggor Kecamatan Gunung Tuleh
Kabupaten Pasaman Barat.Fokus dari artikel ini yaitu pemberian Tuor (maskawin) dari
pihak laki-laki kepada perempuan dalam adat perkawinan orang Mandailing di Ranto
Panjang.Mengingat masyarakat yang berda di Pasaman Barat memiliki suku bangsa yang
beragam seperti Minang, Melayu, Mandailing dan Jawa yang memiliki kebudayaan berbeda-
beda disetiap daerahnya.Akan tetapi pemeberianTuor tetap dipertahankan dan selalu ada
sebelum upacara perkawinan orang Mandailing baik yang menikah dengan sesama suku
mandailing maupun tidak dengan orang Mandailing. Acara penetapan Tuor dilaksanakan
pada acara Marsapa(meminang). Teori yang digunakan dalam artikel ini adalah teori
fungsionalisme yang dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski.Penelitian dilakukan dengan
menerapkan pendekatan kualitatif dengan tipe Etnografi.Informan dipilih secara pusposive
sampling.Data dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview),
observasi, studi dokumen.Teknik analisis data mengacu pada teknik analisis etnografi yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman melipiti: data reduction (reduksi data), data
displey (penyajian data), verification analysis (menarik kesimpulan). Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan fungsi pemberian Tuor pada masyarakat Mandailing di Ranto
Panjang adalah: penguatan ikatan dua keluarga, menjunjung tinggi tradisi yang diwarisi
dari generasi terdahulu, menghormati orang tua si gadis, penghargaan terhadap status
pendidikan perempuan; dan mendapatkan legalitas perkawinan secara adat.

Keempat Skripsi Hasmar Husein Rangkuti (Nim. 13 210 0009) Fakultas Syariah Dan
Ilmu Hukum Jurusan Ahwal Syakhsiyah Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan
2020 Dengan Judul “Tradisi Tuor Dalam Perkawinan Di Desa Ampung Julu Kecamatan
Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal.Rumusan masalah dalam penelitian adalah
Bagaimana Penggunaan Tuor dalam perkawinan di Desa Ampung Julu Kecamatan Batang
Natal Kabupaten Mandailing Natal, Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Tentang
PenggunaanTuor dalam perkawinan di Desa Ampung Julu Kecamatan Batang Natal
Kabupaten Mandailing Natal.Penelitian ini menggunakan studi lapangan dengan metode
kualitatif.Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan
observasi.Setelah peneliti memperoleh data, maka data-data tersebut diolah/dianalisa
untuk diperiksa kembali Validitas data, secara deduktif yang kemudian dilaporkan secara
deskriptif. Dari penelitian yang peneliti lakukan di Desa Ampung Julu Kecamatan Batang
Natal Kabupaten Mandailing Natal bahwa penggunaan Tuor ini dalam perkawinan di Desa
Ampung Julu Kecamatan Batang Natal, ternyata menurut masyarakat disana sangatlah baik
dan patut diterapkan dan dilanjutkan karena tradisi penggunaan Tuor ini dapat
mempermudah pengantin untuk melaksanakan pesta, atau margondang dan biaya lainnya
seperti peralatan rumah tangga. Dan ada sebagian anak memberikan Tuor nya kepada
orang tuanya berdasarkan kesepakatan antara anak perempuan dengan orang tua yang
menerima Tuor tanpa adanya unsur paksaan, dan tradisi penggunaan Tuor ini berkaitan
dengan Urf Shahih yang dimana semua perbuatan manusia yang tidak berlawanan dengan
hukum islam itu di bolehkan (mubah).

Kelima Skripsi Tesis Hannah (Nim. 0602161017) Fakultas Ilmu Sosial Program Studi
Sejarah Peradaban Islam Uin Sumatera Utara Medan 2020 dengan judul “ Tradisi Magido
Bantu dalam Pernikahan Masyarakat Mandailing di Jorong Tamiang Ampalu Kabupaten
Pasaman Barat. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.Penelitian ini
bermaksud untuk mengetahui bagaimana awal adanya tradisi Magido Bantu dan mengapa
masih dikembangkan di tengah peradaban masyarakat Jorong Tamiang Ampalu dan
mengetahui pelaksanaan dari tradisi Magido Bantu ini dan bagaimana pandangan
masyarakat terhadap tradisi Magido Bantu.Metode yang digunakan dalam penelitian ini
metode kualitatif yang digunakan untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari tokoh-tokoh adat seperti ninik mamak, kompek suku, putir, kepala
jorong, ketua pemuda dan tokoh masyarakat. Pendekatan yang digunakan yaitu
pendekatan antropologi budaya dan pendekatan sejarah merupakan penelitian yang fokus
pada kebudayaan manusia yang merupakan pandangan hidup dari sekelompok masyarakat
dalam bentuk prilaku, kepercayaan,nilai, dan simbol- simbol yang mereka terima tanpa
sadar yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dari satu generasi ke generasi
berikutnya.

Dilihat dari penelitian terdahulu yang telah penulis sebutkan di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa penelitian di atas sama sama membahas terkait masalah tradisi
pernikahan adat istiadat, namun alasannya belum ada dari kelima penelitian terdahulu
membahas atau mengkaji dari terkait masalah yang diangkat oleh penulis dalam penelitian
ini yaitu mengenai Uang mangambat yang dilaksanakan oleh tradisi pernikahan adat
mandailing.

1.7 Landasan Teori

1. Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan


a. Hukum adat
Hukum adat adalah hukum pertama yang digunakan di Indonesia sebelum
masuknya islam. Hukum adat tercipta dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat
pada saat itu, seingga dilaksanakan secara turun temurun dan dibudayakan oleh
masyarakat Indonesia.Hukum adat digunakan sebagai patokan atau hukum
menyelesaikan suatu perkara atau masalah yang terjadi pada masyarakat pada
saat itu (Mohammad Daud Ali 2022 : 188-189).
b. Hukum Kebiasaan
Soerjono Soekanto, dalam tulisannya mengatakan hukum adat pada
hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, artinya kebiasaan yang mempunyai
akibat hukum. Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan yang merupakan
hukum adat yaitu perbuatan-perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang
sama yang menuju pada rechtsvardgprdening dersamenleving (Hilman Syahrial
Haq2019 : 31).
2. Hukum Islam

Hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia, karena istilah ini ditemukan
dalam khazanah Islamdan al-fiqih al-islami.Syariat adalah ketentuan Allah yang di
isaratkan kepada ummatnya. Ketentuannya meliputi akidah, ibadah, akhlak dan
muamalah (Sofyan 2019 : 14).
Hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang dianjurkan oleh Allah
untuk ummatnya dan dibawakan oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang
berhubungan dengan kepercayaan atau akidah maupun hukum-hukum yang
berhubungan amaliah atau perbuatan yang dilakukan oleh ummat muslim
semuanya (Dede Rosyada 1994 : 51).

3. Pernikahan

Pengertian nikah Secara etimologi, kawin atau nikah mempunyai arti


mengumpulkan, menggabungkan menjodohkan, atau bersenggama (wathi).Dalam
memaknai hakikat nikah, ada ulama yang menyatakan bahwa pengertian hakiki
dari nikah adalah bersenggama (wathi).Sedang pengertian nikah sebagai akad,
merupakan pengertian yang bersipat majazy.Nikah menurut bahasa berasal dari
kata nakaha yankihu nikahan yang berarti kawin. Dalam istilah nikah berarti
ikatan suami istri yang sah yang menimbulkan akibat hukum dan hak serta
kewajiban bagi suami isteri (Asrorum Ni‟im Sholeh 2008 : 3).

4. Tradisi Adat Pernikahan Di Indonesia

Berbagai macam adat dan budaya dalam adat pernikahan di Indonesia. Suku-
suku yang memiliki keunikan dalam melaksanakan adat dan budaya itu
sendiri.Adat istiadat dan tradisi masyarakat merupakan ciri khas ataupun identisas
bangsa dalam mengenalkan ke Negara lain. Pernikahan memiliki arti yang sangat
penting dalam kehidupan manusia.Berbagai macam upacara diadakan dan
disinilah adat istiadat memperlihatkan pengarunya.Selain itu acara pernikahan
merupakan rangkaian acara dan upacara. Masing-masing acara dan upacara
tersebut memilki makna yang sangat penting, karena mengandung falsafah,
harapan, dan niat yang tersirat dalam hal pelaksanaannya.Acara pernikahan
mengandung banyak makna dan falsafah yang merupakan bagian dari falsafah
kehidupan manusia keseluruhan, pelaksanaanya pun dirancang lebih rumit dan
teliti, dengan melibatkan banyak orang yang berbeda-beda dan acara yang
berbeda-beda (Lies Aryati 2010 : 1).
1.8 Metode Penelitian
A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu di Desa Lumban Dolok Kecamatan
Siabu Kabupaten Mandailing Natal.Karena tempat dan lokasi merupakan salah satu
wilayah di Mandailing Natal yang masi memilki tradisi adat yang kental sehingga
memudahkan peneliti untuk mencari dan mengumpulkan data.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris


sosiologis.Pendekatan yuridis empiris sosiologis yaitu penelitian terhadap
identifikasi hukum (hukum tidak tertulis), dimaksud untuk mengetahui hukum yang
tidak tertulis berdasarkan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dengan
menggunakan pendekatan ini penulis akan mendeskripsikan tentang pelaksanan
tradisi adat didalam pernikahan yaitu mangambat adanya uang pangambat (upah)
yang dilakukan oleh masyarkat di desa lumban dolok kecamatan siabu kabupaten
mandailing natal.

C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan
(field research), yang dilakukan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten
Mandailing Natal. Dengan objek penelitian adalah pada tradisi adat mangambat
dengan adanya upah atau uang pangambat yang dilakukan masyarakat dalam
tradisi adat pernikahan di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten
Mandailing Natal.

Penelitian kualitatif sebagai jenis penelitiaan yang temuannya tidak diperoleh


melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya.Seperti berupa penelitian
tentang kehidupan riwayat dan perilaku seseorang, disamping itu juga tentang
peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik. Maksudnya
yaitu seperti meliputi pengamatan dan wawancara, namun juga bias mencakup
dokumen, buku, kaset, video, dan data yang telah dihitung untuk tujuan lain,
misalnya data sensus.

D. Jenis Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data Primer Adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek
sebagai sumber informasi yang dicari.Adapun sumber data primernya adalah
wawancara tentang pelaksanaan tradisi adat Mangambat di Desa Lumban Dolok
Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal. Informan dalam penelitian ini
adalah:

a. Tokoh Adat : Askolani Nasution


b. Tokoh Agama : Muhammad Husein Borotan
c. Masyarakat : Ibrahim Saleh Nasution
Muhammad Riski Nasution
Nur Laila Lubis
2. Data sekunder

Data sekunder Yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung
diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Peneliti menggunakan data ini sebagai
data pendukung yang berhubungan dengan pelaksanaan yang dilakukan masyarakat
di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten mandailing Natal, diantaranya
dari buku-buku literatur dan media lainnya, yang berhungan dengan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini, data ini juga digunakan untuk sebagai pelengkap
data primer.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan metode sebagai


berikut:
1. Metode wawancara/ interview

Wawancara adalah sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang
pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subyek atau sekelompok subyek
penelitian untuk dijawab. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang
terkait dengan penelitian, wawancara antara lain dilakukan dengan:

a) Harajaon merupakan tetuah yang sala satunya yang mengetahui tentang tradisi atau
adat adanya mangambat didalam pernikahan di Desa Lumban Dolok Kecamatan
Siabu Kabupaten Mandailing Natal.
b) Tokoh agama yaitu salasatu alim ulama yang berperan dalam suatu pemimpin
agama di Desa Lumban Dolok Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal.
c) Masyarakat Yang menikahkan atau yang melaksanakan pesta dan mengikuti tradisi
tentang uang pangambat atau mangambat boru.
2. Dokumentasi

Dokumentasi Yaitu mengenai hal-hal atau ariable yang tehnik pelaksanaan adat
mangambat dalam pernikahan.

F. TehnikAnalisis data

Analisa data yang digunakan adalah dengan analisis data deskriptif kualitatif,
yaitu memberikan predikat yang variable yang diteliti sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.Predikat yang diberikan tersebut dalam bentuk peringkat yang
sebanding dengan atau atas dasar kondisi yang diinginkan.
DAPTAR PUSTAKA

Atabik, Ahmad, dan Khoridatul mudhiiah”Perkawinan dan Hikmahnya dari Perspektif


Hukum Islam”, YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 5.2(2016)

Agustrisno, 1996. Wujud Arti dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayan Lama dan Asli Bagi
Masyarakat Pendukungnya, Tanjung Pinang: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Abdul Haris Na’im, 2008. Fikih Munakahat, Kudus: Stain Kudus.

Askolani Nasution, 2022. Tokoh Adat Mandailing Natal, Wawancara Sementara.

Asrorum Ni‟im Sholeh, 2008. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta:
Elsas.

Abdul Rahman Ghazali, 2003. Fikih Muakahat, Jakarta: Prenada Media.

Dede Rosyada, 1994. Hukum Islam dan Prana Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo.

Hilman Syahrial Haq, 2019. Pengantar Hukum Adat Indonesia, Jawa Tengah: Lakeisha.

Lies Aryati, 2010. Menjadi MC acara Pernikahan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mohammad Daud Ali, 2002. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Satria Efendi,2005. Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana Prenada Group.

Sofyan, 2019. Tafsir Islam Adat Gorontalo, Malang:Intelengensia Media.

Anda mungkin juga menyukai