Anda di halaman 1dari 5

Secara bahasa kata istinbath berasal dari bahasa Arab yaitu “‫ا س ت ن بط‬- ‫ي س ت ن بط‬- ‫”ا س ت ن باط‬

yang berarti mengeluarkan, melahirkan, menggali dan lainnya. Kata dasarnya adalah “‫ن بط‬-
‫ي ن بط‬- ‫ن بطا‬- ‫ ” )ال ماء( ن بوطا‬berarti air terbit dan keluar dari dalam tanah. Adapun yang
dimaksud dengan istinbath disini adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari
sumber-sumbernya yang terperinci untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni.

Menurut bahasa, mazhab (‫ )مذهب‬berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan
(kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” (‫ )ذهب‬yang berarti
“pergi”. Bisa juga berarti al-ra’yu (‫ )ال رأى‬yang artinya “pendapat”.

Keempat Imam mazhab sepakat mengatakan bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan
sunnah Rasulullah SAW. Dua sumber tersebut disebut juga dalil-dalil pokok hukum Islam
karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah SWT.
Ada juga dalil-dalil lain selain Al-Qur’an dan sunnah seperti Qiyas, Istihsan, Istishlah, dan
lainnya, tetapi dalil ini hanya sebagai dalil pendukung yang hanya merupakan alat bantu untuk
sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Karena hanya sebagai alat bantu untuk memahami Al-Qur’an dan sunnah, sebagian ulama
menyebutnya sebagai metode istinbath. Oleh karena yang disebut sebagai “dalil-dalil
pendukung” di atas pada sisi lain disebut juga sebagai metode istinbath, para ulama Imam
mazhab tidak sependapat dalam mempergunakannya sebagai sumber hukum Islam.

Al Masailul Khamsah (masalah lima) disebut juga al Mabadi ul Khamsah (prinsip yang lima)
adalah salah satu keputusan Majlis Tarjih yang menjelaskan pengertian agama, dunia, ibadah,
sabilillah dan qiyas

Agama (ad Din) ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi Nya berupa
perintah dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat. (HPT)

Disitu ada 4 hal :


1. Syari’at Allah
2. Dibawa oleh para nabi
3. Berisi perintah, larangan dan petunjuk
4. Sebagai sarana menuju kemaslahatan dunia dan akhirat.
Agama (ad Dinul Islami) yang dibawa oleh nabi Muhammad saw ialah apa yang diturunkan Allah
dalam al Qur an dan yang tersebut dalam Sunnah yang maqbulah berupa perintah dan larangan
serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.

Disini ada 5 hal :


1. Syari’at Allah
2. Dibawa oleh para nabi Muhammad saw
3. Yang tertera dalam al Qur an dan Sunnah Maqbulah (sunnah yg diterima)
4. Berisi perintah, larangan dan petunjuk
5. sebagai sarana menuju kemaslahatan dunia dan akhirat.

Yang dimaksud dengan “agama” disini ialah Islam.

Sedang al-Gazali menyebutkan macam-macam maslahat dilihat dari segi dibenarkan dan
tidaknya oleh dalil syarak terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Maslahat yang dibenarkan oleh syarak, dapat dijadikan hujjah dan kesimpulannya kembali
kepada qiyas, yaitu mengambil hukum dari jiwa/semangat nas dan ijma’. Contoh: menghukumi
bahwa setiap minuman dan makanan yang mema-bukkan adalah haram diqiyaskan kepada
khamar.
2. Maslahat yang dibatalkan oleh syarak. Contoh: pendapat sebagian ulama kepada salah seorang
raja ketika melakukan hubungan suami istri di siang hari Ramadhan, hen-daklah berpuasa dua
bulan berturut-turut. Ketika pendapat itu disang-gah, mengapa ia tidak memerintah-kan Raja itu
untuk memerdekakan budak, padahal ia kaya, ulama itu berkata, kalau raja itu saya suruh
memerdekakan hamba sahaya, sangatlah mudah baginya, dan ia dengan ringan akan
memerdekakan hamba sahaya untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya.Oleh karena
itu, maslahatnya, ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, agar ia jera. Ini adalah pendapat yang
batal dan menyalahi nas dengan maslahat. Membuka pintu ini akan merobah semua ketentuan-
ketentuan hukum Islam dan nas-nasnya disebabkan perubahan kondisi dan situasi.
3. Maslahat yang tidak dibenarkan dan tidak pula dibatalkan oleh syarak.20
Ketiga hal tersebut di atas dijadi-kan landasan oleh imam al-Ghazali dalammembuat batasan
operasional maslalah-mursalah untuk dapat diterima sebagai dasar dalam penetapan hukum Islam:
1. Maslahat tersebut harus sejalan dengan tujuan penetapan hukum Islam yaitu memelihara agama,
jiwa, akal, harta dan keturunan atau kehormatan.
2. Maslahat tersebut tidak boleh ber-tentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah danijma’.
3. Maslahat tersebut menempati level daruriyah (primer) atau hajiyah (sekunder) yang setingkat
dengan daruriyah.
4. Kemaslahatannya harus berstatus qat’i atau zanny yang mendekati qat’i.
5. Dalam kasus-kasus tertentu diperlu-kan persyaratan, harus bersifat qat’iyah,
daruriyah,dan kulliyah.21

1. Imam Malik memandang maslahah mursalah sebagai masadir tasyri’ atau sebagai dalil dalam
menetap-kan hukum Islam, sementara Imam al-Ghazali memandang maslahah-mursalah hanya
sebagai metode istimbat.
2. Imam Malik, memandang maslahah mursalah sebagai dalil hukum yang berdiri sendiri, sementara
imam al-Gazali memandang maslahah-mur-salahsebagai dalil yang tidak berdiri sendiri (tidak
terlepas dari al-Qur’an, hadis dan ijma’).
3. Imam Malik memandang bahwa maslahat mursalah selain untuk masalahDaruriyah juga untuk
masalah Hajjiyah, sementara imam al-Gazali bahwa hanya untuk
masalah daruriyyah atau hajjiyah yang setingkat dengandaruriyyah.

Istilah Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti


mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan
pengamalan Tasawuf, maka istilah ma'rifat di sini berarti mengenal
Allah ketika Shufi mencapai maqam dalam Tasawuf.

Pengrtian Tasawuf Akhlaki dan Tingkatannya


Tasawuf Akhlaki merupakan tasawuf yang berfokus pada perbaikan akhlak dan budi pekerti,
berupaya mewujudkan perilaku yang baik (Mahmudah) serta menghindarkan diri dari sifat-sifat
tercela (Mazmumah). Tasawuf akhlaki ini disebut juga dengan tasawuf sunni, dikembangkan
oleh para ulama salaf as-salih dengan menerapkan metode-metode tertentu.

Menurut para sufi, pengembangan tasawuf akhlaki dibangun sebagai dasar latihan kerohanian
dengan tujuan mensucikan hati dan mengendalikan hawa nafsu sampai ke titik terendah.
Sehingga nantinya tidak akan ada penghalang yang membatasi manusia dengan Tuhannya. Nah,
agar lebih mudah dalam mewujudkan ajaran Tasawuf Akhlaki ini, para sufi menyusun beberapa
tahapan sistem, yang meliputi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.

 Takhalli

Takhalli adalah tahapan pertama yang dilakukan oleh seorang sufi untuk membersihkan
(melepaskan) diri dari perilaku buruk, seperti berbuat maksiat, kecintaan kepada dunia yang
berlebihan, berprasangka su’udzon, ujub, hasad, riya, ghadab, dan sejenisnya. Sebagian sufi
berpendapat bahwa perbuatan maksiat merupakan najis maknawiyah yang bisa menghalangi
kedekatan hamba dengan Rabbnya. Oleh karena itu, sifat-sifat nafsu dalam diri harus
dimusnakan agar manusia tidak terjerumus ke dalam dosa.

Namun imam Al-Ghazali mempunyai pendapat lain. Menurutnya, selama hidup di dunia setiap
manusia pasti membutuhkan nafsu. Bukan untuk melakukan hal-hal buruk, tapi nafsu diperlukan
demi menjaga keharmonisan keluarga, membela harga diri, dan hal-hal positif lainnya

 Tahalli

Setelah membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela,tahapan berikutnya yang perlu


dilakukan adalah pengisian jiwa atau disebut Tahalli. Pada tahap ini, seorang sufi diharuskan
membiasakan diri dengan akhlak-akhlak terpuji sabar, ikhlas, ridha, taubat, dan sebagainya.

Selain itu, juga menjalankan ketentuan syariat agama, seperti sholat, puasa, zakat, membaca Al-
Quran, dan berhaji bila mampu. Dengan demikian, apabila seseorang telah terbiasa melakukan
perbuatan-perbuatan mulia, taat dan beriman kepada Allah SWT maka lama-kelamaan hati pun
akan menjadi bersih.
 Tajalli

Tahap yang terakhir adalah Tajalli yang berarti tersingkapnya nur ghaib. Di tahap ini, seorang
sufi benar-benar menanamkan rasa cinta kepada Allah SWT di dalam hatinya. Tujuannya agar
perilaku-perilaku baik yang telah dilakoni pada tahap Tahalli tidak luntur begitu saja, dan bisa
terus berkelanjutan.

Ritual Tajalli biasanya dilakukan dengan cara bermunajat kepada Allah SWT, yaitu memuja dan
memuji keagungan Allah SWT. Kemudian bermusahabah (merenungi dosa-dosa yang telah
diperbuat), muraqabah (merasa jiwa selalu diawasi oleh Allah SWT), Tafakkur (merenungi
kekuasaan Allah dalam menciptakan alam semesta), serta memperbanyak amalan dizikir.

Anda mungkin juga menyukai