Dosen Pengampu :
Di Susun Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN PAREPARE
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat
taufik dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa shalawat serta salam kami
perjuangan dan usaha beliau kita semua dapat menikmati Islam dengan sebaik-
baiknya.
syukur Alhamdulillah makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya dan di
Menikah, Ketentuan Memilih Jodoh, Khitbah, Mahar, Wali, dan Saksi” saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dosen mata kuliah yang telah
ini. Dengan rendah hati, saya ingin menyampaikan beribu maaf apabila terjadi
kesalahan dan kekeliruan pada penulisan makalah ini. Saya juga mohon kritik dan
sarannya dalam penyempurnaan makalah inin, karena saya masih tahap belajar.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga
Menurut istilah hukum islam, pernikahan menurut syara’ yaitu akad yang
bagi umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling
sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih
saying. Bahkan Nabi pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan
nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau tazwij atau
hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong
menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban
ada hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari
melihat hal-hal yang tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari
baik dari segi pengertian, hukum, rukun, syarat, dan lain-lainnya berdasarkan
hadits Nabi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Nikah
bisa belajar untuk menjadi masyarakat yang baik. Didalam keluarga kita belajar
menjadi pemimpin adil dan bijaksana, belajar menjadi guru, dll. Didalam Agama
Islam suatu keluarga harus didahului oleh suatu ikatan yang sering disebut dengan
pernikahan melalui Ijab Qobul. Pernikahan itu merupakan upacara yang suci yag
harus dihadiri olehkedua calon pengantin. Harus ada penyerahan dari pihak
pengantin putri (Ijab) dan harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra atau
disebut juga dengan Qobul Peristiwa bersejarah ini sudah diatur di dalam agama
Islam.1
yang terkait dengan pernikahan. Begitu pula dengan hadist-hadist Nabi banyak
yang membahas tentang masalah pernikahan dan hal-hal yang terkait dengan
orang (sepasang kekasih) saling ta’arufan terlebih dahulu. Biasanya ini dilakukan
1
Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Istri Mendampingi Suami (Yogyakarta : Mitra
Pustaka, 1996) hal.2
b. Tujuan Perkawinan
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia.
hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahgiaan yakni kasih sayang
halal.
2
Abdul Rahman Gozali, Fiqh Munakahat (Jakarta :Kencana, 2010) hal 22-24
kalian aku berbanyak-banyakan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah
menikah, dan siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu
merupakan perisai. (H.R. Ibnu Majah).
b. Penjelasan Hadis
dan siapa saja yang mampu menjalankan pernikahan dan sanggup membina
rumah tangga maka segeralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi
Muhammad saw, tapi jika tidak mampu Nabi menganjurkan untuk berpuasa,
karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.
b. Golongan yang tidak mempunyai hasrat untuk menikah dan tidak punya
c. Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan
utamakan menikah.3
3
Teuku Muhammad Harbi As shidiqy, Mutiara Hadits 5. (Semarang :PT. Pustaka Rizki
Putra, 2003) hal 5
c. Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang anjuran untuk menikah.
ب َم ِنِ ش َبا َّ سلَ َّم َيا َم ْعش ََر ال َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ِس ْو ُل هللا ُ َع ْن َع ْب ِد الَّرحْ َم ِن ب ِْن َي ِز ْي ِد َع ْن َع ْب ِد هللاِ قَا َل قَا َل لَنَا َر
ِ ص ْو ِم َف
اء َّ صنُ ِل ْل َف ْر جِ َو َم ْن َل ْم َي ْست َِط ْع َف َع َل ْي ِه ِبا ال َ َض ِل ْل َب
َ ْص ِر َواَح ُّ ع ِم ْن ُك ْم ْال َبا َءة َ َف ْال َيت َزَ َّوجْ َف ِئا َّنهُ اَغ َ َ ا ْست
َ طا
ِ نَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء (اَ ْخ َر َجهُ ُم ْس ِل ٌم فِ ْي ِكت َا
)ِب النِكاَح
d. Penjelasan Hadis
menikah lebih banyak pada mereka dibandingkan orang tua. Meskipun hal ini
tetap berlaku bagi orang tua maupun kakek-kakek selama sebab tersebut ada pada
mereka.
َ ( ْالبَا َءةAl Baa’ah). Terkadang dibaca ‘al bah’ dan juga ‘al baa’a’ serta ‘al
nikah, dan bila dibaca tanpa tanda panjang maknanya kemampuan melakukan
Sementara Al Maziri berkata “ Akad terhadap wanita di ambil dari asal kata
4
Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz, Shahih Bukahri/ Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar
(Jakarta:pustaka Azzam, 2008) ha. 20
Menurut ahli bahasa golongan pemuda dalam hadits tersebut adalah
golongan yang belum mencapai tiga puluh tahun. Maka golongan pemuda
bukan berarti wajib melainkan sunah. Seperti pendapat Imam Nawawi dalam
kitabnya Shahih Muslim ‘Ala Syarhin bahwa hukum nikah itu dibagi menjadi
empat, yaitu:
Hadits ini juga menerangkan bahwa Nabi SAW menandaskan, siapa saja
hidup berumah tangga hendaklah menikah, tidak boleh membujang. Mereka yang
tidak sanggup memelihara rumah tangga, atau tidak mempunyai kemampuan
untuk menikah hendaklah dia berpuasa, karena puasa baginya sama dengan
mengebirikan (mensterilkan) diri. Maka tidak halal beristri bagi orang yang
merasa tidak sanggup memberi nafkah atau mas kawin, atau sesuatu hak istri
sebelum dia menerangkan kepada istri tentang keadaannya, dan hendaklah dia
5
Muhyidin an-Nawawi, Shahih Muslim ‘Ala Syarhin Nawawi, (Beirut, Lebanon: Dar al-Kotob al-
Ilmiyah, 1995), hlm. 147-149
menerangkan pula tentang keadaan kesehatan badannya, seandainya dia
Untuk memilih jodoh. Baik itu untuk laki-laki maupun perempuan. Tetapi
untuk di nikahi. Hadist yang terkait dengan hal ini adalah hadist yang
diriwayatkan oleh beberapa perawi hadis yang masyhurdi antaranya adalah Imam
Bukhori :
َّ ي
َُّللا ِ ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ َر
َ ض َ س ِعي ٍد َع ْن أ َ ِبي ِه
َ س ِعيد ُ ْبنُ أ َ ِبي
َ َّللاِ قَا َل َحدَّثَنِي ُ سدَّد ٌ َحدَّثَنَا يَحْ يَى َع ْن
َّ عبَ ْي ِد َ َحدَّثَنَا ُم
ْ َس ِب َها َو َج َما ِل َها َو ِلدِينِ َها ف
اظفَ ْر ِبذَات َ سلَّ َم قَا َل ت ُ ْن َك ُح ْال َم ْرأ َة ُ ِل َ ْربَعٍ ِل َما ِل َها َو ِل َح
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا َ ِ َع ْن ُه َع ْن النَّ ِبي
ْ َِين ت َِرب
َت يَدَاك ِ الد
e. Penjelasan Hadis
1. Syarah Hadist
(تربت يدكengkau akan beruntung) secara tidak langsung merupakan doa dan
2. Analisis Hadis
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits Jilid 5, (Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2003), hal. 5-6
7
Software Maktabah tsamilah
Memilih jodoh yang “baik” adalah langkah awal untuk memulai membina
rumah tangga yang diridoi Alloh. Dalam memilih calon pendamping kita perlu
cermat dan memakai kriteria yang benar, agar mendapatkan pasangan yang baik
dan sesuai. Namun hal ini memang gampang-gampang susah. Pasangan hidup
yang menjadi jodoh memang merupakn urusan Tuhan dan sudah menjadi taqdir-
Nya. Tetapi sebagai hamba yang baik kita tidak bisa diam saja menunggu jodoh
itu datang. Kita diwajibkan mencari dan memilih pasangan sesuai dengan aturan
syar’i. Para pencari jodoh sebaiknya selain rasa cinta biasanya tidak terlepas dari 4
1. Karena hartanya
2. Karena nasabnya
3. Karena kecantikannya
4. Karena agamanya.
Keempat kriteria di atas bukan lah unsur yang wajib ada, karena semua
manusia di dunia ini tidak ada yang semourna, tetapi 4 kriteria di atas adalah hal-
hal pokok yang sangat menentukan hasil akhir. Dan ke empat unsur diatas adalah
1. Kualitas Hadis
Dalam Kutubus Tsittah sendri terdapat sekitar 8 kali disebutkan. Dengan rincian
dalam kitab Shohih Bukhori terdapat 1 kali, dalam Shohih Muslim terdapat 2 kali,
dalam Sunan Abu Dawud 1 kali, Sunan Turmudzi 1 kali, dalam Sunan Nasai 2
Dari beberapa kitab yang menyebutkan Hadis ini ataupun dari masing-
masing kitab terdapat perbedaan pada Sanad Hadist. Namun secara maknanya
sama. Menimbang dari runtutan Sanad dari hadis-hadis tersebut dan perawinya
maka bisa disimpulkan bahwa hadist tersebut adalah hadist shohih. Ini di dukung
pula dengan tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa hadist tersebut hadist
Dhoif. Hadis ini pun memenuhi syarat untuk katagori hadist shohih.
2. Asbabul Wurud
Asbabul wurud hadist ini secara mikronya belum ada penjelasan dari beberapa
sumber yang kami baca tentang asbabul wurud yang secara pasti menjelaskan
memerintahkan kita untuk lebih berhati-hati dalam memelih pasangan hidup yang
a. Pengertian Pinangan
8
Software Maktabah Tsamilah
9
Fuad Kauma dan Nipan. Membimbing istri mendampingi suami (Yogyakarta : Mitra Pustaka,
1996) hal.25
secara langsung maupun melalui orang kepercayaannya. Pinangan merupakan
akad nikah. Hal ini dilakukan agar pernikahannya nanti benar-benar berdasarkan
data dan keterangan yang nyata, sehingga kelak tidak terjadi penyesalan atau hal-
syar’i
Perempuan yang telah dipinang secara sah oleh laki-laki lain tidak boleh
‘alaihi wasallam telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli
saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga
ia meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi izin oleh sang
a. Penjelasan Hadis
Hanya saja, para ulama berbeda di dalam menafsirkan larangan dalam hadits
di atas, sebagian dari mereka mengatakan bahwa larangan tersebut menunjukkan
keharaman, sedang sebagian yang lain berpendapat bahwa larangan tersebut
menunjukkan makruh bukan haram. Bahkan Ibnu Qasim dari madzhab Malikiyah
mengatakan : “ Maksud dari larangan hadist di atas, yaitu jika orang yang sholeh
melamar seorang perempuan, maka tidak boleh laki-laki sholeh yang lain
melamarnya juga. Adapun jika pelamar yang pertama bukan laki-laki yang sholeh
( orang fasik ), maka dibolehkan bagi laki-laki sholeh untuk melamar perempuan
tersebut. “10
3. Perempuan yang masih menjalani masa iddah, baik karena ditinggal mati
sopan sesuai tuntunan dan adat setempat. Pihak laki-laki sebaiknya diwakili oleh
orang tua atau walinya, demikian pula pihak perempuan. Sedangkan ada beberapa
10
Ibnu Rusydi, Bidayah al Mujtahid, Beirut, Dar al Kutub al-Ilmiyah, 1988, cet ke - 10 , juz : 2 /3
Dari Mughirah bin Syu’bah, sesungguhnya ia pernah meminang seorang wanita,
lalu Nabi SAW bersabda, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu lebih
menjamin untuk melangsungkan hubungan kamu berdua”. [HR. Khamsah kecuali
Abu Dawud]11
dipinangnya.
b. Bagian yang dilihat bukan aurat perempuan, seperti wajah, telapak tangan dan
telapak kaki, kecuali urat kaki yang berada di atas tumit. Dan apabila peminang
pernikahan, tetapi ketika meminang disertai dengan niat coba-coba saja atau niat
11
Fuad Kauma dan Nipan. Membimbing istri mendampingi suami (Yogyakarta : Mitra Pustaka,
1996) hlm 28
4. Peminang tidak dibenarkan berjabat tangan sebelum akad nikah
dipinangnya
perempuan yang tidak halal baginya, karena orang ketiganya adalah syetan,
Setelah kita tahui bersama tentang tata cara meminang dengan baik,
tentunya ada beberapa poin yang harus kita ketahui dalam menerima pinangan
dikemudian hari
12
Fuad Kauma dan Nipan. Membimbing istri mendampingi suami (Yogyakarta : Mitra Pustaka,
1996) hlm 38
Untuk mengetahui sebagian dari kriteria peminang, perempuan terpinang
kesehatannya, dan lain-lain bisa bertanya kepada beberapa teman dekatnya atau
kepada dokter.
Orang tua atau wali perlu mengetahui sifat-sifat peminang, apakah dia
termasuk mimiliki kriteria calon suami yang baik atau tidak. Kemudian
kepada saudara-saudaranya.
Rasulullah bersabda:
pinangannya.
Dalam hal ini orang tua atau wali ikut bertanggug jawab, agar perempuan
yang ada dalam pinangan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
agama. Jangan sampai mereka berdua menyendiri tanpa seorang muhrim atau
pergi berdua. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperhatikan dan mengawasi
Mahar atau Mas kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai
mempelai perempuan) pada saat . Di Indonesia sebutan mahar hanya terbatas pada
tersebab kuatnya akad , secara istilah syari`at mahar adalah sebutan bagi harta
yang wajib atas orang laki-laki bagi orang perempuan sebab nikah atau
bersetubuh.14
Artinya:
“Telah berkata Yahya, telah berkata Waqi’ dari sufyan dari Abi Hazim bin Dinar
dari Sahal bin Said as-Sa’idi bahwa nabi berkata “Carilah walaupun hanya
Penjelasan Hadis:
Imam Bukhari Meriwayatkan Hadits Di bab ini dari Yahya, dari Waki’, dari
Sufyan, dari Abu Hazim, dari Sahal bin sa’ad. Yahya yang dimaksud adalah Ibnu
13
Fuad Kauma dan Nipan. Membimbing istri mendampingi suami (Yogyakarta : Mitra Pustaka,
1996) hlm 41
14
Imam Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang Sholeh) bagian dua,
terjemah. K.H. Syarifuddin Anwar & K.H. Mishbah, (Surabaya, Bina Ilmu, 1993 ) Hlm. 128
ُ ا ْن:(قال لرجلBeliau Bersabda kepada seorang laki-laki, “
ظ ْر َولَ ْو خَات َما ً ِم ْن َح ِديْد
Menikahlah dengan [mahar] cincin besi”). Ini adalah ringkasan hadis panjang
pernikahan itu dituntut adanya mahar walau hanya denga sebuah cincin yang
terbuat dari besi. Hal ini mengindikasikan bahwa mahar itu pada dasarnya harus
dengan sesuatu yang bernilai atau bisa dinila dengan uang yang tentunya sesuai
dengan kemampuan suami dan kesepakatan atau persetujuan isteri. Sehingga tidak
ada nash yang mengatur secara pasti tentang ukuran mahar atau jumlah mahar.15
15
Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz, Shahih Bukahri/ Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar
(Jakarta:pustaka Azzam, 2008) hal. 400
16
Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina Utama Semarang, 1993), hal .65.
Wali dalam suatu pernikahan merupakan hukum yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak menikahkannya atau memberi izin
pernikahannya. Wali dapat langsung melaksanakan akad nikah itu atau
mewakilkannya kepada orang lain. Yang bertindak sebagai wali adalah seorang
laki-laki yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Seorang wali dalam suatu akad
nikah sangat diperlukan, karena akad nikah tidak sah kecuali dengan seorang wali
(dari pihak perempuan).17
a. Macam-macam wali dan urutannya
Wali dalam pernikahan secara umum ada 3 macam, yaitu:
a.) Wali Nasab
Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai
wanita dan berhak menjadi wali. Dalam menetapkan wali nasab terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Perbedaan ini disebabkan oleh tidak
adanya petunjuk yang jelas dari nabi, sedangkan Al-quran tidak membicarakan
sama sekali siapa-siapa yangberhak menjadi wali. Jumhur ulama membaginya
menjadi dua kelompok:
Pertama: wali dekat (wali qarib), yaitu ayah dan kalau tidak ada ayah pindah
kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan mutlak terhadap anak
perempuan yang akan dikawinkannya.
Kedua: wali jauh (wali ab’ad), yaitu wali dalam garis kerabat selain dari ayah
dan kakek, juga selain dari anak dan cucu.
b.) Wali Hakim
Wali hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk
bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan. Wali hakim dapat
menggantikan wali nasab apabila calon mempelai wanita tidak mempunyai
wali nasab sama sekali.
c.) Wali Muhakkam
Wali muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon
suami-istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka. Orang yang
bisa diangkat sebagai wali muhakkam adalah orang lain yang terpandang,
17
Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Toha Putra, 1978), hal. 456
disegani, luas ilmu fiqihnya terutama tentang munakahat, berpandangan luas,
adil, islam dan laki-laki18
6. Hadis tentang Saksi Nikah
Saksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau mengetahui sendiri
عدْل
َ َي َ َلَ نِكَا َح ِإل
ْ بو ِلي َِ َو شَا ِهد
“Tidak sah suatu akad nikah kecuali (dihadiri) wali dan dua orang saksi yang
adil’.
Pandangan Malikiyah berangkat dari illat ditetapkannya saksi sebagai syarat sah
bukti pernikahan tidak harus melembagakan saksi, namun bisa ditempuh melalui
i’lan. Malikiyah membedakan i’lan dengan saksi, dimana i’lan difahami sebagai
media penyambung informasi dari suatu pernikahan tanpa harus melalui hadirnya
sosok saksi dalam proses akad nikah. Menurut Malikiyah saksi tidak dibutuhkan
kehadirannya pada saat aqad, namun saksi akan diharuskan kehadirannya setelah
nikah dari pada kesaksian itu sendiri, karena dalam i’lan sudah mencakum
kesaksian. Meski demikian mereka tetap menghadirkan dua orang saksi sebagai
wujud pengamalan mereka terhadap hadis tersebut. Hal ini didasarkan pada
18
M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hal. 25
19
Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina Utama Semarang, 1993), hal .61
pandangan Malikiyah, yang benar-benar mengedepankan praktek ahli Madinah
yang pada waktu itu mengamalkan hadis-hadis yang berkaitan dengan i’lan.20
20
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.3 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), hal. 83