Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ULUMUL HADIST

Metodologi Penelitian Hadist

Dosen Pengampu : Usrial Husein, S.Ag, MM

Di Susun Oleh :
Siti Rohani
Siti Rohani. W
Al-Haris

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL-AZHAR DINIYAH JAMBI
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Metodologi
Penelitian Hadist , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang Metodologi Penelitian Hadist berupaya


mengidentifikasi criteria keshahihan hadist dan bagaimana penelitian hadist yang
sebenarnya , apa tujuan dan manfaat kegunaan meneliti hadist.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik
dan saran dari pembaca yang membangu. Terimakasih.

Jambi, 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ ii
Daftar Isi......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A..........................................................................................................................Latar
Belakang............................................................................................................. 1
B..........................................................................................................................Rumusa
n Masalah............................................................................................................ 1
C..........................................................................................................................Tujuan
Penelitian............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A..........................................................................................................................Kriteria
Keshashihan Hadist............................................................................................. 2
1.....................................................................................................................Sandan
ya Bersambung.............................................................................................. 2
2.....................................................................................................................Rawiny
a Adil............................................................................................................. 3
3.....................................................................................................................Rawiny
a Bersifat Dhabit........................................................................................... 3
4.....................................................................................................................Tidak
Terdapat Kejanggalan atau Syadz................................................................. 3
5.....................................................................................................................Tidak
Terdapat Cacat............................................................................................... 4
B..........................................................................................................................Metode
Penelitian Hadist................................................................................................. 4
C..........................................................................................................................Tujuan
dan Manfaat Penelitian Hadist............................................................................ 6

3
BAB III PENUTUP
A..........................................................................................................................Kesimp
ulan...................................................................................................................... 8
B..........................................................................................................................Saran
............................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA

4
5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hadis atau yang disebut juga dengan sunnah, sebagai sumber ajaran islam yang berisi
pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi SAW yang beredar pada masa nabi
Muhammad SAW hingga wafatnya, disepakati sebagai sumber ajaran islam s etelah Alquran
dan isinya menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat islam pada
masa Nabi Muhammad SAW dan pengikut jejaknya, menggunakan hadis sebagai hujah
keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya.
Namun, keadaan hadis Nabi Muhammad SAW dalam kesepakatan tersebut, tidaklah
demikian keadaannya pasca masa Nabi Muhammad SAW. hadis pasca masa Nabi
Muhammad SAW telah berada dalam suatu kondisi yang mulai tidak seimbang dengan posisi
Alquran , karena ia telah berada di tengah-tengah banyak faktor misalnya dalam periwayatan
selain berlangsung secara lafal juga berlangsung secara makna, banyak pemalsuan hadis dan
hadis merupakan sumber ajaran islam di samping Alquran yang dibukukan dengan memakan
waktu jauh lebih lama dari pembukuan Alquran. Dari banyak faktor diatas, maka kondisi
hadis pasca masa Nabi Muhammad SAW sudah tidak seperti pada masa Nabi SAW, dan
memiliki banyak peluang untuk diadakan penelitian dan pengkajian dalam banyak persoalan.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan kriteria keshahihan hadis?
2. Apa yang diketahui tentang metode penelitian hadis?
3. Apa tujuan dan manfaat dari penelitian hadis?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kriteria keshahihan hadis.
2. Untuk mengetahui tentang metode penelitian hadis.
3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari penelitian hadis.

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Kriteria kesahihan Hadits
Ulama hadits dalam menetapkan dapat diterimanya suatu hadits tidak hanya
mensyaratkan hal-hal yang berkaitan dengan rawi hadits saja. Hal ini, disebabkan karena
hadits sampai kepada kita melalui mata rantai yang teruntai dalam sanadnya. Oleh karena itu,
haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits
disela-sela mata rantai tersebut. Syarat-syarat tersebut kemudian dipadukan dengan syarat-
syarat diterimanya rawi, sehingga penyatuan tersebut dapat dijadikan ukuran untuk
mengetahui mana hadits yang dapat diterima dan mana hadits yang harus ditolak.
Pada umumnya para pakar hadits mengklasifikasikan hadits kedalam tiga bentuk, yaitu:
shahih, hasan dan dha'if. Adapun hadits maudhu' tidak termasuk dalam pembagian tersebut,
karena pada dasarnya itu bukan hadits. Penyebutannya sebagai hadits hanya dikatakan oleh
orang yang suka membuatnya. Dalam menetapkan kriteria kesahihan hadits, terjadi
perbedaaan pendapat di kalangan Muhaditsin. Meskipun demikian, kriteria kesahihan hadits
yang banyak diikuti oleh para pakar hadits adalah yang dikemukakan oleh Ibn Shalah yang
menyebutkan lima kriteria keotentikan hadits, yaitu:

1. Sanadnya bersambung
Kata ittishal berarti bersambung atau berhubungan. Sanad-nya bersambung artinya
setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang sebelumnya
dan begitu selanjutnya sampai pada rawi yang pertama. Dengan demikian menurut al-Suyuti,
hadits munqati, mu'dhal, mu'allaq, mudallas dan mursal tidak termasuk kategori hadits
shahih karena sanad-nya tidak bersambung. Menurut Ibnu al-Shalah, hadits muttasil meliputi
hadits marfu dan hadits mauquf. Sedangkan hadits musnad adalah hadits yang khusus
disandarkan kepada rasulullaah Saw. Dengan demikian, ulama hadits umumnya berpendapat
bahwa hadits musnad pasti marfu' dan bersambung sanad-nya, sedangkan hadits muttashil
tidak mesti bersambung sanad-nya.
Sanad suatu hadis dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari
rangkaian para perawinya. Boleh jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang
dhaif , sehingga hadis yang bersangkutan tidak shahih.1
2. Rawinya 'adil

1 Nuruddin 'Itr, Manhaj al-Naqd fi 'Ulum al-Hadits, terj. Mujiyo (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1994), 2.
2
Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi diterimanya suatu riwayat, karena keadilan
itu merupakan suatu sifat yang mendorong seseorang untuk bertakwa dan mengekangnya dari
berbuat maksiat, dusta dan lain-lain yang merusak harga diri (muruah) seseorang.2
Dengan persyaratan ini, maka definisi di atas tidak mencakup hadis maudhu dan hadis-
hadis dhaif yang disebabkan rawinya dituduh fasik, rusak muruahnya dan sebagainya.
Secara bahasa kata 'adl berasal dari 'adala ya'dilu, 'adalat, yang berarti condong, lurus
lawan dari dzalim dan pertengahan. Kata 'adl ini kemudian digunakan oleh muhadditsin
sebagai sifat yang mesti ada pada diri seorang rawi agar riwayatnya bisa diterima. Menurut
Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 'adalat merupakan sifat yang melekat didalam jiwa yang
mampu mengarahkan pemiliknya untuk senantiasa bertaqwa, menjaga muru'ah, menjauhi
perbuatan dosa, tidak melakukan dosa-dosa kecil, dan menjauhi perbuatan yang menjatuhkan
muru'ah seperti kencing dijalan, makan dijalan dan lain sebagainya.

3. Rawinya bersifat dhabit.


Dhabit artinya cermat dan kuat hapalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan rawi
dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah,
sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima. Dari
sudat kuatnya hafalan rawi, ke-dhabit-an ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: pertama,
dhabit shadri atau dhabth al-fu'ad, dan kedua dhabth al-kitab. Dhabt al-Shadr artinya
kemampuan untuk memelihara Hadits dalam hafalan sehingga apa yang ia sampaikan sama
dengan apa yang ia terima dari guruya. Sedangkan dhabth al-kitab adalah terpeliharanya pe-
riwayat-an itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya.
Yang dimaksud dhabit adalah bahwa rawi hadis yang bersangkutan dapat menguasai
hadisnya dengan baik , baik hapalannya kuat maupun dengan kitabnya, kemudian ia mampu
mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannnya.3

4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.


Mengenai hadits yang syadz, al-Syafi'i dan ulama Hijaz berpendapat bahwa suatu hadits
dipandang syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat namun bertentangan dengan
hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqat yang banyak, sementara itu tidak ada rawi lain
yang meriwayatkannya.

2 Nuruddin 'Itr, Manhaj al-Naqd fi 'Ulum al-Hadits, terj. Mujiyo, 3.

3 Ibid, 3.
3
Sebenarnya kerancuan hadis itu akan hilang dengan terpenuhinya tiga syarat
sebelumnya, karena para muhadditsin menganggap bahwa kedhabitan telah mencakup
potensi kemampuan rawi yang berkaitan dengan sejumlah hadis yang dikuasainya. Boleh jadi
terdapat kekurangpastian dalam salah satu hadisnya, tanpa harus kehilangan predikat
kedhabitannya sehubungan dengan hadis-hadisnya yang lain. Kekurangpastian tersebut hanya
mengurangi keshahian hadis yang dicurigai saja.4

5. Tidak terdapat cacat ('illat)


Menurut Ibn Shalah, 'illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadits.
Keberadaannya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak shahih menjadi tidak shahih.
Hadits yang mengandung unsure 'illat tersebut disebut dengan hadits mu'allal dan ma'lul.
Dikatakan tidak ada cacat jika hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat-cacat
keshahihannya. Yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnyacacat,
meskipun tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat-cacat tersebut. dan hadis
yang mengandung cacat itu bukan hadis shahih.
sebagian ulama yang menyebutkan 'illat dan syadz ada pada sanad.5

B. Metode Penelitian Hadis..


Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam
bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab menerjemahkannya dengn tariqat
dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan metodologi berasal dari bahasa Yunani
methodos yang berarti cara atau jalan, logos artinya ilmu. Kata metodologi dalam Kamus
Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai ilmu tentang metode uraian tentang metode.6
Metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

4 Ibid

5 ibid

6 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. jakarta: Balai Pustaka.
Cetakan ketiga, edisi III., hal. 740.
4
Kata penelitian yang berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama, hati-hati,
memiliki arti kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan
secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu
hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Sedangkan Moh. Nazir
mengungkapkan bahwa penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research. Penelitian
merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran, sehingga penelitian juga merupakan
metode berpikir kritis. Sehingga metode penelitian hadis dapat diartikan sebagai cara mencari
kebenaran dengan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap hadis
sebagai sumber hukum islam untuk membuktikan keautentikannya. Sehingga kita dapat
memahami hadis dengan mudah serta dapat menilai kualitas hadis tersebut.
Dalam penelitian hadis, terdapat dua objek penelitian, yaitu penelitian sanad dan
penelitian matan. Konstruksi hadist secara sederhana tersusun atas pengantar pemberitaan
(sanad) dan inti berita (matan). Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan terjadinya
hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang terbalut dalam bahasa ungkapan
hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Konsekuensi hadist yang demikian menuntut
kesadaran bahwa penelitian matan hadist tidak hanya berada dalam wilayah keilmuan semata,
melainkan langsung berhubungan dengan ajaran dan keyakinan agama islam. Derajat
kebenaran agama islam bertaraf adi kodrati (absolut) karena terjamin oleh otoritas
sumbernya, maka kedudukan hadist sebagai wahana untuk memperoleh informasi keislaman
perlu diimbangi dengan membatasi ruang gerak penelitian matan agar tidak menjangkau uji
kebenaran materi pemberitaan hadist nabawi yang lebih menuntut sikap kedudukan hamba
(taabudi). Dengan demikian, aplikasi metodologis penelitian matan bersandar pada kriteria
maqbul (diterima) atau mardud (ditolak) untuk kepentingan melandasi pemikiran keagamaan,
bukan bersandar pada kriteria benar atau salah menurut penilaian keilmuan rasional atau
empiris.7
Dalam studi hadis persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur penting yang
menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis sebagai sumber otoritas ajaran nabi
Muhammad SAW. kedua unsur tersebut begitu penting artinya, dan antara yang satu dengan
yang lain saling berkaitan erat, sehingga kekosongan salah satunya akan berpengaruh, dan
bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis. Karenanya seperti disebutkan, suatu

7 ibid
5
berita yang tidak memiliki sanad tidak dapat disebut hadis, demikian sebaliknya matan, yang
sangat memerlukan keberadaan sanad.8
Penulis Mesir Ahmad Amin (w.1373-1954) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan
para ahli hadis lebih menfokuskan pada sanad dibanding matan. Abu Rayyah lebih jauh
mengatakan bahwa ahli hadis hanya memperhatikan aspek kesinambungan jalur periwayatan
dan karakter para perawi, dan sepenuhnya mengabaikan esensi kandungan hadis, dan bahkan
mereka gagal menangkap bukti-bukti sejarah. Pendapat Ibn Khaldun, Ahmad Amin dan Abu
Rayyaah ini dibantah oleh Musthafa as Sibai, Muhammad Abu syuhba dan Nur ad Dinltr.
Mereka berpendapat bahwa ulama hadis sama sekali tidak mengabaikan matan, hal ini dapat
dilihat dari kriteria-kriteria hadis shahih yang mereka buat. Salah satu kriterianya mengatakan
bahwa sebuah hadis jika dianggap shahih apabila sanad dan matannya tidak syaddz dan bebas
dari cacat atau illat (hal-hal yang dapat merusak keshahihan hadis).9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Hadis

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegunaan dari penelitian ini sangat besar, terutama bagi
orang yang mempelajari hadis dan ilmunya. Dengan penelitian, seseorang mampu
mengetahui tempat hadis pada sumber aslinya, yang mula-mula dikarang oleh para imam ahli
hadis. Kebutuhan penelitian ini sangat perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu
tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadis atau tidak dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadis
dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya. Karena itu masalah penelitian ini sangat
dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syari dan yang
sehubungan dengannya.10

Fungsi hadits Nabi SAW. bagi umat Islam itu sangat urgen. Apalagi, dalam sejarah
perkembangannya tersebut. Karenanya, perlu sekali untuk sangat hati-hati dalam mengambil
atau menggunakannya. Bagaimanapun, hadits Nabi SAW. adalah hasil dari ikhtiar manusia
untuk menghimpun dan mengabadikan aktifitas Nabi SAW., padahal manusia itu tidak anti
lupa atau tempatnya salah. Karena itu pula, orisinalitas suatu hadits harus dijaga. Said agil
Husein al-Munawwar, ulama Indonesia yang alumnus "Ummul Quro" Mekkah melihat tujuan
penelitian hadits dari berbagai segi:
8 Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah(Jakarta: Prenada Media, 2003) 174.

9 Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis(Jakarta: Mizan Publika, 2009) 6.

10 Mahmud at Tahan, Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis(Surabaya, Bina Ilmu, 1995) 7
6
1. Untuk mengetahui aspek-aspek sanad atau perawi hadits, antara lain; tsiqoh atau
tidak, dan adil atau tidak, dengan begitu akan diketahui mana hadits yang maqbul atau
ditolak.
2. Untuk mengetahui aspek kualitas matan hadits, diantaranya apakah shahih atau dla'if,
atau juga apakah suatu hadits itu benar-benar bersumber dari Nabi SAW atau bukan.
3. Pentingnya penelitian itu, karena telah tersebarnya hadits di pelosok dunia.

Sedangkan manfaat dari penelitian hadis ini antara lain sebagai berikut :

1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta


ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi atau
lainnya.
4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya penelitian, dapat
diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz dan
yang dilakukan dengan makna saja.
6. Dan lain-lain11

11 Ohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) Cet I, 27.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode penelitian hadis terdapat pada posisi urgen dan mempunyai tujuan yang sangat
besar terhadap perkembangan sumber islam kedua tersebut. metode penelitian hadis dapat
diartikan sebagai cara mencari kebenaran dengan analisis data yang dilakukan secara
sistematis dan objektif terhadap hadis sebagai sumber hukum islam untuk membuktikan
keautentikannya. Sehingga kita dapat memahami hadis dengan mudah serta dapat menilai
kualitas hadis tersebut.
Objek penelitian hadis ada dua yaitu sanad dan matan. Sanad berfungsi membuktikan
proses kesejarahan terjadinya hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang
terbalut dalam bahasa ungkapan hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Kegunaan dan
tujuan dari keilmuwan ini sangatlah banyak, sehingga setiap ulama berpendapat berbeda
dengan porsi masing-masing yang mereka punya. Yang jelas, pada dasarnya penelitian hadis
berfungsi untuk menjaga keontetikan hadis dan kemurnian kandungannya. Karena betapapun
hadis menjadi sandaran perjalanan hidup manusia dan sumber hukum islam yang qathi.

B. Saran
1. Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik akan selalu penulis terima guna
penyempurnaan yang lebih baik.
2. Penelitian seperti ini sangatlah bermanfaat dan membawa guna bagi kehidupan
manusia karena menyangkut sumber hukum yaitu Hadis Nabi Muhammad SAW.
Sehingga penulis mengharapkan, agar penelitian seperti ini bisa dilanjutkan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Nuruddin 'Itr. Manhaj al-Naqd fi 'Ulum al-Hadit., terj. Mujiyo. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 1994.
Kamaruddin Amin. Metode Kritik Hadis. Jakarta: Mizan Publika, 2009.
Mahmud at Tahan. Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis.Surabaya. Bina Ilmu. 1995.
Ohari Sahrani. Ulumul Hadits. Bogor. Ghalia Indonesia. 2010.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III.
Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah.Jakarta. Prenada Media, 2003.

Anda mungkin juga menyukai