Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGERTIAN MODERASI


BERAGAMA SERTA KARAKTERISTIKNYA

DISUSUN OLEH:
NINING LAILI

MUSABAQOH TILAWATIL QUR’AN (MTQ)


TINGKAT KECAMATAN MUARA KOMAM
DESA LONG SAYO
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................6
BAB 2.........................................................................................................................................7
ISI...........................................................................................................................................7
A. Pengertian Moderasi Beragama...................................................................................7
B. Karakteristik Moderasi Beragama...............................................................................8
C. Moderasi dalam keragaman Indonesia…………………………………………………....14

D. Peran Penting Moderasi Beragama Dalam Menjaga NKRI…......................................15

KESIMPULAN....................................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk Muslim terbanyak di dunia menjadi
sorotan penting. Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia
dan menjadi target utama dalam hal moderasi Islam. Moderasi adalah prinsip dasar Islam. Islam
moderat merupakan pemahaman keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagamaan
dalam aspek, baik agama, adat suku, maupun bangsa itu sendiri. Dari berbagai jenis keragaman
yang dimiliki negara Indonesia, keragaman agama adalah yang paling kuat dalam membentuk
radikalisme di Indonesia. Munculnya kelompok ekstrim yang semakin melebarkan sayapnya
disebabkan oleh berbagai faktor seperti kepekaan kehidupan beragama, masuknya kelompok
ekstrim dari luar negeri bahkan masalah politik dan pemerintahan. Maka, di tengah hiruk pikuk
masalah radikalisme ini, muncul istilah yang disebut “Moderasi Beragama.”

Pengertian moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual
artinya moderasi dalam agama di Indonesia bukanlah Indonesia yang moderat, tetapi pemahaman
dalam agama harus moderat karena Indonesia memiliki banyak Kultur, budaya, dan adat istiadat.
Moderasi Islam ini dapat menjawab berbagai persoalan agama dan peradaban global. Tidak
kalah pentingnya adalah Muslim moderat dapat merespon dengan lantang, disertai dengan aksi
damai dengan kelompok berbasis radikal dan ekstremis yang melakukan segala sesuatu dengan
paksaan dan kekerasan.

Islam dan Umat Islam saat ini setidaknya menghaapi dua tantangan; Pertama,
kecenderungan beberapa umat Muslim untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam pemahaman teks-
teks keagamaan dan mencoba untuk menerapkan metode ini di masyarakat Muslim, bahkan
dengan kekerasan dan paksaan. Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrim dengan bersikap
santai dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari
budaya dan peradaban lain.
Upaya penguatan moderasi beragama dapat menjadikan tradisi ritual keagamaan sebagai
penguatan relasi antara agama dengan tradisi dan budaya masyarakat setempat. Tradisi ritual
keagamaan dapat dikelola menjadi medium kultural yang dapat menjadi sarana menyebarkan
nilai-nilai kebangsaan moderasi beragam berbasis toleransi, solidaritas kebangsaan dan
keseteraan.

Allah menciptakan alam ini di atas sunah heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan.
Dalam konteks kesatuan manusia, kita dapat mengetahui bagaimana Allah menciptakan berbagai
suku dan bangsa. Sebagai bagian dari kesatuan sebuah bangsa, Allah menciptakan beragam etnis,
suku, dan kelompok. Sebagai bagian dari kesatuan sebuah Bahasa, Allah menciptakan berbagai
dialek. Sebagai bagian kesatuan syariat, Allah menciptakan berbagai madzhab atau aliran
pemikiran dari para Imam sebagai ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat
(ummatan wahidah), Allah menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah
sunnatullah sehingga keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja.

Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat, senjata yang paling


ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah melalui pendidikan
Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat
bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu
yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam
pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan
lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut:

Tawassuth (moderat), Tawazun (berkeseimbangan), I’tidâl (lurus dan tegas), Tasamuh


(toleran), Musawah (egaliter dan non diskriminasi), Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas),
Tahaddhur (berkeadaban), Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif). Konsep
tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik,
sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman dan nyaman.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Itu Moderasi Beragama?

2. Bagaimana Karakteristik Dalam Moderasi Beragama?

3. Bagaimana Pentingnya Modeasi beragama Dalam Menjaga NKRI?

4. Dalil Apa Yang Menyatakan Uraian Tentang Moderasi Beragama?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui Lebih Dalam, Apa Itu Moderasi Beragama

2. Mengetahui Karakteristik-Karakteristik Dalam Moderasi Beragama.

3. Mengetahui Arti Penting Moderasi Dalam Beragama Untuk Menjaga NKRI


BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Moderasi Beragama

1. Moderasi

Secara bahasa

1) Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang memiliki arti “sedang” (tidak
berlebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat
kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua
pengertian kata moderasi, yakni: 1. Pengurangan kekerasan, 2. Penghindaran keekstreman. Jika
dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar,
biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.

2) Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-
rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat
berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika
memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.

3) Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah,
yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun
(berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa
Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apapun kata yang dipakai,
semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti
memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem.

2. Moderasi

Secara istilah

Pertama, moderasi adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem dan
tidak radikal (tatharruf). Berdasar dalam Q.S. Al-Baqarah: 143 yang merujuk pengertian bahwa
moderasi di sini menjelaskan keunggulan umat Islam dibandingkan umat lain. Dalam hal apa
saja? Al-Qur'an mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan manusia akan sisi spiritualitas atau
tuntutan batin akan kehadiran Tuhan, juga menyeimbangkan tuntutan manusia akan kebutuhan
materi. Disebutkan dalam hadits, ada sekelompok orang mendatangi Nabi Muhammad untuk
menunjukkan bahwa mereka adalah orang kuat beribadah, sampai tidak menikah. Nabi
menjawab, yang benar adalah keseimbangan antara ibadah dan pemenuhan materi. Itulah sunnah
beliau. Dalam hal moral, al-Qur'an juga mengajarkan hal keseimbangan, seperti menekankan
sikap tidak berlebihan. Seseorang tidak perlu terlalu dermawan dengan menyedekahkan hartanya
sehingga dia sendiri menjadi bangkrut dan tidak punya apa-apa. Tetapi, ia juga jangan kikir dan
terlalu pelit, sehingga hanya menjadi kaya sendiri, karena dalam harta yang kita miliki terdapat
harta bagi orang yang membutuhkan. Demikian, pesan yang tersampaikan dalam ayat Al-Qur'an.
Kedua, moderasi adalah sinergi antara keadilan dan kebaikan. Inti pesan ini diambil dari
penjelasan para penafsir Al-Qur'an terhadap ungkapan ummatan wasathan. Menurut mereka,
maksud ungkapan ini adalah bahwa umat Islam adalah orang-orang yang mampu berlaku adil
dan merupakan orang yang berperilaku baik.

1. Beragama

Secara Bahasa

Beragama berarti menganut atau memeluk agama. Contoh: Saya beragama Islam dan dia
beragama Kristen.
2) Beragama berarti beribadat; taat kepada agama; baik hidupnya (menurut agama). Contoh: Ia
berasal dari keluarga yang beragama.
3) Beragama berarti sangat memuja-muja; gemar sekali pada; mementingkan (Kata percakapan).
Contoh: Mereka beragama pada harta dan benda.

Secara Istilah

Beragama itu menebar kedamaian, menebar kasih sayang, kapanpun dimanapun dan kepada
siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi untuk memahami
berbagai keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah kita agar harkat,
derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan terlindungi.

Oleh karena itu, jangan gunakan agama sebagai alat untuk menegasi dan saling
merendahkan dan meniadakan satu dengan yang lain. Maka dari itu, mari senantiasa menebarkan
kedamaian dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Beragama itu menjaga, menjaga hati,
menjaga perilaku diri, menjaga seisi negeri dan menjaga jagat raya ini.

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun
ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya
hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat
ini.

B. Karakteristik Moderasi Beragama

Salah satu sumber konflik yang dapat menggoyahkan NKRI adalah konflik yang bersumber
dari keagamaan. Motif keagamaan akan menggoyahkan NKRI karena dibarengi dengan makna
“perang suci”. Dalam realitas empiris konflik tersebut ditarik ke dalam tataran klaim kebenaran
dan perang suci atas nama tuhan yang akan menimbulkan konflik horizontal berdarah. Perang
klaim kebenaran (truth claim) pemahaman keagamaan yang bersifat eksklusif, ekstrem dan
mutlak menjadi akar konflik antara sesama umat Islam. Perang klaim kebenaran terjadi dalam
dua wilayah keislaman, Pertama dalam ruang lingkup perbedaan pemahaman yang bersifat
variati-fiqhiyyah. Kedua, dalam aspek penyimpangan, kesesatan pemahaman atau ajaran. Oleh
karena itu perlu adanya paradigma pemahaman Islam yang bisa memberikan
penguatan ukhuwwah Islamiyyah, wathaniyyah dan insaniyyah, salah satunya pendekatan
moderasi Islam. Kata moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki
padanan makna dengan kata tawassuth (tengahtengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang).
Orang yang menerapkan prinsip,wasathiyah bisa disebut wasith.

Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Kata al-
wasathiyah dalam bahasa Arab adalah dari kata al-wasath yang diterjemahkan secara bahasa
dengan makna pertengahan. Maka manhaj wasathiyah sering dimaknai sebagai pendapat
pertengahan di antara dua atau lebih pendapat yang berbeda dan sering juga dianggap sebagai
pendapat moderat. Dalam Mufradât Al-fâzh Al-Qur’ân Raghib Al-Isfahani1 menyebutkan secara
bahasa bahwa kata wasath ini berarti, “Sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya
sebanding”. Kata ini terdapat pula dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 143. Dalam konteks uraian
tentang moderasi beragama, para pakar sering merujuk pada surah Al-Baqarah ini, yaitu:
1
Jil. II; entri w-s-th
ِ َّ‫ك َج َع ْلنَا ُك ْم اُ َّمةً َو َسطًالِتَ ُكوْ نُوْ ا ُشهَدَا َء َعلَى الن‬
‫اس َويَ ُكوْ نَ ال َّرسُوْ َل َعلَ ْي ُك ْم َش ِه ْيدًا‬ َ ِ‫َو َك ٰذل‬
ْ ‫اج َع ْلن َْاالقِ ْبلَةَ الَّتِي ُك ْنتَ َعلَ ْيهَا ِإاَّل لِنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع ال َّرسُوْ َل ِم َّم ْن يَ ْنقَلِبُ َعلَى َعقِ ْيبَ ْي ِه َواِ ْن َكان‬
‫َت‬ َ ‫َو َم‬
ٌ ْ‫اس لَ َرءُو‬
‫ف َّر ِح ْي ٌم‬ ِ ُ‫لَ َكبِي َْرةً ِإاَّل َعلَى الَّ ِذ ْينَ هَدَى هللاُ َو َما َكانَ هللاُ لِي‬
ِ َّ‫ض ْي َع ِإ ْي َمانَ ُك ْم ِإ َّن هللاَ بِاالن‬
Artinya: ”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan piihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siApa yang mengikuti Rasul dan
sipa yang membelok. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat; dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.”(Q.S. AL-BAQARAH (2) AYAT 143)2

Pada kalimat dijadikan sebagai uraian tentang moderasi beragama dalam pandangan Islam,
hal ini disebut dengan wasathiyyah. Pada ayat di atas, istilah wasath diartikan sebagai
pertengahan yang memiliki makna “bagian dari ujung”.

Islam Wasathiyah, adalah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap
alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu
ummah). Allah SWT  menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama,
seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan
Islam Wasathiyah memiliki karakteristik, sebagai berikut:

1. Tawassuth (moderat)

Tawassuth adalah sikap netral yang berdasar pada prinsip hidup menjunjung tinggi nilai
keadilan di tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Sikap ini
dikenal juga dengan sebutan moderat (al-wasathiyyah)

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang
berarti adil, baik, tengah-tengah, dan seimbang. Artinya, seorang Muslim yang bersikap
tawassuth akan menempatkan dirinya di tengah-tengah dalam suatu perkara, tidak ekstrim kanan
2
M. Quraisy Shihab, Washatiyah Wawasan Islam Tentang Moderasi Beragama, (Tangerang Selatan: Penerbit
Lentera Hati,2019), hal-5.
ataupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh H. Mohamad Hasan, M. Ag.,
terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang Muslim, yaitu:

a) Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam memecahkan masalah, maka
seorang Muslim senantiasa memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam
memahami agama.
b) Hakikat ajaran Islam adalah kasih sayang, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth
senantiasa mendahulukan perdamaian dan menghindari pertikaian.
c) Pemeluk agama lain juga mahluk ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati, maka
seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa memandang dan memperlakukan
mereka secara adil dan setara
d) Ajaran Islam mendorong agar demokrasi dijadikan alternatif dalam mewujudkan nilai-
nilai kemanusiaan, maka Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mengutamakan
nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.
e) Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah
sepatutnya seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa menjunjung tinggi
kesetaraan.

Dari kelima alasan tersebut, seorang Muslim seharusnya sudah memahami arti pentingnya
sikap tawassuth dalam kehidupannya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan sosial antar
sesama manusia. Terlebih di masa sekarang yang penuh dengan problematika intoleransi dan
diskriminasi antarumat beragama. Adapun contoh sikap tawassuth dalam kehidupan sehari-hari
adalah:

 Tidak membeda-bedakan golongan dalam berinteraksi dan berkomunikasi.


 Menjalin silaturahmi antar sesama agar tidak timbul pertikaian.
 Menerima pendapat orang lain yang tidak sepaham.
 Menerima saran, masukan, dan kritik membangun dari orang lain.
 Menggunakan bahasa yang santun dan menyejukkan saat berkomunikasi.
 Bersikap toleransi terhadap segala perbedaan yang ada.
2. Tawazun (berkeseimbangan)

Tawazun adalah suatu sikap yang mampu menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih
sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong atau berat sebelah terhadap suatu hal tersebut. Dalam
konteks moderasi beragama, sikap ini sangat penting dalam kehidupan antar umat beragama, jadi
kita bisa seimbang dalam kehidupan dunia, tapi kita juga bisa seimbang dalam kehidupan akhirat
nya. Sikap tawazun sangat diperlukan oleh manusia agar dia tidak melakukan sesuatu hal yang
berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain, yang memiliki hak harus ditunaikan.
Tawazun merupakan Kemampuan seorang individu untuk menyeimbangkan kehidupanya dalam
berbagai dimensi, sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan nyaman.

Sikap tawazun ini sangat penting dalam kehidupan seorang individu sebagai manusia. Oleh
karena itu sikap tawazun ini harus diterapkan dan dilaksanakan dalam diri peserta didik; agar
mereka dapat melakukan segala sesuatu dengan seimbang dalam kehidupannya. Karena jika
mengabaikan sikap tawazun dalam kehidupan ini, maka akan lahir berbagai masalah.

Dalam kehidupan selalu ada suatu kejadian di mana seseorang hanya mementingkan urusan
dunianya saja atau memiliki prinsip hidupnya hanyalah untuk mencari kesenangan duniawi
semata.  Perilaku yang dilakukannya dalam aktivitas sehari-hari sehingga menjadi kebiasaan dan
dianggap sudah menjadi hal yang biasa dalam pergaulannya. Seperti merokok, lupa akan sholat,
melakukan maksiat; atau memenuhi kebutuhan secara berlebihan, seperti makan dengan
berlebih-lebihan, tidur tak kenal waktu atau bermalasan-malasan. Perilaku yang seperti ini
merupakan suatu kecendrungan terus-menerus terhadap hal yang negatif. Sedang kecendrungan
yang terus-menerus terhadap hal positif; umpamanya seperti seseorang yang terus-menerus
melakukan ibadah dengan cara mengurung diri, serta tak memperdulikan lingkungan sosial
sekitar.

Contoh sikap tawazun dari Rasulullah SAW, seperti:

 Nabi Muhammad SAW, Beliau adalah pribadi yang imannya sangat kuat, seorang yang
zuhud, dan pandai strategi perang demi membela Islam, tapi, dalam kehidupan
berkeluarga, beliau menjadi pemimpin keluarga yang sangat baik, sayang kepada istri dan
anak-anaknya. Itulah sikap tawazun yang dapat kita jadikan pedoman dari Nabi
Muhammad SAW.
Dan contoh sikap tawazun dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

 Seorang ibu mempunyai dua orang anak, yang satu sedang duduk di bangku SD,
sedangkan yang lain duduk di bangku perguruan tinggi. Tentunya si Ibu tersebut tidak
akan memberikan uang saku dengan jumlah yang sama kepada masing-masing anaknya
tersebut. Jika Ibu tersebut berpegang pada prinsip keadilan dan seimbang tentu ia akan
memberikan uang dengan dengan jumlah yang lebih kepada anaknya tertua; karena anak
ini mempunyai kebutuhan yang lebih daripada adiknya yang masih SD.

3. I’tidal (lurus dan tegas)

Arti kata I'tidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan sesuatu pada
tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam
mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur'an yang menunjukkan ajaran
mulia ini, tanpa mengedepankan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak berarti,
karena keadilan adalah ajaran agama yang secara langsung memengaruhi kebutuhan hidup
mayarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi.3

I'tidal sangat diperlukan dalam kehidupan, karena tanpa itu nantinya semua akan mengarah
pada pemahaman Islam yang terlalu liberal atau radikal. Peran pendidik dalam me-moderasi
pendidikan Islam sangat diperlukan untuk pemahaman yang lurus, jujur dan tegas dalam
beragama.

Adapun contoh sikap I’tidal dalam kehidupan sehari-hari adalah:

 Seseorang yang selalu mematuhi aturan dalam lingkup masyarakat, sekolah maupun
keluarga.
 Seorang pengajar atau guru yang memberikan tugas dan nilai yang adil kepada semua
murid atau siswa.
 Biaya sekolah (SPP) dan biaya kuliah (UKT) dibebankan secara adil kepada siswa dan
mahasiswa.
 Selalu menegakkan kebenaran dalam lingkungan masyarakat, sekolah dan keluarga.
 Tidak pernah goyang atau putus semangat dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.
3
Nurul H.Maarif, Islam Mengasihi Bukan Membenci (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), 143
4. Tasamuh (toleran)

Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi. Menurut bahasa Tasamuh artinya
adalah tenggang rasa, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan menghargai antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Contoh tindakan tasamuh dalam kehidupan
sehari-hari:
 Berlapang dada dalam menerima segala perbedaan.
 Memberikan kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama).
 Menghormati orang lain yang sedang beribadah.
 Tetap bergaul dan bersikap baik dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal
duniawi.
 Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan (agama).
 Tidak membenci dan menyakiti perasaan seseorang yang berbeda keyakinan atau
pendapat dengan kita.
 Tidak mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

Musawah yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan
atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah berarti kesejajaran atau
kesetaraan. Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain, sehingga dapat
memaksakan kehendaknya. Dalam urusan kenegaraan, penguasa tidak bisa memaksakan
kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Sebab, rakyat dan penguasa
memiliki kedudukan dan hak sama yang harus dihargai keberadaannya. Dalam konteks umum,
musawah bisa dikaitkan dengan kerukunan antar masyarakat. Dengan adanya musawah,
diskriminasi antar masyarakat tidak akan terjadi.

Contoh tindakan musawah dalam kehidupan sehari-hari:

 Menghargai perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan yang terdapat disekitar kita.
 Tidak memaksa kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita.
 Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain walaupun orang itu belum meminta maaf.
 Bersikap ramah kepada siapapun.
 Tidak mendiskriminasi atau membeda-bedakan teman terutama yang berbeda keyakinan.
6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal


yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang
kepentingannya lebih rendah. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan benturan dalam
beramal contohnya, untuk menentukan prioritas dalam beramal, kita tidak boleh hanya
mengandalkan logika, hawa nafsu, analisis fakta ataupun mengandalkan manfaat dan mudharat
suatu perkara tersebut. Bila terjadi benturan dalam beramal, bagaimana membuat skala
prioritasnya? Bila mubah bertemu sunnah, maka yang sunnah harus didahulukan, bila sunnah
bertemu wajib, maka yang wajib harus didahulukan, tetapi bila wajib bertemu wajib kita lihat
bentuk fardhu ‘ain dan kifayah yang diutamakan, begitu pula seterusnya. Seperti misalnya dalam
kehidupan sehari-hari sering kita jumpai benturan seperti:

 Kita memiliki uang yang terbatas, sedangkan kita juga pun memiliki keluarga yang harus
kita nafkahi, di satu sisi kita memiliki hutang kepada orang yang harus dilunasi, mana
yang harus diprioritaskan? Yang menjadi prioritas utama adalah menafkahi keluarga.
 Menghadap kiblat adalah kewajiban. Jika sudah berusaha tetapi tetap tidak tahu arah
kiblat maka harus sholat menurut arah dugaan nya adalah arah kiblat. Sehingga tetap
melaksanakan sholat.
 Jika di hutan tidak ada makanan kecuali dengan memburu babi, maka makan babi
sekedar untuk bertahan hidup harus dilakukan.

7. Tahadhdhur (berkeadaban)

Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan
integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia adalah
makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain disekitar.
Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi terciptanya
hidup rukun dan damai antar sesama manusia. Tahaddhur dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa sangat dibutuhkan, karena dengan adanya sikap ini maka seluruh kegiatan tangan,
kami dan mata kita akan dapat terjaga dengan baik. Sekarang kita banyak menyaksikan banyak
isu yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang terbiasa menyebarkan informasi tanpa di cek
terlebih dahulu kebenaran dan faktanya dan juga kita menyaksikan seringnya terjadi perdebatan
antar individu terhadap suatu perkara yang mereka sendiri sebenarnya tidak memahami dan
mempunyai ilmu yang mumpuni dalam hal tersebut. Melihat situasi dan kondisi itu maka
moderasi pendidikan Islam dalam Tahaddhur sangat diperlukan agar kehidupan berbangsa dan
bernegara tercipta kerukunan dan keamanan serta ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Moderasi dalam keragaman Indonesia

Dalam masyarakat Indonesia yang multibudaya, sikap keberagaman yang eksklusifyang


hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak, tentu dapat menimbulkan gesekan
anatar kelompok agama. Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia, umumnya dipicu
adanya sikap keberagaman yang ekslusif, serta adanya kontestasi antar kelompok agama dalam
meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing-masing menggunakan
kekuatannya untuk menang sehingga memicu konflik.

Konflik kemasyarakatan dan pemicu disharmoni masyarakat yang pernah terjadi di masa lalu
berasal dari kelompok estrim kiri (komunisme), dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun sekarang
ini ancaman disharmoni dan ancaman negara kadang berasal dari globalisasi dan Islamisme,
yang oleh Yudi disebutnya sebagai dua fundamentalisme: pasar dan agama.

Dalam kontak fundamentalisme agama, maka untuk menghindari disharmoni perlu


ditumbuhkan cara beragama yang moderat, atau cara ber-Islam yang inklusif atau sikap
beragama yang terbuka, yang disebut sikap moderasi beragama. Moderasi itu artinya moderat,
lawan dari ekstrem, atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan dan keberagaman.

D. Moderasi Beragama Berperan Penting Dalam Menjaga NKRI

Ketua FKUB Kaltim, H. Asmuni Ali mengungkapkan Moderasi beragama ini jika
dilaksanakan dengan baik, maka toleransi pun akan baik. Kekerasan tidak akan terjadi,
komitmen kebangsaan akan semakin meningkat. Oleh karena itu, moderasi beragama penting
sekali, ungkapnya saat menghadiri Hari Amal Bhakti ke 76 di halaman kantor Kanwil Kemenag
Kaltim, Senin (3/1/2022). Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan
suatu sikap keberagaman di tengah berbagai desakan ketegangan, seperti antara klaim kebenaran
absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama,
juga antara radikalisme dan sekularisme, jelasnya.

Memperhatikan sikap keberagaman dalam dinamika berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini,
Presiden Republik Indonesia, Joko widodo, pada berbagai kesempatan mengajak tokoh agama
untuk menjadikan agama sebagai sumber nilai-nilai yang merawat kebhinekaan. Dalam hal ini,
Presiden mengajak tokoh agama dan umat beragama untuk memberikan wawasan keagamaan
yang lebih dalam dan luas lagi kepada umat masing-masing, karena ekslusivisme, radikalisme,
dan sentimen-sentimen agama cenderung bertumpu pada ajaran-ajaran agama yang terdistorsi.
BAB 3

KESIMPULAN

Moderasi beragama adalah arah pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun
ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya
hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat
ini. Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam kehidupan beragama
yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama pun memberitahu kita
sebagai seorang Muslim untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak diskriminasi antar
ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita berpikir dinamis dan inovatif.

Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat, senjata yang paling


ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah melalui pendidikan
Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat
bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu
yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam
pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan
lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut:

1. Tawassuth (moderat)

2. Tawazun (ber keseimbangan)

3. I’tidâl (lurus dan tegas)

4. Tasamuh (toleran)

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

7. Tahaddhur (berkeadaban)

8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif).


Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke arah yang lebih
baik, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman dan
nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Jil. II; entri w-s-th

M. Quraisy Shihab, Washatiyah Wawasan Islam Tentang Moderasi Beragama, (Tangerang


Selatan: Penerbit Lentera Hati,2019), hal-5.

Nurul H.Maarif, Islam Mengasihi Bukan Membenci (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), 143

(Yulianto, 2020)Yulianto, R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah dalam Membangun Sikap


Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(1), 111–123.

Rahayu, luh riniti, & Lesmana, putu surya wedra. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia.
Intizar, 25(2), 95–100.

(Karim, 2019)Karim, H. A. (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatallil


’Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Ri’ayah: Jurnal Sosial Dan Keagamaan, 4(01), 1.
https://doi.org/10.32332/riayah.v4i01.1486

(Akhmadi, 2019)Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia


Religious Moderation in Indonesia ’ S Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45–55.

Anda mungkin juga menyukai