Anda di halaman 1dari 3

TRAGEDI KONFLIK SAMPIT, KALIMANTAN TENGAH

(Opini mengenai Tragedi Konflik Sampit)

Di Kalimantan Tengah (Kalteng), selain etnis Dayak, atau percabangan suku


bangsa di dalamnya yang merupakan penduduk asli, terdapat pula berbagai etnis lain
dari luar Kalimantan seperti etnis Jawa, Madura, Bugis, Melayu, Sumatera, Bali, dan
sebagainya. Dalam sejarah masyarakat dan masalah etnisitas di Kalteng, sebenarnya
hubungan antaretnis berlangsung dengan baik. Etnik yang satu dengan etnik lain
terjadi pembauran yang wajar dan saling menghargai. Bahkan perkawinan antaretnik
pun sudah biasa dijumpai dalam kehidupan masyarakat di Kalteng. Akan tetapi,
khusus hubungan antara etnik Dayak dengan Madura ada kecenderungan
memperlihatkan sesuatu yang lain yang berbeda dibandingkan dengan hubungan
antara etnik Dayak dengan etnik-etnik lainnya. Dengan kata lain, antara kedua etnik
(Dayak-Madura) menyimpan stereotip etnik, budaya yang justru cenderung saling
merenggangkan hubungan sosial antara keduanya. Suku Dayak, memiliki ciri-ciri
kebudayaan primordial (termasuk dalam bentuk atau tingkatan yg paling awal).

Konflik Sampit merupakan satu peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 18


Februari 2001, kerusuhan ini terjadi antar etnis di Kalimantan Tengah, yaitu Suku
Dayak asli dengan warga Madura yang merupakan warga transmigran dan
berlangsung sepanjang tahun 2001. Populasi penduduk Madura mencapai 21 persen,
yang menyebabkan warga di Kalimantan Tengah merasa tidak senang dengan
kehadiran mereka, mereka merasa tersaingi dalam masalah ekonomi. Konflik ini
pecah pada tanggal 18 Februari 2001 saat 2 warga Madura diserang oleh beberapa
warga Dayak. Dan dari awal kejadian tersebut mengakibatkan lebih dari 500 korban
meninggal dan ada lebih dari 100 ribu warga asal Madura kehilangan tempat
tinggalnya yang ada di Kalimantan. Dari konflik tersebut banyak ditemukan warga
asal Madura yang meninggal dalam keadaan kepala terpenggal.
Kronologi terjadinya konflik sampit menurut keterangan yang diambil dari
Harian Kompas, salah satu rumah milik warga asli (Dayak) di Jalan Padat Karya,
Sampit, mendapat serangan pembakaran sebuah rumah, yang diduga dilakukan oleh
warga Madura. Berdasarkan pendapat yang ada, warga Madura lah yang menjadi
pelaku pembakaran dari rumah orang dayak tersebut. Kemudian warga Dayak
membalas dengan membakar rumah orang Madura. Dalam konflik ini, diperkirakan
ada 100 warga Madura yang menjadi korban pemenggalan kepala oleh warga Dayak.
Ada yang mengatakan bahwa konflik ini terjadi karena adanya pembantaian yang
dilakukan oleh Suku Dayak yang mempertahankan diri karena mereka terlebih dahulu
mendapat serangan dari warga Madura. Sekelompok warga asal Madura juga
melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap seorang warga Dayak setelah
terjadi sengketa judi di Desa Kareng Pangi, 17 Desember 2000.

Konflik ini kemudian meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka
Raya. Saat itu, para transmigran asal Madura meningkat, akibatnya, Kalimantan
Tengah merasa tidak puas karena terus merasa disaingi oleh Madura. Karena adanya
permasalahan ekonomi ini, terjadi kerusuhan antara orang Madura dengan suku
Dayak. Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang Madura harus mengungsi.
Konflik Sampit yang terjadi pada 2001 bukanlah konflik yang pertama kali terjadi
antara suku Dayak dan Madura. Penduduk Madura pertama kali tiba di Kalimantan
Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah
kolonial Belanda. Hukum baru juga telah memungkinkan warga Madura memperoleh
kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi tersebut, seperti perkayuan,
penambangan, dan perkebunan. Hal tersebut menimbulkan permasalahan ekonomi
yang kemudian menjalar menjadi kerusuhan antarkeduanya.

Pada 18 Februari 2001, Suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi


menahan seorang pejabat yang diduga sebagai salah satu sumber pelaku di belakang
serangan yang terjadi. Ia ditahan karena diduga telah membayar 6 orang yang
memprovokasi kerusuhan yang terjadi di Sampit. Polisi juga menahan sejumlah
pelaku kerusuhan setelah pembantaian pertama. Akibatnya, ribuan penduduk Dayak
mengepung kantor polisi di Palangkaraya guna bertujuan untuk melepaskan para
tahanan.

Konflik Sampit mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan,


mengevakuasi warga, dan menangkap provokator. Untuk memperingati akhir konflik
ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura. Guna memperingati
perjanjian damai tersebut, maka dibentuk sebuah tugu perdamaian di Sampit. Korban
jiwa mencapai ratusan, per 23 Februari saja, korban jiwa sudah mencapai 187 orang.
Sementara itu, pengungsi mencapai belasan ribu orang.

Anda mungkin juga menyukai