Anda di halaman 1dari 4

3 Penyebab Perang Sampit (2001) dan Dampaknya

written by Asih Kusumaningsih

Konflik Sampit terjadi antar etnis di Indonesia, yakni Dayak dan Madura. Konflik ini berawal
pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu.  Pada artikel ini akan dibahas
mengenai penyebab Perang Sampit dan dampaknya. Konflik antara suku Dayak dan suku
Madura tidak hanya terjadi pada tahun 2001. Konflik besar juga pernah terjadi antara Desember
1996 dan Januari 1997. Insiden ini mengakibatkan 600 korban tewas. Baca juga pahlawan
nasional dari Banjarmasin, pahlawan nasional dari Kalimantan, dan pahlawan Indonesia Non-
muslim.
Peristiwa yang terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 juga memberikan dampak negatif
antara kedua suku. Hubungan kedua suku yang awalnya baik menjadi tidak baik. Misalnya setiap
ada orang Madura masuk ke pemukiman orang Dayak untuk berdagang, maka akan dicurigai
oleh orang Dayak. Pertikaian pun kembali terjadi pada tahun 2001. Pertikaian antara kedua etnis
ini melibatkan kelompok suku asli Dayak dan juga suku Madura sebagai pendatang. Perang
Sampit ini benar-benar menjadi peristiwa paling tragis. Korban dari peristiwa ini mencapai
angka 500 kematian dan 100.000 warga Madura akhirnya kehilangan tempat tinggal. Ada
berbagai hal yang menjadi penyebab Perang Sampit, yakni sebagai berikut:

1. Transmigrasi Suku Madura ke Kalimantan


Suku Madura tiba di Kalimantan melalui program Transmigarasi yang dicanangkan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia.
Keberadaan suku Madura di Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah menimbulkan
persaingan antara warga Dayak dan Madura. Suku asli Kalimantan yakni Dayak merasa tidak
puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang sangat kompetitif. Hukum-
hukum baru yang diberlakukan pun telah memungkinkan warga Madura mendapat kontrol lebih
banyak terhadap banyak industri komersial di Provinsi Kalimantan Tengah. Baca juga sejarah
Museum Kalimantan Barat, sejarah Museum Kayu Tenggarong, dan sejarah Museum Lambung
Mangkurat.
2. Pembakaran Rumah Salah Seorang Suku Dayak

Terdapat beberapa versi mengenai penyebab insiden kerusuhan tahun 2001. Salah satu versi
mengklaim bahwa ini disebabkan oleh pembakaran sebuah rumah Dayak. Versi lain mengatakan
bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku
Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura. Namun, kebenaran insiden ini
belum dapat dibuktikan adanya. Meskipun begitu, konflik ini pastinya menimbulkan situasi
mencekam di tanah Kalimantan. Baca juga pahlawan nasional dari Madura, pahlawan nasional
dari Jakarta, dan pahlawan nasional dari NTB.
3. Upaya Saling Membela Diri

Profesor Usop (Asosiasi Masyarakat Dayak) menyatakan bahwa pembantaian oleh etnis Dayak
dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota diserang oleh etnis Madura.
Warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di Desa
Kerengpangi pada 17 Desember 2000.  Versi lainnya menyatakan bahwa konflik ini berawal dari
percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama. Baca juga penyebab Perang
Banjarmasin, sejarah Perang Aceh melawan Belanda, sejarah Perang Banten, dan sejarah Perang
Banjar.
Selain berbagai macam versi penyebab Perang Sampit, ada juga beberapa insiden yang dapat
menjadi pemicu konflik antar kedua suku tersebut. Rangkaian insiden tersebut diantaranya
adalah:

 Tahun 1972 di Palangkaraya, terjadi insiden pemerkosaan seorang gadis Dayak. Insiden
tersebut diselesaikan dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat. Pelakunya entah
benar atau tidak adalah orang Madura.
 Tahun 1982, terjadi pembunuhan seorang suku Dayak oleh orang Madura. Pelakunya
tidak tertangkap dan pengusutan serta penyelesaian secara hukum tidak ada.
 Tahun 1983, seorang warga Kasongan etnsi Dayak dibunuh di Kecamatan Bukit Batu,
Kasongan. Perkelahian terjadi antara satu orang Dayak yang dikeroyok oleh 30 orang suku
Madura. Warga Kasongan yang dibunuh tersebut bernama Pulai yang beragama Kaharingan.
Insiden tersebut diselesaikan dengan cara perdamaian oleh tokoh suku Dayak dan Madura.
Peniwahan Pulai itu dibebankan kepada pelaku pembunuhan yang kemudian diadakan
perdamaian ditandatangani oleh kedua belah pihak. Isi perdamaian tersebut antara lain
menyatakan apabila orang Madura mengulangi perbuatan jahatnya, maka mereka siap untuk
keluar dari Kalimantan Tengah.

 Tahun 1996, terjadi insiden pemerkosaan di gedung bioskop Panala. Pemerkosaan juga
berakhir dengan pembunuhan dengan kejam dan sadi oleh orang Madura. Ternyata hukuman
yang diberikan sangat ringan.
 Tahun 1997, terjadi inisiden orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan
perbandingan kekuatan 2 : 40 orang di Desa Karang Langit, Barito Selatan. Pada insiden tersebut
semua orang Madura tewas. Orang Dayak yang diserang dan mempertahankan diri menggunakan
ilmu bela diri, sehingga penyerang berhasil dikalahkan semuanya. Orang Dayak yang terlibat
dalam inside tersebut dihukum berat.
 Tahun 1997, seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku
Madura penjual sate. Insiden ini terjadi di Tumbang Samba, ibu kota Kecamatan Katingan
Tengah. Anak laki-laki Dayak tersebut mati secara mengenaskan dengan terdapat lebih dari 30
tusukan di tubuhnya. Anak tersebut tidak tahu menahu mengenai persoalan yang terjadi,
sedangkan para anak muda yang bertikai dengan penjual sate telah lari kabur. Waldi hanyalah
korban yang kebetulan lewat di tempat kejadian saja.
 Tahun 1998, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang Madura hingga meninggal dunia
di Palangkaraya. Pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri. Kasus inipun tidak ada
penyelesaian secara hukum.
 Tahun 1999, seorang petugas ketertiban umum di Palangkaraya dibacok oleh orang
Madura. Pelakunya ditahan di Polresta Palangkaraya, tetapi esok harinya datang sekelompok
suku Madura menuntut agar temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Pihak Polresta
Palangkarya pun membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
 Tahun 1999, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura di Pangkut, ibu kota
Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat. Hal ini terjadi karena suku Madura yang
memaksa mengambil emas saat suku Dayak menambang emas. Insiden perkelahian ini banyak
menimbulkan korban dari kedua belah pihak dan tanpa penyelesaian hukum.
 Tahun 1999, terjadi insiden penikaman terhadap suami-isteri bernama Iba oleh tiga orang
Madura. Pasangan tersebut luka berat dan dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangkaraya.
Biaya perawatan dan operasi ditanggung oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Namun,
para pembacok tidak ditangkap karena kabarnya sudah pulang ke pulau Madura.
Kronologis kejadian tersebut diawali dengan tiga orang Madura yang memasuki rumah keluarga
Iba dengan dalih meminta minuman air putih. Saat Iba menuangkan air di gelas, mereka
membacok Iba. Saat istri Ibu ingin membela, ia juga ditikam. Pembacokan tersebut dilakukan
untuk membalas dendam, tetapi salah alamat.

 Tahun 2000, satu keluarga Dayak mati dibantai oleh orang Madura di Pangkut,
Kotawaringin Barat. Pelaku pembantaian lari dan tanpa penyelesaian hukum.
 Tahun 2000, terjadi pembunuhan terhadap Sendung di Kereng Pangi, Kasongan,
Kabupaten Kotawaringin Timur. Korban dikeroyok oleh suku Madura dan para pelaku kabur,
sehingga tidak tertangkap dan kabarnya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum pun tidak
tuntas.
 Tahun 2001, warga Dayak banyak terbunuh karena dibantai di Sampit pada tanggal 17 –
20 Februari 2001. Orang Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
 Tahun 2001, seorang warga Dayak terbunuh karena diserang oleh suku Madura di
Palangkaraya tanggal 25 Februari 2001. Selain itu, ada juga kasus warga Madura di bagian
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Insiden ini pun berlanjut dengan
terjadinya peristiwa Sampit yang mencekam.
Dampak Perang Sampit

Akibat Perang Sampit setidaknya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak
selama konflik ini. Suku Dayak mempunyai sejarah praktik ritual pemburua kepala (Ngayau).
Meskipun praktik ini dianggap musnah pada awal abad ke-20. Konflik antar etnis yang terjadi di
Sampit membuat beberapa aktivitas terhenti. Aktivitas di sekolah-sekolah, kantor-kantor milik
pemerintah maupun swasta dihentikan secara sementara hingga situasi kembali kondusif.

Hal ini berimbas juga pada lumpuhnya kegiatan perekonomian di Sampit. Banyak kios dan pasar
serta ruko yang terpaksa tutup pada saat kerusuhan berlangsung. Hal ini dilakukan untuk
menghindari penjarahan dan tindakan serupa lainnya. Namun, penjarahan tetap terjadi terutama
terhadap harta benda atau aset milik etnis Madura yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Krisis bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari juga terjadi di Sampit. Kapal-kapal pengangkut
barang tidak berani merapat di Pelabuhan Sampit. Semisal ada kapal barang yang berani merapat
maka kegiatan pembongkaran tidak dapat dilakukan karena keterbatasan tenaga buruh. Buruh
yang biasanya melakukan kegiatan tersebut adalah warga suku Madura.

Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur akhirnya mengungsikan warga etnis Madura keluar
Kalimantan Tengah. Sebagian besar ke Jawa Timur untuk menghindari meluasnya konflik.
Pengungsian ini sifatnya sementara hingga situasi kembali kondusif. Tindakan kayau yang
dilakukan oleh etnis Dayak kepada etnis Madura meninggalkan citra yang buruk bagi etnis
Dayak. Hal ini juga sempat memicu situasi panas bagi orang Madura di luar Kalimantan Tengah
yang mengetahui berita tersebut.
Inilah penjelasan mengenai penyebab Perang Sampit dan dampak dari konflik tersebut. Semoga
konflik antar etnis yang terjadi antara etnis Dayak dan etnis Madura tidak akan terulang lagi.
Semoga Perang Sampit ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua untuk saling
menghormati segala macam bentuk perbedaan dan menghargai satu sama lain. Semoga
penjelasan ini bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai