Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONFLEK ANTAR SUKU DISAMPIT (2021)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK V

NAMA :

 Fadilla Rahmadani
 Febby Salsabila
 Lia Oktiana
 Nadia Fadhillah
 Seli Anjani
 Siska Safitri
 Sri Etika Sari

Dosen Pembimbing : Martina Astari,SST.,M.Kes

YAYASAN BUDI MULIA SRIWIJAYA PALEMBANG

AKADEMI KEBIDANAN BUDI MULIA PALEMBANMG

TAHUN AJARAN 2021-2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

SARA adalah akronim dari Suku Ras Agama dan Antar golongan. SARA
adalah pandangan ataupun tindakan yang didasari dengan pikiran sentimen
mengenai identitas diri yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau
kesukuan dan golongan. Yang digolongkan sebagai sebuah tindakan SARA
adalah segala macam bentuk tindakan baik itu verbal maupun nonverbal yang
didasarkan pada pandangan sentimen tentang identitas diri atau golongan.

SARA dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:

1. Pertama, Individual. Di mana tindakan SARA dilakukan oleh individu atau


golongan dengan tindakan yang bersifat menyerang, melecehkan,
mendiskriminasi, atau menghina golongan lainnya.
2. Kedua, Institusional. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh
institusi atau pemerintah melalui aturan atau kebijakan yang bersifat
diskriminatif bagi suatu golongan.
3. Ketiga, Kultural. SARA yang dikatagorikan di sini adalah tindakan penyebaran
tradisi atau ide-ide yang bersifat diskriminatif antar golongan.

Dampak dari tindakan SARA adalah konflik antar golongan yang dapat
menimbulkan kebencian dan berujung pada perpecahan. Contohnya pada kasus
konflik Tragedi Sampit yang terjadi pada 2001 silam. Konflik ini terjadi antara
Suku Dayak dan Suku Madura di mana SARA adalah biang dari masalahnya.
Warga Madura dinilai gagal dalam beradaptasi dengan Warga Dayak kemudian
muncullah diskriminasi antar golongan hingga pecah konflik dan akhirnya
memakan korban hingga 500 orang.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Konflik Sampit (alias Perang Sampit) adalah pecahnya kerusuhan antar-


etnis di Kalimantan pada tahun 2001 yang bermula sejak bulan Februari 2001 dan
berlangsung sepanjang tahun tersebut. Konflik ini pecah di kota Sampit,
Kalimantan Tengah sebelum pada akhirnya meluas ke seluruh provinsi di
Kalimantan, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini melibatkan kedua
belah entitas etnis antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau
Madura. Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura
diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik ini mengakibatkan lebih dari 500
kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal di
Kalimantan. Dari laporan data, tidak sedikit warga Madura yang juga ditemukan
dipenggal kepalanya oleh masyarakat Dayak dalam konflik ini.

Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah
terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik
besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang
mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan
tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah
kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000,
transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa
tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin
agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh
kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan,
penambangan dan perkebunan.

Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu
versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah
Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura
dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di
permukiman Madura.

Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa


pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah
beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang
warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah
sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.

Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara
murid dari berbagai ras di sekolah yang sama

1.2 RUMUSAN MASALAH


Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apa Faktor Peyebab konflik antar suku di Sampit?
2. Bagaimana tindakan pemerintah terhadap konflik antar suku di Sampit ?
3. Bagaimana dampak dari konflik antar suku di Sampit ?

1.3 TUJUAN
Tujuan Umum
1) Melatih dan meningkatkan kemampuan menulis karya ilmiah serta
mengembangkan daya pikir kritis, analitis, objektif, dan sistematis
dalam penulisan karya sejarah, serta peka terhadap peristiwa di masa
lampau untuk dijadikan pelajaran di masa depan sehingga dapat
memahami segala isi dan nilai yang terkandung dalam setiap
peristiwa sejarah

2). Untuk melatih kemampuan dalam metodologi penelitian sejarah dan


historiografi.

3). Menambah karya penulisan ilmiah, terutama yang berkaitan dalam


bidang kesejarahan.
Tujuan Khusus

1) Melatih dan meningkatkan kemampuan menulis karya ilmiah serta


mengembangkan daya pikir kritis, analitis, objektif, dan sistematis
dalam penulisan karya sejarah, serta peka terhadap peristiwa di masa
lampau untuk dijadikan pelajaran di masa depan sehingga dapat
memahami segala isi dan nilai yang terkandung dalam setiap
peristiwa sejarah

2). Untuk melatih kemampuan dalam metodologi penelitian sejarah dan


historiografi.

3). Menambah karya penulisan ilmiah, terutama yang berkaitan dalam


bidang kesejarahan.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Faktor Peyebab Konflik Antar Suku Di Sampit

Konflik Sampit terjadi antar etnis di Indonesia, yakni Dayak dan Madura.
Konflik ini berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu.
Pada artikel ini akan dibahas mengenai penyebab Perang Sampit dan dampaknya.
Konflik antara suku Dayak dan suku Madura tidak hanya terjadi pada tahun 2001.
Konflik besar juga pernah terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997. Insiden
ini mengakibatkan 600 korban tewas. Baca juga pahlawan nasional dari
Banjarmasin, pahlawan nasional dari Kalimantan, dan pahlawan Indonesia Non-
muslim.

Peristiwa yang terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 juga
memberikan dampak negatif antara kedua suku. Hubungan kedua suku yang
awalnya baik menjadi tidak baik. Misalnya setiap ada orang Madura masuk ke
pemukiman orang Dayak untuk berdagang, maka akan dicurigai oleh orang
Dayak. Pertikaian pun kembali terjadi pada tahun 2001. Pertikaian antara kedua
etnis ini melibatkan kelompok suku asli Dayak dan juga suku Madura sebagai
pendatang. Perang Sampit ini benar-benar menjadi peristiwa paling tragis. Korban
dari peristiwa ini mencapai angka 500 kematian dan 100.000 warga Madura
akhirnya kehilangan tempat tinggal. Ada berbagai hal yang menjadi penyebab
Perang Sampit, yakni sebagai berikut:

1. Transmigrasi Suku Madura ke Kalimantan

Suku Madura tiba di Kalimantan melalui program Transmigarasi yang


dicanangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian dilanjutkan oleh
Pemerintah Indonesia. Keberadaan suku Madura di Pulau Kalimantan, khususnya
Kalimantan Tengah menimbulkan persaingan antara warga Dayak dan Madura.
Suku asli Kalimantan yakni Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang
terus datang dari warga Madura yang sangat kompetitif. Hukum-hukum baru yang
diberlakukan pun telah memungkinkan warga Madura mendapat kontrol lebih
banyak terhadap banyak industri komersial di Provinsi Kalimantan Tengah. Baca
juga sejarah Museum Kalimantan Barat, sejarah Museum Kayu Tenggarong, dan
sejarah Museum Lambung Mangkurat.

2. Pembakaran Rumah Salah Seorang Suku Dayak

Terdapat beberapa versi mengenai penyebab insiden kerusuhan tahun


2001. Salah satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh pembakaran sebuah
rumah Dayak. Versi lain mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga
Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-
rumah di permukiman Madura. Namun, kebenaran insiden ini belum dapat
dibuktikan adanya. Meskipun begitu, konflik ini pastinya menimbulkan situasi
mencekam di tanah Kalimantan. Baca juga pahlawan nasional dari Madura,
pahlawan nasional dari Jakarta, dan pahlawan nasional dari NTB.

3. Upaya Saling Membela Diri

Profesor Usop (Asosiasi Masyarakat Dayak) menyatakan bahwa


pembantaian oleh etnis Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah
beberapa anggota diserang oleh etnis Madura. Warga Dayak disiksa dan dibunuh
oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di Desa Kerengpangi pada
17 Desember 2000.  Versi lainnya menyatakan bahwa konflik ini berawal dari
percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama. Baca juga
penyebab Perang Banjarmasin, sejarah Perang Aceh melawan Belanda, sejarah
Perang Banten, dan sejarah Perang Banjar.

Selain berbagai macam versi penyebab Perang Sampit, ada juga beberapa insiden
yang dapat menjadi pemicu konflik antar kedua suku tersebut. Rangkaian insiden
tersebut diantaranya adalah:

 Tahun 1972 di Palangkaraya, terjadi insiden pemerkosaan seorang gadis


Dayak. Insiden tersebut diselesaikan dengan mengadakan perdamaian
menurut hukum adat. Pelakunya entah benar atau tidak adalah orang
Madura.
 Tahun 1982, terjadi pembunuhan seorang suku Dayak oleh orang Madura.
Pelakunya tidak tertangkap dan pengusutan serta penyelesaian secara
hukum tidak ada.
 Tahun 1983, seorang warga Kasongan etnsi Dayak dibunuh di Kecamatan
Bukit Batu, Kasongan. Perkelahian terjadi antara satu orang Dayak yang
dikeroyok oleh 30 orang suku Madura. Warga Kasongan yang dibunuh
tersebut bernama Pulai yang beragama Kaharingan. Insiden tersebut
diselesaikan dengan cara perdamaian oleh tokoh suku Dayak dan Madura.

Peniwahan Pulai itu dibebankan kepada pelaku pembunuhan yang


kemudian diadakan perdamaian ditandatangani oleh kedua belah pihak. Isi
perdamaian tersebut antara lain menyatakan apabila orang Madura mengulangi
perbuatan jahatnya, maka mereka siap untuk keluar dari Kalimantan Tengah.

 Tahun 1996, terjadi insiden pemerkosaan di gedung bioskop Panala.


Pemerkosaan juga berakhir dengan pembunuhan dengan kejam dan sadi
oleh orang Madura. Ternyata hukuman yang diberikan sangat ringan.
 Tahun 1997, terjadi inisiden orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura
dengan perbandingan kekuatan 2 : 40 orang di Desa Karang Langit, Barito
Selatan. Pada insiden tersebut semua orang Madura tewas. Orang Dayak
yang diserang dan mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri,
sehingga penyerang berhasil dikalahkan semuanya. Orang Dayak yang
terlibat dalam inside tersebut dihukum berat.
 Tahun 1997, seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh
seorang suku Madura penjual sate. Insiden ini terjadi di Tumbang Samba,
ibu kota Kecamatan Katingan Tengah. Anak laki-laki Dayak tersebut mati
secara mengenaskan dengan terdapat lebih dari 30 tusukan di tubuhnya.
Anak tersebut tidak tahu menahu mengenai persoalan yang terjadi,
sedangkan para anak muda yang bertikai dengan penjual sate telah lari
kabur. Waldi hanyalah korban yang kebetulan lewat di tempat kejadian
saja.
 Tahun 1998, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang Madura hingga
meninggal dunia di Palangkaraya. Pelakunya belum dapat ditangkap
karena melarikan diri. Kasus inipun tidak ada penyelesaian secara hukum.
 Tahun 1999, seorang petugas ketertiban umum di Palangkaraya dibacok
oleh orang Madura. Pelakunya ditahan di Polresta Palangkaraya, tetapi
esok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar temannya
tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Pihak Polresta Palangkarya pun
membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
 Tahun 1999, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura di Pangkut,
ibu kota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat. Hal ini
terjadi karena suku Madura yang memaksa mengambil emas saat suku
Dayak menambang emas. Insiden perkelahian ini banyak menimbulkan
korban dari kedua belah pihak dan tanpa penyelesaian hukum.
 Tahun 1999, terjadi insiden penikaman terhadap suami-isteri bernama Iba
oleh tiga orang Madura. Pasangan tersebut luka berat dan dirawat di
RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangkaraya. Biaya perawatan dan operasi
ditanggung oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Namun, para
pembacok tidak ditangkap karena kabarnya sudah pulang ke pulau
Madura.

Kronologis kejadian tersebut diawali dengan tiga orang Madura yang


memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih meminta minuman air putih. Saat Iba
menuangkan air di gelas, mereka membacok Iba. Saat istri Ibu ingin membela, ia
juga ditikam. Pembacokan tersebut dilakukan untuk membalas dendam, tetapi
salah alamat.

 Tahun 2000, satu keluarga Dayak mati dibantai oleh orang Madura di
Pangkut, Kotawaringin Barat. Pelaku pembantaian lari dan tanpa
penyelesaian hukum.
 Tahun 2000, terjadi pembunuhan terhadap Sendung di Kereng Pangi,
Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur. Korban dikeroyok oleh suku
Madura dan para pelaku kabur, sehingga tidak tertangkap dan kabarnya
sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum pun tidak tuntas.
 Tahun 2001, warga Dayak banyak terbunuh karena dibantai di Sampit
pada tanggal 17 – 20 Februari 2001. Orang Madura terlebih dahulu
menyerang warga Dayak.
 Tahun 2001, seorang warga Dayak terbunuh karena diserang oleh suku
Madura di Palangkaraya tanggal 25 Februari 2001. Selain itu, ada juga
kasus warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan
Kalimantan Selatan. Insiden ini pun berlanjut dengan terjadinya peristiwa
Sampit yang mencekam.

B. Tindakan Pemerintah Terhadap Konflik Antar Suku Di Sampit

Konflik tentulah bukan sesuatu yang diinginkan terjadi oleh siapapun di

muka bumi ini, karena apapun alasannya hasilnya pasti merugikan kedua belah

pihak yang terlibat konflik. jika ditelusuri lebih jauh sebenarnya konflik terjadi

karena beberapa latar belakang, dan akhir dari konflik pasti menyisakan luka

yang dalam dari pihak manapun. Konflik terjadi sangatlah spontan dan tidak

diketahui kapan akan dimulai konflik, maka sangatlah wajar jika banyak pihak

yang bertanya-tanya kapan dan dimana serta apa penyebab terjadinya konflik.

Beberapa peran pemerintah dalam menanggapi konflik di Samalantan

Kalimantan Barat sebelum terjadi puncak konflik pada tahun 1996-1997 adalah

sebagai berikut:
1. Mengadakan Musyawarah

Sebelum terjadinya konflik yang lebih luas pemerintah setidaknya telah

mengambil tindakan dan kebijakan untuk mendamaikan kedua belah pihak yang

bertikai yaitu pihak orang Dayak dan pihak orang Madura di Samalantan, salah

satu cara ialah dengan musyawarah. Pertikaian bermula tentu tidak langsung

terjadi secara besar-besaran, tapi tentu hanya antara individu yang satu dengan

individu yang lain dan pasti masih bisa ditangani oleh pihak pemerintah dan

tokoh-tokoh adat dari orang Dayak.

Kenyataan tersebut memang benar, sebelum konflik terjadi dan meluas

sudah ada tindakan khusus dari pemerintah di Samalantan guna meredam konflik

yaitu dengan cara mengadakan musyawarah antara pelaku konflik dengan korban

konflik alhasil konflik yang kecil tersebut bisa diatasi dengan baik pada saat

diadakan musyawarah dan keputusan pasti ada yang salah dan ada pula yang

benar, di Samalantan khususnya jika ada yang bertikai dan diurus oleh para

tokoh-tokoh adat, maka pelaku konflik yang dinyatakan bersalah oleh para tokoh

adat wajib menaati hukuman yang diberikan. Jenis hukuman bagi yang bersalah

di Samalantan, bahkan Kalimantan Barat secara umum disebut dengan “bayar

adat” sejenis penggantian dari benda-benda yang harus diserahkan kepada

korban konflik, contohnya sebagai berikut jika seorang yang telah terbukti

bersalah maka harus membayar dengan sebuah tempayan besar, tapi untuk

sekarang tempayan besar susah didapati bahkan untuk membeli saja sudah

jarang ditemukan, maka cara lain untuk memberi tempayan tersebut kepada

korban adalah membayar atau mengganti tempayan tersebut dengan mata uang
yang pastinya seharga dengan tempayan yang sudah disepakati. Tidak hanya

sampai di situ, untuk membayar dengan mata uangpun harus membuat pesta di

tempat kediaman korban konflik yaitu dengan mengorbankan ayam, anjing, dan

babi sebagai simbol darah yang keluar saat pertikaian terganti dengan darah

binatang piaraan tersebut.

Orang Madura adalah penganut agama Islam yang taat, bagi mereka

anjing dan babi adalah haram jika dikonsumsi, jadi saat diadakan pesta adat

dengan mengkonsumsi makanan tersebut maka sangatlah tidak mungkin untuk

mereka datang ke tempat korban, maka dari itu ada perasaan tidak dihargai dari

pihak korban yang bisa membuat satu masalah baru yang tidak terselesaikan.

Sebagai bentuk toleransi yang ditunjukkan orang Dayak terhadap orang Madura

adalah dengan tidak menyarankan atau mengharuskan orang Madura untuk

mengkonsumsi daging anjing dan babi yang dianggap haram tersebut, tetapi

paling tidak bisa hadir dalam pesta tersebut. Tidak hadir dalam pesta di rumah

korban juga bisa membuat pelaku pertikaian tidak ikut merasakan apa yang

sudah menjadi kebiasaan dan tradisi orang Dayak, seharusnya kebiasaan dan

tradisi seperti itu tidak dipandang sebelah mata oleh orang Madura yang telah

membuat konflik dengan orang Dayak. Membuat pesta semacam itu tentulah

mempunyai maksud dan tujuan yaitu dengan maksud supaya pelaku pertikaian

dapat merasakan betapa penting sifat penyabar dan rendah hati terhadap sesama,

sehingga tidak selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan apalagi sampai

menghilangkan nyawa seseorang, dalam adat istiadat orang Dayak jika ada

pertikaian yang sampai mengeluarkan darah dari tubuh korban, maka seluruh
anggota atau kelompok pelaku pertikaian tersebut harus bertanggung jawab.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, musyawarah yang difasilitasi oleh

pemerintah dalam penanganan kasus-kasus konflik kecil sudah sangat

membantu, hanya saja tidak bisa bertahan lama untuk timbulnya masalah baru

dari kelompok Madura lainnya yang ada di Samalantan, tapi bagi masyarakat

Samalantan musyawarah memang merupakan jalan tengah yang baik dalam

menyelesaikan konflik, tapi terkadang sudah tidak bisa ditangani lagi oleh

pemerintah itu karena konflik sudah terlalu luas.

2. Membuat Perjanjian

Setelah terjadi konflik tentu akan dicari solusi bagaimana supaya tidak

terjadi lagi konflik dikemudian harinya, maka dari itu muncullah ide dari

pemerintah dan para tokoh-tokoh adat masyarakat Dayak dan dari pemuka-

pemuka Agama orang Madura untuk membuat beberapa perjanjian antara orang

Dayak dengan orang Madura, banyak kesepakatan yang disepakati waktu

diadakan perjanjian tapi karena terlalu banyak, maka hanya sedikit yang

dipatuhi oleh kedua belah pihak. Walau sudah dibuat beberapa perjanjian tetap

saja tidak bisa membuat keadaan menjadi aman seutuhnya, tetapi tetap saja

masih terjadi konflik.

3. Membuat Tugu Perdamaian

Perdamaian mempunyai kata dasar yaitu damai, sedangkan damai

mempunyai arti proses hidup di dunia nyata tanpa konflik yang menelan korban

manusia, serta dapat hidup dengan tentram antara satu dengan yang lain.

Perdamaian adalah salah satu bentuk nyata dari kedua belah pihak yang bertikai
dengan tujuan tidak akan melanjutkan dan mengulangi pertikaian lagi, dengan

mengambil “jalan tengah” yaitu damai.

Pemerintah mengambil lagi kebijakan setelah melalui beberapa kebijakan

yang ada diatas yang menurutnya lebih efektif dalam penyelesaian konflik yang

sudah menjadi permasalahan besar bagi masyarakat Samalantan, agar tidak

terulang lagi terjadinya konflik di Samalantan maka Laksusda Kalimantan Barat

Brigjen (TNI) M. Sanif meminta supaya didirikan tugu perdamaian dan disetujui

oleh semua pihak maka didirikanlah tugu perdamaian tersebut dengan tujuan

tidak ada lagi dendam antara pendatang dengan penduduk pribumi lebih khusus

lagi antara orang Dayak dengan orang Madura, akan tetapi tidak hanya dua etnis

tersebut (Dayak-Madura) yang menjadi isi ditugu perdamaian tersebut

melainkan semua etnis yang berdomisili di Samalantan seperti suku Melayu,

suku Jawa, suku Cina, suku Sunda, suku Bugis, jadi pada proses pembuatan

tugu perdamaian ini semua etnis juga ikut terlibat, bahkan pada saat

peresmian tugu perdamaian semua perwakilan dari etnis- etnis semuanya turut

hadir guna menghormati dan menghargai didirikannya tugu perdamaian.

Pada saat pembuatan tugu perdamaian tersebut semuanya lancar- lancar

saja tidak ada masalah baik dari bahan material dan tenaga pekerja, tugu dibuat

tidaklah mewah hanya berupa tiang-tiang segi empat yang tingginya hampir

sama dan ditengah-tengah tiang tersebut ada dibuat patung garuda yang berisi

sila-sila, serta sebelah kanan tugu terdapat isi dari sumpah pemuda, dan sebelah

kiri dan belakang terdapat relief-relief semua suku yang menjadi penghuni tetap

kecamatan Samalantan, tidak jauh dari relief-relief yang ada, yaitu tiang-tiang
yang berupa segi empat dan tingginya sama mempunyai isi bahwa semua mahluk

dibumi ini tidak ada yang dibedakan semuanya sama dihadapan Tuhan dan

mahluk lemah tersebut jika bersatu maka akan menjadi kekuatan yang takkan

terkalahkan oleh apapun.

berikut peran pemerintah pada saat terjadi konflik antara Dayak dengan

Madura pada tahun 1996-1997.

1. Membantu Evakuasi orang Madura

Atas perintah dari Camat Samalantan, para korban amukan massa harus

dievakuasi dengan cepat sebelum massa lebih dulu menemukan mereka, maka

dengan sergap para TNI di Kecamatan Samalantan melakukan evakuasi dengan

menggunakan mobil truk warga samalantan yang bersedia meminjamkan

mobilnya karena pada waktu itu belum ada truk khusus seperti sekarang.

Evakuasi dilakukan lebih cepat dan tepat yang lebih dulu dievakuasi adalah ibu-

ibu dan anak-anak, mereka dibawa ketempat penampungan di markas TNI

Kompi C Batalion 641/ Beruang Hitam Singkawang.

Diwilayah lainnya seperti Sanggau Ledo yang merupakan wilayah awal

mula terjadinya kerusuhan telah mengungsikan 1.200 warga setempat, warga

Madura diungsikan di Lanud Supadio II yang sekarang menjadi nama Lanud

Singkawang II di Sanggau Ledo. Amarah masyarakat Dayak yang menyerang

Sanggau Ledo tidak hanya merusak rumah-rumah melainkan dibakar, tidak

hanya sampai disitu, warga Dayak yang gelap mata sempat mengepung lokasi

pengungsian, tetapi berkat aparat Polda Kalimantan Barat dan Batalion 641

massa berhasil dibendung. Setidaknya ada empat Kecamatan yang sangat parah
diserang massa yakni Kecamatan Sanggau Ledo, Kecamatan Ledo, Kecamatan

Bengkayang, Dan Kecamatan Samalantan bahkan hampir meluas ke

Singkawang namun kesigapan aparat bisa mencegah kerusuhan lebih luas.

2. Memblokade jalan umum

Akibat banyaknya massa dari luar daerah Samalantan yang menyerang

tempat pemukiman orang-orang Madura di Kecamatan Samalantan akhirnya TNI

dari kota Singkawang diturunkan dilapangan untuk memblokade jalan yang

menuju kecamatan Samalantan, pada saat memblokade jalan banyak orang

Dayak yang nekat untuk menerobos garis terlarang, tanpa kompromi TNI

langsung menembak di tempat bagi siapa yang berani melintasi atau menerobos

garis larangan, maka tidak heran bahwa pada saat itu ada orang Dayak yang

menjadi korban karena melawan TNI.

3. Mendatangkan TNI dari Pulau Jawa

Melihat situasi konflik yang semakin parah dan kacau pemerintah dari

Provinsi meminta bantuan dari pemerintah pusat untuk membantu

menyelesaikan konflik yang terjadi di Kalimantan Barat, akhirnya pemerintah

pusat yang di minta oleh Komnas HAM mengirimkan TNI atau semacamnya

yang mengurus konflik kurang lebih 1000 orang banyaknya yang didatangkan

dan disebarkan kebeberapa tempat, target utama yang ingin diamankan oleh para

TNI adalah Sanggau Ledo kemudian Samalantan dan masih banyak tempat

lainnya yang menjadi tempat pemukiman orang Madura.

Tugas khusus dari para TNI yang didatangkan tersebut adalah membantu

mengevakuasi para korban konflik yaitu orang-orang Madura disegala tempat


mereka berdomisili di Kalimantan Barat, bukan hanya di Samalantan tapi masih

banyak tempat lain diluar Samalantan. Cara para TNI mengevakuasi orang-orang

Madura cukup membuat massa dari orang Dayak menjadi jera untuk mau

main hakim sendiri, karena ada orang Dayak yang beranikan diri untuk paksa

masuk ditempat pengungsian orang Madura tapi belum sempat mengeksekusi

orang Madura, orang-orang Dayak yang memberanikan diri tersebut telah

ditembak mati oleh TNI yang bertugas mengamankan korban konflik.

Berakhirnya konflik yang terjadi pada tahun 1996-1997 juga


merupakan tragedi yang tidak bisa dilupakan begitu saja, masih banyak
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari para wartawan yang mencari sumber
untuk menulis kejadian-kejadian yang memilukan tersebut, bagaimana cara
pemerintah untuk menyelesaikan konflik tersebut supaya tidak ada lagi timbul
dendam dilain waktu baik dari orang Dayak dengan orang Madura atau dengan
etnis lain juga. Perjanjian adalah kebijakan yang diambil pemerintah di
Kecamatan Samalantan setelah berakhirnya konflik dan beberapa perjanjian
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Orang Madura pergi dari kecamatan Samalantan

Setelah seringkali terlibat konflik dengan orang Dayak di Samalantan

maka puncaknya setelah terjadi konflik pada tahun 1996-1997, masyarakat

Samalantan membuat pernyataan dan pernyataan tersebut harus dituruti oleh

Camat Samalantan, pernyataan tersebut adalah sebagai berikut “semua orang

Madura yang tinggal di Kecamatan Samalantan harus pergi, karena kami

masyarakat Samalantan sudah merasa tidak aman hidup berdampingan dengan

orang Madura” hal tersebutpun tidak bisa dibantah oleh Camat Samalantan dan
akhirnya disetujui.

b. Orang Madura boleh ke Samalantan tapi tidak untuk menetap lagi


Ternyata orang Dayak masih memiliki rasa toleransi yang tinggi terhadap
orang-orang Madura khususnya yang punya niat baik. Sampai saat ini masih
sering dijumpai orang-orang Madura di Samalantan walau tidak sebanyak dulu
sebelum terjadi konflik, mereka datang ke Samalantan bukan untuk kembali
menetap melainkan untuk berbisnis, seperti menjual sayur keliling, menjual baju,
celana, sendal, dan peralatan rumah tangga lainnya, dengan catatan mereka tidak
boleh tinggal lama apalagi akan menetap di Samalantan, karena orang-orang
Dayak sudah tidak bisa hidup berdampingan dengan orang-orang Madura.

C. Dampak Dari Konflik Antar Suku Di Sampit

Akibat Perang Sampit setidaknya 100 warga Madura dipenggal kepalanya


oleh suku Dayak selama konflik ini. Suku Dayak mempunyai sejarah praktik
ritual pemburua kepala (Ngayau). Meskipun praktik ini dianggap musnah pada
awal abad ke-20. Konflik antar etnis yang terjadi di Sampit membuat beberapa
aktivitas terhenti. Aktivitas di sekolah-sekolah, kantor-kantor milik pemerintah
maupun swasta dihentikan secara sementara hingga situasi kembali kondusif.

Hal ini berimbas juga pada lumpuhnya kegiatan perekonomian di Sampit.


Banyak kios dan pasar serta ruko yang terpaksa tutup pada saat kerusuhan
berlangsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari penjarahan dan tindakan serupa
lainnya. Namun, penjarahan tetap terjadi terutama terhadap harta benda atau aset
milik etnis Madura yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya. Krisis bahan pangan
dan kebutuhan sehari-hari juga terjadi di Sampit. Kapal-kapal pengangkut barang
tidak berani merapat di Pelabuhan Sampit. Semisal ada kapal barang yang berani
merapat maka kegiatan pembongkaran tidak dapat dilakukan karena keterbatasan
tenaga buruh. Buruh yang biasanya melakukan kegiatan tersebut adalah warga
suku Madura.

Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur akhirnya mengungsikan warga


etnis Madura keluar Kalimantan Tengah. Sebagian besar ke Jawa Timur untuk
menghindari meluasnya konflik. Pengungsian ini sifatnya sementara hingga
situasi kembali kondusif. Tindakan kayau yang dilakukan oleh etnis Dayak
kepada etnis Madura meninggalkan citra yang buruk bagi etnis Dayak. Hal ini
juga sempat memicu situasi panas bagi orang Madura di luar Kalimantan Tengah
yang mengetahui berita tersebut.

Inilah penjelasan mengenai penyebab Perang Sampit dan dampak dari


konflik tersebut. Semoga konflik antar etnis yang terjadi antara etnis Dayak dan
etnis Madura tidak akan terulang lagi. Semoga Perang Sampit ini menjadi
pelajaran yang berharga bagi kita semua untuk saling menghormati segala macam
bentuk perbedaan dan menghargai satu sama lain. Semoga penjelasan ini
bermanfaat.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan penjelasan pada bab-bab terdahulu dapat ditarik


kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yaitu:
1. Pemberdayaan korban kerusuhan Sampit adalah suatu kegiatan yang
berkesinambungan karena masyarakat perlu diberdayakan agar mampu
bekerja memecahkan masalahnya secara kontinu. Tujuan
utamanyamembangun rasa percaya diri masyarakat,agar mereka mampu
menjadi orang-orang yang terberdaya dari sebelumnya.dan FK-4 disini juga
melakukan program-program yang sesuai dengan keinginan pengungsi yang
menjadi persetujuan dalam rapat atau musyawarah bersama dengan
semua angota dan masyarakat dengan visi misi yang telah ada. yaitu dengan:
 Memberdayakan pengungsi melalui program pendidikan multicultural
berbasis lintas budaya.
 Kampanye perdamaian melalui media dan beberapa program yang
menggunakan pijakan nilai-nilai perdamaian dann Hak Asasi Manusia
melalui kerja-kerja berbasis partisipasi masyarakat bawah yang merupakan
modal utama masyarakat untuk berswadaya.

2. Relevansi pemberdayaan masyarakat dengan program pemberdayaan


masyarakat Islam melalui FK-4,sangat relevan, untuk mewujudkan
manusia yang bertanggung jawab sebagai hamba Allah yang diaplikasikan
dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan dan berupaya untuk
meningkatkan dan membangun suatu potensi yang dimiliki masyarakat
melalui pemberdayaan yang lebih baik yaitu orang-orang yang mempunyai
ilmu keagamaan yang tinggi dan keahlian yang profesiona

DAFTAR PUSTAKA

Institut Studi Arus Informasi. Sisi Gelap Kalimantan Barat. Pontianak Juli 1998

Insitut Studi Arus Informasi. 1998.Konflik etnis di Kalimantan Barat

Nugroho Notosusanto, Norma-Norma dan Penulisan Sejarah. Jakarta:


Dephankam, 1971

I Gede Widjaya, Sejarah Lokal Suatu Persfektif dalam Pengajaran


Sejarah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 1989,

Anda mungkin juga menyukai