Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH DISINTEGRASI

KONFLIK SAMPIT TAHUN 2001

DISUSUN OLEH:

1. HIRA FAJAR – 221010506019

2. M. ANAS RAZA – 221010504772

3. AAS LESTARI – 221010504788

4. WAHYUDIN – 221010503225

5. ERIK SUHENDRA – 221010505912

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PAMULANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang

menghilangnya keutuhan atau persatuan serta

menyebabkan perpecahan. Disintegrasi berbentuk aksi

demonstrasi, pergolakan daerah bagi mereka yang

merasakan adanya diskriminasi, aksi kriminalitas yang tak

terkendali, perilaku remaja yang menyimpang, serta konflik

yang melibatkan isu suku, agama, ras dan antar golongan

(SARA). Permasalahan tersebut dapat menimbulkan

disintegrasi bangsa yang ditandai dengan hilangnya

nasionalisme pada jiwa masyarakat sehingga menyebabkan

kerusuhan dan disharmonisasi.

Konflik Sampit atau disebut juga Perang Sampit yang

mengakibatkan kerusuhan antar etnis yakni etnis Madura

dan etnis Dayak yang terjadi pada awal Februari tahun 2001

merupakan contoh disintegrasi nyata yang cukup

menggemparkan Indonesia. Konflik ini mengakibatkan lebih

dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura

kehilangan tempat tinggal di Kalimantan.

Dilansir dari id.wikipedia.org bahwa Konflik Sampit tahun

2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi

beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan


Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara Desember

1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban

tewas.

Penduduk Madura tiba di Kalimantan tahun 1930 di

bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh

pemerintah colonial Belanda dan dilanjutkan oleh

pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran

membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak

merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang

dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum

baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh

kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini

seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.

Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden

kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini

disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah

Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini

disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok

anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di

permukiman Madura. Profesor Usop dari Asosiasi

Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh

suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah

beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga


dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh

oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di

desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000. Versi lain

mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan

antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama.

2. Rumusan Masalah

Masalah pokok yang akan dikaji dalam makalah ini adalah:

a. Apa latar belakang Perang Sampit – konflik antar Etnis

Dayak dan Etnis Madura?

b. Apa saja fakta mengenai Konflik Sampit?

c. Bagaimana pandangan para ahli terkait peristiwa Konflik

Sampit?

d. Apa dampak Konflik Sampit bagi masyarakat?

e. Bagaimana tindakan pemerintah terhadap Konflik

Sampit yang terjadi pada awal Februari tahun 2001 dan

cara mengatasi agar tak terjadi perang yang serupa?


B. PEMBAHASAN

1. Landasan Teori dan Dasar Hukum

Konflik sosial antara orang Madura dengan orang Dayak

dimulai sejak sebelum era kemerdekaan. Konflik antara

orang Madura dan orang Dayak di Provinsi Kalimantan pada

awalnya berupa perbedaan perilaku dan nilai-nilai sosial,

perbedaan tersebut menimbulkan gesekan social yang

berujung terjadinya kerusuhan. Sejak kedatangannya sekitar

tahun 1950-an, orang-orang Madura telah menempatkan

kelompok etnisnya sebagai “wadah” sosial yang kemudian

membentuk suatu identitas kultural. Sejak akhir tahun 1950,

orang-orang Madura dan orang-orang Dayak sudah saling

berinteraksi satu sama lain. Interaksi tersebut kemudian

melahirkan citra tertentu, antara suku Dayak dan Madura.

Perilaku kultural Madura dari waktu ke waktu membentuk

dan mengubah citra Madura sebagai pendatang di “mata”

orang Dayak. Citra tentang orang Dayak dimata orang

Madura, atau sebaliknya turut mempengaruhi sikap dan

tindakan yang diambil dalam hubungan kedua suku

tersebut. Konflik Dayak-Madura pasca kemerdekaan

Republik Indonesia pecah untuk pertama kali pada tahun

1950.
Namun, teori konflik sebenarnya sama saja dengan suatu

sikap kritis terhadap Marxisme ortodox. Seperti Ralf

Dahrendorf, yang membicarakan tentang konflik antara

kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated

association), dan bukan analisis perjuangan kelas, lalu

tentang elit dominan, daripada pengaturan kelas, dan

manajemen pekerja, daripada modal dan buruh. Menurut

teori konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa perubahan

struktural itu dapat digolongkan berdasarkan tingkat

ekstremitasnya dan berdasarkan tingkat mendadak atau

tidaknya. Dalam hal ini Ralf Dahrendorf mengakui bahwa

teorinya yang menekankan pada konflik dan perubahan

sosial merupakan perspektif kenyataan sosial yang berat

sebelah. Hal tersebut karena meskipun teori fungsionalisme

struktural dan teori konflik dianggap oleh Ralf Dahrendorf

sebagai perspektif valid dalam menghampiri kenyataan

sosial, akan tetapi hanya mencakup sebagian saja dari

kenyataan sosial yang seharusnya. Kedua teori tersebut

tidak lengkap apabila digunakan secara terpisah, dan oleh

karena itu harus digunakan secara bersama-sama, agar

dapat memperoleh gambaran kenyataan sosial yang

lengkap. Pemikiran tentang otoritas dan konflik. Teori konflik

Ralf Dahrendorf tidak bermaksud untuk mengganti teori


konsensus. Dasar teori konflik Dahrendorf adalah penolakan

dan penerimaan sebagian serta perumusan kembali teori

Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis adalah

pemilik dan pengelola sistem kapitalis, sedangkan para

pekerja tergantung pada sistem tersebut. Pendapat yang

demikian mengalami perubahan karena pada abad ke-20

telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian

sarana-sarana produksi. Kecuali itu, pada akhir abad ke-19

telah menunjukkan adanya suatu pertanda bahwa para

pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama

dan bersifat tunggal karena pada masa itu telah lahir para

pekerja dengan status yang jelas dan berbeda-beda, dalam

arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok

kerja tingkat bawah. Hal yang demikian merupakan sesuatu

yang berada di luar pemikiran Karl Marx.

2. Uraian Fakta Tentang Konflik Sampit

a. Konflik antara Etnis Dayak dan Etnis Madura sebelumnya

pernah terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997

yang disebut dengan Samalantan.

b. Konflik Sampit terjadi pada bulan Februari 2001 di kota

Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas hingga ke kota

Sambas, Palangkaraya hingga Pontianak.


c. Konflik yang dilatarbelakangi perseteruan antar Etnis

Dayang dengan Madura, yang notabene merupakan

warga pendatang di Kalimantan.

d. Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian,

dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan

tempat tinggal di Kalimantan.

e. Tercatat sebanyak 33 ribu orang terdata sebagai


pengungsi dari daerah yang tengah berkonflik.

3. Uraian Dampak Bagi Masyarakat

a. Dampak Negatif Konflik Sampit Bagi Etnis yang

Bersangkutan:

1) Dampak negative antara kedua suku yang bertikai

tentu membuat hubungan yang pada awalnya baik-

baik saja akan menjadi tidak baik.

2) Menelan banyak korban dan hilangnya harta benda,

dikarenakan adanya penjarahan,pencurian dll

3) Trauma bagi kedua belah pihak yakni masyarakat

Madura dan Dayak.

b. Dampak Negatif Konflik Sampit Bagi Masyarakat

Indonesia:

1) Terjadinya Konflik Sampit menciptakan banyak isu

yang beredar di masyarakat sehingga tidak sedikit


masyarakat yang memandang kedua Etnis tersebut

dengan pandangan negative. Terlebih adanya tradisi

Ngayau (tradisi pemburuan kepala) oleh orang-orang

dari Etnis Dayak yang membuat ngeri.

c. Dampak Positif Konflik Sampit Bagi Etnis yang

Bersangkutan:

1) Membangun kesatuan antar kelompok sehingga lebih

solid lagi

2) Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri, dengan

adanya konflik yang terjadi . Mungkin akan membuat

kesempatan bagi salah satu ataupun kedua

kelompok untuk saling merenungi kembali kenapa

bisa terjadi konflik

3) Memungkinkan ada penyesuaian kembali norma-

norma,nilai-nilai dan hubungan sosial untuk

kebutuhan dalam bermasyarakat

d. Dampak Positif Konflik Sampit Bagi Masyarakat

Indonesia:

1) Bisa sebagai pembelajaran untuk semua kehidupan

dalam bermasyarakat ataupun semua etnis untuk

bisa menghormati sekaligus menghargai satu sama

lainnya
4. Pandangan Ahli Terkait Konflik Sampit

a) TITO EDY PRIANDONO

Konflik yang diharapkan tidak lagi terjadi, justru

kembali terulang pada tahun 2001 di Sampit,

Kalimantan Tengah. Konflik tersebut berdampak

sangat merusak baik dari segi jumlah korban jiwa,

material, dan sistem sosial masyarakat yang sudah

terbentuk

b) Ting-Toomey dalam buku Priandono yang

berjudul Komunikasi Keberagaman (2016: 213)

konflik merupakan sebuah fenomena yang akan

selalu terjadi dalam setiap hubungan sosial manusia.

Konflik melibatkan persepsi budaya yang dapat dilihat

melalui sikap entosentrisme dan stereotip budaya.

Konflik Suku Dayak dan Madura pada tahun 2001,

meninggalkan trauma yang cukup besar. Hingga saat

ini terdapat stereotip bahwa Suku Dayak merupakan

suku yang mistis, kejam, dan masih menggunakan

ilmu hitam
5. Cara Mengatasi Agar Tidak Terjadi Konflik Serupa

a,Dalam konflik antara etnis dayak dan etnis madura

peranan pemerintahan ialah :

1) Mengadakan musyawarah

Pemerintah dalam hal ini mengadakan musyawarah dgn

beberapa tokoh dari etnis Dayak dan etnis madura agar

konflik ini tidak terjadi meluas dan memakan banyak

korban . akan tetapi masih saja memakan korban dari

dua kelompok etnis tersebut .

2) Membuat perjanjian

setelah terjadi konflik yang berkelanjutan,pemerintah

bersama tokoh tokoh agama Madura dan tokoh tokoh

adat masyarakat Dayak mempunyai ide untuk membuat

perjanjian . banyak kesepakatan yang disepakati waktu

diadakan perjanjian tapi karena terlalu banyak, maka

hanya sedikit yang dipatuhi oleh kedua belah pihak.

Walau sudah dibuat beberapa perjanjian tetap saja tidak

bisa membuat keadaan menjadi aman seutuhnya, tetap

saja masih terjadi konflik

3) Membuat tugu perdamaian

Pemerintah mengambil lagi kebijakan setelah melalui

beberapa kebijakan yang ada diatas yang menurutnya


lebih efektif dalam penyelesaian konflik yang sudah

menjadi permasalahan besar bagi kedua etnis tersebut,

agar tidak terulang lagi terjadinya konflik maka didirikan

tugu perdamaian dan disetujui oleh semua pihak maka

didirikanlah tugu perdamaian tersebut dengan tujuan

tidak ada lagi dendam antara pendatang dengan

penduduk pribumi lebih khusus lagi antara orang Dayak

dengan orang Madura .

b. antisipasi pemerintah agar tidak terulang lagi kejadian

serupa ialah :

1) Memberikan edukasi sejak dini untuk pentingnya

toleransi terhadap sesama warga negara Indonesia yang

mempunyai keberaneka ragaman suka,budaya dan

agama

C. ANALISA/PANDANGAN PENULIS

Menurut pandangan dari kelompok kami awal terjadinya konflik

antara suku Dayak dan suku Madura ialah tidak dibatasi

program transmigrasi dari pemerintah ke suku Madura untuk

bertempat tinggal di kepulauan kalimantan dan kebanyakan

para pejabat setempat dikuasai oleh suku Madura yang

mengakibatkan ketimpangan untuk memberikan hukuman


kepada orang-orang Madura yang bersalah, sehingga tidak di

tindak lanjuti untuk proses hukumnya sedangkan jika orang-

orang suku dayak yang bermasalah langsung diproses

hukumnya , dari situlah ada kesenjangan sosial,hukum yang

tidak adil bagi masyarakat suku Dayak . sedangkan kebanyakan

juga orang-orang dari suku madura tidak melaksanakan

paribahsa “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” yaitu

tidak menghormati dan bertindak semena-mena terhadap orang

etnis Dayak yang membuat konflik tersebut terjadi .

D. KESIMPULAN

1) Pemerintah Indonesia pada waktu itu seharusnya

membuat aturan untuk meminalisir arus transmigrasi

agar tidak berlebihan dalam populasi yang ada pada saat

itu

2) Seharusnya untuk populasi orang-orang instansi di

pemerintah daerah tidak dikuasai oleh salah satu etnis

saja agar tidak ada kesenjangan social

3) pemerintah Indonesia seharusnya dapat lebih responsif

memberikan bantuan kpd pemerintah daerah saat konflik

etnis terjadi tidak perlu menunggu konflik meluas Hingga

kemudian menurunkan pasukan tambahan

4) aparat keamanan perlu melakukan tugasnya secara lebih

aktif lagi,bukan sekedar pemberlakuan jam malam,saat


konflik etnis terjadi,terutama jika melibatkan tindak

kekerasan,aparat keamanan seharusnya bisa dapat

melakukan razia benda tajam atau senjata api terhadap

para pihak yg terlibat konflik

5) pemerintah tidak seharusnya melupakan nasib

pengungsi, bantuan kemanusiaan saja tidaklah

cukup,para pengungsi juga membutuhkan trauma

healing untuk membantu mereka menjalankan kehidupan

pasca konflik

Anda mungkin juga menyukai