Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEJAHATAN GENOSIDA DI INDONESIA :

KONFLIK SAMPIT
WAWASAN KEBANGSAAN
KELAS 36

Disusun oleh :
Kelompok 5
 Inna Febbiyanti Halatu 06111740000032
 Edna Rochmad H 03111740000052
 Luthfi Herwicaksono 03111740000110
 Naurah Laili F 09111740000034
 Bella Septhalya 09111740000078

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


SURABAYA
2017
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas kehadirat-Nya serta
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah wawasan bangsa tentang
“Kejahatan Genosida di Indonesia: Konflik Sampit”. Dan tak lupa kami
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari ihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbanan baik materi maupun pikirannya.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat untuk memberikan


edukasi agar tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (genosida) dikalagan
masyarakat. Tak hanya itu kami memohon maaf karena dalam pembuatan makalah
ini tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk memperbaiki makalah kami dimasa yang akan datang.

Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf bila ada kesalahan kata.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat baik untuk pembaca atau penyusun
budiman.

Surabaya, 27 Oktober 2017

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

I. Pendahuluan

I.I Latar Belakang…………………………………………………1

I.II Rumusan Masalah……………………………………………...2

I.III Tujuan………………………………………………………….2

II. Pembahasan

II.I Latar Belakang Terjadinya Konflik Sampit……………… …..……..

II.II Kronologis Konflik Sampit……………………………………

II.III Penyelesaian Konflik Sampit………………………………………..

II.IV Pelanggaran Undang – Undang………………….…………………..

III. Kesimpulan
IV. Daftar Pustaka
I. Pendahuluan

I.I Latar Belakang

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara


sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih
(bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam


suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi
yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam UU No 26 Tahun 2000 adalah


setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:
1. Membunuh anggota kelompok;
2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok;
3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok; atau
5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
I.II Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang terjadinya Konflik Sampit?
2. Bagaimana kronologis terjadinya Konflik Sampit?
3. Bagaimana cara penyelesaian Konflik Sampit?
4. Apa saja undang-undang yang dilanggar dengan adanya Konflik Sampit?

I.III Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk dapat memahami bagaimana
kejahatan genosida yang terjadi di Indonesia, yaitu Konflik Sampit. Bertujuan untuk
mempelajari bagaimana terjadinya Konflik Sampit tersebut, apa akibat yang
ditimbulkan dari perang tersebut, kronologis perang, serta cara penyelesaian dari
Konflik Sampit dan UU apa yang telah dilanggar.
II. Pembahasan

II.I Latar Belakang Terjadinya Konflik Sampit

Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi
beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir
terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban
tewas. Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program
transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan
oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi
Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus
datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah
memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri
komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.

Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi
mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak.
Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan
kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di
permukiman Madura.

Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh


suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka
diserang. Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh
oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17
Desember 2000.
Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara murid dari
berbagai ras di sekolah yang sama.

II.II Kronologis Terjadinya Konflik Sampit

Tanggal 18 Februari 2001 

1. Terjadinya perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di


Jalan Padat Karya, yang mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia dan 1
(satu) orang luka berat semuanya dari Suku Madura pada pukul 01.00.
2. Terjadi pembakaran rumah Suku Dayak sebanyak 2 (dua) buah rumah yang
dilakukan oleh Suku Madura dan 1 (satu) buah rumah Suku Dayak dirusak
dan dijarah oleh Suku madura. Kejadian ini mengakibatkan 3 (tiga) orang
meninggal semuanya dari Suku Dayak pada pukul 08.00
3. Pengiriman Pasukan Brimob Polda dari Kalimantan Selatan sebanyak 103
personil dengan kendali BKO Polda Kaliteng untuk pengamanan di Sampit
dan tiba Pkl. 12.00 WIB
4. Sebanyak 38 (tiga puluh delapan) orang tersangka dari kelompok Suku Dayak
atas kejadian tersebut di atas diamankan ke MAPOLDA Kalteng di Palangka
Raya dan menyita beberapa macam senjata tajam sebanyak 62 buah.
5. Ditemukan 1 (satu) orang mayat dari kelompok Suku Dayak di Jalan Karya
Baru, Sampit.

Tanggal 19 Februari 2001 

1. Terjadi pembakaran 1 (satu) buah mobil Kijang milik Suku Madura di Jalan
Suwikto, Sampit pukul 02.00
2. Ditemukan mayat sebanyak 4 (empat) orang dan 1 (satu) orang luka bakar
semuanya dari Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit pukul 16.00.
3. Penangkapan 6 (enam) orang Suku Dayak tersangka berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap tersangka yang telah ditahan sebelumnya, dan
diamankan di Polres Kotim.
4. Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM 102/PP bersama pasukan
dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju Sampit dan tiba Pkl. 03.00
WIB.
5. Pada tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh
Suku Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom molotov.

Tanggal 20 Februari 2001

1. Pkl. 08.30 WIB diadakan pertemuan antara DANREM 102/PP, KAPOLDA


dan Wakil Gubernur dan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur dengan
tokoh masyarakat di Sampit ( Tokoh Dayak, Madura dan Tokoh Masyarakat
Sampit) untuk mengupayakan penghentian pertikaian dan dilanjutkan dengan
pemantauan ke lokasi pertikaian dengan mengadakan dialog dengan warga
yang bertikai.
2. Warga yang ketakutan karena kerusuhan dan sweeping disertai pembakaran
rumah yang dilakukan oleh Suku Madura terhadap Suku Dayak mengungsi ke
Gedung Balai Budaya Sampit, Gedung DPRD Kotawaringin Timur dan
Rumah Jabatan Bupati Kotawaringin Timur sebanyak 702 KK (2.850 orang)
bukan Suku Madura dan sebagian warga non Madura mengungsi ke Palangka
Raya.

Hari-hari berikutnya gelombang serangan Suku Dayak terus berdatangan.


Bahkan, sebelum menyerang, seorang tokoh atau panglima Dayak lebih dulu
membekali ilmu kebal kepada pasukannya.  Karena itu, saat melakukan serangan,
biasanya mereka berada dalam alam bawah sadar. Uniknya, mereka juga dibekali
indera penciuman tajam untuk membedakan orang Madura dan non-Madura. Saat
ada evakuasi, di tengah jalan seorang warga Madura disusupkan. Dia dikelilingi
warga non Madura. Sebelum masuk ke loksi penampungan, mereka kena
sweeping Dayak. Meski orang itu ada di tengah pengungsi, masih juga tercium
dan disuruh turun. Tanpa ampun, laki-laki tadi dibantai. Agar serangan ke
perkampungan Madura terkendali, para komando warga Dayak menggunakan
Hotel Rama sebagai pusat komando penyerangan. Bahkan, di hotel itulah pasukan
diberi ramuan ilmu kekebalan oleh para panglima.  Saat digerebek, aparat
menemukan beberapa kepala manusia. Tapi, para pelakunya sempat meloloskan
diri. Pasukan Dayak lalu melebarkan serangan ke berbagai kota Kecamatan
Kotawaringin Timur. Sasaran pertama, Samuda, ibu kota Kecamatann Mentaya
Hilir Selatan, dan Parebok yang banyak dihuni warga Madura. Samuda dan
Parebok jadi sasaran setelah Sampit karena banyak tokoh Madura tinggal di
daerah itu. Di Parebok juga ada Ponpes Libasu Taqwa. Ponpes yang diasuh Haji
Mat Lurah ini juga dijadikan tempat berlindung banyak warga Madura. Warga
Madura di kecamatan lain pun tidak lepas dari buruan. Misalnya, Kuala Kuayan.
Ratusan korban jatuh dengan kepala terpenggal. Kini, warga Dayak praktis
menguasai hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Kecuali Pangkalan Bun.
Kota ini aman karena hampir tak ada warga Madura yang tingga di semua kota
kecamatan.  Penghuninya, saat itu, banyak yang lari menyelamatkan diri ke hutan,
baik Palangkaraya, Sampit, maupun Samuda. Tragedi tersebut merenggut lebih
dari 500 jiwa. 500 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak selama
konflik ini. Suku Dayak memiliki sejarah praktik ritual pemburuan kepala (Ngayau),
meski praktik ini dianggap musnah pada awal abad ke-20.
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit

http://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-nomor-26-tahun-2000-tentang-pengadilan-
hak-asasi-manusia/

http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/05/perang-sampit_2.html

Anda mungkin juga menyukai