Anda di halaman 1dari 10

1.

Konflik Sosial Kasus Tegal Dan Cilacap

Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka


(manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat.
Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik
secara dini, sehingga tidak berkembang meluas. Namun ada pula faktor-
faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi
berkobar sedemikian besar, sehingga memporak-porandakan rumah,
harta benda lain dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut
secara keseluruhan.
Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat
rentan terhadap berbagai gejolak ini,sedikit pemicu saja sudah cukup
menyebabkan berbagai konflik sosial. Konflik antar desa diTegal (Senin, 10 Juli
2000) dan konflik antar kampung di Cilacap (Kamis, 6 Juli 2000) hanyalah
merupakan contoh betapa hal-hal yang bersifat sangat sederhana
ternyata dapat menjadi penyulut timbulnya amuk dan kerusuhan massa
yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai, melainkan juga
seluruh desa.
Desa-desa dan kampung-kampung di JawaTengah yang sudah sejak
puluhan dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar
tetangga dan antar desa tersebut dapat berubah total menjadi saling
serang dan saling menghancurkan rumah warga desa lain yang dianggap
musuhnya. Pemerintah sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban
dalam masyarakat sangat berperan penting dalam menciptakan suasana
harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat.
Namun,bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-
perangkat hukumnya tidakberjalan, maka pengendalian sosial dalam

1
bentuk lain akan muncul dalam masyarakat.Sebagaimana berbagai
kerusuhan massal yang pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu
tersebut bukanlah penyebab utama. Ini hanyalah casus belli yang memunculkan
konflik terpendam yang berakumulasi secara bertahap. Penyebab utamanya
mungkin baru dapatdiketahui setelah suatu kajian yang seksama dilakukan dalam
kurun waktu tertentu.
Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang
ditulis dalam laporan ini,mungkin saja mengalami perubahan dengan
berlangsungnya waktu, yaitu dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal
(indigenious factors). Meskipun demikian, laporan initetap di dasarkan atas
data sekunder terbatas dengan pendekatan yang kritis.
Tujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi
konflik, mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya
konflik yang dampaknya sangat merugikan,serta sebagai basis pembuatan
peta daerah rawan konflik . Metode Pendekatan Data yang digunakan sebagai
dasar analisis adalah menggunakan data sekunder dan berbagai berita
dari berbagai sumber media massa. Meskipun demikian, diupayakan dengan
mencermati faktor-faktor setempat yang lebih dominan sebagai penyebab utama
(prima causa).

2. Konflik anak-anak yang putus sekolah dikarenakan membantu


orang tuanya

Banyak anak usia wajib belajar yang putus sekolah karena harus
bekerja. Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah karena anak usia
wajib belajar mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP tanpa hambatan,
termasuk persoalan biaya. Berdasarkan data survei anak usia 10-17

2
tahun yang bekerja, seperti dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik pada
2006, tercatat sebanyak 2,8 juta anak telah menjadi pekerja. Dari hasil
studi tentang pekerja anak, ditemukan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun
terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap
kesehatan fisik, mental-emosional, dan seksual.
Awalnya membantu orangtua, tetapi kemudian terjebak menjadi
pekerja permanen. Mereka sering bolos sekolah dan akhirnya putus
sekolah.
Bagi anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja
belum cukup. Pemerintah dan sekolah juga mesti memikirkan pemberian
beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis, serta biaya
transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib belajar
tidak terbebani dengan biaya pendidikan.
3. Konflik Indonesia VS Malaysia

Terdengar suatu yang biasa namun sebagai warga Negara Kesatuan


Republik Indonesia pasti dapat merasakan suatu pemicu perang dingin
yang dibuat oleh Indonesia, semua berasal dari Malaysia. Mulai dari
perebutan ambalat, malaysia meng-klaim kesenian reog ponorogo
sebagai kesenian asli malaysia, malaysia memasukkan tari pendet dalam
iklan pariwisatanya, penganiayaan dan pembunuhan TKI, kasus
manohara, dan pencurian sumber daya alam baik itu pulau maupun
lautan merupakan penyebab konflik kedua negara ini. Penghadangan
dinas kelautan yang baru kali ini terjadipun telah membuat panas
hubungan kedua negara, ditambah lagi pelemparan kotoran manusia ke
gedung Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia.

3
4. Konflik 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo
karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.

Pada tanggal 10 Oktober 1996, terjadi kerusuhan anti-Kristen dan anti-


orang keturunan Tionghoa di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Peristiwa
itu mulai karena massa tidak puas dengan hukuman penjara lima tahun
untuk terdakwa Saleh, (yang beragama Islam) yaitu tuntutan maksimal
yang dapat dijatuhkan atas kasus penghinaan terhadap agama Islam.
Oleh karena ketidakpuasan itu serta kesalahpahamannya bahwa Saleh
disembunyikan di dalam gereja, massa mulai merusak dan membakar
gereja-gereja di Kabupaten Situbondo. Pada akhirnya, 24 gereja di lima
kecamatan dibakar atau dirusak, serta beberapa sekolah Kristen dan
Katolik, satu panti asuhan Kristen, dan toko-toko yang milik orang
keturunan Tionghoa. Dalam kerusuhan itu telah tewas terpanggang api 5
orang keluarga pendeta Ischak Christian di dalam komplek Gereja
Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang terletak di Jl. Basuki Rachmat
Situbondo. Dipikir bahwa peristiwa itu direkayasa untuk mendiskreditkan
Nahdlatul Ulama dan pemimpinnya pada saat itu, Abdurrahman Wahid.[1]

5. Konflik Bentrok

Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar


(SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman

4
akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang
mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi
tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator
yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan
bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya
pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara
anarkis.

6. Konflik Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok


Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.

Semarang:Sekretaris Muhammadiyah Jawa Tengah, Tafsir, menilai


kekerasan warga Sukorejo Kabupaten Kendal terhadap aktivis Fron
Pembela Islam (FPI), Kamis, 18 Juli 2013 merupakan konsekuensi atas
arogansi organisasi itu sendiri. Menurut Tafsir, sikap FPI yang arogan
dalam menyampaikan ajaran agama menuai kontra yang tak kalah
radikal.
"Saya minta semua menahan diri,” kata Tafsir saat dimintai komentar,
pada Jum'at 19 Juli “Kalau FPI semakin arogan dan tak menahan diri,
justru masyarakat semakin berani."
Ia mengkhawatirkan konflik FPI dengan warga Sukerejo, Kabupaten
Kendal meluas dan menjadi kekerasan horizontal. Alasannya masyarakat
lain yang banyak menjadi korban arogansi FPI melawan.
Tafsir menilai penyampaian amar makruf nahi mungkar oleh FPI dengan
cara sweeping merupakan bentuk arogansi. Hal itu sering menyinggung
orang lain. "Seharusnya kan dengan cara hikmah atau bijak," katanya.

5
Muhammadiyah Jawa Tengah menyayangkan insiden kekerasan yang
menimbulkan korban orang lain. Tafsir meminta kedua kelompok
menahan diri dan menyerahkan semua ke aparat penegak hukum.

7. KONFLIK POSO

Ada fakta sejarah yg sangat menarik bahwa gerakan kerusuhan yg


dimotori oleh umat Kristen di mulai pada awal Nopember 1998 di
Ketapang Jakarta Pusat dan pertengahan Nopember 1998 di Kupang Nusa
Tenggara Timur kemudian disusul dgn peristiwa penyerengan umat
Kristen terhadap umat Islam di Wailete Ambon pada tanggal 13
Desember 1998. Dan 2500 massa Kristen di bawah pimpinan Herman
Parino dgn bersenjata tajam dan panah meneror umat Islam di Kota Poso
Sulawesi Tengah pada tanggal 28 Desember 1998. Apakah peristiwa ini
realisasi dari pidato Jendral Leonardo Benny Murdani di Singapura dan
ceramah Mayjend. Theo Syafei di Kupang Nusa Tenggara Timur?
Tetapi yg jelas Presiden B.J. Habibie yg menurut L.B. Murdani lbh
berbahaya dari gabungan Khomaeni Saddam Husein dan Khadafi baru
berkuasa 6 bulan saja sehingga perlu digoyang dan kalau perlu
dijatuhkan. Apabila fakta-fakta ini dikembangkan dgn lepasnya Timor-
Timur dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia Gerakan Papua Merdeka dan Gerakan
Aceh Merdeka serta tulisan Huntington 1992 setelah Uni Sovyet yg
menyatakan bahwa musuh yg paling berbahaya bagi Barat sekarang
adalah umat Islam; dan tulisan Jhon Naisbit dalam bukunya Megatrend yg

6
menyatakan bahwa Indonesia akan terpecah belah menjadi 28 negara
kecil-kecil; maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa kerusuhan-
kerusuhan tersebut adalah suatu rekayasa Barat-Kristen utk
menghancurkan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas mutlak negeri
ini. Kehancuran umat Islam Indonesia berarti kehancuran bangsa
Indonesia dan kehancuran bangsa Indonesia berarti
kehancuran/kemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Oleh
karena itu penyelesaian kerusuhan/konflik Indonesia khususnya Poso
tidak sesederhana sebagaimana yg ditempuh oleh Pemerintah RI selama
ini sehingga tiga tahun konflik itu berlangsung tidak menunjukkan tanda-
tanda selesai malah memendam “bara api dalam sekam”. Hal ini bukan
saja ada strategi global di mana kekuatan asing turut bermain tetapi ada
juga ikatan agama yg sangat emosional turut berperan. Sebab agama
menurut Prof. Tilich “Problem of ultimate Concern” sehingga tiap orang
pasti terlibat di mana obyektifitas dan kejujuran sulit dapat diharapkan.
Karenanya penyelesaian konflik Poso dgn dialog dan rekonsiliasi bukan
saja tidak menyelesaikan konflik tersebut sebagaimana pernah ditempuh
tetapi malah memberi peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru
utk konsolidasi kemudian meledak kembali konflik tersebut dalam skala
yg lebih luas dan sadis. Konflik yg dilandasi kepentingan agama ditambah
racun dari luar apabila diselesaikan melalui rekonsiliasi seperti kata
pribahasa bagaikan membiarkan “bara dalam sekam” yg secara diam-
diam tetapi pasti membakar sekam tersebut habis musnah menjadi abu.
Pada tanggal 20 Agustus 2001 umat Islam yg sedang memetik
cengkeh di kebunnya di desa Lemoro Kecamatan Tojo Kabupaten Poso
diserang oleh 50-60 orang umat Kristen yg berpakaian hitam-hitam
membunuh dua orang Muslim dan mengobrak-abrik rumah-rumah orang
Islam. Pengungsi Laporan US Comitte of Refugees tentang Indonesia yg
diterbitkan Januari 2001 menyebutkan dalam kerusuhan/konflik Poso yg
terjadi selama tiga tahun belakangan ini pihak Muslim telah menderita
secara tidak seimbang. Dalam laporan itu disebutkan jumlah pengungsi

7
akibat konflik Poso kini sebanyak hampir 80.000 orang dan diperkirakan
60.000 orang adl Muslim.
8. Konflik tawuran antar pelajar

Konflik ini terjadi karena :


1. Dendam karena kekalahan dengan sekolah lain
Biasanya ini terjadi ketika adanya per tandingan bola antar sekolah.
Dimana tim sekolah yang satu kalah dengan sekolah yang lain. Hal ini
menyebabkan adanya r asa kecewa dan celakanya mereka ini biasanya
melampiaskan rasa kekecewaan nya dengan mengajak berkelahi tim sekolah
lain tersebut. Hal ini tentunya merupakan bentuk ketidak spor tifan pelajar
dalam mengalami kekalahan.
2. Dendam akibat pemalakan dan perampasan
Apabila seorang siswa dari suatu sekolah menengah atas dipalak
atau dirampas uang dan hartanya, dia akan melapor kepada pentolan di
sekolahnya. Kemudian pentolan itu akan mengumpulkan siswa untuk
menghampiri siswa dari sekolah musuh ditempat dimana biasanya mer
eka menunggu bis atau kendar aan pulang. Apabila jumlah siswa dari
sekolah musuh hanya sedikit, mereka akan balik memalak atau
merampas siswa sekolah musuh tersebut. Tetapi jika jumlah siswa
sekolah musuh tersebut seimbang atau lebih banyak, mereka akan
melakukan kontak fisik.
3. Dendam akibat rasa iri akibat tidak dapat menjadi siswa di SMA yang
diinginkan.
Ketika seorang siswa mendaftar masuk ke SMA negeri, tetapi ia
malah tidak diterima di sekolah tersebut. Dia akan masuk ke SMA lain

8
bahkan ia bisa bersekolah di SMA swasta yang kualitasnya lebih rendah.
Disebabkan oleh dendam pada sekolah yang dulu tidak menerimanya
sebagai siswa, dia berusaha untuk membuat siswa yang bersekolah di
sekolah tersebut merasa tidak nyaman. Dia akan memprofokasikan dan
mencari-cari kesalahan sekolah tersebut agar akhirnya terjadi kontak
fisik.

9. Konflik Politik Pilkada dan Liberalisasi Politik

Salah satu implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 tahun


2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah dilaksanakannya pemilihan
kepala daerah secara langsung. Konsep otonomi daerah yang dianut oleh
Indonesia telah memberikan kemungkinan bagi setiap daerah untuk
melaksanakan pemilihan kepala daerah dan menentukan
pemerintahannya masing-masing.
Di satu sisi ruang pilkada ini merupakan liberalisasi politik yang bertujuan
agar efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar
susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global
dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara. Namun di sisi lain, pilkada ini justru menimbulkan polemik dan
konflik yang cukup rumit penyelesaiannya.

9
Terjadinya konflik dan polemik ini dinilai diakibatkan oleh
ketidaksiapan masyarakat Indonesia menghadapi liberalisasi politik
mengingat watak masyarakat yang pada umumnya masih bersifat
primordial dan feodalistis. Ditambah lagi tidak jelasnya peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dari pilkada ini sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum. Telah banyak konflik yang telah
terjadi di negeri ini, sebut saja konflik Pilkada Sulsel dan Maluku.
Merupakan suatu kepastian bahwa dalam setiap pertarungan politik,
khususnya di pilkada, akan banyak kepentingan yang bermain di
dalamnya. Mulai dari kepentingan borjuasi internasional, kepentingan
borjuasi nasional, hingga kepentingan rakyat (pekerja) tentunya.
Sehingga konfilk bukan hal yang tabu lagi untuk dijumpai. Di tulisan ini
tidak akan dibahas mengenai persolan apa, siapa dan bagaimana para
kepentingan mengintervensi politik di pilkada sehingga menimbulkan
konflik. Tapi akan dibahas tentang bagaimana mengolah isu konflik untuk
menjadi suatu pembelajaran politik bagi rakyat untuk mengahadapi
pertarungan bebas di kancah pertarungan pilkada (liberalisasi politik).

10

Anda mungkin juga menyukai