1
bentuk lain akan muncul dalam masyarakat.Sebagaimana berbagai
kerusuhan massal yang pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu
tersebut bukanlah penyebab utama. Ini hanyalah casus belli yang memunculkan
konflik terpendam yang berakumulasi secara bertahap. Penyebab utamanya
mungkin baru dapatdiketahui setelah suatu kajian yang seksama dilakukan dalam
kurun waktu tertentu.
Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang
ditulis dalam laporan ini,mungkin saja mengalami perubahan dengan
berlangsungnya waktu, yaitu dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal
(indigenious factors). Meskipun demikian, laporan initetap di dasarkan atas
data sekunder terbatas dengan pendekatan yang kritis.
Tujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi
konflik, mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya
konflik yang dampaknya sangat merugikan,serta sebagai basis pembuatan
peta daerah rawan konflik . Metode Pendekatan Data yang digunakan sebagai
dasar analisis adalah menggunakan data sekunder dan berbagai berita
dari berbagai sumber media massa. Meskipun demikian, diupayakan dengan
mencermati faktor-faktor setempat yang lebih dominan sebagai penyebab utama
(prima causa).
Banyak anak usia wajib belajar yang putus sekolah karena harus
bekerja. Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah karena anak usia
wajib belajar mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP tanpa hambatan,
termasuk persoalan biaya. Berdasarkan data survei anak usia 10-17
2
tahun yang bekerja, seperti dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik pada
2006, tercatat sebanyak 2,8 juta anak telah menjadi pekerja. Dari hasil
studi tentang pekerja anak, ditemukan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun
terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap
kesehatan fisik, mental-emosional, dan seksual.
Awalnya membantu orangtua, tetapi kemudian terjebak menjadi
pekerja permanen. Mereka sering bolos sekolah dan akhirnya putus
sekolah.
Bagi anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja
belum cukup. Pemerintah dan sekolah juga mesti memikirkan pemberian
beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis, serta biaya
transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib belajar
tidak terbebani dengan biaya pendidikan.
3. Konflik Indonesia VS Malaysia
3
4. Konflik 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo
karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
5. Konflik Bentrok
4
akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang
mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi
tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator
yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan
bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya
pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara
anarkis.
5
Muhammadiyah Jawa Tengah menyayangkan insiden kekerasan yang
menimbulkan korban orang lain. Tafsir meminta kedua kelompok
menahan diri dan menyerahkan semua ke aparat penegak hukum.
7. KONFLIK POSO
6
menyatakan bahwa Indonesia akan terpecah belah menjadi 28 negara
kecil-kecil; maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa kerusuhan-
kerusuhan tersebut adalah suatu rekayasa Barat-Kristen utk
menghancurkan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas mutlak negeri
ini. Kehancuran umat Islam Indonesia berarti kehancuran bangsa
Indonesia dan kehancuran bangsa Indonesia berarti
kehancuran/kemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Oleh
karena itu penyelesaian kerusuhan/konflik Indonesia khususnya Poso
tidak sesederhana sebagaimana yg ditempuh oleh Pemerintah RI selama
ini sehingga tiga tahun konflik itu berlangsung tidak menunjukkan tanda-
tanda selesai malah memendam “bara api dalam sekam”. Hal ini bukan
saja ada strategi global di mana kekuatan asing turut bermain tetapi ada
juga ikatan agama yg sangat emosional turut berperan. Sebab agama
menurut Prof. Tilich “Problem of ultimate Concern” sehingga tiap orang
pasti terlibat di mana obyektifitas dan kejujuran sulit dapat diharapkan.
Karenanya penyelesaian konflik Poso dgn dialog dan rekonsiliasi bukan
saja tidak menyelesaikan konflik tersebut sebagaimana pernah ditempuh
tetapi malah memberi peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru
utk konsolidasi kemudian meledak kembali konflik tersebut dalam skala
yg lebih luas dan sadis. Konflik yg dilandasi kepentingan agama ditambah
racun dari luar apabila diselesaikan melalui rekonsiliasi seperti kata
pribahasa bagaikan membiarkan “bara dalam sekam” yg secara diam-
diam tetapi pasti membakar sekam tersebut habis musnah menjadi abu.
Pada tanggal 20 Agustus 2001 umat Islam yg sedang memetik
cengkeh di kebunnya di desa Lemoro Kecamatan Tojo Kabupaten Poso
diserang oleh 50-60 orang umat Kristen yg berpakaian hitam-hitam
membunuh dua orang Muslim dan mengobrak-abrik rumah-rumah orang
Islam. Pengungsi Laporan US Comitte of Refugees tentang Indonesia yg
diterbitkan Januari 2001 menyebutkan dalam kerusuhan/konflik Poso yg
terjadi selama tiga tahun belakangan ini pihak Muslim telah menderita
secara tidak seimbang. Dalam laporan itu disebutkan jumlah pengungsi
7
akibat konflik Poso kini sebanyak hampir 80.000 orang dan diperkirakan
60.000 orang adl Muslim.
8. Konflik tawuran antar pelajar
8
bahkan ia bisa bersekolah di SMA swasta yang kualitasnya lebih rendah.
Disebabkan oleh dendam pada sekolah yang dulu tidak menerimanya
sebagai siswa, dia berusaha untuk membuat siswa yang bersekolah di
sekolah tersebut merasa tidak nyaman. Dia akan memprofokasikan dan
mencari-cari kesalahan sekolah tersebut agar akhirnya terjadi kontak
fisik.
9
Terjadinya konflik dan polemik ini dinilai diakibatkan oleh
ketidaksiapan masyarakat Indonesia menghadapi liberalisasi politik
mengingat watak masyarakat yang pada umumnya masih bersifat
primordial dan feodalistis. Ditambah lagi tidak jelasnya peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dari pilkada ini sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum. Telah banyak konflik yang telah
terjadi di negeri ini, sebut saja konflik Pilkada Sulsel dan Maluku.
Merupakan suatu kepastian bahwa dalam setiap pertarungan politik,
khususnya di pilkada, akan banyak kepentingan yang bermain di
dalamnya. Mulai dari kepentingan borjuasi internasional, kepentingan
borjuasi nasional, hingga kepentingan rakyat (pekerja) tentunya.
Sehingga konfilk bukan hal yang tabu lagi untuk dijumpai. Di tulisan ini
tidak akan dibahas mengenai persolan apa, siapa dan bagaimana para
kepentingan mengintervensi politik di pilkada sehingga menimbulkan
konflik. Tapi akan dibahas tentang bagaimana mengolah isu konflik untuk
menjadi suatu pembelajaran politik bagi rakyat untuk mengahadapi
pertarungan bebas di kancah pertarungan pilkada (liberalisasi politik).
10