Anda di halaman 1dari 13

Nama kelompok :

1. Fransiska Imakulata (140511476)


2. Ronald Anthony(140511486)
3. Flavius Pangarego (140511620)
4. Fida Nur Udkila(140511789)
Konflik Poso
Konflik sosial yang terjadi di Poso adalah akibat dari keberagaman masyarakat Indonesia yang
saling berbenturan kepentingan antara individu satu dengan individu lainnya yang seharusnya
tidak perlu terjadi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa akar dari masalah yang bertumpu pada
masalah budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan agama. Argumen yang mengemuka
bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan
fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso pertama berawal dari :
a. Pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam
pada bulan ramadhan.
b. Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku-suku pendatang seperti Bugis, Jawa, dan
Gorontalo, serta Kaili pada kerusuhan ke III.
c. Pemaksaan agama Kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman kabupaten
terutama di daerah Tentena dusun III, Salena, Sangira, Toinase, Boe, dan Meko yang
memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan kristenisasi secara paksa yang
mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD Tentena.
d. Penyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol simbol perjuangan keagamaan
Kristiani pada kerusuhan ke III.
e. Pembakaran rumah-rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada
kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar rumah penduduk antara pihak Kristen dan Islam.
f. Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak,
pembakaran rumah penduduk asli Poso di Lombogia, Sayo, dan Kasintuvu.
g. Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku Flores, Toraja dan Manado.
h. Adanya pelatihan militer Kristen di desa Kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum
meledak kerusuhan III.

Sesungguhnya budaya yang beragam pada masyarakat Poso mempunyai fungsi untuk
mempertahankan kerukunan antara masyarakat asli Poso dan pendatang. Adanya Pembacokan
Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan
ramadhan merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai yang selama ini manjadi landasan
hidup bersama. Pada satu sisi muslim terusik ketentramannya dalam menjalankan ibadah di
bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan
terhadap pelaku pelanggaran nilai-nilai tersebut. Disisi lain bagi masyarakat Kristiani hal ini
menimbulkann masalah baru mengingat aksi masa tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan
pada perusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah menggangu
kehidmatan masyrakat Kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi operasi
tersebut di laksanakan setelah hari Natal.
Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di Poso adalah adanya
perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras. Tidak diterapkan hukum
secara adil maka ada kelompok yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya
keterpihakan, menginjak hak asasi manusia dan lain- lain.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa akar dari konflik sosial yang terjadi di Poso terletak pada
masalah politik. Bermula dari suksesi Bupati, jabatan Sekretaris wilayah daerah Kabupaten dan
terutama menyangkut soal keseimbangan jabatan-jabatan dalam pemerintahan.
Pendapat keempat mengatakan bahwa akar masalah dari kerusuhan Poso adalah justru terletak
karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan pendapatan antara panduduk asli Poso dan
kaum pendatang seperti Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili. Kecemburuan sosial penduduk asli
cukup beralasan dimana pendapatan mereka sebagai masyarakat asli malah tertinggal dari kaum
pendatang.
Kesenjangan sosial ekonomi diawali dengan masuknya pendatang ke Poso yang berasal dari
Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Para pendatang yang masuk
ke Poso umumnya beragama Protestan dan Muslim. Pendatang umumnya lebih kuat, muda dan
mempunyai daya juang untuk mampu bertahan di daerah baru. Kedatangan para pendatang ini
juga menyebab-kan terjadinya peralihan lahan dari yang dahulunya atas kepemilikan penduduk
asli, kemudian beralih kepemilikan-nya kepada para pendatang. Proses peralihan kepemilikan
tersebut terjadi melalui program pemerintah dalam bentuk transmigrasi maupun penjualaan
lahan-lahan pada para migran. Arus migrasi masuk ini semakin banyak ketika program
transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat sekitar tahun 80-an.
Dikembangkannya tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kakao (coklat) dan kelapa (kopra)
oleh para pendatang tentunya telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan para pemiliknya.
Walau penduduk asli mengikuti pola tanam yang sama dengan pendatang, akan tetapi
penguasaan pemasaran hasil-hasilnya dikuasai oleh para pendatang. Penduduk asli merasa
dirugikan dengan keadaan tersebut karena beberapa alasan antara lain lahan pertaniannya
sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang, hasil dan keuntungan yang diperoleh
dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang.
Ada pendapat lain juga yang menyatakan bahwa konflik Poso yang terjadi tahun 1998
dan 2001 lebih didorong oleh isu belaka, baik melalui penyebaran informasi lewat jalur yang

sudah terbentuk (difusi) maupun penyebaran antar komunitas yang sebelumnya tidak memiliki
ikatan sosial. Ikatan yang kemudian muncul antar komunitas ini membuat konflik Poso yang
bermula dari pertengkaran dua pemuda mabuk menjadi konflik antar agama yang mendapat
perhatian internasional.

Konflik Dayak VS Madura


Liputan6.com, Jakarta: Konflik antaretnis yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah,
dikarenakan benturan budaya antara Suku Dayak dan Madura. Sebagai penduduk asli,
masyarakat Dayak kaget melihat kebiasaan orang Madura yang biasa membawa senjata tajam
-celurit- di dalam pergaulan. Selain itu, masyarakat Madura juga telah memperkenalkan budaya
kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini ternyata mengundang reaksi spontan dari
masyarakat Dayak, sehingga pertikaian di antara kedua suku itu tak bisa dihindari. Demikian
penegasan KMAM Usop, Ketua Lembaga Masyarakat Dayak, dalam Dialog khusus yang
dipandu oleh Rosianna Silalahi, Selasa (27/2) malam, di Palangkaraya, Kalteng. Selain Usop,
dialog itu juga menghadirkan Nahson Tahway, Wakil Gubernur Kalteng dan Abdul Wahid
Qasimy, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kalteng.
Dalam dialog kali ini, SCTV juga mengundang Antropolog Harry Purwanto, tokoh masyarakat
Madura Soedjono Atmonegoro, dan Kepala Pusat Penerangan Polri Brigadir Jenderal Polisi Didi
Widayadi. Dialog yang dipandu oleh Indriato Priadi dari Jakarta, juga mengajak John Bamba,
Direktur Institut Dayaklogi, untuk berdialog aktif melalui telepon. John Bamba berada di
Pontianak, Kalimantan Barat.
Menurut Usop, penyebab lain dari konflik tersebut adalah sikap pemerintah Orde Baru yang
memarginalisasikan masyarakat Suku Dayak di masa terdahulu. Banyak masyarakat Dayak yang
mempunyai kemampuan optimal, namun tak diakomadatif oleh pemerintah. Sehingga, orang
Dayak terus terdesak di tengah masyarakat, baik secara politik maupun ekonomi.
Di sisi lain, lanjut Usop, kehadiran masyarakat Madura yang unggul secara ekonomis membuat
orang Dayak kian tersingkir dan terjepit di Sampit. Apalagi, budaya kekerasan yang dibawa
orang Madura -sebagai pendatang- membuat jengkel penduduk asli. Itu sebabnya, persoalan
kecil yang terjadi di antara dua suku, membuat kerusuhan mudah meletup. "Padahal, kalau mau
jujur, kedua suku itu tak mempunyai potensi konflik. Ini kan sangat memprihatinkan," kata Usop.
Senada dengan Usop, John Bamba mengatakan, perselisihan kecil antara masyarakat Dayak dan
Madura memang kerap berbuntut dengan kerusuhan. Peristiwa di Sampit bukanlah yang pertama
kali. Sejak tahun 1950-an, sudah belasan kali kedua suku tersebut bertikai. Celakanya, pertikaian
itu tak segara diselesaikan dengan tuntas. Pemerintah hanya bisa meredam secara sesaat, tanpa
mencari akar masalah yang ada. Tak heran, bila pertikaian yang ada di Sampit dengan cepat
berubah menjadi sebuah kerusuhan yang besar.

Di mata John Bamba, pemerintah -khususnya aparat keamanan- memang lambat dalam
menangani kerusuhan tersebut. Sebagai contoh, pemerintah baru ribut tentang darurat sipil dan
mengirim pasukan ketika ratusan jiwa telah melayang. Sejak dulu pemerintah terkesan tak
mempunyai formula tepat untuk menyelesaikan persoalan antara Suku Dayak-Madura di
Kalimantan. "Lihat saja, hingga saat ini tak ada perusuh di Sambas, Kalbar, yang ditindak secara
tegas oleh aparat keamanan. Seharusnya pemerintah menghukum mereka," kata John.

Aparat tak tegas? tidak juga. Menurut Kapuspen Polri Brigjen Didi Widayadi, posisi polisi di
lapangan (Sampit) memang sangat dilematis. Apalagi, jumlah personel yang ada tak sebanding
dengan jumlah massa yang tengah marah. Jadi sangat tak mungkin bila belasan polisi harus
menenangkan ratusan perusuh yang sudah gelap mata. Karena itu, polisi dan TNI telah mengirim
pasukan tambahan ke lokasi konflik.
Mengenai tindakan terhadap perusuh, Didi menjelaskan, baru-baru ini, Kepala Polri Jenderal S.
Bimantoro telah mengeluarkan intruksi kepada polisi yang bertugas di lapangan untuk
mengambil tindakan tegas terhadap para perusuh. Polisi juga diminta untuk tidak ragu
menghukum para perusuh, baik itu dari Suku dayak atau Madura. Sebagai langkah konkret, kata
Didi, polisi telah menembak lima penjarah yang memanfaatkan situasi rusuh di Sampit.

Cara Mengatasi Agar Tidak Terjadi Disintegrasi


Budaya Bangsa Indonesia
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung
potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama,
ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan
meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya
rasa nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa
SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari
NKRI akibat dari ketidak puasan dan perbedaan kepentingan, apabila
kondisi ini tidak dimanage dengan baik akhirnya akan berdampak pada
disintegrasi bangsa.
Masalah disintegrasi bangsa merupakan salah satu prioritas pokok dalam
program kerja kabinet gotong royong. Permasalahan ini sangat kompleks
sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat
dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada
akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik
horizontal maupun konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna
mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala bentuk konflik yang
terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan
daerah sangat menentukan untuk menanggulangi konflik pada skala dini.
Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu
karakteristik proses terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap selanjutnya.
Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari kehendak seluruh
komponen bangsa diwujudkan secara optimal dengan mempertimbangkan
seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara terpadu, meliputi upayaupaya yang dipandang dari aspek asta gatra.
Fenomena Disintegrasi Bangsa
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak
berangkat dari idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan
yang mendasar dari perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok
minoritas seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan
pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.

Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa


ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian,
gelombang reformasi yang tengah berjalan menimbulkan berbagai
kecenderungan dan realitas baru. Segala hal yang terkait dengan Orde Baru
termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar.
Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan
menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah
tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih
luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah problem,
manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan
segala permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan
yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya
pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya
berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan
pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik
dewasa ini. Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari
statemen politik para elit maupun pimpinan nasional, yang sering
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa, sebagai akibat masih
kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit dari kelompok, golongan,
kedaerahan bahkan agama. Hal ini menunjukkan bahwa para elit politik
secara sadar maupun tidak sadar telah memprovokasi masyarakat.
Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat Indonesia
sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga
dengan mudah terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya
kerusuhan maupun konflik antar kelompok atau golongan.
Faktor Disintegrasi Bangsa ditinjau dari Asta Gatra
a.Geograf.
Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang
sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu
juga memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap
timbulnya disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga
sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang
disebabkan oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber
kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam
dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan
daerah lain atau tergantung dari daerah lain.
b. Demograf.

Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya


lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan
pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena
rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih
rendah yang menyebabkan sulitnya kemampuan bersaing dan mudah
dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan
pribadi atau golongan.
c. Kekayaan Alam.
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati
akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun
belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara optimal
namun potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk
kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya secara
berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian nasional.
d. Ideologi.
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan
dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai
dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila
cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang
mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula
faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun kanan.
e. Politik.
Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa
Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi
partai, pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI,
sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan
secara tuntas karena berbagai masalah pokok inilah yang paling rawan
dengan konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan
timbulnya disintegrasi bangsa.
f. Ekonomi.
Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat
pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentukbentuk kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan
terhadap KKN.
Hal ini dihadapkan dengan krisis moneter yang
berkepanjangan,
rendahnya
tingkat
pendapatan
masyarakat
dan
meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata
pencaharian yang layak.

g. Sosial Budaya.
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan
dapat menimbulkan konflik etnis kultural.
Arus globalisasi yang
mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan
kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata
nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya
sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
h. Pertahanan dan Keamanan.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, informasi dan
komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan
bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa.
Disintegrasi bangsa dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan
horizontal serta konflik komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang
melampaui batas, sikap primodialisme bernuansa SARA, konflik antara elite
politik, lambatnya pemulihan ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan
HAM serta kesiapan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Dari hasil penelitian diatas dapatlah dianalisis dengan menggunakan pisau
astra gatra sebagai berikut :
a. Geograf.
Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk
memisahkan diri adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau
daerah yang besar pengaruhnya dari negara tetangga atau daerah
perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global yang besar,
seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang
berlimpah.
b. Demograf.
Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau
penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari
terjadinya disintegrasi bangsa, selain masih rendahnya tingkat
pendidikan dan kemampuan SDM.
c. Kekayaan Alam.

Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah dan


penyebarannya yang tidak merata dapat menyebabkan kemungkinan
terjadinya disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti
pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan apabila terjadi kerusakan
akibat dari pengelolaan.
d. Ideologi.
Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam
terjadinya konflik di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya
pemahaman terhadap agama yang dianut dan agama lain. Apabila
kondisi ini tidak ditangani dengan bijaksana pada akhirnya dapat
menimbulkan terjadinya kemungkinan disintegrasi bangsa, oleh sebab
itu perlu adanya penanganan khusus dari para tokoh agama mengenai
pendalaman masalah agama dan komunikasi antar pimpinan umat
beragama secara berkesinambungan.

e. Politik.
Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut
berbagai ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam
bermasyarakat
dan
sering
mengakibatkan
konflik
antar
masyarakat yang berbeda faham apabila tidak ditangani dengan
bijaksana akan menyebabkan konflik sosial di dalam masyarakat.
Selain itu ketidak sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang
diberlakukan pada pemerintah daerah juga sering menimbulkan
perbedaan kepentingan yang akhirnya timbul konflik sosial karena
dirasa ada ketidak adilan didalam pengelolaan dan pembagian hasil
atau hal-hal lain seperti perasaan pemerintah daerah yang sudah
mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan bantuan dari pemerintah
pusat, konflik antar partai, kabinet koalisi yang melemahkan ketahanan
nasional dan kondisi yang tidak pasti dan tidak adil akibat ketidak
pastian hukum.
f. Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian
besar penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial
masyarakat Indonesia yang semakin lebar antara masyarakat kaya
dengan masyarakat miskin dan adanya indikasi untuk mendapatkan
kekayaan dengan tidak wajar yaitu melalui KKN.
g. Sosial Budaya.
Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber
konflik apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang
berlaku di daerah yang satu tidak selalu sama dengan daerah yang
lain. Konflik tata nilai yang sering terjadi saat ini yakni konflik antara

kelompok yang keras dan lebih modern dengan kelompok yang relatif
terbelakang.
h. Pertahanan Keamanan.
Kemungkinan disintegrasi bangsa dilihat dari aspek pertahanan
keamanan dapat terjadi dari seluruh permasalahan aspek asta gatra
itu sendiri. Dilain pihak turunnya wibawa TNI dan Polri akibat
kesalahan dimasa lalu dimana TNI dan Polri digunakan oleh penguasa
sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya bukan sebagai alat
pertahanan dan keamanan negara.
Kebijakan Penanggulangan.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi
nasional adalah sebagai berikut :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan
kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan
kehendak untuk bersatu dan
membiasakan diri untuk selalu
membangun konsensus.
c. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma
yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat
dalam
aspek
kehidupan
dan
pembangunan
bangsa,
yang
mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan
kepemimpinan yang arif dan efektif.
Strategi Penanggulangan
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa
antara lain :
a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan
rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di
kalangan rakyat Indonesia.
b. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme
sempit pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
c. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha
pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.
d. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan
implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan
menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.
e. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal
kompromi.
f. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI
dan Polri dalam memerangi separatis.

g. Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha


untuk menggunakan kekuatan massa.
Upaya Penanggulangan.
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan
berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna
memperkukuh integrasi nasional antara lain :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan
kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun
consensus.
c. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma
yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat
dalam
aspek
kehidupan
dan
pembangunan
bangsa
yang
mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan
kepemimpinan yang arif dan bijaksana, serta efektif.
Kesimpulan
Dari hasil analisis penelitian tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan
sebagai berikut :
a. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks,
akibat akumulasi permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang
saling tumpang tindih sehingga perlu penanganan khusus dengan
pendekatan yang arif serta mengutamakan aspek hukum, keadilan,
sosial budaya.
b. Pemberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa
depan daerah di Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan
mengentalnya heterogental dibidang SARA.
c. Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan
massa yang dapat menciptakan konflik horizintal maupun vertical
harus dapat diantisipasi.
d. Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah
sangat menentukan meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada
skala kejadian diperlukan profesionalisme aparat kemanan secara
terpadu.
e. Efek global, regional dengan faham demokrasi yang bergulir saat ini
perlu diantisipasi dengan penghayatan wawasan kebangsaan melalui
edukasi dan sosialisasi.
Saran.
Untuk mendukung terciptanya keberhasil suatu kebijaksanaan dan strategi
pertahanan disarankan

a. Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata


harus diselesaikan dengan pendekatan militer terbatas dan
professional guna menghindari korban dikalangan masyarakat dengan
memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang
bersandar pada penegakan hukum.
b. Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui
pendekatan hukum dan HAM.
c. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan
faktor perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu
meredam dan memberlakukan reward and punishment dari strata
pimpinan diatasnya.
d. Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan
yang berdampak disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan
institusi inteligen yang handal.

Anda mungkin juga menyukai