Sesungguhnya budaya yang beragam pada masyarakat Poso mempunyai fungsi untuk
mempertahankan kerukunan antara masyarakat asli Poso dan pendatang. Adanya Pembacokan
Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan
ramadhan merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai yang selama ini manjadi landasan
hidup bersama. Pada satu sisi muslim terusik ketentramannya dalam menjalankan ibadah di
bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan
terhadap pelaku pelanggaran nilai-nilai tersebut. Disisi lain bagi masyarakat Kristiani hal ini
menimbulkann masalah baru mengingat aksi masa tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan
pada perusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah menggangu
kehidmatan masyrakat Kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi operasi
tersebut di laksanakan setelah hari Natal.
Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di Poso adalah adanya
perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras. Tidak diterapkan hukum
secara adil maka ada kelompok yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya
keterpihakan, menginjak hak asasi manusia dan lain- lain.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa akar dari konflik sosial yang terjadi di Poso terletak pada
masalah politik. Bermula dari suksesi Bupati, jabatan Sekretaris wilayah daerah Kabupaten dan
terutama menyangkut soal keseimbangan jabatan-jabatan dalam pemerintahan.
Pendapat keempat mengatakan bahwa akar masalah dari kerusuhan Poso adalah justru terletak
karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan pendapatan antara panduduk asli Poso dan
kaum pendatang seperti Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili. Kecemburuan sosial penduduk asli
cukup beralasan dimana pendapatan mereka sebagai masyarakat asli malah tertinggal dari kaum
pendatang.
Kesenjangan sosial ekonomi diawali dengan masuknya pendatang ke Poso yang berasal dari
Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Para pendatang yang masuk
ke Poso umumnya beragama Protestan dan Muslim. Pendatang umumnya lebih kuat, muda dan
mempunyai daya juang untuk mampu bertahan di daerah baru. Kedatangan para pendatang ini
juga menyebab-kan terjadinya peralihan lahan dari yang dahulunya atas kepemilikan penduduk
asli, kemudian beralih kepemilikan-nya kepada para pendatang. Proses peralihan kepemilikan
tersebut terjadi melalui program pemerintah dalam bentuk transmigrasi maupun penjualaan
lahan-lahan pada para migran. Arus migrasi masuk ini semakin banyak ketika program
transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat sekitar tahun 80-an.
Dikembangkannya tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kakao (coklat) dan kelapa (kopra)
oleh para pendatang tentunya telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan para pemiliknya.
Walau penduduk asli mengikuti pola tanam yang sama dengan pendatang, akan tetapi
penguasaan pemasaran hasil-hasilnya dikuasai oleh para pendatang. Penduduk asli merasa
dirugikan dengan keadaan tersebut karena beberapa alasan antara lain lahan pertaniannya
sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang, hasil dan keuntungan yang diperoleh
dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang.
Ada pendapat lain juga yang menyatakan bahwa konflik Poso yang terjadi tahun 1998
dan 2001 lebih didorong oleh isu belaka, baik melalui penyebaran informasi lewat jalur yang
sudah terbentuk (difusi) maupun penyebaran antar komunitas yang sebelumnya tidak memiliki
ikatan sosial. Ikatan yang kemudian muncul antar komunitas ini membuat konflik Poso yang
bermula dari pertengkaran dua pemuda mabuk menjadi konflik antar agama yang mendapat
perhatian internasional.
Di mata John Bamba, pemerintah -khususnya aparat keamanan- memang lambat dalam
menangani kerusuhan tersebut. Sebagai contoh, pemerintah baru ribut tentang darurat sipil dan
mengirim pasukan ketika ratusan jiwa telah melayang. Sejak dulu pemerintah terkesan tak
mempunyai formula tepat untuk menyelesaikan persoalan antara Suku Dayak-Madura di
Kalimantan. "Lihat saja, hingga saat ini tak ada perusuh di Sambas, Kalbar, yang ditindak secara
tegas oleh aparat keamanan. Seharusnya pemerintah menghukum mereka," kata John.
Aparat tak tegas? tidak juga. Menurut Kapuspen Polri Brigjen Didi Widayadi, posisi polisi di
lapangan (Sampit) memang sangat dilematis. Apalagi, jumlah personel yang ada tak sebanding
dengan jumlah massa yang tengah marah. Jadi sangat tak mungkin bila belasan polisi harus
menenangkan ratusan perusuh yang sudah gelap mata. Karena itu, polisi dan TNI telah mengirim
pasukan tambahan ke lokasi konflik.
Mengenai tindakan terhadap perusuh, Didi menjelaskan, baru-baru ini, Kepala Polri Jenderal S.
Bimantoro telah mengeluarkan intruksi kepada polisi yang bertugas di lapangan untuk
mengambil tindakan tegas terhadap para perusuh. Polisi juga diminta untuk tidak ragu
menghukum para perusuh, baik itu dari Suku dayak atau Madura. Sebagai langkah konkret, kata
Didi, polisi telah menembak lima penjarah yang memanfaatkan situasi rusuh di Sampit.
g. Sosial Budaya.
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan
dapat menimbulkan konflik etnis kultural.
Arus globalisasi yang
mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan
kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata
nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya
sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
h. Pertahanan dan Keamanan.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, informasi dan
komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan
bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa.
Disintegrasi bangsa dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan
horizontal serta konflik komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang
melampaui batas, sikap primodialisme bernuansa SARA, konflik antara elite
politik, lambatnya pemulihan ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan
HAM serta kesiapan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Dari hasil penelitian diatas dapatlah dianalisis dengan menggunakan pisau
astra gatra sebagai berikut :
a. Geograf.
Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk
memisahkan diri adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau
daerah yang besar pengaruhnya dari negara tetangga atau daerah
perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global yang besar,
seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang
berlimpah.
b. Demograf.
Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau
penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari
terjadinya disintegrasi bangsa, selain masih rendahnya tingkat
pendidikan dan kemampuan SDM.
c. Kekayaan Alam.
e. Politik.
Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut
berbagai ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam
bermasyarakat
dan
sering
mengakibatkan
konflik
antar
masyarakat yang berbeda faham apabila tidak ditangani dengan
bijaksana akan menyebabkan konflik sosial di dalam masyarakat.
Selain itu ketidak sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang
diberlakukan pada pemerintah daerah juga sering menimbulkan
perbedaan kepentingan yang akhirnya timbul konflik sosial karena
dirasa ada ketidak adilan didalam pengelolaan dan pembagian hasil
atau hal-hal lain seperti perasaan pemerintah daerah yang sudah
mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan bantuan dari pemerintah
pusat, konflik antar partai, kabinet koalisi yang melemahkan ketahanan
nasional dan kondisi yang tidak pasti dan tidak adil akibat ketidak
pastian hukum.
f. Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian
besar penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial
masyarakat Indonesia yang semakin lebar antara masyarakat kaya
dengan masyarakat miskin dan adanya indikasi untuk mendapatkan
kekayaan dengan tidak wajar yaitu melalui KKN.
g. Sosial Budaya.
Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber
konflik apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang
berlaku di daerah yang satu tidak selalu sama dengan daerah yang
lain. Konflik tata nilai yang sering terjadi saat ini yakni konflik antara
kelompok yang keras dan lebih modern dengan kelompok yang relatif
terbelakang.
h. Pertahanan Keamanan.
Kemungkinan disintegrasi bangsa dilihat dari aspek pertahanan
keamanan dapat terjadi dari seluruh permasalahan aspek asta gatra
itu sendiri. Dilain pihak turunnya wibawa TNI dan Polri akibat
kesalahan dimasa lalu dimana TNI dan Polri digunakan oleh penguasa
sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya bukan sebagai alat
pertahanan dan keamanan negara.
Kebijakan Penanggulangan.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi
nasional adalah sebagai berikut :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan
kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan
kehendak untuk bersatu dan
membiasakan diri untuk selalu
membangun konsensus.
c. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma
yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat
dalam
aspek
kehidupan
dan
pembangunan
bangsa,
yang
mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan
kepemimpinan yang arif dan efektif.
Strategi Penanggulangan
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa
antara lain :
a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan
rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di
kalangan rakyat Indonesia.
b. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme
sempit pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
c. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha
pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.
d. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan
implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan
menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.
e. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal
kompromi.
f. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI
dan Polri dalam memerangi separatis.