B. Kasus
- Kasus 1 : Pemilu
Pemilu tahun 2019 memiliki ruang tersendiri dihati rakyat Indonesia.
Pemilihan Presiden kali ini diwarnai dengan perbedaan pilihan calon presiden,
perbedaan pendapat dan strategi politik dari masing-masing kubu pasangan calon
presiden (paslon capres). Dari hari kehari masalah demi masalah kian muncul, dari
masing-masing paslon. Mulai dari paslon 01 difitnah bahwa capresnya dia adalah
antek asing, pki dan melakukan banyak kecurangan saat pemilu. Sedangkan paslon 02
mengeklaim kemenangan sebanyak 62 % suara rakyat.
Hoax sangat cepat merambat dikalangan masyarakat Indonesia, terutama
kalangan ekonomi menengah kebawah. Masyarakat Indonesia suka menyebarkan
berita-berita tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Hoax adalah sarana
paling ampuh untuk menjatuhkan lawan dalam kompetisi pemilu 2019. Hal ini
diciptakan untuk kepentingan sebagian orang demi menimbulkan persepsi opini
masyarakat tentang pemilu 2019.
Akhir-akhir ini perhatian masyarakat Indonesia sedang dialihkan dari hasil
quick count tim BPN paslon 02 yang mengeklaim kemenangan sebanyak 62%. Hasil
quick count tim BPN Paslon 02 menimbulkan perpecahan antar pendukung kedua
paslon. Kini hadirlah tragedi kerusuhan di wilayah Jatibaru Tanah Abang. Sebanyak 6
orang meninggal dan 200 orang luka-luka akibat kerusuhan yang terjadi di Jakarta.
Kerusuhan ini diadakan untuk menolak hasil keputusan KPU untuk memenangkan
paslon 01. Massa berdatangan dari berbagai penjuru untuk melakukan demo.
Perpecahan terjadi sekitar pukul 9 pagi pada tanggal 22 Mei 2019, massa bergerak
anarkis sehingga timbulah korban jiwa.
- Kasus II Menganggap suku lain lebih baik dari sukunya sendiri :
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku ras, semua suku tentu saja memiliki keunikan dan
kelebihan masing-masing. Membandingkan dan mengangap suku lain remeh tentu saja merupakan
salah satu pelanggaran dari sila ini karena semuanya memang diciptakan berbeda untuk saling
melengkapi. Seringkali kasus ini terjadi terutama di kampung-kampung yang memiliki lebih dari
satu suku, lebih mendukung dan memuji suku lain dan menganggap suku dirinya sendiri tidak
baik.
Ini merupakan pemikiran yang sangat pendek, karena tidak hanya merugikan diri sendiri
namun meliki dampak yang sangat besar nama suku sendiri menjadi rusak dan suku orang lain
pun akan merasa bahwa ada perlindungan bahkan dukungan. Padahal belum tentu yang dilakukan
suku tersebut baik atau bahkan sebaliknya, alangkah baiknya kita jangan untuk memihak suku
mana pun karena akan sangat berbahaya bagi duku bahkan Negara Indonesia ini.
- Kasus III Perang antar suku :
Seperti yang dilihat, makna dari sila ini adalah mempersatukan Indonesia. Jika terjadi perang
suku tentu saja Indonesia akan terpecah dan mungkin tidak menjadi utuh sehingga ini bisa menjadi
salah satu pelanggaran pancasila. Contohnya Konflik Antara Suku Madura dan Suku Dayak
(Perang Sampit) Jelas anda tentu pernah mendengart tentang adanya perang sampit
ini, perseteruan antara suku madura dan suku kalimantan ini tengah beredar
danterpopuler saat terjadinya sekitar pada tanggal 18 februari tahun 2001 peperangan
ini menimbulkan banyak korban sekitar 500 orang terbunuh dalam peperangan ini
yang diperkirakan jumlah korban yang terbunuh banyak dari orang – orang madura,
dan selain itu diperkirakan 100 ribu orang madura kehilangan tempat tinggal dan
hartanya.
Perang ini disebabkan adanya pertikaian antar etnis budaya yaitu dari suku
madura yang meyerang warga dayak, namun hal ini sudah sering suku madura
berbuat semena – mena terhadap suku dayak sejak tahun 1972 dan balas dendam
dilakukan oleh warga dayak yang diikuti oleh suku dayak pedalaman yang
mempunyai ilmu kebal, hal itu dibuktikan setelah tembak, bom atau senjata lainnya
yang diluncurkan oleh suku madura tidak mempn terhadap suku dayak, sehingga tak
heran banyak warga madura yang ketakutan dan berlarian untuk menghindari
serangan dari suku dayak.
Yang ketiga adalah ketika ada seseorang yang menjadi seorang provokator dari
suku atau etnis tertentu yang bisa memcicu adanya perang antar suku atau konflik
panas. Kerusuhan Poso (bahasa Inggris: Poso riots) atau konflik komunal
Poso (bahasa Inggris: Poso communal conflict), adalah sebutan bagi
serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia. Peristiwa ini
melibatkan kelompok Muslim dan Kristen. Kerusuhan ini umumnya terbagi menjadi
beberapa fase. Fase pertama berlangsung pada bulan Desember 1998, kemudian
berlanjut pada bulan April 2000, dan yang terbesar terjadi pada bulan Mei hingga Juni
2000.
Fase pertama dan kedua berawal dari serangkaian bentrokan antara kelompok
pemuda Islam dan Kristen. Beberapa faktor berkontribusi terhadap pecahnya
kekerasan, termasuk persaingan ekonomi antara penduduk asli Poso yang mayoritas
Kristen dan para pendatang seperti pedagang Bugis Muslim
dan transmigran dari Jawa, ketidakstabilan politik dan ekonomi
menyusul jatuhnya Orde Baru, persaingan antarpejabat pemerintah mengenai posisi
birokrasi, dan pembagian kekuasaan daerah antara pihak Kristen dan Islam. Situasi
dan kondisi yang tidak stabil, dikombinasikan dengan penegakan hukum yang lemah,
menciptakan lingkungan yang menjanjikan untuk terjadinya kekerasan.
Bulan Mei menandai dimulainya fase ketiga, yang secara luas dipandang sebagai
periode kekerasan terburuk dalam hal kerusakan dan jumlah korban. Fase ini
merupakan ajang balas dendam oleh kelompok Kristen setelah dua fase sebelumnya
yang sebagian besar didominasi oleh serangan dari pihak Muslim, dan berlangsung
sampai bulan Juli 2000. Fase ketiga ini memuncak dalam sebuah
peristiwa pembantaian di sebuah pesantren yang terjadi di Desa Sintuwu Lemba yang
mayoritas penduduknya Islam. Dalam fase ketiga ini, ratusan orang jatuh menjadi
korban, umumnya dari pihak Muslim.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso
https://guruppkn.com/contoh-kasus-pelanggaran-pancasila
https://draftgorenh.com/inilah-konflik-terbesar-antar-suku-yang-terjadi-di-indonesia/