Anda di halaman 1dari 3

Rekonstruksi Semangat Toleransi Pada generasi Millenial

Indonesia merupakan bangsa majemuk yang kaya akan keberagamannya. Dalam survei
Badan Pusat Statistika (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku yang tersebar
di belasan ribu pulau. Adapun dari Bahasa, Indonesia memiliki sekitar 2.500 macam Bahasa antara
lain Bahasa Minang, Bahasa Kutai, Bahasa Banjar, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dan seterusnya.
Selain itu, Indonesia memiliki 6 macam agama yang diakui antara lain Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Keberagaman ini merupakan anugerah terbesar dari Tuhan Yang
Maha Esa dan hadiah terindah dari pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang telah memperjuangkan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, generasi milenial hendaknya
selalu menjaga anugerah tersebut, karena keberagaman ini seperti pisau bermata dua yang
bermakna bahwa keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia bisa menjadi kekuatan yang sangat
besar sekaligus bisa menjadi boomerang bagi bangsa. Untungnya Indonesia memiliki sebuah
semboyan yang membungkus keberagaman tersebut, yaitu semboyan Bhinneka Tunggal Ika
”Berbeda-beda tapi tetap satu juga”.

Dalam menjaga keberagaman, Indonesia memiliki semboyan yang dikenal dengan


Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu juga). Semboyan ini menjadi alat perekat
atau pemersatu bangsa Indonesia atas keberagamannya. Semboyan persatuan yang membuat
Indonesia menjadi negara besar dan indah dengan sikap toleransi yang ada didalamnya. Sehingga
tidak ada tempat untuk pelaku intoleran di Indonesia. Bahkan dunia internasional mengakui esensi
yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu solusi untuk mengatasi
isu-isu intoleran.

Namun di era milenial ini, semangat toleransi kebhinekaan semakin memudar. Hal ini tentu
saja akan berdampak buruk bagi persatuan bangsa Indonesia. Salah satu faktor yang
mengakibatkan pudarnya semangat toleransi yaitu terlihat pada perlakuan masyarakat terhadap
Bhinneka Tunggal Ika. Masyarakat saat ini menganggap Bhinneka Tunggal Ika hanya sebatas
semboyan yang tertulis di lambang Garuda. Sedikit sekali masyarakat yang paham arti toleransi,
sehingga akan memunculkan sikap-sikap intoleran di kehidupan bangsa.

Pada umumnya gejala intoleran muncul karena banyaknya berita hoax yang tersebar di
media sosial. Sebagai contoh, pada tahun 2017 beredar video yang menggambarkan kerusuhan
antara suku Dayak dan ormas Islam di Pontianak, Kalimantan Barat. Padahal faktanya warga Suku
Dayak sedang melakukan pawai kendaraan hias dan ormas Islam sedang melakukan aksi damai di
waktu yang sama, namun di lokasi yang berbeda. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
dan memiliki kepentingan pribadi untuk mengadu domba dua kelompok inilah yang menyebabkan
sikap intoleran melalui berita-berita hoax. Commented [WU1]: Contoh Hoax

Berita-berita hoax akan mengubah persepsi seseorang terhadap individu, komunitas, atau
lembaga yang menjadi korban hoax. Persepsi buruk terhadap korban hoax akan merusak semangat
toleransi yang sudah ada sejak proklamasi kemerdakaan.

Mengutip perkataan mantan presiden ke-4 Indonesia, K.H. Abdurrahman Wahid (Gusdur)
“Tidak penting apa pun agama atau sukumu.. kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk
orang lain atau orang banyak, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” Pelajaran yang dapat
diambil dari pernyataan Gusdur diatas, yaitu ajakan untuk berbuat baik kepada siapapun tanpa
memandang SARA. Sehingga sangat jelas bahwa beliau menekankan persatuan bangsa untuk
mencegah gejala intoleran.

Persatuan bangsa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan bangsa. Dengan semangat
toleransi, persatuan bangsa dengan kebhinnekaannya akan selalu terjaga. Dan perpecahan bangsa
yang disebabkan berita-berita hoax dan sikap intoleransi akan mulai hilang.

Sebagai pemuda era milenial yang hidup ditengah-tengah pusaran teknologi seharusnya
dapat merekonstruksi semangat toleransi yang sudah mulai memudar. Melalui pemanfaatan
kemajuan teknologi setidaknya dapat membantu dengan mudah untuk menyuarakan kembali sikap
toleransi yang pernah bersemayam ditubuh bangsa. Salah satu cara yang digunakan yaitu dengan
menyebarkan informasi-informasi berisikan ajakan untuk persatuan serta bersama-sama untuk
mereduksi informasi-informasi hoax. Dengan mudahnya akses masyarakat atas teknologi
informasi tersebut seringkali digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk
menyebarkan postingan-postingan kebencian termasuk isu-isu SARA. Oleh karena itu, perlunya
peran pemuda untuk mengatasi penyebab munculnya berita-berita hoax dan tidak langsung
mengambil informasi begitu saja tanpa adanya klarifikasi.

Selain itu, salah satu peran yang pemuda dapat dilakukan adalah dengan mengadakan
kegiatan-kegiatan yang melibatkan pemuda-pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat di setiap daerah
untuk silaturahmi, dan mengingat kembali sejarah-sejarah perjuangan bangsa pada masa
kemerdekaan. Melalui kegiatan tersebut diharapkan menjadi semacam pengingat atas identitas
bangsa yang beragam dengan tujuan yang sama yaitu kesatuan dan dapat dilakukan secara terus-
menerus, generasi ke generasi guna melestarikan identitas bangsa yaitu Toleransi.

Generasi milenial diharapkan dapat menjadi penggerak dan tauladan bagi semua
masyarakat dalam hal melestarikan semangat toleransi. Sehingga bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa yang penuh kedamaian dengan kebhinnekaan nya.

Anda mungkin juga menyukai