Anda di halaman 1dari 15

Sosialisme Religius Caknur: Dari NDP Caknur Sampai Pancasila

1
Muqodimah
Pada paper ini penulis akan sedikit memaparkan gagasan sosialisme religiusnya Nur Kholis
Majid atau Caknur sebagai seorang pembaharu pemikiran Islam. Kejeniusan Caknur
sebenarnya sudah kelihatan saat mondok di Pesantren Gontor, akan tetapi gagasannya sebagai
intelektual dikenal saat menjadi mahasiswa Bahasa dan Sastra arab UIN Ciputat dan terlibat
aktif sebagai aktifis HMI dan menjadi ketua PB HMI dua priode. Caknur menelurkan
gagasan sosial relegiusnya terlihat dalam naskah NDP sebagai idiologi dan tafsir sosialnya
kader HMI yang berlaku dari kongres ke 9 di Malang tahun 1969 sampai sekarang. Pada
tanggal 3 januari 1970 caknur memploklamirkan suatu gagasan tentang keharusan akan
pembaharuan pemikiran islam dan masalah integrasi umat yang mengkritisi organisasi-
organisasi politik islam yang sudah tumpul dan memberi reorientasi pada pembaharuan poltik
islam di Indonesia-islam yes partai islam no! sebuah seruan deislamisasi partai politk melalui
program yang disebutnya sekularisasi, libration force, dan idea of progress dalam merespon
kemodernan.
Melihat dari gagasan Caknur sebenarnya meruapakan dealiktika tiga ide kesatuan yakni
keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Tiga ide kesatuannya ini terangkum dalam
bukunyaa yang berjudul islam, kemodernan, dan keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987).
Selanjutnya 3 ide tersebut dipertajam dalam bukunya islam doktrin dan peradaban (Jakarta:
Yayasan Paramadina, 1992) buku ini lebih memperkaya khasanah pemikiran Caknur sebagi
intelektual muslim dan menampakkan sosoknya sebagai bapak neomodernisme Indonesia
sebuah gelar yang sama disandang oleh gurunya Prof. Fajrur Rahman di Universitas
Chicago.
2
Dalam merumuskan gagasannya Caknur terpengaruhi oleh tokoh tokoh besar
muslim seperti Ibnu Taymiah, Muhamad Iqbal, Muhamaad Abduh, Asghar Ali, Ali Syarati
dan Fajrur Rahman, Buya Hamka.
Ketiga ide satu kesatuan itu keislaman, komodernan dan keindonesiaan melahirkan teologi
inklusif menjelma dalam bentuk nilai yang diformalkan dalam konstitusi dan hukum, sejarah,
system ekonomi, sosial dan budaya bangsa. Teologi inklusif merupakan konsep teologi yang
membebaskan dari kejumudan berpikir dengan ditutupnya pintu ijtihad dan taklid buta
menuju pemahaman islam yang kaffah. Islam dimaknai sebagai rahmatan lil alamin yang
sholihun likulli makini wazzaman. Teologi inklusif ini melahiran wacana baru dalam
diskursus keislaman seperti pluralism, islam rasional islam liberal, islam progresif, islam
transformative, islam cultural, islam inklusif, islam pluralis dan sebagainya. Gagasaan ini
banyak dipakai dan mendapat dukungan dari golongan pembaharu atau reformis islam
lainnya seperti Harun Nasution, Dawam Raharjo, Johan Efendi, Gusdur, Ahmad Wahib,
Gunawan Muhammad, kuntowijoyo, zumadi azzra, Amin Abdullah, Syafie marif, Amin
Rais, yudi Latif, Ulil Absor dan sebagainya.
1
Disampaikan dalam diskusi MAI pada hari jumat tanggal 16 mei 2014
2
Asep Gunawan (Ed), Artikulasi Islam Kultural, Jakarta: PT Radja Pratindo Persada, 2004, hal 516-517
Teologi inklusif juga dijadikan sebagai landasan dalam memhami kemajemukan umat dan
bangsa yang melahirkan pluralism sebagai jawaban dari multikulturalnya suku, bahasa, dan
budaya bangsa. Pluralism dalam budaya tentu berbeda jika di kontekstualisasikan dengan
keyakinan beragama yang melahirkan toleransi beragama. Toleransi beragama dan pluralism
beragama bukanlah kita meyakini kebenaran agama lain melainkan menjaga kerukunan
beragama. Lakum dinukum waliadin bagimu agama mu dan bagi ku agamaku.
Keislaman, komodernan dan keindonesiaan serta teologi inklusif dijadikan sebagai motivasi
dasar pembanguan masyarakat Indonesia. Menurut Caknur keislaman dan keindonesiaan
adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Dalam sejarah bangsa Indonesia islam sudah
membumi dalam tradisi dan sosial kultur bangsa Indonesia. Islam sudah melembaga dan
menjadi budaya sebagai identitas bangsa. Dengan kata lain sudah terjadi akulturasi islam
yang mengakar kuat dalam konteks Indonesia atau sebaliknya pengindonesiaan terhadap nilai
nilai islam. Islam menjadi sumbernilai dalam aktifitas kehidupan bangsa dan Negara.
Makanya pancasila dijadikan sebagai dasar Negara yang merupakan common platporm atau
kalimatun sawa yang mempertemukan gagasan keislaman dan keindonesiaan.
Caknur lebih menekankan amal shaleh atau aktualisasi nilai-nilai keislaman dalam prilaku
dan kegiatan-kegiatan sosial masyarakat. Caknur ingin memberi penjalasan bahwa ibadah itu
tidak hanya masalah fiqih yang sifatnya ritualistik akan tetapi pekerjaan sosial dan
membangun negara juga merupakan ibadah. Seharusnya aspekrirualistik dalam ibadah dapat
difahami dan dimaknai secara mendalam supaya dapat memotivasi untuk mengembangkan
dakwah islamiwah dan membangun masyarakat. Makanya hubungan sapek individu dengan
religiusitas atau isalam sangat peenting, begitu juga dengan tatanan sosial.
Pada paper ini kita akan menjelaskan konsep pemikiran perubahan sosial Caknur dalam
melihat problematika kebangsaan dan keumatan. Konsep perubahan sosial Caknur
menggunakan pendekatan sosial weberrian yang melahirkan etika al-quran. Akan tetapi
dalam melihat kompleksitasnya problematika sosial Caknur mulai melihat dan merumuskan
teori sosial yang berpradigma moralitas agama. Paradigm ilmu sosial ini disebut dengan
sosialisme religious yang melihat keadilan sosial dan keadilan ekonomi sebagai tolak ukur
dalam menciptakan kesejahtraan individu dan masyarakat dalam bernegara. Sosialisme
religious versi caknur merupakan upaya pengaktualisasian pancasila sebagai dasar Negara
yang bersaskan tuhan yang maha esa, prikemanusian, persatuan bangsa, dalam menciptakan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Maka dari itu keadilaan sosial merupakan cita-cita dan tujuan sosialisme religius dalam
mensejahtrakan bangsa indonesia. Bagi caknur dalam terciptanya kesejahtraan sosial harus
ada keseimbangan antara kehidupan individu dan masyarakat, oleh karena itu kesadaran
setiap individu harus menjalankan keteraturan hidup sosial masyarakat dan menjalankan
kewajibannya dalam segala aspek. Setiap individu haruslah profesional, ia mendahulukan
kewajiban dan kepentingan umum dari pada memenuhi hak pribadinya, ia sadar akan tugas
dan tanggung jawabnya serta mampu melaksanakan tanggungjawab itu dengan tuntas. inilah
kwalitas individu yang sesungguhnya, ia menyadari bahwa setiap haknya di batasi oleh hak
orang lain. Kwalitas individu seperti ini akan melahirkan sikap toleransi, saling menghargai
dalam perbedaan dan menciptakan kerukunan serta ketertiban umum. Sepertinya kwalitas
individu yang mempuni dan bernafaskan releigiusitas akan mehairkan kekuatan moral yang
berintegritas untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahtraan umum.
Sebelum kita membicarakan sosialisme religiusnya caknur akan lebih menarik kita bahas
dulu konsep manusia dan tangungjawabnya sebagai individu dan masyarakat, karena kedua
elemen ini adalah aspek penting dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara. Manusia
mempunyaitugas, hak-hak dan kewajiban yang harus ia kerjaakan dan harus dipahami
bersama supaya terjadi hubungan yang sinergis antaara individu dan masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
1. Tugas dan Tanggungjawab Manusia.
Manusia merupakan ciptaaan allah yang sempurna yang dianugrahi potensi-potensi fitrah
untuk berkembang dan menjadi (becaming), maka dari itu manusia ditugaskan allah untuk
mejadi khalifah dimaka bumi ini untuk mengatur, memelihara dan menjaga kelestarian bumi
beserta isisnya (Qs: Al-Baqorah: 30). Disamping itu manusia mempunyai kewajiban sebagai
hamba allah yang tunduk kepada kebenaran mutlak (wamakhalaktul jinna wal insa illa
liyabudun) karena ini merupakan konsekuensi logis dari peniupan ruh manusia yang
sebenarnya allah itu maha besar dan kita manusia adalah tak sebanding dengannya (alasta
birabbikum? Balla syahidna ). Tugas kekhalifahan dan penghambaan manusia merupakan
tujuan penciptaan Allah sebagai tuhan semesta alam.
Dalam istilah al-Quran manusia merupakan makhluk fisiologis (Basyar) yang tidak lepas
dari kebutuhan dasar lahiriah/biologis yang sifatnya materialistis seperti makan, minum, dll
serta mahluk sosiologis (al-Nas) dimana ia selalu berkelompok, bermasyarakat dan berbangsa,
menjalin suatu ikatan untuk mencapai tujuan bersama. Aristotoles menyabutnya (zoon
politicoon) dan Ibnu Khaldun Mengebutnya (insanul Ijtimaah) yang menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial cendrung berkelompok, saling membutuhkan oranglain dan
bekerjasama dalam mencapai tujuan. Sedangkan sebagai individu dalam dirinya juga terdapat
aspek lain yaitu aspek psikologis (al-Insan), sebuah dimensi lain dari diri manusia yang
paling sublim serta memiliki kecenderungan yang paling kompleks. Insan lebih kepada
kesadaran pikiran dan ke satuan jiwa seseorang antara aspek spritual- intelektual-moral. Ia
dan tidak bersifat material sebagaimana merupakan kecenderungan aspek fisiologisnya
(Basyar).
3
Manusia sebagai dalam memenuhi kebutuhan lahiriah (basyar) selalu bersinegris dengan
kebutuhan sosial (al-Nas) dan puncaknya pada insan. Kebutuhan lahiriah adalah tanggung
jawab ia sebagai individu. Ia akan bersaing untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya
untuk hidup karena kalau ia blm bisa beranjak untuk memenuhi kebutuhan ini itu akan terjadi
berbenturan dalam masyarakat. Orang makan bukan sekedar memasukkan zat-zat yang
diperlukan tubuh, tetapi juga yang bergizi tinggi, lezat dan sehat, ketika berpakaian bukan
hanya untuk melindungi tubuh dari sengatan cuaca, tetapi juga yang enak dipakai, serasi
dengan pemakainya, dan estetis ingin mendapat pujian dan diapresiasi orang lain. Selain dari
3
Lihat NDP Makasar Bab IV tentang Dasar-Dasar Kemanusiaan, paragraph pertama.
kebutuhan-kebutuhan yang bermula dari hal-hal lahiriah itu, orang juga membutuhkan
pengakuan akan eksistensi dirinya, menginginkan kedudukan sosial, kekuasaan, cinta kasih,
dan sebagainya.
4
Kita dapat mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu tidak berbatas. Semua
kebutuhan manusiawi itu hanya bisa dipenuhi dengan cara bekerja sama dan gotong royong
di dalam masyarakat. Mengapa? Karena kemampuan individual itu sangat terbatas. Manusia
tidak mungkin memenuhi kebutuhannya bila setiap orang harus mengerjakan kebutuhannya
yang kompleks menaman padi sendiri, berburu hewan sendiri, memasak sendiri, menenun
dan menjahit pakaiannya sendiri, mengajar anak-anaknya sendiri. Bila dipaksakan seperti itu
maka kemampuan individual yang ada pada masing-masing orang tidak akan berkembang.
Dengan bekerja sama dan gotong royong, yang berarti saling memberi dan menerima,
manusia dapat memperoleh kebutuhan-kebutuhannya secara optimal. Kebutuhan yang sangat
banyak dan beragam itu tidak mungkin diperoleh seseorang, hanya dengan usaha sendiri
semata-mata. Karena setiap orang mempunya potensi dan kemampuan berbeda. Perbedaan itu
penting bagi manusia, karena dengan itu orang dapat mencurahkan kemampuannya secara
optimal di dalam lingkup yang lebih terbatas. Maka masyarakat mencakup orang-orang dari
berbagai profesi. Allah menyatakan dalam Al-Quran: Kami (Allah) membagi-bagi
penghidupan manusia itu di dalam kehidupan dunia [QS Az-Zuhruf (43):32]. Tidak
mungkin seseorang bertani mengurus sawah dan ladang, tetapi juga menjahit bajunya sendiri,
dan mengajar anak-anaknya sendiri, dan membangun rumahnya sendiri, dan seterusnya.
Tidak mungkin pula seorang guru menanam padi sendiri dan membangun rumahnya tanpa
bantuan orang lain. Perkembangan budaya hanya diperoleh bila orang bekerja sama secara
serasi. Maka kerjasama dan gotong royong merupakan keharusan bagi orang-orang yang
berkeinginan maju.
5
2. Manusia Sebagai Individu dan Masyarakat
Manusia sebagai individu manusia harus bisa menyadari tugas kehidupan di bumi dan
kehidupan abadi sesudah mati di akherat nanti. Dalam aspek kehidupan pertama manusia
melakukan tugas dan amal perbuatannya sebagai individu yang baik dan buruknya harus
dipikul sendiri sekaligus komunal. Dalam kehidupan dunia manusia diberi kebebasan untuk
menetukan pilihan dan pertanggungjawabannya berdasarkan konvensi dan tata nilai yang
disepakati bersama. Pada kehidupan ini manusia sebagai khalifah filard adalah kepanjangan
tangan Allah untuk mengelola bumi yang dipertanggungjawabkan secara individu dan
kumunal masyarakat. Sedangkan dalam aspek kehidupan kedua diakhirat nanti manusia tidak
lagi melakukan amal perbuatan, tidak lagi mempunyai kebebasan, melainkan hanya
4
Gagasan tentang kebutuhan-kebutuhan manusia lihatlah konsep Abraham Maslow menggunakan piramida
sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan.[ Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :Kebutuhan fisiologis atau dasar, Kebutuhan akan
rasa aman, Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, Kebutuhan untuk dihargai, Kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan
sebutan homeostatis.mudian berhenti dengan sendirinya.[ http://id.wikipedia. org/wiki/Abraham_Maslow]
5
Waro Muhammad, (file:///F:/individu-dan-masyarakat-ndp-hmi.html) diakses pada hari sabtu tanggal 10 mei
2014
menerima akibat baik dan buruknya dari amalnya terdahulu di dunia secara individual.
Kebebasannya berkehendak dan amal perbuatannya akan dipertanggungjawabkan langsung
kepada Allah tuhan semesta alam. Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam
dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali.
6
Sebagai individu melahirkan adanya kemerdekaan pribadi yang menimbulkan perbedaan-
perbedaan antara pribadi yang satu dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu
adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa
kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda.
7
Jadi individualitas adalah hak prinsipil paling asasi yang pertama dan terakhir dalam
kemanusiaan, serta mengetahui dimana letak kebenarannya dari nilai kemanusiaan itu sendiri.
Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya,
Maka kemerdekaan pribadi adalah haknya yang pertama dan asasi. Akan tetapi hak asasi
individu manusia dibatasi oleh hak orang lain terutama hubungannya dengan masyarakat
komunal dan alam sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial yang
selalu berkelompok dan bekerjasama dalam mencapai tujuan hidupnya. Maka dari itu
manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu
kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat.
Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia
selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyata-
an universal dan adanya hukum-hukum pasti yang tetap menguasai alam (sunnatullah).
Sunnatullah merupakan batasan positif tentang kemerdekan individu yang dibatasi oleh
kebebasan oranglain dan lingkunganya. Sunnatullah tidaklah memenjarakan kemerdekaan
individu melainkan sebagai pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kreatif
manusia dan menyadari kebesaran ciptaan tuhan. Ia merupakan tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilihan merdeka. manusia dengan haknya untuk
berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi orang lain, dunia, dan dirinya
sendiri. jadi hubungan antara individu manusia dengan orang lain dan dunia sekitarnya
adalah kemerdekaan sesunguhnya, merupakan amal perbuatan keikhklasan dan berstandar
pada nilai-nilai kemanusiaan. Akan tetapi yang harus digaris bawahi bahwa tujuan manusia
hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah jalan menuju kebenaran yang hakiki sebagai
bentuk pengabdian dan tangannya tuhan dimuka bumi ini.
Manusia sebagai Individu bebas memilih profesinya, tempat tinggalnya, bahkan juga
keyakinan yang dianutnya. Agama yang diyakini menjadi pedoman dan pandangan hidup di
dunia, keyakinan beragama tidak dipaksakan tetapi dibangun dalam kesadaran. Di dalam
masyarakat, kemerdekaan individual seseorang pasti berhadapan dengan kemerdekaan orang
lain. Maka kemerdekaan yang merupakan hak asasi seseorang itu harus diselaraskan dengan
hak asasi yang dimiliki orang-orang di lingkungannya. Maka dari itu harus ada hubungan
yang harmonis antara kebebasan individu dan hak asasi yang dimiliki setiap orang yang ada
6
Lihat NDP Caknur bab III Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) Dan Keharusan Universal (Takdir) Paragraf
Pertama
7
Lihat NDP Caknur bab V individu dan Masyarakat
dilingkungan masyarakat karena hak kita sebagai individu dibatasi oleh hak orang lain dalam
bermasyarakat. Sebagai individu yang tak bisa hidup sendiri sudah menjadi fitrah kita untuk
hidup bermasyarakat, berintraksi dan berkerjasama, bahu membahu hidup dalam suatu
komunitas masyarakat, berbangsa dan bernegara.
8
Oleh karena hakikat hidup manusia bergantung pada amal perbuatan atau kinerjanya, maka
nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan
konkrit dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang
mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya
dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang
membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harafiah:
pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman.
9
Manusia yang beramal shaleh ia dapat mengambil spirit tauhid (memutuskan pengabdian
hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan
kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia
bertauhid adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak
mengenal batas. Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan
(totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata
mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan, menikmati kebaikan-kebaikan, dan
peradaban kebudayaan, serta selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Masyarakat terbentuk oleh adanya hubungan individu-individu yang terkait secara fitrah dan
alamiah untuk membangun sebuah komunitas besar dalam mencapai cita-cita bersama.
Masyarakat bukan terbentuk berdasarkan sebuah keterpaksaan, sebagimana beberapa
individu berkumpul untuk mengantisipasi adanya serangan dari luar, dan bukan pula
bedasarkan proses kesadaran sebagai langkah terbaik untuk mempermudah tercapainya
kepentingan masing-masing individu secara bersama-sama, sebagaimana sejumlah individu
berkumpul dan sepakat berkerjasama dalam mencapai tujuannya masing-masing. Karena itu
masyarakat didefinisikan sebagai adanya kumpulan dari beberapa individu secara fitri dalam
suka maupun duka dalam mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Dengan demikian kumpulan
individu adalah "badan" masyarakat, sedangkan kesepakatan untuk mencapai tujuan dan cita-
cita bersama adalah "jiwanya." Karena itu selain faktor geografis (daerah atau tempat tinggal)
dan sistem sosial (ikatan psikologis), individu itu sendiri merupakan salah satu unsur
terbentuknya masyarakat. Tanpa individu (manusia) maka masyarakat pun tidak ada.
10
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan
masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintahlah yang pertama
berkewajiban menegakkan kadilan. Melihat maksud didirikannya negara dan pemerintah
ialah guna melindungi manusia yang menjadi warga negara dari kemungkinan perusakkan
8
M. Subhi-Ibrahim, Pinggiran Nurcholish Madjid (http://ruhullah.wordpress.com/2008/09/11/keadilan-sosial-
dan-sosialisme-religius-gagasan-pinggiran-nurcholish-madjid/) diakses pada hari sabtu tanggal 10 mei 2014
9
Lihat NDP Caknur bab IV Tuhan yang Maha Esa dan Prikemanusiaan
10
Lihat NDP Makasar Bab VI Individu dan Masyarakat.
terhadap kemerdekaan dan harga diri manusia, sebaliknya setiap orang mengambil bagian
pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang diperoleh melalui
demokrasi yang adil dan mencerdaskan bangsa. Pada dasarnya masyarakat dengan masing-
masing individu yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri. Oleh
karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat
sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana
keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu. Kekuatan yang sebenarnya didalam
negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
11
Dalam realitasnya terjadi penyimpangan antara hubungan individu dan masyarakat dimana
ada dikotomi yang jauh dari setatus sosial dan setatus ekonomi yang melahirkan ketidak
adilan sosial dan ekonomi. Ketidakadilan ini terjadi karena hawa nafsu dan keserakahan
manusia dalam mengelola capital dan akhirnya ia diperbudak oleh capital itu sendiri.
3. Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi
Dalam tema keadilan, Cak Nur, menemukan bahwa ide keadilan sosial dalam Islam dapat
dijumpai dengan mudah dalam al-Quran, terutama dalam ayat-ayat Makkiyah. Secara terang-
terangan, al-Quran mengutuk individu dan masyarakat yang anti-keadilan, dengan sistem
ekonomi yang tidak produktif dan yang hanya mencari keuntungan pribadi dan diperbudak
kapital. (QS. Al-Takatsur dan al-Humazah, at- Taubah: 34-35).
12
Dalam tatanan masyarakat
yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan berserah diri, manusia
dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil
pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh
memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh.
Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang
menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat
tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Bagi Cak Nur, keadilan sosial sejalan dengan egalitarianisme radikal sebagai konsekuensi
agama monoteis. Seperti diketahui, dalam agama monoteis, keadilan merupakan misi profetik,
tugas suci para Nabi. Efek sikap ini bukan hanya tampak pada efek-langsung pada bidang
ekonomi, tapi juga dalam budaya dan seni. Ekspresi tersebut tergambar misalnya dalam
ikonoklasme, terutama pada gambar representasi simbolik dan emblematik, dan magis. Ide
dasar sikap ini adalah bahwa magisme menghalangi manusia dari mencapai keadilan
berdasarkan persamaan dan berdasarkan kenyataan-kenyataan yang terawasi (terkontrol).
Karena itu, seni yang berkembang adalah seni abstrak. Menariknya, seni abstrak tersebut
berkembang di kalangan penduduk kota (urban) karena lingkungan mereka lebih bebas dari
mitos alam. Islam sebagai gejala kota lebih tercermin dalam mekantilisme yang ditopang
paham persamaan manusia: persamaan kesempatan, selain hak dan kewajiban.
13
11
Lihat NDP Caknur bab VI keadilan sosial dan ekonomi.
12
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 2008), hal. 88
13
Ibid, hal 89-90
Selanjutnya, Cak Nur menegaskan, Islam tidak mendukung cita-cita ekonomi komunis,sama
rata sama rasa, sebab Islam menghargai prestasi individual. Karena itu, agar tidak terjadi
ketimpangan, dibuat aturan dengan ketentuan halal- haram dalam perolehan ekonomi
dan tidak boleh ada pembenaran struktur atas terhadap praktik penindasan.
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting ialah menegakkan keadilan di bidang
ekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar
setiap orang mendapat bagian yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang
tidak mengenal batas-batas individual, sejarah hanyalah alat legitimasi perjuangan dialektis
yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh
ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulan
kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak. Karena
kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan
kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas
maksimal pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan
membinasakan kemanusiaan dan peradabannya.
14
Bagaimana pola penggunaan kekayaan yang mencerminkan keadilan? Cak Nur memulai
elaborasinya dengan menjelaskan makna generik adil. Menurut Cak Nur, kata adil (bahasa
Arab) berarti sesuatu yang sedang, seimbang, wajar. Begitu pula kata just (bahasa Inggris)
yang bermakna wajar, justice (keadilan) ialah kewajaran. Pola penggunaan kekayaan yang
memenuhi kewajaran adalah suatu keadaan yang dapat di terima oleh semua orang dengan
penuh suka kerelaan dan kelegaan. Pola tersebut ialah pola prihatin. Dalam kepribadian dan
keprihatinan terdapat unsur dan semangat solidaritas sosial: suatu sikap yang selalu
memperhitungkan dan memperhatikan keadaan kepentingan orang banyak; tidak egois atau
berpusat pada diri sendiri. Dengan keprihatinan, harta kita sendiri kita gunakan sesuai dengan
kebutuhan hidup yang wajar, tak lebih dan tak kurang, menyisihkan sebagian untuk
mendorong pruduktivitas umpamanya, dengan sistem tabungan, zakat dan mengeluarkan
sebagian lagi untuk kepentingan langsung sosial. Dengan menekan penampakan mencolok
kekayaan, satu lagi hal didapat: mengurangi sumber ketegangan-ketegangan sosial yang amat
berbahaya. Cak Nur merujukkan penjelasannya tersebut kepada al-Quran, QS. Al-Furqan
(25): 67.
15
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar, tetapi
juga melalui pendidikan yang intensif terhadap individu manusia agar tetap mencintai
kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan
pendidikan yang kontinue, sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang
benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia.
Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi sembahyang merupakan
penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah -masalah kehidupan,
14
Lihat NDP Caknur bab VI keadilan sosial dan ekonomi.
15
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, Ibid., hal. 107-108
termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang
mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian diri yang bersifat mutlak.
16
4. Latarbelakang Sejarah Munculnya Idiologi Sosialisme Religius
17
bukunya, Historical Role of Islam (Peran Sejarah Islam), mengenalkan revolusi Islam dan
perannya dalam sejarah. Begitu juga dengan H.G. Wells. Ia menerima konsep egalitarianisme
Islam dan kekuatan sipil. Ia menulis, "... Islam menekankan persamaan pada setiap manusia
tanpa membedakan asal dan golongan. Dan penerapan ukhuwah Islam merupakan kekuatan
terbesar dalam sejarah dunia saat ini." Islam bertujuan menghapus perbudakan dan
pengeksploitasian manusia oleh manusia serta menghilangkan sikap rasialis dan chauvinisme
nasional. Sistem politik ekonomi Islam didasarkan pada musyawarah dan kesepakatan demi
kepentingan orang banyak. Masyarakat diperbolehkan menanyakan berbagai hal kepada
khalifah dan para gubernur setiap mereka bertemu ketika melaksanakan haji di Mekah.
Sebelum Rousseau mengeluarkan konsep kontrak sosialnya, Islam telah mengajarkan
hubungan antara khalifah dan rakyatnya, yang ditunjukkan dengan pemberian baiat
(pengakuan) antara kalifah dan rakyat.
Karena Islam adalah bentuk negara kesejahteraan yang sesungguhnya, maka negara
bertanggung jawab terhadap para yatim-piatu, janda-janda, serta anak-anak dan kaum yang
tak mampu, bahkan juga atas orang-orang yang terlilit utang. Membebaskan budak adalah
tindakan untuk menebus dosa seseorang. Di bawah sistem ekonomi Islam, barang-barang
yang biasa digunakan manusia dan makhluk lainnya, seperti garam, air, dan rumput, tidak
dikenai pajak. Negara yang menentukan harga dan barang-barang keperluan masyarakat agar
tidak terjadi penimbunan keuntungan pada segelintir orang serta tak terjadi penipuan,
misalnya jumlah timbangan barang atau penjual barang yang telah kadaluarsa.
Dalam surat al-Taubah ayat 34-35 dilukiskan betapa Islam mengutuk ketidakadilan ekonomi
yang terdapat dalam suatu masyarakat, sebagai berikut:.
"Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya banyak dari kalangan para rahib dan
pertapa itu yang benar-benar memakan harta manusia dengan cara yang tidak benar dan
menyimpang dari jalan Allah. Adapun mereka yang menimbun emas dan perak dan tidak
menggunakannya di jalan Allah, maka peringatkanlah mereka itu dengan adanya siksa yang
pedih. Yaitu ketika harta itu dipanaskan dalam api neraka, kemudian disetrikakan kepada
kening, lambung dan punggung mereka. (lalu dikatakan kepada mereka): "Inilah yang kamu
tumpuk untuk kepentingan kamu sendiri di dunia, maka sekarang rasakanlah harta yang dulu
kamu tumpuk itu.
Demikian pula dengan agama Nasrani. Dalam novel berjudul Quo Vadis, karya Henryk
Sienkiewicz diceritakan kegigihan dan pengorbanan kaum Nasrani dalam melawan
16
Lihat Ndp Cak Nur Bab VI Keadilan Sosial dan keadilan ekonomi. Paragraph 11.
17
Sosialisme Religius dan Jalan Baru Indonesia" (http://inouvetra.blogspot.com/2009/01/sosialisme-religius-
dan-jalan-baru.html) diakses pada tanggal 17 mei 2014.
kekaisaran Rowawi purba. Banyak yang mengidentifikasi Jesus Kristus adalah seorang
Sosialist, meskipun ajarannya kurang memfokuskan kepada teori ekonomi atau politik
tertentu, akan tetapi, ajarannya bersifat kebaikan universal. Cara pandangan dan sikap Jesus
yang konsisten menentang tatananan kekuasaan yang menindas, diserap dan diaplikasikan
oleh Enrico Guiterez dalam Teologi Pembebasan, yang begitu subur di Amerika Latin. Jesus
Kristus adalah seorang yang mencintai orang miskin. Jesus mengatakan, Jika Kau bekerja
untuk melayani orang miskin, kau telah melayaniku. Demikian pula dengan keberadaan
agama-agama lain, seperti Budha, Hindu, dan konfusianisme akan bisa ditemukan ajaran
yang membela rakyat miskin.
Pertentangan antara sosialisme dan agama selalu diletakkan kepada beberapa hal; pertama,
keberadaan para penggagas Marxisme, seperti Karl Marx, Frederick Engels dan Vladimir
Ilyich Ulyanov Lenin, dianggap sebagai pengobar perang terhadap agama. Filsafat kaum
Marxis yakni Materialisme-dialektika-histories (MDH) dianggap tidak mengakui keberadaan
Tuhan dari agama manapun. Marx memang pernah menulis bahwa agama adalah Candu.
Marx mengkritik agama bukan karena landasan dari agama itu sendiri, melainkan mengeritik
keberadaan dan praktek beragama dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang sering
dijadikan pijakan legitimasi oleh pihak berkuasa yang menindas. Pada masyarakat Prusia,
yang merupakan lingkungan yang pertama kali diamati sekaligus membesarkannya, Marx
menyaksikan dengan langsung peranan agama yang bersekutu dalam Aliansi Suci(holy
aliance) yang terdiri dari Prusia, Austria, dan Rusia dalam menindas kaum pekerja dan rakyat
miskin.
Kedua, tuduhan bahwa ketika rejim komunis berkuasa, mereka akan dengan serta merta
menutup tempat peribadatan, menindas pemuka agama, dan tidak ada kebebasan dalam
memeluk agama. Tuduhan ini selalu didasarkan kepada pengalaman revolusi Kuba dan China.
Pada masa rejim otoriter berkuasa, kaum agamawan menjadi sekutunya, sehingga ketika
rejim itu dijatuhkan maka kelompok agamawan yang juga turut memperkuatnya akan tersapu
oleh gelombang revolusi. Pertentangannya bukanlah karena dasar agama, tetapi hal itu murni
pertentangan politik, yakni kekuatan lama dan kekuatan baru. Tidak ada penutupan gereja di
Kuba ataupun China, malahan, seperti di Revolusi Rusia, kelompok islam Kaukasus dan
sekitarnya bersuka cita mendukung revolusi kaum Bolshevik. Kenapa? Karena selama
ratusan tahun Rusia di bawah Tsar mengembangkan Sovinisme atas bangsa kecil, termasuk
negara-negara kecil beragama muslim di Kaukasus.
5. Spirit Pancasila sebagai Sosialisme Religius Caknur
Keadilan sosial dalam agama dan Sosialisme pada faktanya sudah ada dalam lapangan
perjuangan anti-kolonialisme, termasuk dalam pengalaman perjuangan pembebasan nasional.
Misalnya Serikat Islam sebagai manifestasi gerakan yang dilandasi Islam berhasil memimpin
keresahan kaum pribumi, terutama buruh pabrik gula, pegawai pegadaian, dan petani. pada
akhir 1918 dan 1919, metode pemogokan yang dilancarkan oleh serikat buruh---yang
kebanyakan berafiliasi kepada SI dan ISDVtelah menuai kemenangan-kemenangan
perjuangan ekonomi. Hal ini yang menyebabkan SI segera berkembang bukan hanya sebagai
partai politik tetapi juga sebuah gerakan massa dengan keanggotaan mencakup 440.000
orang pada kongres keduanya. Penguasa koloniallah yang mengkotak-kotakkannya; putihan-
abangan, Islam versus komunisme, dan begitu banyak pengkotak-kotakkan lainnya.
Pengkotak-kotakkan itu telah menyebabkan perpecahan di kalangan islam dan juga di
pergerakan, terutama ketika SI melancarkan gerakan pendisiplinan partai pada tahun 1922-
1923.
18
Cak Nur melihat, ide sosialisme religius telah tertanam kuat dalam gugus pikiran HOS.
Cokroaminoto dalam buku Islam dan Sosialisme yang diterbitkan Pada bulan September
1922, yang meyakini bahwa nilai-nilai sosial itu sudah ada di dalam Islam. Sehingga yang
perlu dilakukan adalah mengejawantahkan nilai-nilai islam ke dalam bentuk nilai-nilai sosial.
Bentuk nilai-nilai sosial seperti kemanusiaan, persatuan, keadilan, kesejahteraan
sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang lahir dari nilai ketuhanan. Sehingga tidak perlu
adanya pemisahan antara ketuhanan dan sosial, atau antara islam dan sosialisme. H. Agus
Salim yang berpendapat bahwa sosialisme sudah tercakup dalam ajaran-ajaran agama,
khusunya Islam dan Syafrudin Prawiranegara yang berpandangan bahwa muslim haruslah
sekaligus seorang sosialis. Karena itu, Kahin melihat Masyumi sebagai Islam Kiri
atau Islam Sosialis. Namun, menurut Cak Nur, sosialisme religius bukan
monopoli kelompok Islam. Bung Karno misalnya, kerapkali menegaskan, masyarakat
yang dicita-citakannya adalah masyarakat sosialis-religius. Begitu pula Ruslan Abdul Gani
dalam ceramah-ceramahnya.
19
Bagi Cak Nur, sosialisme adalah ungkapan ciri masyarakat yang dicita-citakan, spirit
Pancasila, sebagai dasar negara dimulai dengan asas ketuhanan yang maha esa dan di akhiri
dengan tujuan pokok kehidupan bernegara mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia. Asas prikemanusiaan, persatuaan dan kerakyatan berada dalam spektrum yang
bermula dengan ketuhanan dan berujung dengan keadilan sosial, sejalan dengan prinsif
negara-bangsa yang bertujuan menciptakan maslahat umum.
20
Di Barat, kecenderungan ini
sangat kuat. Meskipun secara formal berbaju kapitalis, tapi dalam praktek mereka
menyelenggarakan sistem sosialis dengan ciri pemerataan pendapatan, jaminan sosial dan
kesempatan kerja.
Dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, maka diperlukan
pemikiran yang berbasis pada kerakyatan dan memerdekakan kaum-kaum lemah. Pemikiran
tersebut harus berorientasi dalam memperjuangkan hak dan berusaha untuk melayani
masyarakat lemah. Pemikiran ini mencoba untuk menumbuhkan kesadaran serta kepentingan
kaum elit kapital untuk membantu Negara dalam memeberantas kemiskinan dan
18
"Sosialisme Religius dan Jalan Baru Indonesia" (http://inouvetra.blogspot.com/2009/01/sosialisme-religius-
dan-jalan-baru.html) diakses pada tanggal 17 mei 2014.
19
Di negeri-negeri Muslim lainnnya, isu sosialisme Arab atau Sosialisme Islam sering dipertontonkan oleh
kelompok-kelompok Islam radikal di luar negeri, seperti di Aljazair, Libia, Mesir, Siria, Irak. Bahkan Pakistan,
memilih sosialisme Islam sebagai model sistem kemasyarakatanya, terutama semasa Ali Bhuto. Di Barat.
Sosialis-Religius, tercermin dalam Partai Uni Sosial Kristen (CSU), Uni Demokrat Kristen (CDU) Partai Sosial
Demokrat Jerman. Ibid., hal. 92-94
20
Budi Munawar-Rahman , Ensklopedi Nurkholish Majid Jilid II: Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban,
(Jakarta: Demokrasi Projek, 2012). Hal 1297
memerdekakan orang yang lemah. Elit capital yang individualis haarus bergeser kepada elit
capital sosialis yang bersama-sama membangun bangsa dan mewujudkan keadiln sosial. Elit
capital harus sadar akan kewjibannya dan mengetaui bahwa disetiap hartanya ada kewjiban
zakat dan sedekah bagi orang-orang yang lemah.
Sosialisme religius adalah pemikiran yang menggalang kekuatan untuk memperjuangkan
nasib masyarakat kecil dengan berlandaskan pada dimensi religiusitas. Ideologi ini
menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dengan berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan atau
ketuhanan. Sehingga batasan dari pemikiran ini adalah nilai-nilai ketuhanan yang
transcendental yang nota bene sudah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
Mengapa sosialisme memakai embel-embel religius? Cak Nur melihat aspek religiusitas dan
keyakinan beragama sudah mendarah daging dalam kehidupan sosi-kultur bangsa indonesia.
Dalam sejarahnya bangsa indonesia selalu berpegang teguh kepada keyakinan dan
kepercayaan sebagai pegangan hidup seperti budhaisme dan hinduisme sebulum datangnya
islam. Ini menandakan bahwa bangsa indonesia adalah masyarakat yang relegius yang selalu
berpegang tuguh kepada dasar-dasar keyakinan beragama yang kuat.
Bisa dikatakan idiologi sebagai anti thesis dari pemikiran kapitaslime global yang menindas
dan memiskinkan Negara duia ketiga yang masih bekembang sepert indonesia. Karena dapat
dikatakan bahwa kapitalisme sangat tidak bersesuaian dengan nilai-nilai sosial
kemasyarakatan. Sehingga perlu dihidupkan kembali pemikiran yang pro terhadap rakyat dan
berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan.
Sosialisme religius merupakan ideologi yang menjamin terciptanya keadilan sosial. Ideologi
yang mengakomodir kepentingan rakyat kecil (kaum mustada,fin), mendidik dan membina
mereka suapa mencapai hakdan martabat hidup yang layak. Dengan catatan tanpa
menghalangi kesempatan dan kebebasan individu kaum elit capital untuk mengembangkan
usahanya. Ideologi ini dibatasi oleh nilai-nilai muamalah yang diajarkan di dalam islam.
Sehingga tidak akan ada yang merasa dirugikan, baik kaum elit kapital ataupun kaum buruh
dan rakyat kecil lainnya.
K. H. Agus Salim (1920), tokoh SI ini mengatakan bahwa gagasan tentang sosialisme
tercakup dalam ajaran agama Islam. Syafrudin Prawiranegara (1955) mengatakan bahwa
seorang Muslim haruslah sekaligus seorang sosialis. Masyumi pun menerima tjap sebagai
partai Islam Sosialis, karena tokoh-tokohnya mengemukakan gagasan bahwa bahwa
Sosialisme telah terdapat dalam ajaran Islam.
Menurut Caknur, isi Pancasila sendiri adalah sosialisme plus religius. Pancasila sebagai
Dasar negara dimulai dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid) adalah aspek religius
dan diakhiri dengan tujuan pokok kehidupan kenegaraan, mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat merupakan aspek sosilisme. Kemudian Cak Nur menegaskan,asas-asas
perikemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan berada dalam spektrum yang bermula dengan
ketuhanan dan berujung dengan keadilan sosia sebagai sosialisme religius.
21
Singkatnya,
bagi Cak Nur, Sosialisme bukan hanya komitmen kemanusiaan (antroposentris), tetapi juga
ketuhanan (teosentris).
Cak Nur mengutip Hatta yang menerangkan bahwa,sila ketuhanan merupakan sila yang
menyinari sila-sila lainnya, merupakan dasar moral yang kuat untuk mewujudkan cita-cita
kenegaraan dari kemasyarakatan kita. Dengan basis religius, diharapkan tidak seperti proyek
komunisme yang mencoba mewujudkan cita-cita kemanusiaan namun menggunakan metode
anti-kemanusiaan. Menurut Cak Nur, mereka melakukan kontradiksi-performatif itu
karena,pengingkaran terhadap alam bukan-materi (alam gaib), Tuhan yang merupakan
benih amoralisme. Cak Nur kembali mengutip Bung Hatta: Hanya kepercayaan kepada
Tuhanlah yang akan memberi ke dalam rasa tanggungjawab dan moralitas kepada tindak-
tanduk manusia di dunia ini. Dengan adanya kepercayaan itu, seorang manusia bertindak
tidak semata-mata karena perhitungan hasil dan akibat di dunia ini, tetapi lebih penting lagi,
di alam kehidupan yang lebih kekal kelak. Dasar tanggung jawab yang mendalam ini
merupakan jaminan yang jauh lebih baik bagi kesejatian pelaksanaan suatu cita dan
khususnya cita-cita kemanusiaan seperti sosialisme atau masyarakat berkeadilan sosial.
22
Bagaimana mempraktekkan sosialisme religius? Bagi caknur sosialisme religius adalah cita-
cita mewujudkan keadilan sosial yang sejajar dengan pengertian negara sejahtra (welfare
state), yang menuntut tersedianya standar hidup minimal untuk setiap warga. Penciptaan
keadilan sosial menjadi lebih relevan bagi bangsa ini yang sedang bergerak menjadi negara
industri. Berbeda dengan pola ekonomi agraris yang menyediakan ruang kemandiriaan
kepada para petani, pengrajin, dan pedagang kecil, pola ekonomi industri menyebabkan
semakin banyak orang yang hidup dari gaji atau upah, sehingga tergantung kepada majikan
(pemodal/kapital). Maka dari itu individulisme akibat ekonomi industri harus diimbangi
dalam tanggungjawab sosial yang lebih besar, khususnya untuk membantu kaum
penganguran, orang sakit, orang lanjut usia (kaum mustadafin). Ditambah lagi problem
urbanisasi yang tak terkendali mengurangi rasa tanggungjawab antar sesama manusia, akibat
gaya hidup tidak saling kenal (anonymous), hedonis dan konsumeristis
23
.
Maka dari itu pemerintah sebagai welfare state dalam merumuskan sebuah kebijakan,
diharapkan partisipasi dan keikutsertaan masyarakat kecil dalam menyuarakan hak dan
keinginan mereka. Bukan hanya itu, pemerintah juga harus memfasilitasi para kaum elit
kapital untuk menyalurkan apa yang ingin mereka lakukan kedepan. Sehingga disini peran
pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat penting, terutama sebagai fasilitator antar
masyarakat kecil dan kaum elit kapital. Pemerintah harus memperhatikan konsensus kedua
pihak ini agar kebijakan yang dibuat nantinya dapat diterima oleh keduanya.
21
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Universitas Paramadina, 2004), hal. 167( bandingkan dengan
Ensklopedi Nurkholish Majid Jilid II:: Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban, (Jakarta: Demokrasi Projek,
2012). Hal 1297 )
22
Nurcholish Madjid, Islam,Kemodernan, dan Keindonesiaan, hal. 96-99
23
Budi Munawar-Rahman , Ibid, Hal 1298-1299
Keadilan sosial dalam religiusitas agama terutama islam mengandung nilai equality dan
Egalitarian yang menekankan kepada persamaan hak dan kewajiban. Tetapi Allah
menciptakan umatnya dengan keberagaman kemampuan dan latar belakang geografis, maka
berkembang pula keberagaman frekuensi dan tingkat penghasilan. Misal seorang petani dan
PNS mendapatkan penghasilan berkala (per bulan atau per masa panen), sedangkan
wiraswasta di bidang kuliner frekuensi penghasilan mereka adalah per hari. Namun,
perspektif yang digunakan dalam mengukur keberagaman tersebut tidak hanya berlandaskan
konsep materialisme; yakni jumlah. Kesuksesan panen seorang petani sama halnya dengan
kesuksesan seorang guru bidang studi UNAS yang muridnya 100% lulus.
24
Ketika hasil panen itu memuaskan maka penghasilan petani juga akan mengalami kenaikan.
Sedangkan, ketika hasil kelulusan tersebut memuaskan, fee yang diterima Sang Guru adalah
tetap. Islam menolak mentah-mentah konsep "sama rata sama rasa" produk Komunisme
karena menghapuskan hak-hak individual dalam masyarakat. Islam mengakui kepemilikan
perorangan tetapi ada batasan agar tidak menimbulkan kesenjangan. Rezki yang diterima
harus dibelanjakan di jalan Allah, seperti untuk membantu sesama yang memerlukan, bukan
untuk memperkaya diri pribadi dengan menghalalkan segala cara termasuk penipuan,
perampasan, dan bentuk-bentuk usaha yang minor kemaslahatan umat. Atheisme dalam
Faham Sosialisme Modern memang pantas mati. Tetapi keadilan sosial harus kita amin-i.
Tokoh sosialisme religious selain caknur adalah Muhammad Iqbal dan Muhammad Husein
Heikal adalah contoh cendekiawan muslim yang sejalan dengan konsep keadilan sosial
dalam Sosialisme. Pemikiran mereka kemudian dikenal sebagai Sosialisme-Religius. Di
Indonesia, tokoh-tokoh seperti H.O.S. Cokroaminoto, K. H. Agus Salim, Bung Hatta, M.
Natsir, Syafrudin Prawiranegara, Mubyarto dan lain-lain.
Cak Nur mengakui, memikirkan dan menemukan segi-segi praktis pelaksanaan suatu
gagasan atau ide sering tidak segampang memahami prinsip-prinsip ide tersebut. Sebab, hal
itu tidak saja menyangkut persoalan komitmen dan tekad, tetapi juga mengait segi ketelitian,
keahlian, dan ketekunan. Inilah tantangan kita!.
25
Terakhir sisi yang patut digaris bawahi
adalah, Cak Nur tidak melihat sosialisme religius dalam optik ideologis, tetapi lebih
substantifkeadilan, persamaan, pemerataan, kesetaraan, dan sebagainya. Hal ini tampak
jelas pada semesta tulisan dan segenap sikap Cak Nur yang menjadikan keadilan sebagai
sebuah kacamata epistemologis.
Daftar Pustaka
Anjrah Lelono Broto, Sosialisme Religius (http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?
id=20090330162220) diakses pada tanggal 17 mei 2014.
24
Anjrah Lelono Broto, Sosialisme Religius (http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=
20090330162220) diakses pada tanggal 17 mei 2014.
25
Ibid hal. 96-99
Asep Gunawan (Ed), Artikulasi Islam Kultural, (Jakarta: PT Radja Pratindo Persada, 2004)
Budi Munawar-Rahman, Ensklopedi Nurkholish Majid Jilid II: Pemikiran Islam Di Kanvas
Peradaban, (Jakarta: Demokrasi Projek, 2012).
NDP Caknur. Draf-Draf Hasil Kongres Depok 2010.
NDP Makasar. Draf-Draf Hasil Kongres Makasar 2008
M. Subhi-Ibrahim, Pinggiran Nurcholish Madjid (http://ruhullah.wordpress.com/2008/09/11/
keadilan-sosial-dan-sosialisme-religius-gagasan-pinggiran-nurcholish-madjid/) diakses
pada hari sabtu tanggal 10 mei 2014.
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 2008).
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Universitas Paramadina, 2004).
Sosialisme Religius dan Jalan Baru Indonesia" (http://inouvetra.blogspot.com/2009/01/
sosialisme-religius-dan-jalan-baru.html) diakses pada tanggal 17 mei 2014.
Waro Muhammad, (file:///F:/individu-dan-masyarakat-ndp-hmi.html) diakses pada hari sabtu
tanggal 10 mei 2014.

Anda mungkin juga menyukai