Anda di halaman 1dari 210

Jatuh Cinta Pada KAMMI

yang Kedua Kalinya


Masih ingat cerita saya tentang motivasi
seorang kader yang menjadi seorang Pejabat KAMMI
Daerah Purwokerto karena disuruh murobbi. Ini
bukan karangan saya, tapi benar-benar terjadi dan ada
di kota saya. Ia sendiri yang menyampaikan secara
lesan ke saya. Meski term motivasi pada formulir
pendaftaran KAMMI yang ia serahkan ke kaderisasi
ternyata berbeda, penuh dengan kata-kata idealis dan
indah. Kritik akh ipung tentang pemimpin gerakan
memicu saya mengeluarkan sekelumit cerita itu.
Ini cerita yang mirip dengan cerita awal, namun
kali ini tentang diri saya sendiri. Di Unsoed, saya lebih
di kenal sebagai KAMMIers daripada seorang ADK.
Organisasi yang pertama kali saya geluti, yang
membina saya, mengajari dan membuat besar saya.
Keseriusan saya di KAMMI, mengantar saya menjadi
Ketua Umum KAMMI Unsoed pada semester 3,
menerima peralihan dari ketua sebelumnya yang
sudah semester 11.
Dengan umur muda di KAMMI, kami memulai
gerakan muda, dengan ide dan ilmu yang masih muda,
didukung kader muda, dikemas dengan semangat
muda. Alhamdulillah, revolusi kecil-kecilan kami gelar
1

di kampus. Banyak hal yang telah kami lakukan, banyak


pula yang belum sempat di selesaikan.
Entah apa yang telah saya buat di KAMMI.
Begitu lengser, saya mendapat talimat dari murobbi
untuk untuk mengurus LDK di kampus, sekalipun saya
tidak pernah dibina dan dibesarkan oleh LDK. Saya
terima talimat itu dengan berat hati untuk
kepentingan dakwah. Ketua Umum Rohis Fak. MIPA,
langsung di amanahkan. Jangan tanya kok bisa?. Soal
skenario, bisa di atur jaringan di kampus.
Yang kemudian terjadi, saya perlahan-lahan
hilang dari KAMMI. Sedangkan para pemuda lainnya
tetap di KAMMI melanjutkan cita-cita kami dulu. Saya
sedih, seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.
Kelak di kemudian hari, saya menyesali
keputusan untuk menerima amanah itu, setelah
seorang teman bertanya tentang motivasi saya
memimpin rohis. Pertanyaan yang menggugat karena
kegagalan saya memegang amanah itu. Saya sadar,
ternyata saya tidak punya semangat membangun LDK
yang hebat. Semangat itu tidak ada, karena memang
saya tak punya cita-cita sejati yang membuncah dalam
hati dan darah ini. Yang saya punya adalah amanah.
Hanya amanah, tak ada cita-cita!
Saya membayar mahal kegagalan dan
penyesalan itu. Futur selama 20 bulan, hampir saja
hengkang dari dunia dakwah. Karena Patah hati.
2

Saya sangat mencintai KAMMI. Rasa cinta yang


membuat tergila-gila terhadap KAMMI. Sudah tahu
banyak jeleknya, masih saja di KAMMI. Bergabung di
KAMMI bukanlah pilihan rasional, lebih kental sisi
emosional saya. Ada banyak cita-cita tinggi yang
hendak diwujudkan dan dipersembahkan kepada
KAMMI. Maka cinta dan cita-cita tinggi itulah yang
membangun semangat bergerak.
Tanpa rasa cinta yang mendalam terhadap
organisasi yang kita tekuni, kita tidak punya kemauan
dan ketulusan untuk memberi dan berkorban.
Pengorbanan bukanlah ritual kewajiban sebagai
anggota organisasi. Pengorbanan di KAMMI haruslah
menjadi ritual cinta. Layaknya cinta seorang gadis
yang melepas kekasihnya pergi mencari ilmu di negeri
jiran. Cinta yang hidup dan menghidupi sebuah
gerakan untuk berkorban tanpa penyesalan dan
keterpaksaan. Bukan kata-kata cinta yang lahir dari
kewajiban ataupun sekedar amanah.
Maka jika tidak ada apa-apa di KAMMI, tidak
ada pemimpin yang lahir dari rahim KAMMI, tidak ada
kontribusi KAMMI pada masyarakat, maka besar
kemungkinan tak ada cinta di dalam KAMMI.
Semuanya berjalan seperti zombie, kering. Sekedar
menjalani ritual kewajiban keanggotaan organisasi.
Jika ini terjadi pada jajaran pengurus, dampaknya akan
menular pada kader baru yang punya semangat tinggi,
kehilangan semangat aktif di KAMMI.

Tak perlu kader KAMMI di ajarkan tentang


cinta. Tapi rasanya pantas cinta kepada KAMMI di
gelorakan. Cinta bukan sebuah ajaran ataupun ilmu
yang bisa di buat konsepnya oleh kaderisasi. Cinta
terhadap KAMMI merupakan ungkapan perasaan.
Perlu teladan dari senior.
Cintalah yang membuat akh Imron menulis
serial Mengapa Aku Mencintai KAMMI. Cintalah yang
membatalkan rencana akh Yuli terbang ke London.
Dan masih banyak kisah cinta lainnya. Saya percaya,
banyak yang mencintai KAMMI di KAMMI, tapi
ternyata lebih banyak yang menganggapnya sebagai
amanah yang membebani.
***
Mengapa kita tidak mulai belajar mencintai
KAMMI. Memberi, membantu KAMMI dan berkorban
untuk KAMMI agar mencapai cita-citanya. Mungkin
bukan tugas kita mencetak kader pemimpin bangsa.
Dan itu tugas mulia yang dibebankan kepada KAMMI.
Tugas kita sebagai kekasih hanyalah membantu
KAMMI menggapai cita-citanya menjadi Wadah
perjuangan permanen yang akan melahirkan kaderkader pemimpin bangsa masa depan yang tangguh
dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di
Indonesia.
Saya sarankan anda untuk mulai mencintai
KAMMI, agar peran apapun yang anda mainkan akan
anda rasakan manfaatnya bagi anda, agar anda
4

merasakan keindahan cinta terhadap KAMMI dan agar


anda enjoy aja. Setiap aktivitas dan kegiatan akan
terasa menyenangkan. Bahkan tanpa amanah pun
anda masih bisa berbuat untuk KAMMI.
Saya sempat patah hati terhadap KAMMI, yang
membuat saya berpisah dengan KAMMI selama 14
bulan, lalu membuat saya futur selama 20 bulan
karena kehilangan semangat. Setelah keterpaksaan
dan amanah itu, kini saya sedang jatuh cinta. Jatuh
Cinta kepada KAMMI, untuk yang kedua kalinya. Tapi
untungnya, saya tak perlu lagi meresmikan cinta saya
ini dengan ikut DM 1 yang ketiga kalinya.
Diambil dari www.kammisuka.multiply.com

NAMAKU KAMMI
an autobiographical sketch
Namaku
KAMMI.
Orang-orang
juga
memanggilku demikian, lebih praktis dibanding
melafalkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia. Kalau engkau teringat sesuatu begitu
memanggilku, tentulah sebuah akronim KAMMI yang
mencatat prestasi besar (dan akhirnya kelam?) sebuah
jaringan gerakan mahasiswa Indonesia dalam rentang
sejarah Indonesia 66-an. Konon, atas alasan citra
historis itulah founding fathers-ku mengambil nama
5

itu, dan atas alasan ideologis menambah tasydid pada


mim hingga KAMMI-lah namaku.
Aku lahir tanggal 29 Maret 1998 di Malang
dalam rentang situasi yang teramat sangat enak dan
perlu bagi lahirnya gerakan mahasiswa di negara
dunia ketiga; tirani-otoriter, despotik, tidak adil, dan
tidak demokratis. Gerakan mahasiswa begitulah aku
disebut adalah bagian dari aktor muda yang selalu
mencoba masuk dalam peta sejarah peradaban bangsa
yang selalu saja terhegemoni oleh orang-orang tua
yang bermentalitas stabilisme, klaim legitimasi dan
otoritas, mapan dan status quo. Kami adalah anak
muda secara biologis bahwa keniscayaan takdir
membuat manusia harus mati dan berganti, maupun
secara historis bahwa kami adalah generasi baru
Indonesia yang setidaknya tersucikan dari kekotoran
dan
najis
politik
generasi
lama
yang
memporakporandakan bangsa. Sebagai anak muda
tentu saja kami bernilai istimewa; energik, kreatif,
bening-moralis, dan tentu saja anti status quo.
Wajar sajalah sehingga orang semacam Arnold
Toyenbee dalam buku monumentalnya The Study of
History, menyebut kami (yang spiritnya diilhami oleh
Ibnn Khaldun) the creative minority, maupun Jack
Newfield yang menggelari kami sebagai penghusung
pesan-pesan kenabian.
Tetapi aku tidak lahir begitu saja, benihku
adalah benih yang tertanam dalam rahim Indonesia
sejak 25-an tahun silam. Saat itu Soeharto dan para
arsitek Orde Baru begitu ketakutan di usia politiknya
6

yang baru 12-an tahun terhadap mahasiswa yang


mulai jenuh dan menentangnya. Daud Yusuf
menerjemahkannya melalui proyek depolitisasi
kampus melalui NKK-BKK. Tiarapnya gerakan
mahasiswa secara politik dimanfaatkan secara kreatif
dengan memanfaatkan peluang yang setidaknya dilihat
Orde Baru sebagai sikap apolitis: kajian keislaman.
Generasi baru Islam Indonesia tahun 80-an seolah
menemukan cara yang berbeda dalam memahami
Islam dan konteks politik Indonesia saat itu. Setidaknya
itulah yang tergambarkan lewat seruan Nurcholis
Madjid yang lumayan kontroversial secara ide
Islam yes, Partai Islam no.
Semangat baru generasi muda Islam terhimpun
dalam usaha untuk meyakini Islam sebagai alternatif
bacaan yang membawa pencerahan atas gelapnya
dominasi wacana Barat (dan dalam konteks Indonesia
adalah dominasi Orde Baru) dan kemudian usaha
membaca
Islam
secara
intelektual
untuk
merumuskannya dalam praksis agenda obyektif
bangsa. Anak-anak muda Islam tersebut membaca Al
Quran (dan sunnah Rasulullah) dengan sepenuh gairah
kemudaan dan melakukan eksplorasi dan elaborasi
secara intelektual dan gerakan.
Lahan persemaianku, Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) adalah manifestasi dari gairah-gairah
tersebut, hingga dari kampus-kampus besar ia
menyebar ke seluruh Indonesia dengan polanya yang
khas: kajian keislaman, dalam sel-sel kecil
pembentukan kepribadian, dan wacana dengan dasar
7

Quran dan Sunnah. Fahri Hamzah masul pertamaku


- menyebutnya sebagai anak-anak sekolah yang
punya gagasan untuk berjamaah, berkumpul dalam
suatu kesadaran akan pentingnya membina diri secara
fisik, mental, dan spiritual di mana kesadaran ini
berlanjut menjadi semacam gerakan purifikasi yang
menjadikan sejarah nabi dan sahabat sebagai ingatan
dasar . Orang menyebutnya sebagai gerakan
purifikatif atau neo-revivalis atau menurut Hasan
Hanafi adalah Islam reformis moderat, yang biasanya
disandarkan sebagai sifat dan ideologi sebuah gerakan
internasional yang tumbuh dari Mesir: Ikhwanul
Muslimin.
Tetapi, aktivitas purifikasi yang bergerak seolah
secara bawah tanah pada awal 90-an muncul ke
ranah publik (kampus) dengan melakukan menurut
Qodari afirmasi terhadap politik kampus dengan
masuk dalam lembaga politik kampus. Periode itulah
yang menentukan arah dakwah kampus yang lebih
terbuka dan menjelaskan masifnya mobilisasi yang
luar biasa cepat pada tahun 1998 yang melahirkanku
KAMMI sebagai sebuah jaringan kerja gerakan
dakwah, sekaligus sebagai tapal batas antara dakwah
kampus melalu LDK yang semula apolitis menjadi
sebuah gerakan politik baru .
Maka tatkala mereka (kaum itu) melupakan
peringatan (dan ajaran) yang telah diberikan pada
mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu
kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang diberikan kepada
8

mereka, Kami siksa (dan timpakan bencana kepada)


mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu
mereka terdiam (terpana) dan putus asa (tak tahu
harus berbuat apa) (QS Al Anam 44).
Namaku KAMMI. Aku lahir dan besar dengan
teramat sangat cepat dengan prestasi politik yang
dianggap terlalu hebat untuk gerakan seusiaku. Saat
seluruh aksi demonstrasi 1998 masih berpusar di
dalam kampus sebagai wilayah yang aman dan
terlindungi oleh kebebasan akademis, aku hadir keluar
kampus dengan massa besar (20.000!) tanggal 10 April
di wilayah aman yang lain yaitu di mesjid (Al Azhar
Jakarta). Aksi yang kemudian kugeliatkan secara masif
bersama elemen bangsa yang lain berturut-turut di
berbagai kota, dengan darah yang terkorbankan di
Trisakti, dengan sisipan manuver-manuver politik yang
undercover, yang berpuncak pada kegentingan Jakarta
20 Mei 1998 saat aku, Amin Rais dan jaring reformasi
yang lain merencanakan Aksi Sejuta Ummat di Monas
pada hari Kebangkitan Indonesia. Aksi yang gagal, tapi
berbuah esoknya: Soeharto mundur. ShadaqaLlaah
Maha Benar Allah dengan firman-Nya.
Lima tahun pasca Soeharto tumbang ini,
kurenungi jejak-jejak langkah politikku. Kulihat
setidaknya ada empat fase langkah politikku yang
(ternyata!) semua berjejak sama: isu kepemimpinan
nasional. Sampai Soeharto lengser itulah fase
pertamaku, dimana aku berhasil masuk dalam pusaran
politik yang menentukan serta dimana interaksi antar
elemen gerakan perubahan teramat sangat kuat.
9

Semua berada pada lafadz sama: Turunkan Soeharto.


Setelah itu? Kegagalan membangun platform
Indonesia secara bersama dan mendefinisikan agenda
reformasi yang konkrit dan tidak sloganistis
meruntuhkan bulan madu gerakan-gerakan 98. Sekat
ideologis dan kepentingan menyeruak begitu pekat.
Inilah fase keduaku: fase Habibie hingga Pemilu 99.
Usahaku meyakinkan bahwa reformasi harus
menyeluruh, dan ia butuh waktu dan butuh
penumbuhan institusi demokratis harus berkelindan
dengan situasi sosial politik Indonesia yang rumit. Isu
Sidang Istimewa 99 merubuhkan bangunan konsolidasi
gerakan yang memecah gerakan jadilah darah
kembali menetes di Semanggi dan elemen masyarakat
mengacungkan pedang dan tombaknya. Aku mencoba
meredakannya dengan mengatakan bahwa menolak
maupu menerima SI secara mutlak adalah salah,
pilihan terbaiknya (menurutku) adalah memastikan
bahwa SI menjamin reformasi total dan justru tidak
meneguhkannya sebagai ruang baru bagi Orde Baru.
Saat itulah kukenalkan enam visi reformasi
yang kemudian menjadi jargon utama sekaligus
parameteri evaluatif rezim bagi gerakan pro-reformasi
pasca Orba yang meliputi: (1) penegakkan supremasi
hukum dengan jalan pengadilan Soeharto (2)
menghapus dwifungsi ABRI (3) mengamandemen UUD
45 (4) otonomi daerah yang luas (5) penegakkan tradisi
demokrasi (6) pertanggung jawaban Orde Baru .
Martin van Bruinessen mencatatkan fase Habibie
sebagai situasi dikotomis antara pilihan politik kaum
10

muslimin (termasuk Amin Rais) yang menganggap


Habibie adalah orang yang cukup untuk menjamin
transisi demokratis sekaligus menjamin kepentingan
umat Islam, dengan pilihan politik kaum sekular yang
menempatkan Habibie adalah orang yang cacat
karena ia adalah murid Soeharto sehingga mereka
memunculkan tokoh semacam Gus Dur, Megawati,
dan Sri Sultan HB X yang kata Bruinessen ironisnya
karena alasan tertentu justru bukanlah orang yang
secara tajam menyuarakan agenda reformasi saat
Orde Baru masih tegar .
Hiruk pikuk fase Habibie selesai dengan Pemilu
99 yang melejitkan PDIP, mengembalikan Golkar dan
memastikan kubu pro-reformasi kembali terkubur oleh
realitas politik. Gus Dur yang secara mengejutkan
terpilih melalui gesekan-gesekan politik yang secara
gamblang semakin menegaskan kekalahan agenda
reformasi pada pragmatisme politik. Gus Dur pulalah
yang selama ini disebut-sebut sebagai demokrat
(setidaknya karena pada masa Soeharto ia pernah
dirikan Forum Demokrasi) secara mengejutkan pula
menjadi ademokratis, gagal membentuk negara yang
kuat, terlebih berpikir tentang agenda reformasi. Inilah
fase ketiga yang kembali mesti kulakoni: menurunkan
Gus Dur! Agenda ini akhirnya mau tidak mau harus
beririsan dengan pekatnya agenda politik di parlemen.
Sungguh, aku selalu berpikir bahwa Gus Dur
semestinya adalah aktor politik yang dengan seluruh
kebesarannya mampu menunaikan tugasnya. Tetapi ia
gagal, rakyat juga berkata begitu, aku pun turun
11

kembali dan berteriak agar ia pun turun. Sebuah


pilihan baru yang kuambil secara lebih radikal karena
kesabaran yang semakin habis - bahwa akhirnya siapa
saja yang gagal ia harus berhenti. Resiko yang
kuhadapi pun tidak main-main, yang paling mahal
tentu saja adalah konflik horisontal yang kembali
menjadi bagian pertempuran elit politik! Berhadapan
dengan pilihan sebagian gerakan kiri yang
menandaskan pembubaran Golkar dan pengadilan
Orde Baru sebagai satu-satunya pilihan dengan
menafikan kemungkinan Orde Baru menyusup di
tubuh Gus Dur. Gus Dur pun dimundurkan parlemen,
dan memunculkan Megawati dengan ironisme
Indonesia yang selalu saja lupa pada sejarah - dengan
problem yang sama!!
Secara lebih reflektif, aku mencoba memahami
kecenderunganku untuk selalu memilih isu khas
kepemimpinan nasional. Pada satu sisi, ini
meneguhkan posisiku yang selalu menjadi oposan
abadi dan kelompok penekan (pressure group) bagi
siapa saja yang berkuasa. Pada sisi lain, konsekuensi
dari pilihan semacam ini adalah sifatnya yang
pragmatis, dan pekat dengan kepentingan politik elit,
karenanya menyebabkan konflik horisontal (akibat elit
yang tidak pernah pede bertempur secara fair),
sekaligus ia menutup pada agenda yang lebih
substantif: agenda kultural dan agenda intelektual.
Masalahnya adalah karena Indonesia belum
cukup
dewasa
untuk
bertanggung
jawab
menyelesaikan proses demokratisasi. Pada situasi
12

semacam itu, pilihan yang paling moderat (dan


konservatif) adalah memang mewujudkan demokrasi
model Schumpeterian yaitu dengan memastikan
prosedur-prosedur dan koridor demokrasi dibangun
dan dijalankan secara konsisten, sembari diimbangi
dengan
pilihan
demokrasi
partisipatif
yang
memastikan rakyat memungkinkan terlibat secara aktif
dalam agenda politik yang biasanya diklaim sebagai
wilayah elit politik. Inilah pilihan yang disodorkan oleh
Eep Saefullah Fatah dengan istilah kesabaran
revolusioner dengan mengkritik pilihan kedua yang ia
sebut ketergesaan politik yaitu dengan secara radikalrevolusioner kembali meruntuhkan rezim yang - selalu
saja - Orbaism.***
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan
Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik lakilaki, perempuan, maupun anak-anak yang semuanya
berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri
ini (Mekah) yang dzalim penduduknya, dan berilah
kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami
penolong dari sisi Engkau (QS An Nisa 75)
Namaku KAMMI. Tasydid pada mim dalam
namaku adalah representasi ideologisku. Islam bagiku
adalah energi yang amat dahsyat sekaligus samudera
yang amat luas. Bagiku, Islam lahir untuk menentang
dominasi dan hegemoni ide serta kekuasaan, ia
menegaskan akan ketiadaan yang mutlak kecuali Allah
swt. Islam juga agama yang sangat kenyal (pervasive)
mengikuti zaman, hingga Islam akan sulit dilihat
sebagai agama yang out of date sehingga menjadi
13

monumen ritual budaya semata, atau bahkan


dipinggirkan dari peran-peran duniawi menjadi
sekedar jalan spiritualitas. Bacaan terhadap Al Quran
dan Sunnah dilengkapi dengan metodologi (seperti
ushul fiqh, dan musthalah al hadits) yang
memungkinkan untuk menjawab setiap pertanyaan
zaman. Karena itulah, Islam selalu merupakan agama
yang syamil wamutakammil (lengkap dan sempurna).
Keyakinanku yang utuh semacam inilah
sebenarnya yang telah melahirkan kader-kader
dakwah yang kata Tempo sederhana, sopan, rendah
hati (tawadlu), rajin ibadah, dan menegakkan sunnah
atau dalam bahasa Eko Prasetyo berwajah teduh
bermata sejuk lugu dan murni, tetapi tampil dengan
gagah, berani dan mungkin sedikit angkuh. Terlebih
dilambari dengan sejumput keistimewaan kalau tidak
menurut Bachtiar Effendy kemewahan (luxury)
bahwa mereka adalah generasi muda Islam terdidik
yang terjalin dalam jaringan gerakan secara solid dan
militan, barang berharga yang susah ditemukan oleh
teman-temanku gerakan mahasiswa lain.
Karena itulah, dengan seluruh kelengkapannya
Islam sebenarnya selain ia telah menyediakan energi
bagi ranah politik yang selama ini kupakai, ia juga
memberikan energi gerakan dan menjadi samudera
eleborasi bagi ranah lain yang sayangnya jarang
kumasuki: ranah kultural dan ranah intelektual. Ranah
politik memang memastikan tekanan yang besar
terutama bagi agenda pragmatis, tetapi ia
meninggalkan sebuah ruang kosong yang justru
14

berkontribusi dalam penunaian agenda perubahan


bangsa. Kuamati bahwa realitas politik lima tahun
pasca Soeharto adalah hiruk pikuk seolah-olah
reformasi (alias reformasi palsu), kalau tidak justru
adalah penggagahan reformasi oleh kepentingan nafsu
kekuasaan dan kekayaan. Orde Baru telah berkembang
jauh dari sekedar struktur politik menjadi mentalitas
dan budaya, sehingga menumbangkan Orde Baru
sesungguhnya bukanlah sekedar menggulung aktoraktornya tapi justru merevolusi konstruksi mental yang
ia bangun.
Ironisnya, seringkali aku harus terkejut melihat
fenomena-fenomena Islam di Indonesia yang telah
menyelusup secara diam-diam dalam relung-relung
batin dan ruang-ruang masyarakat padahal akulah
(setidaknya benih yang menumbuhkanku) adalah salah
satu yang dulu mengenalkannya. Telah banyak
cendekiawan yang menawarkan proposal agenda
kultural itu: Kuntowijoyo dengan ilmu sosial
profetiknya, Amin Rais dengan tauhid sosialnya,
Muslim Abdurrahman dengan Islam transformatifnya.
Bahkan Yusuf Qaradhawi amat membantu dengan
merumuskan seperangkat fiqih yang membuatnya
terasa mudah: fiqh ikhtilaf, fiqh pertimbangan
(muwazanat), fiqh prioritas (aulawiyat), fiqh nash
dalam kerangka maqashidu syariat, fiqh realitas
(waqi), dan fiqh perubahan. Yang mereka butuhkan
adalah
kemauanku
mengelaborasinya
secara
intelektual, dan mengoperasikannya dalam lapangan
gerakan. Itu saja
15

Diversifikasi agenda mungkin itulah yang mesti


kulakukan saat mentas dari usia balita karena perang
Badar di garis depan dimenangkan karena Ibnu Ummi
Maktum telah menjaga Madinah. Agar potong
generasi atau revolusi tidak sekedar menjadi slogan.
Aku mahasiswa, Aku muslim, Aku orang Indonesia.
Namaku KAMMI (imron)

16

Serial 1
Komunitas Antik dari Yogya
Entah mengapa komunitas antik ini mampu
bertahan. Mereka adalah gerombolan 15-an orang
ikhwan. Berganti-ganti tiap waktu tetapi tetap dengan
keantikan yang sama. Dalam terminologi wayang,
mereka adalah punakawan yang amat setia bagi
KAMMI Daerah Yogyakarta. Mulai hadir di sebuah
sekretariat kumuh seharga 5 jutaan dari tahun 1998
hingga 2001. Bergabung dan membesar di sekretariat
KAMMI termegah di Indonesia, yang berlantai
keramik-bertingkat dua-berkamar luas, seharga 15
jutaan tahun 2001-2003. Dan masih saja membersamai
KAMMI Daerah ketika harus mengungsi ke sekretariat
yang kumuh lagi tahun ini.
Sebagian dari mereka adalah kader-kader yang
'tak terpakai' dari dakwah kampus. Tentu karena
mereka bengal, juga mungkin nakal. Mungkin karena
'terlalu kritis' terhadap manajemen dakwah kampus,
atau karena 'tidak sopan' pada bos-bos kampus
mereka yang berwibawa.
Atau mungkin juga karena bacaan aneh-aneh
yang tersimpan di kamar-kamar mereka. Di sana,
jangan harap ada koleksi Majmu'atur Rasail, Manhaj
17

Haraki, atau Ma'alim fith Thariq, apalagi Kumpulan


Materi Tarbiyah. Tapi percayalah, mereka jauh lebih
punya buku-bukunya Marx, Gramsci, Hegel, Giddens,
atau Huntington. Salah seorang dari mereka berkata,
"biar nanti kalau nikah koleksinya lengkap. Akhwatnya
buku haraki, kita buku 'kiri'".
Atau mungkin karena diskusi mereka yang seru
dan kadang 'saru' (saru = tidak pantas, Jawa) untuk
ukuran tarbiyah saat itu. Mereka pernah punya kuliah
filsafat Islam yang rutin, diskusi yang membongkar
'doktrin-doktrin' tarbiyah dan membuatnya membumi.
Atau hobi diskusi angkringan mereka dulu yang suka
ribut dengan topik aneh seperti "mengapa akhwat
memilih memakai sepeda mini" atau topik "bolehkah
orang tak tertarbiyah memakai jaket KAMMI".
Atau juga karena 'kekurangajaran' mereka
'memaksa' akhwat yang kebanyakan lugu-lugu dan
jarang membaca itu untuk berdiskusi tentang
feminisme, demokrasi, atau globalisasi.
Sebagian lainnya dari mereka adalah pemikir
yang serius. Yang hobi menghajar cara berpikir 'metoo' kader-kader KAMMI, membongkar cara berpikir
KAMMI tentang diri dan gerakannya.
Eh, tapi percayalah, sebagian selebihnya adalah
'orang-orang langit'. Ada yang amat 'salaf' sekaligus
'sufi'. Amat 'wara'. Yang suka peduli dengan niat dan
hati, lebih sering senyum daripada tertawa ngakak
18

seperti lainnya. Tentu saja pada kelompok ini hafalan


Qurannya banyak. Plus dengan suara yang amat
merdu. Alih-alih bengal, mereka adalah orang yang
'taat dan lurus'. Ada yang ahli beladiri bagi kepanduan
sebuah partai, ada pula yang menjadi pejabat DePeRa
sebuah partai pula.
Tapi, mereka, buku-buku mereka, dan
kehidupan mereka adalah referensi yang amat kaya.
Yang telah mendidik hampir seluruh ketua KAMMI
Daerah Yogya beserta seluruh pengurusnya. Mendidik
agar lebih terbuka, lebih cerdas, dan lebih memahami
tarbiyah secara alami - apa adanya.
Tapi sebaiknya anda jangan pernah datang
ketika mereka sedang rapat pekanan. Rapat mereka
amat 'anarkis'!! Taujih pekanan tentang 'ghaddul
bashar' bisa melompat menjadi debat tentang isu
gender, atau nasihat tentang "kebersihan (kos)
sebagian dari iman" bisa menjadi adu otak tentang
sistem tata negara Islam.
Meski demikian, di markas mereka itu (dulu),
pada setiap ujung dini hari selalu terdengar bentakan
keras yang membangkitkan mereka dari lelap panjang.
Anak-anak bengal itu bakal terbangun, untuk
kemudian berdiri berjajar. Qiyaamul Lail. (imron)
Di Yogyakarta, di Cordova University, di Hasan Al
Banna Institute.

19

Serial 2
Tentang Fitri
Saya sekalipun belum pernah berjumpa
dengannya. Tapi, karena Allah dan juga karena
teknologi informasi, kami merasa dekat. Pernah suatu
saat ia meminta dianggap adik, untuk kemudian
tergopoh-gopoh meralatnya. Takut menjadi fitnah
katanya.
Ia seorang akhwat KAMMI Daerah Solo, staf
Departemen Pengabdian Masyarakat. Pada ujung
Ramadhan lalu, di Solo, ia - hampir sendirian mengurus jatah buka bersama untuk 100 orang dari
Jami'aturrahmah untuk KAMMI Teritorial V. Hampir
sendirian, kerena hampir seluruh pengurus KAMMI
Daerah Solo telah mudik, sementara Ramadhan
hampir usai.
Ia selenggarakan itu di rumahnya. Dengan
melanggar ketentuan Jami'aturrahmah yaitu harus
diselenggarakan di masjid. Di rumah, karena tidak ada
masjid yang layak di dekat rumahnya - sebuah daerah
kristenisasi dengan seorang pastur misionaris yang
amat kaya. Acaranya sukses, lebih dari seratus orang kebanyakan anak-anak - yang menghadiri acaranya.
Sebagian dari mereka adalah anak asuh Yayasan Al
20

Fithrah. Yayasan yang ia bangun untuk menghadapi


kristenisasi di lingkungannya.
Ia akhwat yang amat cerdas. Ia telah diminta
oleh rektornya untuk mengikuti program pertukaran di
Jepang selama dua tahun. Anugerah yang ia tolak,
karena merasa berat untuk tinggalkan ibu dan
yayasannya. Ia telah diminta jadi dosen di
almamaternya - Pendidikan Luar Biasa UNS - bahkan
sejak ia belum lulus kuliah. Kini, ia dikursuskan bahasa
Jepang lagi, mungkin mau diminta ke Jepang lagi.
Pekan-pekan ini ia punya problem besar. Pada
awalnya, tiga anak asuhnya butuh duit besar untuk
UAN, sementara kas yayasan kosong. Untunglah Allah
memudahkan, meski belum tertutupi semua. Pekan
terakhir, melalui sebuah SMS, ia menyalahkan dirinya
berkali-kali: beberapa anak asuhnya memilih bersama
orang tuanya , murtad, keluar dari agama Allah ini.
Tapi ia tetap sosok yang tegar, secara rutin
nasihat-nasihat Manajemen Qalbu AA Gym selalu saja
ia kirimkan. Beberapa kali berbagi cerita, tentang rasa
kecewanya
karena
belum
mampu
untuk
menyelesaikan bukunya yang bertema "aksesibilitas
politik bagi kaum difabel (different abilities)". Buku
yang ia letupkan sebagai protes atas ketidakpedulian
politisi Indonesia pada para difabel.
Maka, tiap waktu dikala aku jenuh mengurus
KAMMI, kecewa terhadap 'pragmatisme' kader-kader
21

KAMMI, dan frustasi dengan masa depan KAMMI, aku


selalu menghadirkannya. Menghadirkan seseorang
yang bahkan takkan pernah mampu membaca tulisan
ini. (imron)
Menghadirkan Fitri Nugrahaningrum. Seorang akhwat
tuna netra.

22

Serial 3
No Ikhwan No Cry
Kalau ada seorang akhwat mengeluh karena
tidak ada ikhwan yang membantunya, maka
ceritakanlah padanya tentang KAMMI Daerah Madiun.
Tidak ada pengurus berjenis ikhwan di sana. Semuanya
- 4 orang - adalah akhwat.
Bermula dari sang ketua yang selesai kuliah dan
harus pulang ke kampung halaman. Menjadi guru.
Dilanjutkan Kadep Kastratnya, yang harus kursus
Bahasa Inggris di Kediri. Karena kuliah Inggrisnya
mungkin belum cukup bagi dia untuk, menjadi guru.
Terakhir, ketua baru hasil Musdalub mengikuti jejak
keduanya, pulang kembali ke kampung halaman di
Ngawi. Menjadi guru.
Alhasil, pengurus yang tersisa - keempat
akhwat itu - lah yang mengurus KAMMI Daerah, yang
juga numpang di kontrakan para akhwat.
Demikian sedikitkah? Tidak adakah kader
'berkualitas' yang bersedia mengurus KAMMI? Ooo,
jangan salah. Seorang mantan PP KAMMI - Achmad
Fauzi Ichsan - adalah orang Madiun. Tiga dari lima
orang staf ahli Ketua Teritorial V, sekaligus mantan elit
23

KAMMI Daerah Semarang - Harsono, Riyono, Suliana adalah orang Madiun pula. Beberapa elit KAMMI
Daerah Purwokerto - Suliani dan Irfan - pun orang
Madiun. Bahkan juga Sugianto, Ketua KAMMI Daerah
Kalimantan Tengah. Tapi ya itu, mereka adalah orang
Madiun yang besar di daerah lain. Sehingga di Madiun,
ya tetap saja kurang orang.
Nah terpaksalah akhwat-akhwat itu yang
menyelesaikan semuanya. Salah seorang di antaranya
sama sekali tidak pernah ikut KAMMI sewaktu kuliah di
Malang. Tapi, sejak ia lulus dan pulang ke Madiun
hingga sekarang, waktunya justru habis untuk KAMMI.
Padahal ia selama kuliah (ironisnya) justru tidak
pernah ikut DM. Ia pulalah yang sekarang de facto
menjadi mas'ul bagi KAMMI Daerah Madiun.
Ya mujahidah itulah yang mengurus semuanya.
Mengurus mulai DM-1, DM-2, MK-1, MK-2,
demonstrasi, bakti sosial, hinga kesekretariatan. Harus
ia yang hadir saat Lokakarya Kaderisasi Teritorial V,
juga saat Mukernas Surabaya. Juga dipastikan, saat
Loknas Kaderisasi besok di Banten, ia pulalah yang
akan hadir.
Karena ia ngurus pula sebuah partai Islam,
maka ia harus berbagi. Berbagi dengan kebesaran hati.
Karena di sana, mengurus KAMMI tidaklah cukup
untuk disebut 'telah berdakwah'. Maka ia menjadi
benteng bagi KAMMI saat KAMMI 'dipojokkan',
menjadi pelindung bagi kader-kader KAMMI saat
24

mereka 'disalahkan'. Sendirian memperjuangkan


tarbiyah mereka agar diakui, sementara terkadang
harus sembunyi-sembunyi ketika harus mendahulukan
aktivitas KAMMI.
Sementara itu saat saya melihat seluruh
keterbatasan itu, dan kemudian mengusulkan untuk
membubarkan saja KAMMI Daerah Madiun, ia berkata:
'TIDAK!'.
Pada merekalah saya merasa malu untuk
mundur, dan malu untuk merasa udzur di KAMMI.
Kepada mereka; mujahidah dari Madiun. (imron)

25

Serial 4
KAMMI Merah
Saya teringat pada sejarah Syarekat Islam (SI)
pada awal abad ini ketika harus bercerita tentang
KAMMI Daerah Semarang. SI mundur karena terpecah
menjadi dua: SI Merah dan SI Putih. SI Merah muncul
karena masuknya paham komunis di tubuh SI pada
serikat pekerja kereta api di Semarang.
Nah, KAMMI Merah itu pun muncul dari
Semarang. KAMMI Merah? Ya karena saya pikir, satusatunya KAMMI yang punya jaket kebesaran berwarna
merah ya cuma KAMMI Daerah Semarang. Benarbenar jaket kebesaran, karena sepanjang sejarah, ya
begitulah jaketnya. Dengan warna sama, dengan
bentuk sama.
Maka kalau KAMMI demonstrasi di jalanan
panas Semarang, maka merahlah Semarang. Kalau ada
rapat nasional KAMMI, maka yang merah adalah
Semarang.
Sekali waktu, ikutlah demonstrasi bersama
mereka. Demonstrasi yang mengasyikkan. Dengan
lagu-lagu 'merah' alias 'kiri' yang mereka akuisisi
26

secara semena-mena. Maka mengepallah tangan


mereka dengan 'Darah Juang'.
//di sini negeri kami tempat padi menguning//
//o, bunda, relakan darah juang kami//
Atau, bergerak dinamis dengan 'Topi Jerami';
//di bawah topi jerami kususuri garis revolusi //
//berkali-kali turun aksi//
Atau, berbaris asyik menghadapi polisi dengan
lagu 'Dorong-dorongan';
//mas ayo mas kita main dorong-dorongan//
//daripada dorong beneran pikiran pusing tidak
karuan//
//belum didorong, eh mas dorong duluan//
Tentu juga diimbangi dengan lagu standar
KAMMI yang lain.
Tapi percayalah, mereka adalah apel-apel
dakwah. Merah di luar tapi putih di dalam. Satu hal
yang paling mengesankan adalah tradisi unik mereka.
Apabila anda bersama mereka dalam forum teritorial
atau nasional, lihatlah apa yang si merah itu lakukan
ba'da maghrib atau ba'da subuh. Mereka akan
melingkar, dalam lingkaran yang rapi, untuk kemudian
membaca ma'tsurat bersama-sama - berjamaah.
Merah yang menyejukkan, merah yang berhati putih.
27

Saya percaya, lingkaran merah seperti itulah


yang akan membuat pusaran. Pusaran yang terus
membesar, memusar Indonesia dalam pusaran yang
dahsyat. Pusaran Islam. (imron)

28

Serial 5
Kurang Anjar,
Dasar Grendeng!!
Kali ini dari kota Mendoan, markas KAMMI
Daerah Purwokerto yang tepatnya berada persis di
sebelah Kampus Unsoed, kampung Grendeng. Kota
yang ramah bagi orang-orang yang 'cablakan': terus
terang, terbuka, egaliter, dan apa adanya.
Januari itu, kami Rapat Koordinasi Teritorial V
di Purwokerto menjelang berangkat bersama-sama ke
Bogor untuk mengikuti Rapat Kerja Nasional KAMMI.
Sehari semalam kami rapat mengasyikkan, dan
berhasil menyelesaikan konsep-konsep besar: draft
usulan kaderisasi KAMMI, agenda-agenda politik,
jaringan bisnis KAMMI, menghitung-hitung utang
KAMMI Daerah, hingga usulan agar KAMMI Pusat
mensubsidi KAMMI Daerah.
Rapat itu ditutup dengan 'bantingan' bersama
untuk membiayai keberangkatan ke Bogor. Ba'da Isya,
bis datang, dan para Teritorial V-ers berbondongbondong masuk. Semuanya, kecuali satu orang. Semua
sabar menunggu, hingga sang supir habis kesabaran.
29

Lha wong jam keberangkatan sudah lewat. Dengan


seluruh kemampuan lobby dan diplomasi jagoanjagoan demo KAMMI, bis bisa bertahan beberapa saat.
Tapi, satu orang itu - ia adalah Anjar, Kadep Kastrat
KAMMI Daerah Purwokerto - belum muncul juga.
Semua kebingungan, dan tidak habis pikir dengan
alasan Anjar belum hadir juga: sedang cukur rambut!!
Maka bis berangkatlah, untuk kemudian
diminta berhenti mendadak. Sang Anjar tergopohgopoh lari mengejar bis. Begitu masuk, keluarlah
'sumpah serapah' baru model KAMMI Teritorial V:
'Kurang Anjar, Dasar Wong Grendeng' sebagai plesetan
atas sumpah serapah khas Purwokerto: 'Kurang Ajar,
Dasar Wong Gendeng' (Kurang ajar, dasar orang gila).
Maka, apabila pada rakor Teritorial V, KAMMI
Daerah Purwokerto datang terlambat, biasanya ada
yang menyumpah: 'Kurang Anjar, Dasar Wong
Grendeng'.
Tapi sungguh, Anjar yang disebutkan tadi
sangat baik. Kecuali masalah cukur rambut itu, dia
orang yang amat sangat menyenangkan. Apabila rapat
koordinasi Kastrat se-Teritorial, Anjarlah yang
membuat Indonesia selalu tampak lucu dan
menyenangkan. Termasuk, ketika di Bandung KAMMI
se-Indonesia harus Loknas Kastrat mengusung isu
revolusi, di kota yang sama - pada hari yang sama,
Anjar memilih revolusi dengan caranya sendiri:
menikah dengan seorang akhwat mojang priangan.
Anjar, Indonesia memang menyenangkan. (imron)
30

Serial 6
Lelaki
yang Memilih Menikah
dengan Pena dan Buku
Kami pernah dengan sadar melanggar
peraturan KAMMI sendiri. Pertama, ketika kami
menerima sesorang yang diketahui bukan
mahasiswa menjadi anggota sebuah gerakan
mahasiswa, menjadi AB-1 bahkan AB-2. Kedua, ketika
kami malah mengangkat orang tersebut menjadi salah
seorang Ketua Departemen pada KAMMI Daerah,
sementara aturan internal kami mempersyaratkan
ketua departemen haruslah berstatus AB-3.
Konsekuensi atas pelanggaran tersebut, akhirnya
KAMMI terima pada waktu-waktu berikutnya.
Ia memang memilih untuk tidak kuliah. Sesuai
prosedur lulusan SMA ia pernah tercatat di sebuah
akademi komputer, juga pada jurusan matematika
sebuah IAIN. Tapi sungguh, ia hanya benar-benar
tercatat. Mungkin, ia memang benar-benar penganut
paham sekolah itu candu . Mungkin pula ia memang
sedang amat tidak percaya pada sistem pendidikan
31

(tinggi) di Indonesia. Freire mungkin telah


memberitahunya
bahwa
sistem
itu
gagal
membebaskan manusia, mungkin juga Gramsci yang
membisikinya bahwa sistem itu telah memilih untuk
lebih menjerumuskan manusia Indonesia dalam
kubangan
kapitalisme
daripada
membuatnya
organik . Maka ia menolak. Memilih tidak kuliah.
Tapi baginya, menjadi manusia, menjadi
intelektual memang tidak harus sekolah. Beberapa kali
ia menyebut-nyebut Soedjatmoko sebagai jagoaannya.
Seorang intelektual Indonesia yang mungkin tidak
dikenal di Indonesia sendiri karena sibuk mendunia.
Menjadi Rektor Universitas PBB. Tahukah anda gelar
Soedjatmoko?
Ia memutuskan menjadi intelektual yang bebas
dan organik. Bebas dari SKS dan SPP. Bebas dari IP.
Bebas dari ketakutan terhadap dosen dan tugas.
Memilih belajar pada alam dan kehidupan. Karena
baginya setiap tempat adalah sekolah, setiap orang
dan pengalaman adalah guru, dan setiap waktu adalah
belajar. Belajar kearifan pada kehidupan.
Lelaki kurus berkacamata itu begitu percaya
pada jalannya sendiri. Tidak tergoda, bahkan halus
mencela ketika rapat PH kami menyinggung-nyinggung
tentang kuliah kami atau masa depan kami pasca
kuliah. Ia beberapa kali mengungkapkan rasa kecewa
atas kenyataan kader-kader KAMMI yang mati dini
meninggalkan KAMMI - karena terjerumus kubangan

32

fikroh kapitalistik: kuliah kerja. Aku tahu dan sadar, ia


sedang menghabisi diriku.
Maka, pasca KAMMI berbeda dengan orangorang yang ia cela ia tetap bergerak. Berkeliling
komisariat-komisariat untuk membesarkan adikadiknya. Mengajarkan mereka Membaca. Membuat
mereka mau Menulis. Membuat media komunitas,
menjadi Jurnalis. Membuat mereka membaca dengan
M besar, menulis dengan M besar, menjadi jurnalis
dengan J besar. Tidak sekedarnya.
Ia tidak merasa lelah. Tidak juga putus asa.
Meski tidak cukup punya suatu apa. Kalau kau sangka
bukunya bertumpuk-tumpuk maka engkau salah ia
menumpang baca dan meminjam dari yang berpunya.
Kalau kau sangka komputernya tersedia dan selalu
menyala maka engkau pun salah tulisannya
tersebar pada berpuluh komputer orang. Di kamda, di
kontrakan saya, atau di ruangan takmir masjid. Tapi
beberapa kali ia tidak cukup sabar. Saat ia tahu
mejannya orang KAMMI untuk menulis, ia memilih
menyindirnya dengan beberapa kali menyusun jurnal
KAMMI yang tebal dengan tulisan bermutu dari banyak
nama, yang belakangan kutahu, mereka cuma nama
samaran semata, karena sesungguhnya semuanya itu
adalah tulisan dia.
Pada
titik
ini,
dengan
seluruh
penghormatanku pada mereka ia, jauh lebih hebat
dari seluruh Ketua KAMMI Pusat yang pernah ada. Ia
33

menulis lebih banyak. Allah pun tahu orang-orang yang


istimewa. Maka, koran lokal macam Bernas atau
Kedaulatan adalah langganannya. Republika biasa
menerima tulisannya. Dan dalam rentang sebelas hari
Juni-Juli ini, Kompas telah memuat tulisannya dua kali!
[Tapi maaf, ia hampir tidak pernah melabeli seluruh
tulisannya dengan sebutan aktivis KAMMI, katanya
malu, merasa tidak pantas jadi kader KAMMI]
Kalau engkau pernah berulang melafalkan
paradigma gerakan KAMMI bak mantera bertuah, atau
membaca sebuah draft arah gerakan KAMMI, atau
kelak sempat bertemu dengan verbalisasi ideologi
yang bernama Manhaj Perjuangan Gerakan KAMMI,
maka engkau harus berterimakasih kepadanya yang
membuatnya layak untuk ada. Berterimakasih pada
lelaki yang hidup setahun dengan beasiswa Mizan
sebagai juara resensi. Berterimakasih kepada lelaki
yang menua dalam sendiri. Lelaki yang memilih
menikah dengan pena dan buku.
Aku, pernah merasa begitu dendam padanya.
Bagaimanapun, aku adalah masulnya, aku pun adalah
anak sekolahan dengan gelar sarjana tersemat di
nama. Tapi aku sadar bahwa aku kalah. Maka dengan
tulus aku mencoba kembali menjadi pembelajar.
Belajar kepada dia yang tidak bergelar. Kepada Yusuf
Maulana. (imron)

34

Serial 7
Yang Jatuh Yang Meneguh,
Yang Jatuh Yang Meluruh
KAMMI memberi kami ragam-ragam cerita
indah, meski demikan kadangkala kami juga harus
bertemu dengan debar-debar yang membuat
adrenalin kami membuncah. KAMMI mengajarkan
kami untuk menyukai tantangan, maka pada hari itu
kami memutuskan untuk mengadakan sebuah Dauroh
Marhalah I di sebuah daerah tinggi berbukit-bukit.
Kalau anda pernah mendengar fiksi epik terpanjang di
Indonesia [bayangkanlah sebuah serial cerita di Koran
harian yang bertahan selaam 15 tahun hingga
penulisnya wafat] karya S.H. Mintarja berjudul Api di
Bukit Menoreh, di bukit itu pulalah DM I tersebut
kami selenggarakan. Tepatnya di kompleks Gua
Kiskendo, yang menurut legenda di situlah tempat kera
putih epos Ramayana bernama Hanoman bertapa.
Maka kami berbagi cerita tentang indahnya
Islam, serunya dakwah, hebohnya KAMMI bersamasama di bukit para kera bertahta itu. Kami menyukai
tantangan. Maka pulangnya kami memilih melewati
jalan yang lebih pendek yang berarti lebih terjal
dengan pinggiran berjurang-jurang. Pada sebuah
35

tikungan tajam, Allah memutuskan untuk membuat


mobil pengangkut kader sebuah mobil kijang tua
kotak-kotak berwarna hijau yang sehari-hari untuk
mengantar anak SDIT sekolah berguling-guling. Dua
kali untuk kemudian tegak kembali pada posisi normal
persis di bibir jurang. Allahu Akbar.
Tapi hal itu berarti banyak bagi kami. Itu berarti
kami harus memikirkan memperbaiki mobil yang
ringsek itu, sementara utang kami bertumpuk. Itu
berarti kami harus menormalkan mental salah seorang
di antara kami bendahara kami sekaligus sang sopir
mobil naas tersebut - yang hingga kini, hingga dia aktif
di KAMMI Pusat pun masih trauma dan enggan
menyopir kembali. Dan itu berarti pula memikirkan
beberapa orang yang terluka, dan yang gegar otak!
Kami berada di sebuah sudut kegamangan,
ketika para kader harapan orang tua itu berada di
ujung hidup karena perilaku kami. Kader itu
seorang ikhwan dari Fakultas Filsafat muntahmuntah, dan amnesia. Tapi Allah Maha Kuasa, ia bisa
kembali. Meneruskan dakwah KAMMI pada sebuah
fakultas yang paling minus sedikit jumlah
mahasiswanya dan mayoritas kiri haluannya.
Ia teguh dalam lingkungan yang rapuh. Itulah
yang membuat kami merasa sempurna, meski
belakangan empat tahun kemudian - kalangkabut
ketika para debitur itu menagih kami secara pribadi
untuk melunasi utang-utang KAMMI untuk kontrakan
36

itu, mobil itu, dan biaya obat kader yang gegar otak
itu.
Tetapi KAMMI tetap mengajarkan kami
menyukai tantangan. Satu setengah tahun kemudian
kami mengadakan Dauroh Marhalah II, lagi-lagi di
sebuah bukit. Kini giliran di daerah Magelang. Daerah
yang bukit-bukitnya menjadi tempat militer kita
bukan kera-kera - berlatih perang. Kami patuh pada
konsep Dauroh Marhalah II yang (istilah akh Gian
Ketua Kaderisasi KAMMI Lampung) askari alias
militeristis.
Sehingga, seperti para militer Indonesia yang
jago-jago itu, kami pun meluangkan untuk berlatih
perang-perangan di sela-sela DM II. Peperangan yang
seru di malam hari. Tentu juga bagi akhwat-akhwat
KAMMI yang pemberani itu. Melatih mereka siap
untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka saat
Allah membutuhkan pertolongan.
Harta dan nyawa? Kami menyukai tantangan,
tapi hari itu kami kembali berdebar-debar. Nyawa
seorang akhwat harus terancam saat di medan latihan
perang. Ia bersama-sama beberapa akhwat lain
menemukan
akhwat musuh
yang sendirian.
Beramai-ramai ia mengeroyok akhwat itu. Satu hal
yang mereka tidak tahu, juga yang dilupakan oleh sang
akhwat musuh itu: bahwa akhwat musuh itu
punya kemampuan beladiri. Keterdesakan membuat
sebuah jurus terlontar, dan sang akhwat pengeroyok
itu terlontar. Kepalanya jatuh duluan.
37

Kami menyukai tantangan, tapi kami kembali


sedang berada di sebuah sudut kegamangan, ketika
kader harapan orang tua itu berada di ujung hidup
karena perilaku kami. Kader itu seorang akhwat
dari Fakultas Kedokteran muntah-muntah, dan
amnesia. Tapi Allah Maha Kuasa, ia bisa kembali.
Itu berarti banyak bagi kami. Itu berarti kami
harus kembali seperti biasa mengumpulkan uang
munasharah juga mencari utangan untuk biaya,
sementara utang kami masih saja menumpuk. Dan itu
berarti pula kami berhadapan dengan masalah baru
yang unik.
Ia seorang akhwat dari sebuah daerah biasabiasa saja di Tulungagung, Jawa Timur (satu asal
dengan akh Teguh KT IV). Orangtuanya seorang guru
SD, yang begitu bekerja keras untuk meraih harapan
tertinggi mereka: punya anak seorang dokter. Masalah
muncul ketika anaknya memilih nekad ikut KAMMI,
dan kemudian berada dalam masalah karenanya.
Lebih runyam lagi, ia tidak pernah cerita bahwa ia
terlibat dalam KAMMI pada orang tuanya. Makanya,
kami sadar kompleksnya masalah, ketika ia menolak
dengan keras ketika kami ingin mendatangkan
orangtuanya. Ia begitu mencintai KAMMI, tetapi
masalah ini akan membuatnya putus cinta dengan
KAMMI. Ia memilih untuk tetap mencintai KAMMI
meski harus mengelabui orang tuanya.

38

Tapi, menutupi hal ini adalah tidak mungkin.


Sang ibu kemudian hadir. Kami memang telah
membantu secara finansial semampu kami. Tapi itu
belum cukup, dalam sebuah lobi yang lebih
mendebarkan daripada melobi polisi saat aksi, saya
mendialogkan tentang KAMMI, tentang hal yang baikbaik dari kami, tentang alasan kenapa kami begitu
mencintai KAMMI. Tentu saja, dengan sedikit
menutupi hobi demonstrasi KAMMI.
Belakangan, aku mengaku kalah. Kemampuan
lobiku tidak cukup menembus benteng harapan orang
tua. Kami sadari itu begitu sang akhwat makin lama
makin hilang dari lingkungan KAMMI. Kami tahu ia
begitu mencintai KAMMI, tapi kan cinta tidak harus
memiliki. Ya kan?
Tapi kami tenang, Allah tetap melindunginya
dengan menjaganya bertahan dalam lingkungan
tarbiyah. Kami yakin, tarbiyah akan membentuknya
seperti yang diinginkan KAMMI sendiri. Ya, kami yakin.
Seyakin bahwa kami masih menyukai tantangan.
(imron)

39

Serial 8
Cerita tentang Betis
Adalah Ibn Katsir dalam tafsirnya yang
meriwayatkan respon Rasulullah saw atas ejekan para
sahabatnya terhadap seseorang yang ia muliakan.
Rasulullah saw berkata Apakah kamu merasa heran
dengan dua betis yang kecil? Demi yang jiwaku berada
dalam gengaman-Nya, kedua betis itu dalam
timbangan yang lebih berat daripada Gunung Uhud.
Betis-betis yang mengecil itu adalah milik Abdullah ibn
Masud r.a., salah satu dari tiga Abdullah mufasirin
Quran yang terhandal (selainnya adalah Abdullah ibn
Abbas r.a.dan Abdullah ibn Umar r.a.).
Di KAMMI, saya menjumpai betis-betis
semacam itu. Betis pertama milik seseorang yang
berwajah tampan - mirip Rano Karno - yang bertubuh
kuat dan gagah. Polio menyebabkan salah satu
betisnya mengecil hingga ia pun harus berteman setia
dengan sebuah kruk. Betis kedua milik seorang
berwajah bayi, baby face, innocent, alias wajah tak
berdosa. Keduanya betisnya memang kecil karena
memang tubuhnya yang kecil. 110-an sentimenter.
Betis ketiga milik seseorang yang memang bertubuh
kecil sekaligus kedua kakinya mengecil karena polio.
***
40

Pemilik betis pertama akan mengawali


pertemuan dengan anda dengan senyum. Meski
tertatih, saya pastikan ia akan senantiasa hadir pada
saat rapat pimpinan KAMMI. Ia menjadi pendiri
KAMMI sekaligus menjadi Ketua Komisariat di STIS,
sebuah kampus kecil di Yogya. Jarang akhwat dengan
jilbab lebarnya melambai di sana, tapi ia telah
membuat KAMMI begitu disukai oleh para putri yang
berjilbab mini. Sehingga dengan caranya itu, Ospek di
kampus kecil itu pun dapat dikuasai.
Ia tertatih, tapi ialah sebagai ahli ekonomi
Islamnya KAMMI Yogya - bersama Kastrat Kamda yang pertama kali membumikan konsep lokus KAMMI,
sebuah komunitas kader khusus dengan spesialisasi
bidang tertentu. Lokus Ekonomi Islam KAMMI yang
beranggotakan kader-kader dengan spesialisasi studi
ekonomi untuk mengenalkan ketangguhan ekonomi
Islam terhadap ekonomi konvensional. Lokus tersebut
tidak bertahan lama, tapi kelak, pada Muktamar III
Lampung, konsep itu ditegaskan dalam AD/ART
KAMMI dengan nama Lembaga Semi Otonom. Insya
Allah, pada Muktamar IV Kaltim kelak, konsep itulah
yang akan menegaskan transformasi KAMMI dari
gerakan massa menuju gerakan intelektual.
***
Pemilik betis kedua pun akan mengawali
pertemuannya dengan anda dengan senyum. Dalam
pertemuan KAMMI, ia akan menonjol, justru karena ia
tidak kelihatan menonjol. Ia pun dari kampus kecil
41

nun jauh dari Yogya di Magelang. Percayalah, ialah karena keunikannya di kampus - yang membuat
KAMMI begitu dikenal di kampus yang sedang belajar
anti-KAMMI. Ya, karena di kampus UMM (Universitas
Muhammadiyah Magelang, tempat ia kuliah),
sebagaimana di kampus Muhammadiyah lainnya,
KAMMI dianggap pengganggu yang akan membawa
Muhammadiyah pada partai tertentu. Selain karena
ada IMM yang enggan monopolinya di kampus
Muhammadiyah dicabut.
Maka rektor jadi baik kepada KAMMI, wakil
rektor, juga dekan-dekan. Ruangan kampus dapat
dengan mudah dipakai untuk acara KAMMI. Pun
militer di Magelang yang sempat menyangkanya anak
SD ketika ia meminta ijin menggunakan kompleks
Akmil untuk acara KAMMI. Untuk tuduhan begitu, ia
akan dengan gagah menunjukkan KTMnya: Saya
Mahasiswa.
Sembari
berseloroh
temen-temennya
menganggap bahwa ia begitu menghemat biaya
koordinasi KAMMI Magelang ke Yogya yang lumayan
jauh. Kalaupun harus naik motor, teman-teman
KAMMI cukup menyelipkannya di tengah-tengah
pengemudi dan pemboncengnya. Kalaupun harus naik
bis, tidak perlu bayar kursi tambahan. Toh ia bisa
dipangku.
Baru belakangan saya tahu ia bernama depan
Antonius. Mualaf sejak ia kecil di SMP. Yang memilih
lari dari keluarganya daripada menggadaikan
42

aqidahnya. Tinggal di masjid dan beruntung bertemu


dengan seorang yang baik hati membiayainya. Ketika
ia besar dan bisa kuliah, ia cuma terbebani satu cita
besar:
mengislamkan
keluarganya.
Allah
memudahkan, ayahnya menerima hidayah-Nya saatsaat menjelang beliau wafat. Indah.
***
Saya tidak terlalu mengenal pemilik betis yang
ketiga, tapi saya pastikan dia pun akan mengawali
pertemuannya dengan senyum. Saya bertemu sekali
dua kali pada acara Dauroh Marhalah. Ia tidak bisa
berjalan, mahasiswa sebuah kampus kecil bernama
Unwama ini tentu harus dipapah atau digendong.
Untuk ikut acara, untuk shalat, dan untuk berbagai
perjalanan. Tapi ia tidak menyerah, ia akan lakukan
sendiri apa yang ia bisa, meski dengan itu ia harus
beringsut. Ia tentu tahu persis KAMMI adalah tukang
demo yang sebagiannya adalah berjalan kaki jauh di
tengah terik panas, tapi ia tetap tidak mundur untuk
bergabung dengannya. Ia tetap saja gigih meski ia
harus berada dalam acara yang lumayan kompleks
semacam Dauroh Siyasi atau Dauroh Militansi.
***
Saya pernah mengisi acara yang diikuti mereka.
Memberi mereka taujih atau taushiyah. Atas taujih
yang saya berikan, saya tahu persis, bahwa saya
sedang beromongkosong belaka. Saya bagai seorang
pengecer garam yang sedang menggarami air laut.
43

Menasihati mereka yang bernilai besar dalam


kecilnya betis mereka. Menasihati para penerus Ibn
Masud. Menasihati akh Heri, akh Antonius Budi, dan
akh Ali Jagad Tanjung. Ah
Untuk diri saya sendiri, dan seluruh teman
KAMMI, saya sampaikan bait-bait berikut. Pertama
dari H.S. Djurtatap. Kedua dari Fitri Nugrahaningrum
yang profilnya telah anda lihat di Mengapa Aku
Mencintai KAMMI [2].

"Beringsut-ingsut ke Pangkuan-Mu"
pekakkan telingaku, ya Allah, pekakkanlah
bila segala yang akan kudengar
akan menghilangkan suara bisik-bisikMu
dalam hatiku
dan butakan mataku, ya Allah, butakanlah
bila segala yang akan kulihat
akan menghalangi pandanganku
ke wajahMu
katupkan mulutku, ya Allah, katupkanlah
44

bila segala yang akan kuucapkan


akan merusak suasana
pertemuanku denganMu
kulaikanlah tanganku, ya Allah, kulaikanlah
bila segala yang akan kupegang
tak sesuai dengan kehendakMu
dan patahkanlah kakiku, ya Allah, patahkanlah
bila setiap langkahku
akan menyimpang jauh
dari jalanMu
dan setelah itu
ya Allah, izinkanlah
si pekak, si buta, si katup mulut
si kulai tangan, dan si patah kaki ini
beringsut-ingsut datang
menuju ke pangkuanMu
45

amin.
(H.S. Djurtatap, Leher dan Dasi, 2000)

"Siapakah Yang Cacat?"


Bila tak bisa melihat orangnya
melainkan hanya kecacatannya,
lalu, siapa yang buta?
Bila engkau tak bisa mendengar
teriakan saudara laki-lakimu
tentang keadilan
siapakah yang tuli?
Bila engakau tidak bisa bercerita dengan
saudara perempuan
tetapi menjauhkannya darimu
siapakah yang cacat mentalnya?
Bila engkau tidak mau berdiri
46

untuk menegakkan hak-hak


semua orang
siapakah yang pincang?
Sikapmu terhadap
orang-orang yang cacat
adalah hambatan terbesar bagi kami
dan bagimu juga
(Fitri Nugrahaningrum, 2004)
(imron)

47

Serial 9
Bersama Menggelar Sajadah
Cinta Membangu Masjid
bagi Indonesia
Kesadaran adalah matahari//Kesabaran adalah
bumi//Keberanian
menjadi
cakrawala//Dan
perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata (W.S.
Rendra, Paman Doblang, 1984)
Menikah.
Rasa senyap begitu mengerjap saat kata itu
harus tereja. Seolah melempar sukmaku ke ruang
kosong tak bertepi. Yang mengajakku bertemu dengan
kilasan-kilasan yang begitu menghentak dan mengharu
biru.
Bertemu dengan penghujung Maret 2004 dini
hari saat berteriak dalam sepi: Insya Allah! Bismillah.
Bertemu dengan sebuah dluha, sesudah air mata yang
terderai, dengan selular menunjuk langit Purbalingga
dan berkirim pesan pendek: Ya! Bismillah.
Rasa itu semakin menghentak ketika harus
bertemu kembali dengan episode hidup yang gegap
gempita itu. Melihat sosok diri yang berdiri menjulang
48

gagah dengan megaphone tergantung. Meneriakkan


takbir. Menyatakan sikap. Berteriak selantang Wiji
Thukul: Hanya satu kata: Lawan! . Menyusuri
jalanan panas Yogyakarta, Solo, Semarang, Bandung,
dan Jakarta. Bersama puluhan, ratusan, ribuan, bahkan
puluhan ribu manusia yang berbaris dengan aura yang
sama. Dahsyat...
Wawancara di radio, diskusi di televisi, tampil
di koran, muncul di internet. Dan lantang berkata
seperti kata Rendra.

Karena kami dibungkam//dan kamu nyerocos


bicara//Karena kami diancam//dan kamu memaksakan
kekuasaan//maka kami bilang : TIDAK kepadamu
Karena kami tidak boleh memilih//dan kamu bebas
berencana//Karena kami semua bersandal//dan kamu
bebas memakai senapan//Karena kami harus
sopan//dan kamu punya penjara//maka TIDAK dan
TIDAK kepadamu
Karena kami arus kali//dan kamu batu tanpa
hati//maka air akan mengikis batu
(W.S. Rendra, Sajak Orang Kepanasan)
49

Maka senyap semakin menyayat saat menatap


jaket biru lusuh bertulis KAMMI dipunggungnya,
dengan bercak cat merah di lengan dan saku terbolong
yang telah menemani hari-hari itu. Reslettingnya
rusak. Dan mungkin itu berarti, aku sedang semakin
menghilang dalam kehampaan.
Tapi Islam mengajariku mengada dan
menjadi. Ia telah mengajariku untuk mencintai
Indonesia dengan benar. Meski kutahu tidak ada satu
alasan rasionalpun yang memaksaku untuk
mencintainya. Maka - karena itu - merasalah aku harus
menjadi Elang bagi Indonesia. Mengajarinya jantan,
mengenalkannya
ketulusan
dan
harga
diri,
membuatnya berani terbang, dan memastikannya
besar - menjadi jagoan - dalam keluasan angkasa.
Menjadi Elang atas sebuah negeri bernama
Indonesia. Sebuah negeri yang hiruk pikuknya justru
berarti kegetiran. Negeri yang selalu menjadi anomali
saat terjajar dengan negeri lain. Negeri yang menua
dengan kelelahan dan tanpa masa depan. Di negeri
yang kata Taufik Ismail

//Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya


di dunia nomor satu,//Di negeriku, sekongkol bisnis
dan birokrasi berterang-terang//curang susah dicari
tandingan,//Di negeriku anak lelaki anak perempuan,
50

kemenakan, sepupu//dan cucu dimanja kuasa ayah,


paman dan kakek secara//hancur-hancuran seujung
kuku tak perlu malu,//Di negeriku komisi pembelian
alat-alat berat, alat-alat ringan,//senjata, pesawat
tempur, kapal selam, kedele, terigu dan//peuyeum
dipotong birokrasi lebih separuh masuk//kantung jas
safari,////Di negeriku budi pekerti mulia di
dalam kitab masih ada, tapi dalam//kehidupan seharihari bagai jarum hilang menyelam di//tumpukan
jerami selepas menuai padi.//
(Taufik Ismail, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, 1998)

Sungguh, sebagai Elang muda, telah


kuteriakkan kegelisahan itu. Mengingatkan Indonesia
bahwa ia telah rapuh dan kan terkeping-keping.
Mengatakan padanya bahwa gemah ripah loh jinawi
itu telah menjadi kosakata dongeng. Memintanya
untuk taubat. Untuk bersujud. Untuk membumi
bertemu dengan nurani ibu pertiwi. Untuk merendah
bertemu dengan kuasa Allah. Indonesia - sungguh telah kuminta untuk bersujud. Tapi mungkin ia butuh
masjid.

51

Indonesia butuh masjid. Tempat ia bertafakur


menemukan nurani. Menemukan Tuhan, menemukan
akhlaq hidup bernama Islam. Kata Taufik Ismail lagi
dalam Ketika Merpati Sore Melayang

Langit akhlak telah roboh di atas negeri//Karena akhlak


roboh, hukum tak tegak berdiri//Karena hukum tak
tegak, semua jadi begini

Bagaimanakah Elang membangun masjid untuk


Indonesia? Kuatkah sayap-sayap itu menata butir demi
butir menjadi pondasi, batang demi batang menjadi
tiang, lembar demi lembar menjadi atapnya?
Sementara angin masih saja kencang, di saat suara
sang Elang serak untuk kemudian menghilang?
Mungkin Elang butuh sarang. Butuh ruang
istirah saat sayapnya lelah mengepak menghadang.
Memerlukan diam saat suaranya memelan.
Membutuhkan darah saat ia melemah kalah.
Merindukan kawan saat dia harus kembali menyusuri
awan. Elang tahu bahwa angin akan tetap menerjang,
sementara ia akan menua. Dan Elang pun mengerti
bahwa angin tetap membutuhkan lawan, yang kan
menghadang saat ia harus istirahat panjang di sebuah
liang. Harus ada elang segar yang tetap tegar
52

menyambut angin. Yang mesti terus ada, sampai angin


kelelahan dan memutuskan untuk pulang.
Angin itu, Muhammad Quthb sebut sebagai
kenyataan yang membuat kehidupan manusia akan
tersusun atas keresahan, keraguan, atau kegelisahan.
Kenyataan terus menerus yang katanya harus diatasi
dengan sarang yang kokoh bernama keluarga
bersama teman bernama pasangan hidup. Maha
Benar Allah yang berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri,
supaya kamu menemukan rasa tenteram, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS Ar
Ruum 21)
Keluarga adalah dasar dari peradaban manusia.
Ia merupakan ruang pertama tempat manusia belajar
bagaimana hidup dengan damai, saling memahami
(mutual understanding), dan saling memperhatikan
(mutual concern). Keluarga adalah ruang manusia
belajar menjadi manusia.
Quthb
melanjutkan
bahwa
kesadaran
keberlanjutan perjuangan elang menghadang angin
yang akan terus saja menerjang, adalah kesadaran
instinktif siapa saja termasuk manusia. Ras ini harus
tetap bertahan di saat-saat mesin dan teknologi yang
ia ciptakan dengan sepenuh kerakusannya sendiri akan
53

mengancamnya suatu saat. Ras ini harus tetap


terhormat saat modernisme telah merendahkannya
menjadi lebih primitif - yang istilah Qurannya adalah
seperti kera, anjing yang meleletkan lidahnya, atau
binatang ternak bahkan lebih buruk.
Maka masa depan Indonesia - bahkan umat
manusia - adalah elang-elang muda itu. Elang muda
yang tumbuh dalam lingkungan kebaikan dan cinta.
Elang
muda
yang
berhasil
memenangkan
kecenderungan kebaikannya (taqwa) atas ego
kejahatannya (fujuur). Yang akan terus menerus
tumbuh besar untuk menghadang angin. Terus
menerus hingga angin kelelahan dan pulang.
..//Ya Allah//Kami dengan cemas
menunggu//kedatangan burung dara//yang membawa
ranting zaitun.//Di kaki bianglala//leluhur kami
bersujud dan berdoa.//Isinya persis doaku
ini.//Lindungilah anak cucuku.//Lindungilah daya hidup
mereka.//Lindungilah daya cipta mereka.//Ya Allah,
satu-satunya Tuhan kami.//Sumber dari hidup kami
ini.//Kuasa Yang Tanpa Tandingan//Tempat tumpuan
dan gantungan.//Tak ada samanya//di seluruh
semesta raya.//Allah! Allah! Allah! Allah!
(W.S. Rendra, Doa untuk Anak-cucuku, 1992)
54

Lalu, bagaimanakah Elang membangun masjid


untuk Indonesia? Aku percaya bahwa ia kan
mengawalinya dengan membangun sarang. Dengan
butir-butir, dengan batang-batang, dan dengan lembar
daun-daun. Meski itu hanyalah rerumputan. Sarang
peradaban yang bermula shalat-sujud penyerahan
dan pengorbanan. Sarang perjuangan dengan awal
sajadah terhampar. Sajadah cinta.
Sesungguhnya rasa kasih sayang itu datang
dari Allah, dan kemarahan (kebencian) itu datang dari
syaithan. Dia ingin membuat engkau membenci pada
apa yang dihalalkan Allah kepadamu. Jika ia (isterimu)
datang kepadamu, maka ajaklah ia shalat dua rakaat
di belakangmu kemudian ucapkanlah doa Ya Allah,
berikanlah keberkahan kepadaku dengan isteriku, dan
berikanlah keberkahan kepada mereka (keluarga isteri)
dengan keberadaanku. Ya Allah persatukanlah kami
berdua selama persatuan itu mengandung kebajikanMu, dan pisahkanlah kami berdua jika peripisahan itu
menuju kebaikan-Mu - Ibnu Masud
*** (imron)

55

Serial 10
Bunga-bunga Mekar
di Sekeliling Tangan Kekar
Kebiasaan jelek elit KAMMI yang suka
melupakan hal-hal yang justru fundamental dalam
gerakannya sering merepotkan. Kebiasaan yang
sayangnya suka berulang hingga saat menjelang
Muktamar IV besok. Pada setiap mengisi Dauroh
Marhalah I sebelum Muktamar KAMMI III di Lampung,
saya suka kerepotan. Karena menjadi spesialisasi
pengisi materi terakhir Ke-KAMMI-an , saya mesti
kehujanan dengan beragam pertanyaan. Termasuk
pertanyaan dasar ini: Apa makna lambang KAMMI?
Tahukah anda maknanya? Saat itu, saya suka
menjawabnya dengan asal dan ngawur. Kan mumpung
belum ada yang resmi. Teman-teman, KAMMI ingin
mengangkat dunia yang (isinya Indonesia doang) dari
peradaban bumi yang nir-wahyu menuju peradaban
yang
mulia,
manusiawi,
dan
bertauhid.
Mengangkatnya hingga membuatnya semakin
menghijau. Lha tangan yang kekar itu (tangan saya
tidak kekar sama sekali!!) menggambarkan tangan
ikhwan-ikhwan KAMMI yang kokoh mengangkatnya,
56

yang diiringi dengan bunga mawar mewangi yang


melambangkan dukungan
bunga-bunga haraki
(istilah Evi Fitria di serialnya) alias akhwat-akhwat
KAMMI.
Tentu guyonan itu bisa melebar kemana-mana.
Termasuk mengapa bunganya begitu banyak
sementara tangannya cuma satu? Empat ya? Dan
termasuk pula dikritik habis karena sensitif jender.
Untuk yang terakhir ini tentu saja saya harus mohon
maaf. Maaf wong cuma guyon kok
***
Belakangan, topik diskriminasi jender ikhwan
terhadap akhwat meruyak. Saya pun kena batunya
(lagi) dengan tulisan seri Mengapa Aku Mencintai
KAMMI [1]. Karena paragraf ini: Atau juga karena
\'kekurangajaran\' mereka \'memaksa\' akhwat yang
kebanyakan lugu-lugu dan jarang membaca itu untuk
berdiskusi tentang feminisme, demokrasi, atau
globalisasi.
Frase akhwat yang kebanyakan lugu dan jarang
membaca itu menjadi peluru serangan bertubi-tubi.
Ada yang berkomentar santun mungkin itu cuma
sebagian saja yang menjadi sampel, agak keras tidak
betul statemen itu, akhwat sekarang tidak begitu,
sampai yang terkeras ketika sebuah SMS mampir hai
Bung, sekarang bukan jaman Siti Nurbaya lagi dimana
perempuan jadi orang kedua. Anda harus mencabut
57

statemen itu. Dan meminta maaf - Koalisi Akhwat


Jogja
Nah lo. Ketika saya menjawab, justru SMS
antum meneguhkan stereotip itu, ketika kritik tidak
dijawab dengan lapang. Banyak membaca membuat
orang bijak. Ia menjawabnya dengan kutipan puisinya
Rendra Kesadaran adalah matahari//Kesabaran
adalah bumi//Keberanian menjadi cakrawala//Dan
perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata
Entah apa maknanya, tapi sungguh saya tidaklah
begitu.
***
Kepada siapa saja, saya ingin berbagi dengan
tiga bunga yang begitu besar bagi kader KAMMI
Yogya. Menjelang Musda, kepada mereka bertigalah
saya sempat tumpukan masa depan KAMMI Yogya,
dengan mengambil resiko besar di lingkungan KAMMI
terlebih di lingkungan tarbiyah: memilih salah seorang
diantara mereka bertiga menjadi Ketua KAMMI
Daerah. Tidak ada yang meragukan kualitas mereka
bertiga, pun ketika diperbandingkan dengan seluruh
ikhwan AB3 yang tersedia.
Yang pertama, akhwat dengan bacaan begitu
banyak dan dengan daya nalar kritis begitu tinggi.
Padanyalah Kamda dan beberapa ikhwan yang dikenal
cerdas meminjam buku-buku anehnya. Ia telah
terlibat jauh dalam training berkelanjutan yang
58

membongkar doktrin-doktrin keislaman, jauh sebelum


saya menjadi aktivis Kamda dan percaya diri dengan
reliabilitas ilmiah doktrin tarbiyah. Ia menjelajah jauh
berinteraksi dengan beragam gerakan dan beragam
latar belakang orang, dari ujung kiri dan ujung kanan,
di saat amat sedikit ikhwan KAMMI yang pernah berani
melakukannya.
Saya pernah secara spontan mengucapkan (dan
itu artinya begitu berterus terang) pada akhwat,
bahwa ialah satu-satunya akhwat yang paling saya
takuti. Ialah orang yang paling mungkin membongkar
habis dari akar filosofinya sekalipun, seluruh konsep
ideologi, paradigma, visi, tahapan gerakan, atau
kaderisasi yang pernah saya tawarkan dan bahkan
sebagian diangkat menjadi keputusan KAMMI.
Untunglah (belakangan) ia memilih lebih santun,
lebih memilih bekerja dan membuktikan daripada
mengkritisi habis. Selamatlah saya.
Yang
kedua,
akhwat
dengan
jelajah
pengalaman dan kecerdasannya juga tinggi. Dua orang
pengurus KAMMI Pusat pernah dibekali secara khusus
dari Jakarta untuk hati-hati kalau ketemu akhwat ini.
Ucapan anda bisa ditanggapi balik dengan tajam.
Mendengarnya, saya cuma tersenyum dan berkata,
akhi, di Yogya, masih ada dua lagi yang seperti itu
Saya pernah terkesan dengan debat panjang
tak berujung saya dengannya pada sebuah diskusi di
Partai Bunderan (partai kampus milik KAMMI).
Topiknya adalah tentang disintegrasi bangsa dimana ia
59

begitu kokoh pada tesis perlunya integrasi bangsa,


sementara saya ngeyel pada tesis tidak ada alasan
satupun yang memaksa Indonesia harus tetap satu.
Tampaknya, hingga sekarang kami pun masih berbeda
soal itu.
Ia adalah juru bicara kepentingan politik kami
di kampus yang vokal. Kelugasannya dan kekuatan
argumentasinya begitu bermakna. Waktu-waktu
terakhir ini, ia memilih besar bersama sebuah LSM
umum (bukan LSM kita), dimana ia dapat
membuktikan eksistensi publiknya tanpa harus
dukungan dan skenario internal.
Sementara
yang
ketiga
juga
begitu
mengesankan. Saya ingin bercerita banyak, tapi
menjadi tidak percaya diri karena profilnya justru telah
dimuat pada feature di halaman pertama Republika
(nasional) tiga tahun lampau. Republika yang terbit
bersamaan dengan Mukernas KAMMI Yogya 2001,
sehingga mungkin saya pernah begitu bangga
menunjukkan korannya di hadapan teman-teman
peserta. Ia pernah memimpin partai Bunderan
sendirian setelah para ikhwan hilang tak karuan. Ia pun
begitu tenang mengatasi situasi keorganisasian Kamda
yang berantakan.
***
Saya ingin berkata bahwa saya begitu
menghormati intelektualitas mereka. Mereka sama
sekali bukanlah akhwat yang kebanyakan lugu dan
60

jarang membaca itu yang saya ceritakan. Saya merasa


haru dengan ketetapsediaan mereka menemani
KAMMI dalam dua tahun terakhir, sebelum akhirnya
mereka satu persatu meninggalkannya. Yang terakhir,
seorang dokter, memilih pulang kembali membesarkan
dakwah di daerah asalnya di Aceh. Yang kedua,
seorang ahli kimia, telah menemukan jodohnya di
LSMnya, dan saya percaya akan memilih besar dan
menjadi tokoh LSM. Yang pertama, seorang pakar
geografi, masih di Yogya tapi kemungkinan besar pun
akan pulang kembali ke kampung halamannya di
Palembang.
Saya dan KAMMI akan begitu kehilangan
mereka. Kepada mereka saya titipkan kalimat indah
ini:
Friends are like puzzle pieces. If one goes
away, that special piece cant be replaced or the puzzle
will never be the same. Thanks for being our friend.
Ohya, kalau demikian ceritanya, semestinya
logo KAMMI diganti dan judul tulisan ini menjadi
Bunga-bunga Kekar Mengelilingi Tangan (yang kagak
mau) Mekar..
Catatan tebal: Penulis telah menikah loo!! [biar kagak
timbul fitnah ^_^ ]
(imron)
61

Serial 11
Kalau Ingin Perubahan,
Tegakkanlah Malam dan
Bangunlah Lebih Awal
Seharusnyalah, tidak ada yang begitu
mengenaskan bagi kita - aktivis dakwah - kecuali kalau
kita dalam tidak sempat menegakkan malam (qiyaamul
layl) dan mengisi awal pagi dengan kegiatan yang
membawa perubahan. ***
KAMMI adalah pembawa obor perubahan.
Malam itu, tengah tahun 2001, KAMMI mengadakan
muhasabah dan qiyaamul layl berjamaah. Beratus
orang - ikhwan dan akhwat - hadir, diam, menangis,
dan khusyu. Ya, ruh kami berkata bahwa reformasi
Indonesia harus kami selamatkan. Indonesia
berantakan, dan fatwa telah jelas tersampaikan.
Strategi pun terancang, semuanya terkomunikasikan.
Siang besoknya itu, sang presiden mau datang
dan mengunjungi kampus kami. Kami tahu dia akan
berbicara omong kosong, sementara ia enggan
bertanggung jawab. Maka kami melawan. Kami enggan
ia datang.

62

Pagi itu kami bergerak, berbondong dan


berduyun. Menutup lima jalan masuk ke kampus. Kami
tak tahu dari mana ia masuk. Sebagian barisan kami
tebal dua tiga lapis. Sebagian barisan kami cuma satu
baris memanjang. Tapi kami tetap bersemangat.
Ikhwan maupun akhwat.
Muka kami coreng moreng dengan pasta gigi.
Pertahanan murah meriah untuk gas air mata. Lagulagu bersemangat terus kami lantunkan. Polisi dan
panser berdatangan. Mereka sedikit kesiangan.
Terkejut kami di ring satu.
Presiden kan datang sementara kami masih
bertahan. Maka air dari canon water pun tersembur
menghantam. Polisi menerjang dan membongkar.
Ikhwan dan akhwat. Kami tetap bertahan. Barisan
ikhwan terbongkar. Akhwat bertahan. Polisi-polisi itu
mengangkati mereka seperti mengangkat ayam tuk
masuk penggorengan. Kami terus saja bertahan. Dan
terus bertahan.
Presiden batal datang. Ia sadar penolakan.
Kami menang. Kampus tetap milik kami, ajang
pencerdasan, bukan omong kosong politik. Sang
presiden pun tumbang.
Kami menang, karena malamnya kami tegakkan
dan paginya kami bergerak sejak awal.
***
63

KAMMI adalah tetap harus menjadi pembawa


obor perubahan. Malam itu, tengah tahun 2002,
KAMMI mengadakan rapat aksi. Berpuluh orang ikhwan dan akhwat - hadir, berbicara, dan berdiskusi
strategi. Ya, mulut kami berkata bahwa reformasi
Indonesia harus kami selamatkan. Indonesia
berantakan, tapi memang tiada fatwa yang jelas
tersampaikan. Strategi global pun tak jelas terancang,
semuanya tidak pasti terkomunikasikan. Dan oh ya,
kami tidak sempat adakan acara bangun malam.
Siang besoknya itu, sang presiden mau datang
dan mengunjungi kampus kami. Kali ini perempuan.
Tapi kami tahu dia pun akan berbicara omong kosong,
sementara ia enggan bertanggung jawab. Maka kami
pun tetap melawan. Kami enggan ia datang.
Pagi itu kami bergerak, tapi tak cukup
berbondong dan apalagi berduyun. Menutup dua jalan
masuk ke kampus. Kami tahu pasti dari mana ia masuk.
Barisan kami tidak tebal, tapi cuma satu dua baris
memanjang. Tapi kami tetap bersemangat. Ikhwan
maupun akhwat.
Kami tak cukup bersiap. Muka kami tiada
coreng moreng dengan pasta gigi. Lagu-lagu
bersemangat kami lantunkan. Tetapi sesungguhnya
polisi dan panser telah lebih dulu berdatangan.
Mereka sedikit pagi datang bahkan sejak malam, kami
yang kesiangan. Mereka telah bersiap di ring satu juga
ring dua.
64

Presiden kan datang sementara kami masih


ingin bertahan. Tidak ada air yang tersembur
menghantam, karena kami kesiangan. Polisi tidak
menerjang dan tidak pula membongkar, karena kami
tidak datang sejak awal. Ikhwan dan akhwat. Kami
tetap bertahan. Presiden terus berbicara dan
beromongkosong. Di kampus kami. Sementara itu kami
terus saja bertahan. Hingga sang presiden pulang.
Presiden tetap datang. Kami kalah. Kampus ia
jajah semena-mena, dan tidak lagi milik kami. Kami
gagal. Ia pun bertahan. Bahkan ingin terus tetap jadi
presiden pada pemilu depan.
Kami gagal, karena malamnya kami tidak
tegakkan dan paginya kami bangun kesiangan.
(imron)

65

Serial 12

Maaf,
Muktamar
Tidak di Kaltim
Mohon maaf, Muktamar tidak akan di Kaltim
pada September besok ini. Tetapi memang betul
Muktamar ada di Yogya pada tahun 2000. Muktamar
pun memang ada di Lampung pada tahun 2002. Tetapi
jangan harap ada Muktamar di Kaltim. Hanya
keajaiban yang membuatnya mungkin.
Menurut sebagian besar kader KAMMI Yogya,
Muktamar selalu di Yogyakarta. Mungkin seperti kata
gagah orang Madura kalau ditanya siapa Gubernur
Jawa Timur sekarang. Mereka akan menjawab
Gubernur Jawa Timur itu ya Moehammad Noer (yang
asli Madura!). Lha kalau dijawab balik bahwa Gubernur
Jawa Timur sekarang itu Imam Santoso, mereka akan
menjawab, ah itu kan cuma penggantinya.
Gubernurnya ya tetap Moehammad Noer.

66

Tidak perlu ngeyel dengan orang Madura


tentang itu, sebagaimana pun anda tak perlu ngeyel
dengan kader KAMMI Yogya tentang Muktamar. Bakal
sia-sia. Dengarkan saja cerita mereka tentang
Muktamar Yogya.
Pada tahun 2000 Muktamar Yogya belum apaapa, masih biasa saja. Tapi Muktamar di Lampung
tahun 2002 telah menjadi elit dan sedikit terkenal.
Maka Muktamar pun memimpin. Sidang di Lampung
begitu serunya dengan debat yang tidak saling itsar,
sehingga Muktamar pun meledak. Palu sidang terpukul
bertalu-talu. Momen ledakan kecewanya sangat
terkenal bagi banyak peserta di Lampung saat itu.
Karena sekarang Muktamar bukan apa-apa dan
siapa-siapa lagi, menjadi biasa saja, maka Muktamar
tidak bakal ada di Kaltim. Selain itu tidak ada anggaran
bagi Muktamar untuk di Kaltim. Lha kalau ada yang
sudah bilang bahkan umumkan bahwa Muktamar akan
di Kaltim besok? Pasti yang bilang itu tidak tahu soal
Muktamar. Ia mungkin cuma ngarang, asbun, dan tak
pernah tabayyun.
Saya (sebagai KT maupun sebagai SC) insya
Allah, adalah orang yang cukup tahu tentang
Muktamar. Muktamar bagi saya selalu cerdas dan
memberikan banyak inspirasi. Dari Muktamar,
muncullah ide tentang lokus KAMMI, yang dirumuskan
dalam AD/ART menjadi lembaga semi otonom. Dari
Muktamar pula, keluar pemikiran tentang paradigma
gerakan. Dari Muktamar pulalah muncul ide politik
67

sosial yang memperkuat penjelasan kaderisasi siyasi.


Muktamar yang saya tahu selalu memberikan tawaran
konsep yang kaya filosofi. Karenanya kuat dan mudah
diterima. Muktamar membawa banyak kontribusi bagi
KAMMI.
Muktamar memang luar biasa. Tapi dia tidak di
Kaltim. Dia ada di Yogya, masih harus ngajar
matematika dan menyelesaikan kuliah S2-nya.
Namanya memang Muktamar. Muktamar saja.(imron)

68

Serial 13
Ilayka yaa Amirunaa
Sesungguhnya
hanya
bagi
Allah-lah
tempatsegala puji yang terus akansenantiasa
terlantunkan oleh hamba-hamba-Nya pada setiap saat
dalam segala ruang.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Muhammad, Rasul akhir zaman, yang
menunjuki manusia jalan kehidupan. Kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya, dan kepada
para pengikutnya yang mengikuti jalannya dengan
taat.
Semoga limpahan barakah juga tercurah
kepada mereka yang memilih melintasi jalan yang
terjal dan membatu bernama jalan dakwah. Terlebih
kepada mereka yang telah memilih pengorbanan lebih
besar dengan memimpin manusia di jalan tersebut.
Sekali lagi ya Allah, kumohonkan pula
limpahkan rahmat-Mu secara khusus untuk seorang
lelaki kurus tinggi menjulang. Yang senyumnya seolah
enggan lepas dari wajah imutnya. Yang suara bas
hangatnya telah berubah makna dari semata
69

kehangatan ukhuwwah menjadi kharisma seorang


pemimpin.
Wajah putihnya, kuyakini, hari ini dan hari-hari
mendatang mungkin makin memucat kelelahan. Tapi
kuyakini pula, senyum lucunya takkan pernah
menghilang. Aku yakin.
Sungguh, ia bukanlah orang yang luar biasa. Ia
bukan orang yang kritis dan mampu mengungkap
gagasannya dalam tulisan bernas. Bukan pula orator
gagah yang kalimat-kalimatnya mampu memprovokasi
ribuan massa. Bukan pula konseptor organisasi atau
gerakan
yang
cerdas
yang
sanggup
merancang detil masa depan organisasi dengan tajam
terencana.
Ia orang biasa-biasa saja. Tapi sungguh bagiku
ia adalah orang yang paling tepat untuk saat ini. Dan
untuk semua idealisme yang telah tertumpahkan
tetapi mesti terkompromikan dengan realitas.
Ia melewati masa dua tahun terakhir ini dengan
berat. Muktamar III Lampung meletakannya dalam
dilema yang kompleks. Tanpa sepemahamannya,
KAMMI Daerah yang ia pimpin memilih walk out,
bersama dua KAMMI Daerah lain. Situasi yang
samasekali tak ia kehendaki saat ia harus terbaring
sakit yang menghambatnya hadir dalam Muktamar.
Ketua Teritorialnya yang terpilih memilih menyatakan
tak bersedia. Cukup beralasan, karena merasa terpilih
70

saat tidur dan merasa tidak cukup legitimasi karena


hanya dipilih oleh satu KAMMI Daerah, setelah ketiga
lainnya walk out.
Lelaki tinggi menjulang ini akhirnya memenuhi
prinsip dakwahnya, memilih bersedia menjadi Ketua
Teritorial, memimpin dalam situasi yang sulit,
mengatasi resistensi KAMMI-KAMMI Daerah itu
terhadap KAMMI Pusat. Sesulit menumpuk kartu
menjadi piramida. Sedikit demi sedikit terbangun,
untuk kemudian runtuh tertiup angin. Ia perlahan
mencoba
memahami
keinginan
eksistensial,
kebutuhan representasi, jerat realitas politik pragmatis
pusat Indonesia, dan cengkeraman mentormentor. Ia juga mencoba mengingatkan semuanya
atas nama logika ukhuwwah, kemestian qiyadah wal
jundiyah, garis politik moral , kesehatan logika
organisasi, dan kepentingan perasaan KAMMI Daerah
pelosok.
Tetapi ia memang memimpin dengan sulit.
Mukernas Surabaya menjebaknya dalam situasi lebih
kompleks. Saat kartu-kartunya belumlah tersusun
sempurna, kartu lainnya terkoyak. Ketidakpercayaan
kepada kemampuan politik dan keorganisasian KAMMI
Pusat saat itu, memaksanya untuk muncul memimpin
organ baru yang menulangpunggungi seluruh aktivitas
politik KAMMI bernama Tim Back Up Organisasi (TBO)
Politik. Menjadi ketua atas ketua.

71

Maka wajar, ia kelelahan. Ia mencoba memilih


istirahat dan berganti haluan. Menjadi profesional.
Dan ia telah menyiapkan segalanya.
Tanggal 26, datang awal di Muktamar IV
Kalimantan
Timur.
Tanggal
28
Laporan
Pertanggungjawaban. Kemudian tanggal 30 ia pulang.
Kembali ke Jakarta mengurus Visa. Inggris telah
menantinya, untuk setahun kedepan. Belajar. Gratis.
Semuanya sempurna. Bagi manusia. Tapi
keputusan Rabb-nya berbeda. Maha suci Allah dengan
seluruh keputusan-Nya. Muktamar KAMMI begitu
tenang di permukaan dengan sidang-sidang yang
mengasyikkan. Tetapi sesungguhnya begitu hiruk pikuk
di dalam dan di belakang layar.
Segalanya bergerak begitu cepat. Ia berada
pada titik mendebarkan, ketika banyak orang elit
KAMMI Pusat dan Daerah memintanya untuk
memimpin gerakan mahasiswa terbesar di Indonesia.
Ia telah katakan semuanya: tentang sekolah, tentang
beasiswa, tentang Inggris, dan tentang visa. Tapi
orang-orang berkata berbeda.
Maka
ia
memilih memenuhi
dakwahnya. Atas semuanya, ia berkata:
Ya!

72

prinsip

Sehingga, padanyalah terhampar masa depan


gerakan, masa depan mahasiswa, masa depan
Indonesia.
Untuk itu, kepada akhuna al fadhil Yuli Widi
Astono. Atas seluruh pengorbanan ini. Di tengah
ribuan hunjaman kritik dan peringatan kami
kepadamu. Saat ini dan di masa depan. Kami, siap
mendengar dan taat.
UahiduLlaaha alaa an amala maal harakatu
lith thulaab al muslimuun. Linushratihi syariatihi,
wadawati ilayhi. WaLlaahu alaa maa aquulu wakiila
# Oleh Imron Rosyadi.

73

Bunga-bunga
Haraki
Oleh : evie fitria

74

Serial 1
Ketika kupilih jalan ini untuk
bergerak menyambung mimpi
yang sempat tertunda
Empat tahun silam adalah perkenalan kami
dengan KAMMI. Tak banyak yang berubah, masih saja
KAMMI dengan ciri khasnya yang heroik sekaligus
"radikal".
Kami sendiri tak banyak berkomentar ketika
pertama kali mengenal KAMMI. Sebuah organisasi
gerakan yang menurut kaca mata kami masih imutimut alias masih bayi. Yang sewajarnya masih
merangkak dan masih makan bubur yang pasti lebut
sekali. Namun itu takkan pernah dialami oleh KAMMI.
Suatu pergerakan yang lahir langsung besar. Yang
diawal kelahirannya telah melesat berlari kencang dan
langsung makan apel tidak bubur lembut lagi (istilah ini
kami kutip dari Akh Nana Sudiana ketika Daurah
Marhalah I di UMY).
Memang sebuah peristiwa yang fenomenal,
betapa tidak, berbagai sejarah pada awal '98 telah
diukir, hingga menyusul sejarah-sejarah KAMMI yang
lainnya. Tak berlebihan kiranya, ketika kami paparkan
75

tentang kekurangan disamping kelebihannya. Hanya


saja kami tidak ingin kader terlalu termanjakan dalam
euforia sejarah KAMMI yang "indah". Namun, tidak
ada salahnya ketika kami menengok sejarah, yang
dapat kami pelajari bersama tanpa timbul parasaanperasaan asobiah.
Kami tumbuh dan besar dalam asuhan sebuah
komisariat diwilayah kota jogjakarta paling barat.
Namun, walau demikian kami tidak ingin termanjakan
dengan asuhan dan timangan "orang lain". Kami ingin
mandiri. Maka pada tahun 2002, KAMMI benar-benar
mandiri dan menjadi komirariat. Kami sadar hal ini
bukan menjadikan kami berhenti karena KAMMI telah
menjadi komisariat, namun ini merupakan lembaran
baru sejarah yang akan kami ukir untuk senantiasa
komitmen berjuang di KAMMI, sebagai konsekuensi
logis dari sebuah pergerakan.
Sebelum KAMMI menjadi komisariat, KAMMI
dikampus kami telah cukup meggetarkan sasana PP
KAMMI. Kami memandang hal ini cukup serius. Karena
kawan kami "dilua" menginginkan pembentukan
KAMMI DAERAH Kota. Artinya, dalam satu daerah ada
dua KAMDA sekaligus. Bagi kami yang benar-benar
telah mengasah sense of belong to KAMMI, tidak bisa
menerima hal itu, karena secara AD/ART telah
melanggar. Akhirnya para elit KAMMI di tingkatan
Daerah melakukan sambung rasa dengan "orang"
yang terkait dengan hal itu, tentu saja dengan
kebersihan hati dan kejernihan pikiran. Dan
kesepakatan bersama telah lahir, bahwa KAMMI tetap
76

mempunyai satu KAMDA saja dalam satu daerah. Bagi


kami yang waktu itu masih tidak tahu banyak tentang
persoalan tersebut, tetap bergerak dengan kemapuan
dan semangat yang kami miliki, tanpa kami harus
terhambat dengan berbagai rintangan yang
menghadang.
Kami banyak mendapat hal-hal baru tentang
KAMMI. Tentang sebuah orientasi, komitmen,
semangat yang selalu membara dihati kami, walau
kamipun mengakui, terkadang kobaran itu hampirhampir meredup, namun kami takkan membiarkannya
mati. Yang kami tahu adalah bagaimana caranya agar
KAMMI tetap meyala dengan semangat, bergerak
dengan idiologi an fikroh Islam .
Kami sadar tak mudah membuat dan
melaksanakan komitmen. Butuh orientasi dan visi yang
jelas untuk tetap bergerak. Kami tak ingin KAMMI
menjadi gerakan yang prematur dalam gerakannya
atau bahkan mati muda. Namun kami ingi KAMMI
tetap eksis dalam dunia haroki sebagai contoh untuk
haroki-haroki Islam yang lain.
Kami punya banyak segudang mimpi dan
idealita untuk akan kami gerakkan bersama KAMMI.
Mustahil, ketika segudang mimpi dan idealita terwujud
tanpa bergerak. Mustahil bergerak akan terwujud
tanpa visi dan orientasi. Bagi bunga haraki, diam
berarti mati. (evie_fitria)

77

Serial 2
Episode
Orientasi Akademia ICA
Kami pikir, kami perlu untuk memberitakan
sesuatu kepada kawan-kawan KAMMI di seluruh
Indonesia. Tentang sekolah peradaban Islam yang
sedang kami bangun yang bernama ICA [Islamic
Civilization Academy], oleh KAMMI DIY.
Kami merasa sangat bersyukur, atas
kemudahan-kemudahan yang di berikan oleh Allah
pada acara ICA (Islamic Civilization Academy).
Persiapan yang kami lakukan memang tidak lama
[hanya kurang dari 2 bulan] dan tidaklah mudah,
seperti apa yang kami bayangkan sebelumnya. Untuk
sebuah program pendidikan[yang menurut kami
besar], kami membutuhkan pakar pendidikan untuk
memberikan masukan-masukan yang berharaga
tentang pola-pola dan sistem pendidikan yang
kualified . Beruntung KAMMI mempunyai kader yang
pakar pendidikan.
Beberapa pekan sebelum acara untuk orientasi
ICA, kami benar-benar harus bekerja keras untuk
pesiapan perangakat yang dibutuhkan.
78

Dari pengelola ICA sendiri sangat terbatas SDM


yang ada. Kita hanya ber-6, dibagi untuk: direktur ICA
[dipegang oleh Sister Ana], kepala bidang
kemahasiswaan [diampu oleh Brother Didik Wahyudi],
kepala bidang Adminisrasi [dipegang oleh Sister Tri
Mulyaningsih], kepala bidang keuangan [dipercayakan
kepada saya sendiri], kepala bidang kurikulum [dikelola
oleh Brother Rijalul Imam], kepala bidang
perpustakaan [di kelola oleh Brother Iman Kurnia].
Kemudian kami dibantu oleh seorang fasilitator, dari
pakar pendidikan yang banyak memberi masukan
sangat berharga, yaitu Brother Mu'tamar.
Namun dari kesemua SDM dan parangkat yang
ada belumlah sempurna untuk sebuah pendidikan.
Kami masih harus membuat format baru, mulai dari
kurikulum, dosen-dosen yang kualified, daaaaaaaaan
keuangan yang harus dipenuhi untuk berbagai fasilitas
akademia [tentu saja harus ada pemasukan finansial
dari para akademia].
Saya sendiri, malam hari menjelang orientasi
tidak bisa tidur nyaman, karena harus memikirkan
persiapan orientasinya. Uniknya, hal inipun dialami
oleh direktur kami, Sister Ana. Mungkin saja kami
terlalu tegang ya, menghadapi acara besok pagi. Kami
hanya bisa berdo'a, semoga acara besok diberi
kelancaran oleh Allah.
Jangan pernah anda bayangkan tentang jumlah
akademia yang mengikuti program ICA ini. Kami
menerima pendaftaran ICA sebanyak 24 calon
79

akademia. Yang kemudian lolos seleksi untuk


mengikuti orientasi mahasiswa ICA hanya 14
akademia. Dari ke-14 akademia -pun, kami masih
harus meng-eliminasinya.
Jangan pernah anda bayangkan pula tentang
tempat yang kami pakai untuk kuliah. Kami hanya akan
memakai fasilitas alam dan sosiety, ruangan yang
cukup nyaman [itupun kalau ada yang berbaik hati
meminjamkannya], snack ala kadarnya [jika fii yang
kami punyai cukup untuk membelinya]. Kami-pun
memakai dosen-dosen dari kader KAMMI yang kami
yakin tidak kalah dengan dosen kampus megah yang
ada di jogja. Kami-pun akan memakai sisa waktu dari
para akademia, hanya 2x dalam sepekan. Namun kami
bertekad akan tetap optimal.
Waktu yang kami lalui untuk orientasi,
berlangsung dengan penuh kesan, sekaligus
kekawatiran. Pasal dari kekawatiran itu karena kami
beberapa kali di datangi oleh orang yang tak dikenal.
Maklum, karena atas kebaikan para kader KAMMI UCY,
kami dipinjami gedung kampus UCY [Universitas Cokro
Aminito]. Mungkin hal itu mengundang kecurigaan dari
mahasiswa yang lain, karena memang wajah-wajah
kami asing dimata mereka, walaupun kami sudah
mengaku bahwa kami adalah kader KAMMI UCY. Kami
tak tahu apakah mereka sungguh-sungguh mencari
orang KAMMI UCY atau hanya sekedar pura-pura atau
iseng, ketika acara sedang berlangsung tiba-tiba ada
orang yang mau mencari teman kami [kader KAMMI
UCY], padahal kader KAMMI UCY tidak ada yang
80

mengikuti acara kami, mereka hanya berbaik hati


meminjamkan gedung saja. Namun akhirnya orang itu
pergi juga setelah bertanya sana-sini. Beberapa saat
kemudian datang lagi seorang "ikhwit" tak dikenal
[kali ini kurang sopan, karena melihat-lihat dokumen
kami tanpa ijin], yang menanyakan hal yang sama,
tentang acara yang kami selenggarakan. Alhamdulillah,
mereka pergi juga. Mungkin dikira kami pinjam gegung
tanpa ijin alias illegal, padahal kami legal [ada suratnya
kok, tapi bukan kami yang pegang, melainkan kawankawan KAMMI UCY].
Kami sangat menyayangkan sebagian para
akademia yang kurang semangat dalam acara ini,
padahal kami telah merancangnya dengan cukup
menarik. Kami tidak menyalahkan pada agendaagenda padat mereka, yang kami yakin hal itu lebih
mereka prioritaskan. Namun sekali lagi, kami tetap
bersyukur, dan akan tetap bergerak karena kami yakin,
kami pasti akan diberi kemudahan-kemudahan.
Kami-pun sangat salut dengan perjuanagan
sister Ana yang tak pernah kenal menyerah, yang
selalu siap berkorban untuk sekolah peradaban ini.
bayangpun , kami tak pernah berfikir ketika beliau
dirumah telah mempersiapkan segalanya. Secara
psikologi dan fikroh beliau telah menjadi pemenang,
dibanding kami sendiri. Padahal tempat tinggal
beliaupun cukup jauh [daerah sleman paling utara;
perbatasan jogja-magelang]. Kami justru telah belajar
banyak dari acara ini , dari kawan-kawan pengelola,
81

juga dari para akademia yang kadang merasa


kelelahan.
Hingga acara telah usai, kami masih merasakan
berkas-berkas kerinduan yang mendalam pada acara
itu. Bukan apa-apa. Kami hanya berpikir bahwa apa
yang telah kami berikan kepada umat belumlah apaapa, dibanding dengan para shohabiyah nabi. Sekali
berarti, sesudah itu mati!! Kami hanya ingin lebih
banyak bermanfaat untuk orang lain, untuk kejayaan
Islam.
Untuk kawan-kawanku se-iman se-perjuangan,
yang telah banyak membantu dalam acara ini, semoga
4JJI membalas kebaikan kalian dengan syurga-Nya.
((evie_fitria)

82

Serial 3
The story of Moon,
Stars and Sun
Kekurangan itu bukan untuk saling mencaci,
tetapi untuk saling melengkapi. Begitu kiranya
statemen hikmah, yang kalau boleh saya simpulkan:
No Body Perfect! Memahami karakter "aneh" dari
Bulan, Bintang dan Matahari di KAMMI.
Saya memang termasuk pendatang baru di
jajaran pengurus kamda jogja [belum ada setahun].
Namun demikian, tak berarti saya tidak tahu tentang
kamda jogja, termasuk personelnya. Saya menemukan
bermacam karakter "aneh" di dalamnya. Jangan
kaget, "aneh" di sini bukan makna negatif, justru
sebaliknya. Salah tiga karakter aneh itu adalah bulan,
bintang dan matahari. Boleh jadi anda akan penasaran;
"aneh" yang seperti apa?
Bermula dari ketika saya menjadi bagian dari
pengelola ICA [Islamic Civiization Academy]. Kami, dari
tim sangat perlu masukan-masukan dan ide-ide
cemerlang dari para pemikir-pemikir KAMMI Jogja.
Orang pertama yang kami libatkan dalam ide-ide ICA
adalah Akh Mu'tamar. Saya sendiri cukup terkesan
83

dengan ide-ide edukasinya [karena memang beliau


pakar pendidikan]. Pada pertemuan-pertemuan
selanjutnya, kami mulai melibatkan Akh Yusuf
Maulana.
Kami melibatkan Akh Mu'tamar, karena kami
tertarik dengan pakar edukasinya dan metode
evolusinya [proses menuju perubahan yang
istimroriyah]. Kami-pun tertarik untuk melibatkan Akh
Yusuf karena wacana literatur pemikirannya dan
metode perubahannya [kebalikan dari Akh Mu'tamar];
Revolusi [proses perubahan yang frontal]. Entah
mengapa, walau bagai bulan dan matahari, diskusi
kami selalu penuh dengan senyum dan tawa. Namun
ketika diskusi mulai memanas, puncaknya adalah
berlomba-lomba untuk saling mengalah. Artinya,
mengalah itu dijadikan sebagai jalan tengah, untuk
kemudian masing-masing ide dicoba bersama-sama.
Istilahnya Try and Error. Jika salah satu ide yang
berhasil, maka ide itulah yang dipakai. Namun jika
kedua ide itu berhasil maka akan dipakai secara
bergantian atau perpaduan antara keduanya. Namun
tak selamanya pergumulan orang cerdas akan berakhir
demikian. Ada kalanya diskusi itu tak berujung, alias
tidak menemukan titik temu, karena masing-masing
orang mempertahankan idenya.
Mungkin akan lebih seru apabila kedua orang
tadi ditemani kawan lama. Yang sekarang berdomisili
di purwokerto yaitu Akh Imron Rosyadi. Ketiga orang
tadi lebih dikenal dengan sebutan tiga serangkai yang
berlawanan. Saya mungkin akan tertarik, ketika
84

ketiganya di undang sebagai panelis. Ketiga orang tadi


adalah orang-orang cerdas yang dimiliki KAMMI Jogja.
Sekaligus berlatar belakang karakter berfikir yang
berbeda. Misalnya, jika anda meminta pendapat suatu
ide kegiatan kapada Akh Imron, maka jawaban yang
terlontar adalah: "Bagus, bagus, bagus. Di coba saja!"
Jika anda kenal dengan tulisan Akh Imron yang
berjudul "Mengapa aku mencintai KAMMI jilid 6:
tentang lelaki yang memilih menikah dengan pena dan
buku", maka anda benar; Yusuf Maulana orangnya.
Lelaki yang menganut paham: "Sekolah itu candu".
Ketika anda meminta pendapatnya tentang tulisan
anda, yakinlah, tulisan anda akan banyak coretan
koreksi darinya. Asal anda tahu saja, lelaki itu adalah
seorang editor buku. Dan anda dilarang marah kalau
sedang belajar padanya, karena anda pasti akan di
"oven" di suatu ruangan untuk terus membaca dan
menulis. Namun itulah perjuangannya.
Jika anda meminta pendapat kepada Akh
Mu'tamar, anda akan mendapat jawaban yang
berproses dan ter-struktur. Dan lebih banyak sisipan
edukasinya. Sisi emisioanalnya sebagai pendidik akan
bermain tat kala sedang berbicara.
Saya sadar betul, ketika para orang cerdas tadi
dikumpulkan, maka bukan semakin cerdas, tetapi
semakin pusing dan bingung, karena terlampu banyak
ide dan gagasan cerdas, sehingga bingung untuk
memilihnya.
85

Ketika menemui banyak benturan-benturan


karakter berfikir, misalnya seperti halnya karakter
ketiganya [antara Akh Yusuf, Akh Mu'tamar dan Akh
Imron] yang menurut istilah seperti bulan, bintang dan
matahari. Tentunya tidak memperlebar jurang
pemisah diantara mereka. Justru perlu di syukuri,
kerena KAMMI mempunyai orang-orang hebat dan
cerdas seperti mereka yang akan tetap meng-eksistkan
KAMMI
di
dunia
pergerakan.
Wallahu a'lam bi shawab. (evie_fitria)

86

Serial 4
Akhwat, Jomblo, Perjuangan
Ketika semakin lama saya perhatikan tentang
kondisi para akhwat di KAMMI, terutama para akhwat
yang menduduki angkatan '98 kebawah, saya merasa
kagum tapi sekaligus khawatir.
Saya banyak menemukan hal-hal yang baru
ketika memulai ber-interaksi intensif dengan para
ikhwah di haraki KAMMI Daerah, terutama akhwatnya.
Ketika saya perhatikan dengan seksama, beberapa
akhwat KAMMI itu ada [atau mungkin malah banyak]
yang belum menikah. Terutama para akhwat yang
masih "tegar" dijalan dakwah pergerakan harokah
mahasiswa [KAMMI]. Mereka adalah mujahidahmujahidah Islam sejati dengan angkatan-angkatan
yang relatif tua yang cukup mengkhawatirkan, seperti
angkatan '98, '97, bahkan '96, yang sampai sekarang
belum menemukan mujahid sejatinya untuk sekedar
menemani hidupnya.
Ada teman saya [masih kader KAMMI], seorang
akhwat dari Madiun. Beliau benar-benar tidak
diragukan lagi sense of belong-nya terhadap KAMMI.
Walau aktifitas beliau tidak hanya di KAMMI, bahkan di
sebuah partai Islam. Namun terkadang masih
mendahulukan aktifitasnya di KAMMI,[tentu saja
87

dengan diam-diam]. Beliau banyak menjadikan dan


menggerakkan para pemuda dan mahasiswa di sekolah
dan kampus untuk belajar berdo'a dan berjuang untuk
Islam. Apalagi sering menjadi korlap di aksi-aksi
KAMMI. Tak heran jika beliau "terkenal" dikalangan
polisi, dan media massa karena aksinya. Pernah pula
beliau ditentang oleh kawan-kawannya di partai
karena keberaniannya dan kekritisannya.
Beliau belum menikah bukan karena tidak ada
ikhwan yang mau meng-hitbah-nya. Bahkan pernah
ada ikhwan yang sempat akan meng-hitbah-nya,
namun beliau tolak. Anda tahu mengapa beliau
menolak ikhwan itu? Ternyata persyaratan yang
diajukan cukup memberatkan aktifitas geraknya di
KAMMI, yaitu PHK KAMMI, artinya akhwat itu tidak
boleh aktif dan bergerak lagi di KAMMI. Maka, jangan
kaget jika para akhwat-akhwat itu belum menikah,
bahkan sampai saat ini!
Kalau anda tahu, sebenarnya cukup banyak
akhwat yang lebih heroik, tegar, semangat, dan cerdas
di KAMMI. Namun, mengapa banyak ikhwan yang tidak
mau ya....Atau mungkin memang sudah menjadi "ciri
khas" KAMMI, bahwa kader KAMMI adalah "nakal",
"bandel" sekaligus kritis dan "radikal". Atau....
Sayup-sayup saya teringat narasi dari kawanku:

88

Aku mencari seorang mujahidah sejati//yang


kesholehannya menenangkan hati//menatapnya
menyemburatkan ketenangan hati//ketawadhu\'annya
mengingatkan pada bidadari jannati//Aku rindu
mencarinya

Aku mencari seorang mujahidah sejati//yang bibirnya


selalu penuh hafalan ayat suci//matanya adalah
cahaya tak pernah redup oleh matahari//akhlaknya
adalah sebaik-baik mukminah sejati//aku ragu, tapi
aku terus mencari

Suatu hari, saat matahari sepenggalah naik//saat awan


tidak mau ditambat ke bumi//saat angin mengalir
lembut dianatara hati tatkala damai di
bumi//datangkanlah kabar bersama angin pagi

Ia seorang mujahidah sejati//tersembunyi antara debu


dan bangunan yang rapuh//mesiu dan reruntuhan
bangunan adalah kawan karibnya//jeritan dan berita
kematian adalah hiburan baginya//perban dan gunting
89

amputasi adalah jalan pengabdiannya//pahlawannya


adalah mujahid yang siap syahid membela negeri //
ketika kuutarakan hasratku untuk
mengkhitbahnya//datang kabar bersama
angin//afwan akhi, engkau bukan calon
pengantinku//Pengantinku telah pergi bersama
bidadari jannati//Jihad adalah jalannya//Syahid adalah
cita-citanya//Dan bidadari syurga adalah impiannya//
Tidak ia tinggalkan padaku setelah bom syahid
itu//kecuali hati yang kecemburuanku pada bidadari

Aku mencari seorang mujahidah sejati

Suatu siang ketika kepulan asap ramai di bumi//dan


malaikat-malaikat Allah sedang melempari tentara
Yahudi//tatkala itu seorang ikhwan menyeretku ke
pojok ruangan // Di sini ada mujahidah sejati yang
engkau cari//Ia seorang mujahidah sejati//tubuhnya
terbalut pakaian lusuh// parfumnya adalah bau
mesiu//bedaknya adalah debu-debu dari tembok
perbatasan//bibirnya sendiri telah merah oleh darah
90

anaknya//ketika kuutarakan niatku untuk


mengkhitbahnya// seolah ia mengatakan bersama
ledakan bom syahid//Afwan akhi, engkau telah
terlambat//Andaikan rahimku masih mau
mengeluarkan mujahid baru//tentu kuterima
pinanganmu//Lalu setelah itu kita akan lahirkan sejuta
mujahid//untuk syahid di jalan Nya//Aku bukan calon
pengantinmu//Ada seorang mujahidah yang lebih
pantas untukmu//Kini dia sedang menantimu.

Tumpah sudah azzamku//setiap lekuk tubuh kota ini


telah kumasuki//setiap celah gangnya telah
kuhafalkan//setiap ruang kehidupan telah aku
ketahui//masih adakah seorang mujahidah
sejati//yang tersisa untukku//aku lelah mencarinya

Suatu kali//ketika arang telah patah//tatkala mimpi


tidak lagi berarti//ketika harapan kesia-siaan//ketika
itu datang kabar dari

Ia mujahidah dari KAMMI//kerjanya hanya mengurusi


91

masalah// jauh dari mukminah palestina yang berjihad


dengan batu// sering kali ia akan turun ke jalan
menenteng penguasa tiran//hanya bersenjatakan
megaphone dan poster//sebagai eksistensi
perlawanan//jangan kau bandingkan mukminah ini
dengan ummahat manapun//hanya satu//yang
membuat ia sama dengan mujahidah
dimanapun//bahwa pernikahan adalah jalan
menyempurnakan ketaqwaan//bahwa anak-anak
mereka// adalah tentara-tentara Allah di medan
manapun//bahwa syahid adalah impian
mereka//bahwa mereka bersumpah//akan melahirkan
seratus Muhammad Fatih Farhat, seribu Samil
Basayev, sejuta Ahmad Yasin, Semilyar
Muhammad//
Bahwa.surga adalah peristirahatan terakhir bagi
mereka

Aku kini tertunduk malu//bahwa ternyata//aku belum


siap dengan mujahidah itu

92

Tak mudah mencari mujahidah sejati seperti


sesosok bidadari syurga. Tapi saya telah menemukan
banyak bidadari itu di KAMMI, maka andai aku seorang
lelaki, maka akan aku pilih salah satu bidadari itu untuk
menemani dalam perjuanganku dan di syurga kelak.
Seorang bidadari datang dalam mimpiku//tubuh
sucinya terlalu mahal bagiku//harum parfumnya
terlalu mulia untuk kucium//kulit putihnya adalah
sesuatu yang tabu bagiku// tapi ia hadir dalam
benakku//dalam setiap helaan nafas di akhir
doaku//ia merasuk kalbuku//dalam setiap anganku//
ia memaksaku menundukkan pandangan ini//ia
memintaku bersabar dalam jalan dawah ini//ia
memaksaku bertekad bulat istiqomah di medan jihad
ini Aku tak perlu cemburu//karena aku yakin//ia
adalah milikku//bila syahid adalah hadiah dari
Allah//bidadari itu jauh dari mataku//tapi dekat
dengan nafasku

Seorang Mujahidah datang kepadaku//dalam tubuh


kurus dan rapuh dibalut debu//dengan atau tanpa
kacamata tirus menatapku//mengingatkanku pada
93

seseorang yang ada dalam benakku//mungkin ia


Aminah Qutb//yang ketika hamil dicambuk di depan
abangnya//ia tegar di depan penguasa tiran// mungkin
ia Zainab Al- Ghazali//yang waktunya ia hamburkan
untuk mencereweti para lelaki//yang tidak memiliki
ruhul jihad
mungkin ia Ummu Yasir//seorang syahidah
pertama//apa yang ia rasa ketika orang yang ia cintai
syahid satu demi satu//yang hanya karena rasulullah
mengatakan// Surga untukmu, wahai keluarga
Yasir//maka ia menjadi begitu membatu dalam
tekad//Tiada pengharapan dari mujahidah itu kecuali
surga // atau menjadi bidadari di surga nanti// adalah
impian mereka selalu menjadi penghibur para
mujahid//menjadi para penghibur mereka yang telah
menggadaikan dunia untuk kepentingan akhirat//Para
mujahidah ini dekat dalam mataku juga dihatiku

Masihkah anda ragu dengan kualitas para


mujahidah itu, wahai akhi? Percayalah, bidadari itu ada
di KAMMI. Betapapun, perjuangan telah membentuk
94

karakter cerdas, heroik dan sedikit radikal. Namun itu


semua takkan pernah meninggalkan berkas-berkas
tarbiyah Islamiyah yang selalu mereka dapatkan tiap
pekan.
Saya jadi teringat tausiyah Ust. Cahyadi, yang
mengatakan bahwa: saat ini pergerakan KAMMI sangat
membutuhkan orang-orang yang komitmen, istiqomah
dan profesional untuk bergerak di bidang haroakah
mahasiswa. Karena di situlah orientasi, visi dan
intelektual mahasiswa Islam sedang diuji bersama
dengan benturan-benturan peradaban, kultur dan
sistem yang ada, yang akan mendewasakan KAMMI
untuk melangkah pada ranah yang lebih cerdas dan
maju.
Karena KAMMI adalah sayap pengembangan
kritis intelektual yang paling dinamis yang akan
membersamai dalam dakwah tarbiyah selain pada ketawadhu-an dan ke-sufia-an para kadernya. Sekali lagi,
saya banyak menemukan hal-hal baru di KAMMI yang
takkan pernah di temukan pada gerakan lainnya.

Sajak untuk para mujahid Islam:

Akan kuajak presiden menjadi downline ku//kalau aku


mampu
95

Akan kupastikan//seorang raja datang pada


presentasiku//kalau aku mau

Akan kutawarkan seorang ikhwan untuk menjadi mitra


hidupku//kalau mereka mau

Akan kumasuki setiap celah lubang semut//dan


kutawarkan mereka jadi mitraku // cukup beri aku
waktu//tuk mengenalkan produkku

Lalu terakhir//akan kuajak Tuhan jadi


downlineku//kalau Tuhan mau

(evie_f)

96

Serial 5
Sebuah Pelurusan Persepsi
Selama ini apa yang kita pikirkan tentang hidup,
pastilah tidak jauh dari kata menikah. Allah berkata di
beberapa surat-Nya, menikah adalah setengah dari
dien Islam atau setengah dari iman seorang mumin.
Namun terkadang kita sering kecele terhadap arti
pernikahan. Pilihan yang Insya Allah sekali dalam umur
hidup kita, tidak seharusnya kita maknai pada nafsu
humanisme kita an sihc. Namun perlu dimaknai
dengan sakralistik sumpah kita terhadap Allah,
perjuangan dijalan-Nya, teman sehidup kita, dan
seterusnya. Sudah sepantasnya jika awal menuju
pemilihan calon teman hidup, tidak bisa dianggap
enteng. Perlu seleksi ketat, agar apa yang kita idealkan
dalam benak hidup kita, tercapai. Sebuah keniscayaan
dakwah Islam akan tercapai dengan tangan kecil kita.
Bicara tentang tahap awal pernikahan [baca:
taaruf] tidak boleh dianggap sepele [jka kita mengaku
sebagai kader dakwah dan kader tarbiyah]. Apalagi
masalah akhlak dan fikroh, itu perlu di pertimbangkan
dari berbagai sisi. Terutama jika dilihat dari masa
depan dakwah dan tarbiyah. Sebuah taaruf yang baik
merupakan cerminan akhlak dan tujuan hidup
seseorang. Jika taaruf saja bermasalah [memakai
97

kata pacaran "Islami" atas nama taaruf], bagaimana


kita akan menganggap bahwa kita beda dari orang
lain. Seringkali kita melihat para ikhwah fillah kita,
terjebak pada taaruf pragmatis [baca: nafsu, termasuk
pacaran]. Seolah-olah kita takut menerima teman
hidup yang kurang sesuai dengan angan-angan
[idealisme], padahal wasilah dakwah kita sudah
mewadahi biro jodoh [BKKBS: wilayah DIY, Klub Biro
jodoh UMMI: majalah UMMI], sebagai bagian dari
ikhtiar seorang mumin. Memang itu bukan satusatunya alternatif mencapai keluarga SaMaRa. Namun,
saat ini alternatif itulah yang [mungkin] dianggap
cukup aman melindungi dari bahaya nafsu.
Saya pikir kita perlu punya yang namanya
idealisme hidup [namun tetap realistis], apalagi jika
kita mengaku sebagai kader dakwah, kader arbiyah,
masalah akhlak menjadi pertimbangan utama. Wanita
baik-baik hanya untuk laki-laki yang baik, laki-laki yang
baik hanya untuk wanita yang baik, begitulah warning
Allah. Fikroh [pemikiran]. Bagi sebagian kalangan kader
tarbiyah, beda fikroh adalah satu hal yang tabu untuk
dilakukan. Sangat disayangkan jika teman hidup
berbeda fikroh. Untuk ngurusin dakwah saja, masih
sering keteteran, apalagi ditambah beban dengan
meluruskan fikroh teman hidup [berdakwah kepada
pasangan yang masih ammah] yang kurang pas dengan
kita.
Terkait dengan tulisan saya yang terakhir
kemarin [Bagi Bunga Haraki 4: Akhwat, Jomblo dan
Perjuangan], saya hanya ingin meluruskan persepsi
98

kawan-kawan yang telah membaca tulisan saya.


Masukan-masukan yang ada saya coba tabayunkan.
1. Tentang: masalah akhwat selesaikan dengan
akhwat.
Tulisan saya tidak dikhususkan pada ikhwan
saja atau akhwat saja [karena saya tidak ingin adanya
monopoli gender], tetapi pada semua ikhwan dan
semua akhwat [yang mengaku ikhwah]. Menikah tidak
hanya urusan akhwat saja atau ikhwan saja, namun
melibatkan keduanya [ya ikhwan, ya akhwat]. Ketika
banyak mengalami hambatan dan masalah dalam
proses atau pernikahan, maka perlu menengok
kedalam lubuk nawaitu di dasar jiwa kita masingmasing, sekali lagi. Apalagi jika sudah menyangkut
masalah dakwah dan harokah, singkirkan urusan
pribadi!
2. Tentang: mengapa penulis mengangkat tema itu?
Saat ini penulis sedang mengamati sebagian
kalangan akhwat KAMMI militan [baca: loyal terhadap
KAMMI] dengan semester yang lumayan tua belum
juga menemukn jodohnya. Apalagi saya menemukan
fenomena kalau ikhwan non KAMMI [masih ikhwah
tarbiyah] tidak mau menikah dengan akhwat KAMMI.
Kalaupun mau menikah maka syaratnya, akhwat harus
PHK [Putus Hubungan KAMMI] total. Saya sendiri
masih ingin mengamati, tentang alasan kuat [rasional]
ikhwan menolak hal tersebut. Karena saya pikir ini
menarik untuk dibahas sekaligus saya ingin membuat
ruang sadar untuk semua kalangan ikhwah tentang
99

pola pikir yang salah [fallacy of thinking] terhadap


masalah ini. Ketika semua syarat yang kita ajukan telah
sesuai [dari idiologi, fikroh, manhaj dan akhlak], maka
apalagi yang kita ragukan?
Saya-pun
menjadi
terdorong
ingin
menceritakan tentang kondisi para akhwat KAMMI
yang sudah lumayan tinggi semesternya bahkan ada
yang sudah jadi sarjana kepada semua kalangan
ikhwah [walaupun terbatas pada pembaca yang suka
buka website KAMMI], tentang segala jerih payah
mereka
berdakwah
meng-eksis-kan
gerakan
mahasiswa Islam [GMI], tentang pengorbanan mereka
di KAMMI, tentang urgensi dakwah spesialisasi GMI.
Sebenarnya jika kita mampu berfikir objektif, semua
lahan dakwah itu mempunyai potensi mendewasakan
pikiran kita, melahirkan karya besar kita, mempunyai
peluang pahala yang sama [walaupun wasilah yang kita
pakai berbeda]. Tidak ada istilah bahwa dakwah disini
lebih penting dari pada disitu. Fastabikhul khoirot,
berlomba-lomba dalam kebaikan!
Saya katakan dalam syair, bahwa wanita yang
mampu menggadaikan dunia untuk kepentingan
akhirat [dakwah Islam] adalah wanita perkasa dan
luar biasa , para bidadari penghuni syurga, penghibur
mujahid, yang [saat ini] sangat langka dan sangat sulit
untuk dicari.

100

mungkin ia Aminah Qutb//


yang ketika hamil//
dicambuk di depan abangnya//
ia tegar di depan penguasa tiran//

mungkin ia Zainab Al- Ghazali//


yang waktunya ia hamburkan//
untuk mencereweti para lelaki// yang tidak memiliki
ruhul jihad//

mungkin ia Ummu Yasir//


seorang syahidah pertama//
apa yang ia rasa//
ketika orang yang ia cintai//
syahid satu demi satu//
yang hanya karena Rasulullah mengatakan//
Surga untukmu, wahai keluarga Yasir
maka ia menjadi begitu membatu dalam tekad//

101

Ketika kita berbicara tentang menikah [mencari


pasangan hidup] untuk dakwah, Islam-lah yang akan
berbicara, bukan pribadi dan nafsu. Bagaimanapun
juga, itu menyangkut kepentingan pembinaan umat.
Saya katakan bahwa ini bukan semata-mata urusan
akhwat saja atau ikhwan saja, tetapi ini juga urusan
bersama, strategi jangka panjang umat dan dakwah.
Menikah bagi seorang dai/yah, kader dakwah, kader
tarbiyah atau apalah namanya, adalah bagian dari
rekayasa umat. Di sadari atau tidak, anda akan terlibat
peran dalam rekayasa ini.
***
(evie_f)

102

Serial 6
Degradasi Moral Ikhwah
Ikhwah = manusia. Manusia = lemah dan alpha.
Adakalanya kita sering mendengar tentang tidak
manusianya manusia [?]. Maksudnya, manusia sering
berbuat, bertindak dan berbicara tidak selayaknya
manusia [hal ini bisa diterjemahkan dengan hewan,
tumbuhan, jin atau syetan]. Anda tahu, tentang
maraknya prostitusi di Indonesia [atau di dunia barat
seperti Amrika dan Eropa pada umumnya]? Atau
dahsyatnya mode taaruf merah jambu dikalangan
ikhwah yang sekali lagi saya sebut kurang pas bahkan
tidak layak jika dilakukan oleh sebagian kader tarbiyah
atau kader dakwah-bisa PKS atau KAMMI atau LDK,
atau apalah namanya.
Prostitusi adalah akibat dari degradasi moral
yang sangat ekstrim [amat, sangat, sekali]. Pergeseran
ini terjadi dari tuntutan sebuah mode yang mau tak
mau perlu untuk dipenuhi. Misal: pacaran jarak jauh
[hanya pake surat] itu tidak afdhol jika tidak ketemu.
Setelah ketemu, komentar selanjutnya adalah pacaran
tidak pas jika hanya ketemu-ketemu saja. Pacaran
harus ada bumbu-bumbu kenangan yang berarti.
Maka timbulah banyak intepretasi yang diciptakan
tentang bumbu-bumbu kenangan yang berarti itu
oleh para petualang sex. Ujungnya adalah, pacaran
103

tidak enjoy dan kurang nikmat jika tanpa sex. Nah,


selanjutnya anda bisa menebaknya.
Begitu juga mode baru yang diciptakan oleh
para ikhwah tentang modifikasi pacaran islami
atas nama taaruf. Ada yang lembut hingga
nembak, hal itu sudah biasa terjadi. Mungkin temanteman ikhwah boleh protes dengan tulisan saya,
namun lepas dari itu semua adalah bahwa saya
melihat pada fakta dan realita dilapangan. Bahwa
kondisi sekarang telah berubah [walau dahulu pun
sebenarnya sudah berubah] dari tradisi terdahulu para
seniornya yang menurut saya sangat menjaga interaksi
lawan jenis. Misal, jika ada seorang kader yang nyleneh
dengan sesama jenisnya, sedikit saja, maka kader itu
dapat di pastikan di sidang oleh teman-teman atau
oleh para seniornya.
Dahsyatnya virus merah jambu yang melanda
para aktifis dakwah saat ini mulai menggila. Apa
faktor? Mungkin teman-teman dapat menjawab
problematika ini. Boleh jadi, masalah ini terkesan
sepele dan remeh. Namun jika kita berfikir jangka
panjang, tak akan terbayang bahwa bangunan dakwah
Islam akan hancur oleh pemilik akhlak. Seperti yang
dikatakan oleh Ust. Cahyadi Takariawan, bahwa dai
akan hancur ditangan dai sendiri. Ini sebuah
keniscayaan, saudaraku!
Bagaimana jika saya katakan, bahwa kader
terlalu
sombong
dengan
penjagaan
sifat
humanismenya yang lemah dengan mengaku kuat.
104

Sehingga ketika ada semacam teguran tentang


interkasi ikhwan akhwat yang terlalu intens, maka
hanya akan dijawab Ah, saya kan bisa menjaga,
karena saya orang tarbiyah atau karena saya ngaji atau
karena saya seorang akhwat atau ikhwan yang qowi.
Anda sadar, jika seseorang telah mengatakan demikian
sudah termasuk kategori sombong dan sombong
sangat dibenci Allah. Sehingga wajar jika Allah
menurunkan azabnya pada orang-orang yang sombong
dengan memperlihatkan kelemahan dan kesombongan
didepan saudanya sendiri [umum]. Kalau sudah seperti
itu, apa mau dikata? Apakah akan tetap berapologi
pada argumen lemah kita, atau kita akan dengan
rendah hati dan berjiwa besar bahwa kita akan
mengakui semua kesalahan dan kelemahan tentang
apologi, pendapat dan kelakuan kita? Sehingga kita
dapat secepatnya beranjak untuk memperbaiki
bersama dari kesalahan-kesalahan kita.
Ada dua atau mungkin juga lebih [maaf saya
tidak ingin terjebak pada fallacy of thinking] akhwat
yang saya tahu, pernah [semoga saja sekarang tidak]
berazam bahwa seumur hidupnya tidak akan menikah.
Anda tahu alasannya? Boleh jadi anda akan kaget,
bahwa: semua pria [termasuk ikhwan] adalah
brengsek. Brengsek disini sebenarnya tidak hanya
terjadi pada ikhwan an sihc, namun juga pada kaum
perempuan [termasuk akhwat]. Terkait dengan tulisan
saya pada seri 4 tentang sebuah pelurusan persepsi,
bahwa setiap manusia mempunyai idealisme. Bagi
saya pribadi, saya tak akan pernah menyalahkan
105

sebuah idelisme, karena saya sendiripun mempunyai


idealisme. Namun jika idealisme tidak realistis, maka
diri kita yang akan hancur bersama idealisme kita.
Seperti yang saya sebut diatas, bahwa ikhwah
itu adalah kelompok manusia [bukan kelompok
malaikat]. Dan manusia selalu terdapat salah dan lupa.
Jadi ikhwah itu juga akan terkena salah dan lupa.
Artinya, bahwa ikhwah itu boleh salah dan boleh lupa.
Namun jika hal tersebut dijadikan tendensi untuk
melakukan kesalahan, maka disitu bukan unsur
manusia lagi yang berfikir dan bertindak. Memang
agak sulit jika kita terjebak pada dua sisi yang
berbahaya. Dibelakang kita adalah seekor harimau
yang siap menerkam kita, dan didepan kita adalah
jurang menganga yang siap menerima tubuh kita,
bilamana kita jatuh. Di satu sisi kita ingin berbicara
pada sifat humanisme kita, tapi disisi lain kita ingin
sifat-sifat langit [kebenaran] melekat pada diri kita.
Dan sekali lagi, kita sadar bahwa kita adalah manusia!
Saya pikir, hanya orang-orang cerdas dan bijak
saja, yang dapat menjawab problematika itu. Sebuah
fakta telah menyadarkan kita untuk berfikir dan
berbuat fleksibel tetapi tetap harus berhati-hati.
Artinya, berfikir dan berbuat secara proporsional itu
perlu. Terkadang pula kita sering terjebak pada pola
pikir pragmatis, bukan pada pola berfikir strategis dan
jangka panjang.
Untuk mengatasi serbuan degradasi moral
adalah tidak dengan ke-saklek[kaku]-an kita, tidak
106

dengan kesombongan kita [sebagai kader tarbiyah /


kader dakwah], tidak dengan segala apologi kosong
kita, tidak dengan idealisme kita yang tak realistis.
Namun bangunlah benteng rendah hati yang selalu
fleksibel dan proporsional namun tetap waspada. Ingat
syetan akan mengganggu anak adam tanpa kenal lelah
dan mengganggu dari sudut manapun dikala kita futur
dan lemah!

***
(evie_f)

107

Serial 7
Ruang Penyadaran Tentang
Paradigma Gerakan KAMMI
Indonesia kini sedang hamil tua untuk
melahirkan manusia besar, yang akan mengubah
sejarah, saya harap itu KAMMI Rekayasa Sosial:
Jalaludin Rakhmat.
Saat ini sejarah megalami pembusukan.
Fenomena jungkir balik sejarah adalah sebuah hal yang
biasa terjadi. Mengubah sejarah adalah keniscayaan
bagi para kader dakwah demi mewujudkan peradaban
Islam. Yusuf Qordowi mengatakan bahwa kebangkitan
Islam akan muncul dari Indonesia. Hal ini bisa dilihat
dari tiga hal: pertama: Indonesia adalah negeri dengan
populasi muslim terbesar di dunia, kedua: para
pemuda Islam di Indonesia berpotensi memiliki ghiroh
perjuangan Islam yang tinggi [militan], ketiga: umat
memiliki kebebasan berpikir. Tiga modal itulah yang
membuat Yusuf Qordowi berani meramalkan tentang
kebangkitan Islam akan dimulai dari Indonesia.
Jika kita melihat konteks permasalahan yang
terjadi di Indonesia pasca reformasi, Indonesia kini
sedang hamil tua. Begitu banyak peran yang dapat kita
ambil dan kita mainkan. Keberadaan Gerakan
108

Mahasiswa Islam [GMI] sangat menentukan jalannya


sejarah bangsa. Sebut saja Korea. Mengapa Korea
mampu mengakhiri krisis negaranya akibat koruptor
yang merajalela? Hal itu tak lain dari peran para
pemuda dan mahasiswa. Demo-demo rakyat dan
mahasiswa saja tak cukup untuk mengubah Korea.
Maka dilakukanlah pemotongan generasi, dengan
membersihkan unsur-unsur yang membahayakan
kondisi negara [seperti KKN]. Mengubah semua sistem
dan struktur pemerintah yang lama dengan yang baru,
yaitu pelibatan secara langsung unsur pemuda dan
mahasiswa. Menghukum mati para tikus-tikus negara.
Pemerintah secara bijak memberi peluang hak cuti
bagi para mahasiswa yang perperan langsung secara
prgresif untuk duduk dan mengatur dalam susunan
pemerintahan pada saat itu. Anda tahu, hanya dalam
waktu dua tahun, Korea mampu menyelamatkan dan
memperbaiki kondisi pemerintahan yang sempat
diambang kehancuran. Bagaimana dengan Indonesia?
Atau cerita tentang revolusi Islam di Iran [1979]
yang menggegerkan dunia dengan didalangi oleh
Ayatullah Khomaeni? Ah, saya pikir, kita tak perlu
banyak cerita. Yang jelas sekarang, bagaimana kita
membangun sejarah dengan peran pemuda. Terkait
dengan banyak hal diatas, saya tidak ingin
mengesampingkan peran KAMMI, namun saya
berharap kita tidak terjebak pada eforia masa lalu
KAMMI yang melenakan. Saya hanya ingin berkata,
bahwa sudah saatnya KAMMI bergerak tuntaskan
perubahan yang sempat tertunda. Memanfaatkan
109

ruang-ruang gerak pola pikir KAMMI, sangatlah


penting. Salah satu ruang geraknya adalah jenjang
marhalah KAMMI, yaitu Daurah Marhalah [DM] 3,
jenjang level tertinggi di KAMMI atau ICA [Islamic
Civilization academy] di kamda Jogja.
Pada DM 3, ada semacam penguatan dan
pemantapan idiologi gerakan. Tak heran jika DM3 lebih
banyak melakukan penguatan wacana dan diskusi yang
bikin pusing. Kata salah satu kawan saya yang pernah
ikut DM 3, mengatakan bahwa kalau mau cari pusing,
ya ikut DM 3 saja. Namun itu tak sepenuhnya benar.
Ada sipul-simpul yang dapat dikaitkan dari kuliah
umum dan diskusi dalam DM 3. Memang ada banyak
model paradima berfikir dalam forum DM 3 yang
terkait dengan persoalan masing-masing daerah. Yang
jelas, bagaimana sebuah paradigma itu dapat di
transformasikan kedalam gerakan real di lapangan.
Kalau kawanku bilang, forum DM 3 adalah dimana
sebuah orientasi organisasi dibentuk dan digerakkan
bersama, sehingga tidak ada semacam stagnasi dan
pragmatisme berfikir.
Di Jogja ada sekolah ICA. Salah satu wahana
pembentukan intelektual kompetensi kader. Yang akan
membangun pola berfikir kader KAMMI dengan
pendidikan intelektual gerakan yang komprehensip.
Karena memang selama ini, publik menilai KAMMI
hanya pandai aksi jalanan [demo], namun sangat
lemah dari sisi intelektual dan wacana. Hal ini sangat
disadari oleh KAMMI, namun kurang di fahami dalam
dataran fraksis. Ini real! Ketika MUSDA KAMMI Jogja,
110

tercetus untuk membentuk komunitas intelektual


cerdas spiritual [?]. Komunitas ini adalah LSO Litbang.
Komunitas ini kawinan dari gerakan spiritual, profesi
akademik dan dinamisme gerakan organisasi. Saya
pikir, ini bukanlah sebuah komunitas biasa, karena
jarang-jarang KAMMI melakukan gerak integral antara
tiga komponen yang secara kultur masih tabu. Ruang
gerak komunitas ini tidak terpaku pada internal
gerakan an sihc, tetapi eksternal akan coba kami
rambah. Misal dengan membangun channel instansi
dengan berbagai profesi [baik pemerintah, maupun
swasta] dan kalau perlu membangun channel dengan
negara lain. Kami-pun akhirnya memaksakan diri untuk
berusaha keras membiasakan diskusi cerdas
membangun. Awalnya cukup sulit, karena harus
membuka mindstream kader yang kaku. Dan hanya
orang-orang tertentu yang nyambung dengan
orientasi gerakan. Tak heran jika kawan-kawan Jogja
cukup vokal dalam masalah ini, karena sedikit demi
sedikit mulai tersadarkan dari paradigma berfikir yang
salah [fallacy of thinking].
Salah satu visi KAMMI adalah membentuk
pemimpin masa depan. Salah satu tempatnya adalah
DM 3, pengokohan orientasi dan ideologi gerakan,
dibentuk disini. Namun yang menjadi permasalahnan
adalah apakah setiap peserta akan berpola fikir seperti
ini? Ataukah hanya sebatas meningkatkan jenjang
marhalah saja? Saya melihat adanya berbedaan
orientasi dan paradigma berfikir dalam setiap forum
group discussion [FGD] DM 3. Bukan apa-apa, ketika
111

saya mengungkapkan hal ini, semata-mata pandangan


objektif saya pribadi. Saya mengamati secara general,
hanya peserta dari Jogja saja yang dapat
menterjemahkan paragidama gerakan KAMMI secara
strategis jangka panjang dan tidak hanya pada dataran
konsep dan wacana, namun juga pada kondisi riil
gerakan. Sebagian kawan-kawan Jogja yang cukup
vokal adalah para akademia ICA. Perkembangan pola
pikir intelektual pada akademia ICA sangat signifikan.
Saya tidak ingin terjebak pada asobiyah kedaeran.
Sekali lagi, ini riil!
Saya optimis, bahwa cita-cita Indonesia untuk
melahirkan pemimpin bangsa masa depan yang
capable, terwujud. Pemuda jawabnya dan KAMMI
wujud optimisme. Jangan biarkan sejarah dimiliki
orang lain. Buat sejarah dengan tangan kita, maka
dunia kita genggam!

***
(evie_f)

112

Serial 8
Kok Defisit Dan Hutang Lagi!
Setiap kali kegiatan Daurah Marhalah I
komisariat UAD [karena saya berasal dari UAD], pasti
meninggalkan hutang alias defisit finansial. Setiap kali
musyawarah komisariat [muskom] UAD, juga
mengalami defisit. Apapun kegiatannya, lebih sering
defisist ketimbang profit. Ujungnya bantingan
panitia bareng-bareng. Belakangan saya baru tahu
kalau komisariat UNY setiap kali akhir periode
kepengurusan meninggalkan hutang.
Permasalahan utama yang sering terjadi setiap
kali selesai kegiatan KAMMI adalah defisit finansial
[hutang]. Entah itu Daurah Marhalah, entah itu
pertemuan keluarga besar kader KAMMI, atau
mungkin rapat besar, seperti muskom hingga
muktamar. Waktu saya masih jadi kader baru di
KAMMI, saya sempat kaget karena setiap kali selesai
kegiatan di komisariat, pasti defisit. Lalu saya berfikir,
apakah setiap komisariat KAMMI selalu mengalami
defisit finansial jika selesai kegiatan? Semoga untuk
wilayah kamda dan pp KAMMI tidak demikian adanya.
Ketika saya mulai banyak berinteraksi dengan
kamda, sekali lagi saya menemukan masalah ini
kembali. Deifsit finansial! Mungkin bagi kader yang
113

memahami kondisi KAMMI bisa memaklumi, termasuk


juga saya. Tapi jika kader baru yang lagi semangat
dengan KAMMI dan tahu kondisi KAMMI demikian,
biasanya akan langsung menghujat habis-habisan,
kemudian pergi meninggalkan KAMMI begitu saja,
tanpa memberi solusi apapun.
Benar juga pernyatan yang pernah dilontarkan
oleh Kamarudin, tentang kemandirian ekonomi
KAMMI yang masih berantakan. Gali lobang tutup
lobang. Atau mungkin lobangnya nggak di tutup lagi,
mengingat besarnya lobang yang harus ditutupi.. Gali
sana, gali sini, cari sana, cari sini. Saya sering kasihan
dengan para ikhwah yang jadi pejabat [anggota
dewan] dan sedikit berpunya, seringkali menjadi
sasaran sapi perah [padahal susunya sudah habis].
Kondisi finansial ikhwah-pun sering seret. Rumah
sering kali masih ngontrak, gaji masih harus dipotong
untuk memenuhi hutang partai yang menumpuk.
Bayar ini itu, potongan ini itu. Sudah gitu, sering pula
jadi sasaran donatur oleh para kadernya untuk
menutupi kekurangan dana dalam berbagai kegiatan.
Parameter keberhasilan sebuah organisasi tidak
hanya dilihat dari kerapian adminstrasi saja, banyaknya
kegiatan, namun juga dari keuangan organisasi. Saya
menilai keuangan KAMMI sangat payah. Setiap selesai
kepengurusan, warisan yang dapat ditinggalkan
hanyalah hutang. Padahal konsekuensi utang adalah
harus dibayar. Jadi pasca kepengurusan belum tuntas
jika masih punya hutang yang harus segera dilunasi.
Bareng-bareng beberapa hari setelah musyawarah
114

besar [entah muskom atau musda], biasanya hunting


dana. Jual ini, jual itu, dan seterusnya, seperti yang
baru saja dilakukan kamda Jogja pasca musda KAMMI
Jogja tahun ini. Saya belum tahu, apakah hutangnya
sudah terlunasi atau belum.
Jika permasalahan ini dibiarkan berlarut-;arut
hingga usia KAMMI tua, saya tidak tahu apa yang akan
terjadi kedepan. Sebenarnya kader KAMMI itu cerdas,
pandai dan berpotensi. Mengapa tak memikirkan
masalah kondisi finansial? Mengapa masih saja sibuk
dengan urusan lain, padahal urusan finansial [ketika
mendesak] tidak bisa ditunda lagi. Sifatnya sangat
krusial! Atau, apakah ini hanya jadi pr bendahara
dan BUMK saja, mengapa tidak semuanya. Apakah
selamanya kita akan mengandalkan kocek dari kader
dan pengurus secara terus menerus? Wah, kasihan
dong bagi kader atau pengurus yang tak berpunya.
Bisa-bisa nggak makan, hanya karena menuhin hutang
KAMMI.
Tanggal 26 september sampai 2 oktober 2004
adalah agenda Muktamar KAMMI IV di SamarindaKaltim. Saya benar-benar berharap, strategi mencapai
kemandirian ekonomi KAMMI dapat dirancang dan
diterapakan bersama. Sehingga kader tidak harus
pontang panting kesana kemari dengan wajah
tembok, hanya untuk untuk mencari biaya akomodasi
perjalanan ke Muktamar Samarinda pada para pejabat
tinggi. Tentu saja harus pantang malu. Seperti yang
telah dilakukan oleh pengurus kamda, sebelum
keberangkatan ke Samarinda, spriding ke belahan
115

Jogja untuk mengumpulkan dana. Termasuk saya pun


ambil bagian mencari dana dan harus berhadapan
dengan para calon pejabat atau yang sudah jadi
pejabat, yang kecewa pada PKS [nah lho apa
hubungannya dengan KAMMI?].
Seolah meminta-minta telah menjadi kultur
yang tidak bisa diubah, dan cukup berurat akar.
Parahnya, selalu terlontar kata-kata: Ya, mau gimana
lagi, hanya ini yang bisa kita lakukan untuk memenuhi
kebutuhan orgnanisasi, agar tetap hidup. Saya yakin
kita semua sadar, bahwa uang bukanlah segalagalanya, namun tanpa uang juga kegiatan tidak bisa
berjalan dengan baik. Saya pikir, ini merupakan PR
besar yang harus kita selesaikan bersama-sama, guna
menyelesaikan agenda berikutnya yang lebih besar
lagi, yaitu membangun sejarah peradaban dunia baru
Islam dengan karya besar kita. Wallahu alam bi
shawab.

***
(evie_f)

116

Serial 9
Yah, Mumpung Nasi
Belum Jadi Bubur
Ketika PKS menjadi bahan berita media,
KAMMI sebaliknya. Ketika PKS disorot atas prestasi
fenomenalnya, KAMMI memilih kesendirian dalam
akses media. Ketika media menyorot cerita sukses PKS,
masih ada yang terluput tentang siapa operator di
belakangnya. KAMMI, dalam hal ini hanya menjadi
operator yg baik dalam menjalankan titah induknya.
Apabila ini yang terus terjadi, apabila PKS temaram
dalam pemerintahan dan parlemen, bagaimana
KAMMI bersikap?
Tulisan di atas saya kutip dari saudara Yusuf
Maulana, yang beliau kirim via e_mail KAMMI Yogya
[afwan akhi, saya belum ijin ke antum :-)].Tulisan itu
begitu menohok hatiku. Selama ini, apa yang dirasakan
sebagian kader tentang itu, tidak jauh berbeda. Sekali
lagi tentang peran KAMMI dimata internal maupun
eksternal, masih dipertanyakan. Pernah suatu kali saya
melihat tulisan tentang KAMMI yang dimuat di salah
satu majalah Islam yang mengatakan bahwa KAMMI
adalah sayap gerakan mahasiswa dari suatu partai
Islam. Namun suatu kali yang lain di edisinya
117

selanjutnya [masih majalah yang sama] datang artikel


bantahan yang mengatakan bahwa KAMMI bukan
gerakan mahasiswa dari partai manapun atau misi dari
suatu partai. KAMMI berdiri memang dari rahim LDK
[Lembaga Dakwah Kampus], namun bukan berarti
KAMMI sama dengan LDK. Apalagi undergroundnya
PKS. KAMMI adalah ormas yang independen dalam
gerakannya, yang punya otoritas sebagai organisasi
mahasiswa.
Waktu-waktu terakhir ini, ia memilih besar
bersama sebuah LSM umum (bukan LSM kita),
dimana ia dapat membuktikan eksistensi publiknya
tanpa harus dukungan dan skenario internal
[kutipan tulisan Imron Rosyadi dalam serialnya].
Mungkin orang yang dimaksud dalam tulisan itu
merupakan salah satu dari sekian banyak korban yang
sering tak berdaya dari skenario inetrnal. Sehingga
untuk melepas jeratannya, ia lebih memilih
bergabung dengan LSM umum, untuk membuktikan
eksistensi publiknya. Jujur, saya sangat kehilangan.
Saya tidak ingin cerita itu terulang kembali dalam
gerakan KAMMI kedepan.
Saya malu ketika harus baca tulisan Udin yang
telah satu persatu menelanjangi eksistensi KAMMI
dimata publik. Beliau pernah mengatakan bahwa
semakin hari KAMMI semakin banyak kehilangan
kadernya. Karena harus dialihkan ke gerakan
mahasiswa kampus [BEM], agar tetap dapat
memepertahankan posisi politik kampus. Pantas saja,
setiap kali ganti kepengurusan, KAMMI selalu
118

mengeluh kekurangan SDMnya. Entah itu di pusat


maupun di daerah. Padahal ketentuannya, AB 3 untuk
pengurus pusat dan minimal AB 2 untuk pengurus
daerah. Jadi mau nggak mau, AD/ART harus dilanggar
juga. Trus, kalau gitu mending tidak usah ada jenjang
kader, merepotkan!
Namun saya yakin, BEM-pun sebenarnya tak
jauh berbeda dengan posisi KAMMI sebagai gerakan
mahasiswa. Saya jadi ingin cerita tentang aksi-aksi BEM
yang selama ini dilakukan, ternyata bukan sepenuhnya
ide cemerlang dari mahasiswa sendiri. Bisik-bisik
memang tak pernah dilakukan didepan, selalu
dibelakang. Hasilnya dengan sangat cerdas dan
cemerlang [seolah-olah ide-ide itu dari mahasiswa],
mahasiswa dapat menggoyang sasana elit politik di
parlemen dengan menyodorkan sederetan namanama para tersangka kasus korupsi, berikut buktibuktinya. Dan aksipun digelar. KAMMI ketinggalan.
Atau bahkan yang menyedihkan, bendera KAMMI tidak
terlihat dalam jajaran para demonstran itu. Hanya para
kadernya saja yang berada di barisan BEM. Seolah-olah
KAMMI benar-benar tenggelam bersama suara riuh
teriakan mereka dalam aksi. Saya malah jadi berfikir,
jangan-jangan kasusnya begitu karena KAMMI semakin
sulit diatur,ngeyel dan maunya sendiri [?].
Saya sebagai kader KAMMI tidak ingin terjebak
rasa ashobiyah gerakan, karena bagaimanapun KAMMI
adalah bagian dari wasilah dakwah. Tapi di sisi lain
peran KAMMI sebagai gerakan mahasiswa yang
menyuarakan aspirasi rakyat sekaligus controlling
119

kinerja dewan, tidak boleh terabaikan. KAMMI perlu


punya hak untuk menjalankan perannya sebagai
wadah untuk melatih kita dewasa dan mandiri, bukan
sebaliknya. Benar, sebuah otonomi gerakan itu
penting! Saya tidak bisa membayangkan jika
seterusnya KAMMI masih childis dan manja terhadap
keputusan-keputusan yang seharusnya menjadi hak
otoritas KAMMI. Bagaimanapun, saya tetaplah harus
optimis terhadap KAMMI, karena [semoga saja] pasca
muktamar Samarinda nanti, KAMMI benar-benar
punya harga yang tinggi sebagai lambang eksistensi
terhadap otonomi dan kedewasaan natural dalam
gerakan mahasiswa, tanpa harus selalu mengikuti
skenario internal.
Tentang intelektual! Tulisan saya sebelumnya
pernah memuat tentang ICA. Kemunculan ICA mulai
jadi bahan sorotan, sekaligus bahan pertimbangan
bersama terkait dengan pembekalan intelektual kader
yang masih minim. Sekali lagi saya perlu untuk
mengutip tulisan saudara Yusuf Maulana: Apa yg mau
dispesialisasikan kalau untuk membanggakan keilmuan
saja tidak ada? Ada distorsi yg luar biasa terjadi
tentang pendefinisian "intelektual"; pendefinsian
terdistorsi yang terjadi mulai pada induk KAMMI (PKS)
hingga anasir terbawahnya. Intelektual dimaknai
sebagai pembaca, pengkaji wacana (an sihc!). Jujur,
saya belum bisa mendefinisikan intelektual KAMMI
yang ada saat ini. Karena lagi-lagi KAMMI mengalami
kesalahan makna. Akibatnya, intepretasi yang
ditimbulkan berbeda-beda. Misal, kader hanya bisa
120

membaca [in put], namun yang dihasilkan tidak ada


[out put]. Ya, kalaupun ada hanya satu dua orang saja,
tapi itupun sudah tidak aktif di KAMMI lagi. Ataupun
jika memang ada, hanya menulis sebatas artikel picisan
[kayak saya]. Namun sekali lagi, saya optimis dengan
ICA, semoga saja ICA tidak demikian adanya. Kalaupun
ya, alangkah malangnya KAMMI :-)
Saya pikir, ketika kita ingin keluar dari kemelut
ini, sudah seharusnya kita bergerak. Tidak hanya
bergerak tuntaskan perubahan, tetapi bergerak
tuntaskan permasalahan [internal]. Saya yakin, ketika
induknya [PKS] terlalu banyak mengatur KAMMI dan
agak keberatan melepas KAMMI, boleh jadi KAMMI
memang masih belum dapat mandiri dan belum cukup
dewasa. Atau malah KAMMI sendiri yang gamang
terhadap permasalahan. Kasihan kan kalau kita masih
terus-terusan merepotkan orang tua, sedangkan
energinya sangat terbatas. Yah, mumpung nasi belum
jadi bubur.

Punya kader melimpah//


mengapa sulit digerakkan?//

Punya intelektual//
mengapa masih suka ikut-ikutan?//
121

Punya potensi//
mengapa hanya menjadi operator dibelakang layar?//

Punya gerakan//
mengapa hanya mau digerakkan orang lain?//

Punya prestasi//
mengapa yang menikmati orang lain?//

Punya kader militan//


Sayang.....
hanya beberapa gelintir//

Kalau begitu//
Apa yang bisa dibaggakan KAMMI?//
Apakah eforia 98?//
Karena telah berhasil menumbangkan Penguasa
Tiran?//
Atau karena ......//

122

Ketika tangan-tangan kecil itu masih harus terus


menyokong KAMMI//
Sedangkan KAMMI mempunyai tangan kekar lagi
kuat//
yang selalu dukelilingi mawar-mawar indah//
Namun mengapa tangan KAMMI tidak kekar
mengangkat eksistensi diri?//

Di sini//
Aku masih punya mimpi yang panjang tentang
KAMMI//
Aku masih punya obsesi besar tentang masa depan
KAMMI yang cerah//
Aku masih ingin KAMMI dewasa dan mandiri dalam
persoalan//
Aku masih punya optimisme//
Kalau suatu saat KAMMI menjadi garda terdepan dari
pergerakan mahasiwa//

Tolong//
Aku hanya butuh waktu//
123

Tuk kenalkan produk dan prestasiku kepada dunia//


/***/
(evie_f)

124

Serial 15
Srikandi KAMMI
Yang Tegar dan Pemberani
Saya teringat seorang Umar Bin Khatab.
Sebelum masuk Islam, beliau adalah seorang yang
sangat cerdas dan pandai, sekaligus keras terhadap
kaum muslimin. Setelah hidayah menyapa hatinya, dia
tetap cerdas, pandai dan keras tetapi hanya kepada
kaum kafir.
Mungkin tidak banyak kader yang mengenal
akhwat ini. Karena akhwat ini dulu mantan aktivis
mahasiswa induk dari gerakan Islam terbesar nomor
dua di negeri ini. Namanya Vitriyani, seorang akhwat
dari KAMMI Komisariat STAIN Purwokerto. Kenal
KAMMI sekitar tahun 2000, tepatnya semester 7.
Aktivitasnya di KAMMI Purwokerto tidak terlihat sama
sekali, karena ia bukan aktivis KAMMI Daerah. Ia hanya
berkecimpung di komisariat, itupun pada masa akhir
kuliahnya. Kapada saya mengatakan bahwa ia lebih
suka di komisariat karena ia ingin secara langsung
memberi ruang sadar bagi teman-temannnya di
organisasinya dulu untuk memahami hakikat dakwah
Islami.
125

Vitriyani yang saya kenal sejak kami sama-sama


mengenal tarbiyah pada waktu SMP,, adalah sosok
yang cerdas, dan pantang menyerah. Melalui KAMMI,
dia selalu melakukan seruan-seruan keras, kritikankritikan pedas terhadap orang-orang yang mengaku
sebagai aktivis dakwah tapi sama sekali tidak
memahami dakwah. Berbagai acara seperti diskusi,
mabit dan seminar tentang dakwah sering dia
munculkan. Beberapa orang mulai tersadar akan
hakikat dakwah.
Hingga suatu ketika datang undangan reuni dari
teman-temannya di organisasinya dulu. Ada beberapa
orang mantan caleg partai Nasionalis dan ia mewakili
mantan dari partai Islam. Masing-masing mantan caleg
itu di beri kesempatan untuk memberi kritik dan
masukan terhadap organisasi tersebut. Suasana reuni
tersebut lebih banyak saling menghujat dan
memojokkan teman saya yang mantan caleg partai
Islam ketimbang memberi masukan terhadap
organisasi. Dengan sikap mencemooh, ia pernah
dibilang sebagai kader murtad.
Ketika gilirannya maju ke podium, ia hanya
menyapaikan beberapa pesan yang cukup menohok
mereka, tentang keprihatinannya pada organisasi
tersebut. Secara perfomans, individu akhwat terlihat
jilbabnya yang mulai panjang dan lebar. Bahkan ada
yang memakai cadar. Ikhwannyapun tak kalah zuhud.
Memakai celana cungklang. Menurutnya bukan
menambah taqwa dan sholeh, tetapi sebaliknya.
Merebaknya virus merah jambu di kalangan mereka
126

yang semakin di legalkan tidak membuat mereka malu


untuk melacurkan diri pada nafsu, tetapi malah
bertambah bangga pada apa yang mereka lakukan.
Iapun mengatakan tentang kualitas inteletual yang
masih dipertanyakan, dengan terlalu membanggakan
pemikir-pemikir barat dan orientalis. Kemudian diatas
podium dengan lantang ia berteriak: Apakah kalian
tidak berpikir, kalo baju-baju yang kalian pakai itu
sangat berpengaruh pada apa-apa yang kalian
perbuat? Dia melanjutkan, baju-baju kalian memang
subhanallah, tapi ini dan ini (ia menunjuk kepala dan
dada. red) kalian tidak berisi! naudzubillah
Tak hanya satu kali ia berteriak dikalangan
teman-teman organisasinya dulu tentang hal itu.
Bahkan di depan rektorat, didepan orang banyak,
iapun pernah mengatakan, Gimana mau menyeru
orang lain untuk berbuat baik sedangkan yang
menyeru saja tidak baik. Ini adalah kampus Islam, tapi
tidak ada nilai-nilai Islami sama sekali masuk ke
kampus ini. Jangan tanya kalau dirinya tetap aman
dan nyaman dengan apa yang ia katakan. Beberapa
kali dia diteror dan diancam oleh teman-temannya
yang merasa sakit hati dengan orasinya.
Memang sebelum akhwat ini mengenal dan
memahami gerakan dakwah tarbiyah secara intensif di
kampusnya, ia memang masih berkecimpung dan
menjadi advokator oragnisasinya yang lama. Tak jarang
ia pun sering menjelek-jelekkan KAMMI dan kawankawannya di depan umum. Hingga jujur, ini membuat
para kader KAMMI ngeri untuk sekedar mendekatinya.
127

Tapi sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala Pemilik


hati hambaNya, di awal semester 7 ia mengikuti
Daurah Marhalah 1 KAMMI. Walau sebelumnya sudah
pernah di provokasi ikut DM 1 oleh kakaknya di rumah.
Karena telah lulus kuliah, akhwat ini harus
kembali ke kampung halamannya di Cilacap.
Menurutnya berdakwah kepada masyarakat awam itu
lebih sulit, ketimbang berdakwah kepada para
mahasiswa. Pun di kalangan para ikhwah, julukan
ngeyel, idealis dan pemberani, tak pernah lepas dari
dirinya. Pernah dia mengajukan proposal mabit untuk
akhwat, belum sampai dewan syariah, sudah di tolak.
Sekarang, akhwat ini telah menjabat sebagai
direktur Yayasan Play Group di Cilacap. Tahun ajaran
kemarin ia pernah mengajukan pembukaan TKIT di
Cilacap dengan alasan untuk meningkatkan jenjang
dan mutu pendidikan Sekolah Islam Terpadu. Dengan
sedih, ia mengatakan pada saya, kalo pengajuan
proposal itu mengundang kontroversi dari kalangan
ikhwah, yang pada akhirnya di tolak. Tentu saja saya
menjadi prihatin. Lha wong proposal tersebut belum di
buka dan pelajari kok sudah di tolak duluan. Susah juga
ya, memberi pemahaman orang untuk berpikir maju.
Sungguh, saya rindu ingin diskusi banyak hal
dengannya. Bersyukur karena kami masih saudara dan
bertetangga dekat, maka jika saya pulang, saya tak
lupa silaturahim dan mengajaknya diskusi tentang
banyak hal.
128

Djogdja Yang Puanasss


Medio Maret 05
(evie_f)

129

Serial 16
Lelaki Pecinta Bidadari
Saya sebenarnya tidak begitu suka ketika harus
bercerita tentang lelaki ini. Saya tak yakin dia punya
kelebihan sebagai ikhwan. Karena banyak orang-orang
yang mengenalnya dengan sebutan ikhwan kuwur
(nyleneh). Tapi satu hal yang unik dari lelaki ini, ia
selalu bercerita tentang kerinduannya yang mendalam
kepada bidadari. Jangan salah persepsi,. yang
dimaksud bidadari adalah bidadari Syurga.
Berkali-kali ia selalu mengatakan ingin syahid
agar ia bisa bertemu dengan Allah dan bidadariNya.
Karena ia percaya bahwa Allah telah menyediakan
bidadari Syurga untuknya. Ia sangat cemburu sekali
manakala seorang temannya syahid dalam kecelakaan
di kereta. Ia berkata, bahwa temanku itu telah
merebut bidadarinya di syurga.
Lelaki ini pernah terdaftar sebagai kader
KAMMI Komisariat UAD. Ia juga pernah duduk sebagai
staf kastrat di komisariat tersebut. Saya dan temanteman pernah mencoba membuat rekayasa agar ia
masuk ke dalam KAMMI lebih jauh. Tapi sayang ia
terlalu cerdas untuk mengetahui rencana kami. Hingga
terakhir kemarin, ketika Kamda jogja meminta dia
130

masuk dalam jajaran elit kamda, ia tetap tidak


bergeming.
Saya sempat memprotes tentang keputusannya
untuk tidak aktif lagi di organisasi. Dan ia mentaati
keputusannya. Kecuali ketika ia didakwa menjadi ketua
FSRMY. Suatu ketika saya melihat wajahnya mendung.
Karena saya desak, akhirnya ia mengatakan kalau ia
baru saja di lantik menjadi katua FSRMY. Waktu
sebelum pelantikan ketua FSRMY, sambil terisak ia
sempat memohon dengan sangat kepada temantemannya di FSRMY agar jangan memilihnya menjadi
ketua. Tapi saat itu ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk
menolak desakan keputusan sidang forum.
Ia pernah bercerita kepada saya, kalau ia malu
belum bisa menulis seperti temannya yang duduk
sebagai stafnya di FSRMY yang sekarang punya buku
best seller. Katanya, ia hanya ingin menyumbangkan
potensinya untuk peradaban Islam lewat tulisan
dengan segala keterbatasan intelektualnya. Dan
akhirnya ia berhasil meluncurkan buku pertamanya
yang berjudul Revolusi Islam dengan terbitan Era
Intermadia. Ia sangat bangga dengan hal itu. Tapi tak
berlangsung lama, karena ia mengeluh, honor yang di
perolehnya sangat tidak sesuai dengan karya tulisnya.
Kemudian ia mencoba membuat buku ke
duanya yang berjudul Politik Islam. Kali ini ia
mengambil penerbit buku yang berbeda sama sekali
dengan sebelumnya. Bukan apa-apa, ia hanya ingin di
hargai sebagai penulis muda dengan sejumput
131

intelektual yang masih harus disiram terus menerus


dengan membaca dan diskusi. Saya berdoa semoga
lekas terbit. Agar ia bisa tetap bersemangat
menyumbangkan intelektualnya untuk peradaban
Islam.
Anda jangan kaget dengannya. Pertama kali
bertemu, biasanya anda akan disapa dengan ramah.
Entah laki-laki atau perempuan, semua mendapat
perlakuan yang sama. Kata orang-orang ia sangat
grapyak (bahasa jawa yang artinya responsif dan
ramah).Mungkin jika anda seorang akhwat, anda bisa
GR dulu, karena telah disapanya dengan sapaan yang
hangat. Memang begitulah ia.
Saya pernah menjadi mitra kerjanya di BEM U.
Jujur, saya banyak belajar darinya. Bagaimana
menghargai orang lain, bagaimana kita perlu legowo
dengan segala permasalahan yang dihadapi, dan
bagaimana melatih intelektual kita agar cepat cerdas.
Banyak orang yang merasa dekat dengannya.
Termasuk ketika ia berhasil merebut hati beberapa
lelaki yang masih ammah. Ia hanya ingin mengubah
pola pikir orang awam tentang ikhwan yang kaku,
dingin dan terkesan mengerikan. Dan ia berhasil
membuktikannya!
Pun ketika saya ngotot menolak tentang
pendapatnya yang sangat mendukung pada
pernikahan dini. Karena menurutnya, dari pada jadi
fitnah mending nikah saja. Dan saya tanya: walaupun
ikhwannya belum mampu untuk memberi nafkah?
132

Dia mengangguk mantap. Katanya, Rizki setelah


menikah itu lebih mudah di cari, ketimbang sebelum
menikah. Saya tetap tak habis pikir. Ya mungkin itu
masalah ghaib, hanya Allah Yang Maha Tahu.
Ketika datang tawaran menjadi relawan di
Aceh, dengan sigap ia menerimanya. Saat pesawat
menjemputnya kembali untuk pulang ke Jogja, ia tetap
ingin berada di Aceh.
Katanya, Aku sangat menginginkan syahid di
jalanNya, agar aku bertemu dengan bidadari dambaan
hati di syurgaNya.
Saya hanya berdoa, semoga cita-citanya
terkabul.
Amin.

Medio Maret 05
Nb: Kepada Wayir Nuri, saya ucapkan selamat
berjuang atas segala pengabdianmu pada dakwah
Islam. Ketika Allah berkehendak, saya yakin kamu pasti
menjadi syahid dan bertemu dengan Bidadarimu di
Syurga.
(evie_f)
133

Serial 17
Bukti Cinta Seorang Akhwat
Saya punya kenangan tersendiri dengan
seorang akhwat dari KAMMI Komisariat UAD. Saya
kenal, ketika pertama kali diskusi dengannya. Mengasyikkan sekali. Ia sungguh-sungguh mencintai KAMMI
dan ia membuktikannya. Tapi yang saya ingat, ia tidak
pernah mau masuk ke kamda, padahal berkali-kali
kadep APM (Advokasi Pemberdayaan Masyarakat)
Kamda Jogja menelponya untuk jadi patner dakwah di
departemennya. Entah mengapa, komisariat lebih
menarik hatinya, mungkin ia bisa lebih dekat dengan
kader-kadernya.
Bukti cintanya yang pertama. Ketika ia masih di
struktural KAMMI komisariat UAD, ia selalu menjadi
garda terdepan akhwat yang paling tegas dan
semangat di antara akhwat yang lain. Ketika temantemannya mulai malas untuk ikut rapat panitia atau
PH, ia yang selalu rajin menelpon. Ia selalu
menegaskan, bahwa jika dakwah ini bukan kita yang
memulai dan menggerakkan, siapa lagi? Adik-adiknya
di komisariat selalu merasa nyaman berada di
dekatnya, karena sifat keibuannya yang selalu
membesarkan hatinya untuk selalu tegar dijalan
dakwah.
134

Pernah suatu kali, KAMMI Komisariat


menghadapi dilemma dengan Jamaah. Jamaah
meminta KAMMI untuk membuat Kamda Baru di
wilayah Kota. Mewakili pendapat komisariat, ia adalah
akhwat pertama yang menolak adanya Kamda Baru.
Bagaimanapun juga, Kamda itu cuman ada satu dalam
satu daerah. Di komisariat gagal, Jamaah kemudian
maju ke Kamda DIY. Tetapi tetap saja tidak mendapat
respon. Mulai pada saat itu, KAMMI Komisariat UAD
selalu di pandang sebelah mata oleh Jamaah kota.
Tapi ia selalu mengatakan bahwa itu bukanlah masalah
yang serius. KAMMI harus tetap hidup dan berkilau di
wilayah selatan. Dan ia adalah akhwat terdepan yang
mengiringi gemerlapnya KAMMI UAD.
Bukti cintanya yang kedua. Berkali-kali ia
mengatakan kalo ia tak mau lepas dari KAMMI
walaupun sudah tidak menjabat di struktural KAMMI
Komisariat UAD lagi. Ketsiqohannya kepada KAMMI
membuat ia selalu dekat dengan kader-kader bawah.
Ia selalu ingin membantu sekuat tenaga. Karena belum
punya penghasilan, ia mulai sibuk mencari maisyah.
Sampai akhirnya ia mempunyai minimarket dan
warung makan dekat kampus. Mimpinya untuk
membantu KAMMI dengan menjadi donatur tetap
Komisariat UAD telah tercapai.
Bukti cintanya yang ketiga. Betapapun sibuknya
ia masih saja memikirkan KAMMI kedepan dan selalu
saja menerima keluhan adik-adiknya tentang beratnya
dakwah di KAMMI. Lihat saja, kalau Daurah Marhalah
KAMMI 1 UAD, minimal di malam terkhir pasti ia selalu
135

hadir. Pada saat MK-pun ia selalu minta jatah


mengampu adik-adiknya untuk menjadi mujahidah.
Jika para adik-adiknya datang dan mengadu tentang
KAMMI, ia selalu mengeluarkan senjata utamanya
dengan membesarkan hati adik-adiknya. Ia selalu
menegaskan, bahwa dakwah di KAMMI butuh
pengorbanan yang tidak sedikit.
Terakhir, tentang bukti cintanya. Adalah ketika
teman-temannya menjadi relawan berangkat ke Aceh
dengan wasilah partai, ia lebih memilih berangkat
dengan KAMMI. Semua orang tahu kalau KAMMI tidak
punya uang banyak untuk sekedar memberangkatkan
para relawan Aceh dengan pesawat apalagi dengan
fasilitas yang memadai. Sampai saya dengar ada
relawan KAMMI DIY di Aceh yang sakit karena
fasilitasnya tidak memadai dan mereka berkata kalau
mereka sedang kebingungan mencari kendaraan untuk
pulang ke Jogja. Ia tahu konsekuensi yang harus ia
tanggung dengan terus bertahan di KAMMI.
Medio Maret 05
Nb: Teriring rinduku kepada Sri Atun: Masakanmu
enak sekali, kapan-kapan aku ke warungmu lagi.
(evie_f)

136

Serial 18
Tentang Wanita
Saya jadi teringat lagu: Wanita di jajah pria
sejak dulu kala, tapi pria selalu tunduk di depan
kerlingan mata wanita , dan seterusnya. Karena saya
tidak begitu hapal lagu tempo dulu itu.
Sejarah telah mancatatnya, seorang lelaki sehebat
apapun akan tunduk pada kata-kata manis dan rayuan
wanita. Lihat saja Julius Caesar, seorang penguasa
Roma yang gagah perkasa, rela meninggalkan tahtanya
hanya untuk bersama Cleopatra yang katanya super
cantik nan seksi. Setelah itu, disusul takluknya sang
pahlawan perang, Marx Anthoni, lemes setelah
melihat kecantikan Cleopatra. Kemudian seorang
Napoleon yang terkenal perkasa-pun akhirnya takluk
tak berdaya di depan wanita.
Di lain waktu, seorang Khalil Ghibran begitu
bernafsunya bercerita segala hal tentang wanita. Mulai
dari rambut panjang bergelombang, suara manis nan
merdu, kedipan mata yang lentik, tubuh yang indah
gemulai, hingga kibasan parfum saat lewat di
depannya. Sungguh mempesona!
Namun ironisnya, pada jaman Rosulullah
sebelum futuh makah, setiap bayi perempuan yang
lahir selalu dikubur hidup-hidup. Alasannya sepele:
137

perempuan itu cuman bikin repot saja. Nggak bisa


perang, nggak bisa bantu angkat-angkat, tidak sekuat
lelaki, nggak logis dan seterusnya. Yang jelas wanita itu
bisanya cuma mengeluh dan menangis saja.
Pun jaman hegemoni kekuasaan Gereja, telah
lahir institusi Gereja yang terkenal paling kejam dan
jahat pada abad ke-17 bernama Inquisisi yang menelan
korban jutaan jiwa. Ironisnya, sekitar 85 persen korban
penyiksaan dan pembunuhan adalah perempuan.
Hingga saat ini, detik ini, perempuan masih sering
menjadi komoditi yang bisa meraup keuntungan besar
yaitu mulai jadi penghibur di klab-klab malam,
pemerkosaan dan pelecehan seksual, hingga diperjual
belikan. Apakah dunia telah sedemikian adanya?
Apakah sudah tidak ada lagi para wanita hebat nan
perkasa semodel Ummu Sulaim, Ummu Fatih Farhat,
Nusaibah, Sumayyah, Cut Nyak Dien, Kartini? Lalu
bagaimana akan lahir sosok-sosok pahlawan yang akan
menjadi mujahid mujahidah jika wanita-wanitanya
tidak mempunyai Izzah seorang muslimah tangguh?
Ketika kita berbicara tentang wanita, secara
kodrat wanita berkuasa atas 90 persen emosinya di
banding lelaki. Maka jangan heran jika wanita lebih
banyak menilai sesuatu dengan perasaannya, nalurinya
dan emosinya. Betapapun wanita telah berusaha
serasional mungkin, tapi tetap saja emosi kejiwaannya
yang mendominasi. Tidak usah jauh-jauh, saya sebagai
seorang wanita juga sering mengalaminya. Dan barubaru ini, saya sempat mengobok-obok wacana
tentang peran dan posisi wanita di mata public. Alhasil,
138

beberapa akhwat yang yang sensitive sempat marah


kepada saya. Artinya, respon itu begitu cepat sekali
manakala sisi sensitivitas wanita yang bernama emosi
telah tersentuh.
Dalam ilmu kejiwaan, jika wanita jatuh cinta
kepada seorang lelaki, ia cenderung sulit jatuh cinta
lagi kepada laki-laki lain. Sulit pindah kelain hati,
istilahnya. Berbeda dengan wanita, seorang laki-laki
akan mudah sekali jatuh cinta lagi manakala melihat
wanita cantik, sekalipun sudah punya pacar (yang hobi
pacaran) atau yang telah beristri. Atau bahkan ketika
seorang lelaki putus dari pacarnya, ia lebih mudah
mencari penggantinya. Maha Adil Allah yang telah
memperbolehkan lelaki beristri banyak di banding
wanita. Saya tidak bisa membayangkan jika wanita
punya banyak suami.
Mungkin wanitapun akan cepat menangis dan
luluh hatinya jika sisi emosi disentuh dengan rasa
bahagia yang membuncah, perhatian, rasa haru, sedih,
atau empati. Penasaran? Coba aja! Tapi jangan sekalikali mempermainkan perasaan wanita. Karena sekali
perasaan wanita di permainkan, ia akan niteni, dan
mem-black
list
seseorang
dalam
hatinya.
Pernah sebuah majalah melakukan survey tentang
wanita. Bahwa wanita ternyata lebih sering merasa
sakit dalam hidupnya ketimbang laki-laki. Mungkin
intepretasi sakit itu bisa sakit secara fisik maupun
secara kejiwaan. Bisa anda bayangkan, setiap bulan
wanita harus merasakan sakitnya datang bulan (haid).
Apalagi jika masa kehamilan bagi wanita datang.
139

Sembilan bulan sepuluh hari, wanita harus merasa


tidak enak badan, tidur tidak nyaman, mual, pusing,
bahkan sampai pingsan. Belum lagi jika masa
melahirkan telah tiba. Nyawa taruhannya! Itu terjadi
tidak hanya sekali, bagi wanita produktif (usia antara
12 tahun hingga 50 tahun) hal itu akan terjadi berkalikali. Maka wajar jika di negeri Jiran, rumah sakit
bersalin di sebut sebagai rumah sakit korban lelaki.
Karena lelaki jarang merasakan sakit yang teramat
sangat dan sering. Bahkan tidak mau tahu dengan sakit
yang diderita wanita. Maha Besar Allah yang telah
memuliakan wanita tiga kali lipat di banding lelaki.
Rata-rata, pasca menikah dan pisah dengan orang tua,
secara fisik, tubuh wanita cenderung akan menyusut
10 hingga 50 persen di banding dengan lelaki. Seorang
wanita yang sering ditinggal pergi suaminya, akan
sering belajar menjadi melankolis karena merasa
kesepian dan beban mental. Bahkan seorang suami
sering tidak sadar jika setiap malam wanita rela
meneteskan air matanya di bantal demi menunggu
pulang seorang lelaki yang di cintainya.
Sekali waktu saya pernah di tantang seorang
ikhwan untuk membaca novel Ayat-ayat Cinta.
Setelahnya, berisi (dalam novel itu) tentang
pengorbanan seorang wanita terhadap lelaki yang
dicintainya dan balas dendam seorang wanita yang
membenci seorang lelaki. Selebihnya, dua wanita lebih
suka memendamnya. Satu hal lagi, boleh jadi novel
tersebut juga berbicara tentang keluguan seorang

140

lelaki yang tak pandai menilai isi hati para wanita yang
mencintainya.
Kemudian Anis Matta pernah mengatakan,
bahwa di belakang laki-laki hebat, tersembunyi wanita
yang luar biasa. Ada pula isu, kalau SBY sering suplai
kebijakan dari istrinya. Konon seorang Abdulah Puteh
juga sering di bawah kendali sang istri.
Memang, membicarakan wanita tidak akan pernah
selesai. Oleh karena itu, untuk serial ini: Bagi Bunga
Haraki, Diam Berarti Mati akan berakhir sampai disini.
Jangan sedih dan khawatir, karena Insya Allah dilain
waktu akan hadir serial baru. Seperti pada kalimat
pertama alinea ini (memang, membicarakan wanita
tidak akan pernah selesai. red), akan lebih banyak
berbicara tentang perempuan / wanita. Banyak hal
yang akan di ungkap dan di paparkan tentang
perempuan,
yakni
cinta,
cita,
perjuangan,
pengorbanan, harga diri, profil perempuan dahsyat,
siroh (sejarah) perempuan dalam berbagai segi
kehidupan, bahkan sisi lain kehidupan para perempuan
sehari-hari dan sebagainya. Maka, perempuanperempuan manakah yang akan membiarkan sosoksosok bayi mungil menjadi pembunuh kejam kodrat
dan harga diri wanita?
Saya akan mengambil judul serial dengan:
Perempuan-perempuan. Mengapa tidak wanita?
Padahal wanita menurut istilah kamus bahasa
Indonesia lebih sopan, santun dan bahkan lebih
terhormat ketimbang istilah perempuan. Karena istilah
perempuan bisa dinikmati oleh semua kelas sosial,
141

termasuk kelas sosial menengah ke bawah (tidak elitis


seperti istilah wanita), bahkan sampai ke bawah sekali
(mustadzafin/papa) yang tidak seorangpun tahu
kiprahnya, namun keberadaannya selalu membuat
takjub banyak orang. Kemudian, istilah perempuan
mewakili jati diri seorang pekerja keras yang ulet dan
telaten. Atau mengapa tidak mengangkat tema lelakilelaki? Tentu saja karena saya seorang perempuan, jadi
saya tahu lebih banyak dunia perempuan dari pada
laki-laki. Maka, seorang perempuanpun akan senang
jika dirinya menjadi objek pembicaraan, tentu saja
pembicaraan yang positif. Selamat menikmati serial
baru.
Yogyakarta,24 Juli 2005
Pukul 18.05 WIB (evie_f)

142

Mekar Bersama
Bunga Haroki,
KAMMI
Oleh : Aji Kurnia Dermawan (Izzatul Ikhwan)

143

Serial 1
KAMMI Menuju
Trend Gerakan Masa Depan
Realitas Objektif Transisi Demokrasi?
Pemilu langsung pertama tahun ini telah
dilaksanakan dengan relatif demokratis, ini sekaligus
menandai lahirnya pemerintahan baru yang
dilegitimasi oleh aturan dan prosedural pemilu yang
baru pula. Hasilnya adalah terpilihnya duet Susilo
Bambang Yudoyono dan Yusuf Kala.
Sebagian pengamat secara objektif melihat
kondisi ini menandakan harapan transisi demokrasi,
setidaknya karena dua representasi status quo, Golkar
dan PDIP dengan capresnya tersingkir dari arena
politik. Menurut Eep Saefullah, tahapan ini
berlangsung dengan telah adanya pemerintahan atau
pemimpin baru yang bekerja dengan legitimasi yang
memadai atau kuat.
Dibawah pemerintahan inilah dilakukan
kembali penataan kembali seluruh perangkat-baik
perangkat keras maupun lunak-yang menyokong
sistem politik, ekonomi, dan sosial. Penataan kembali
144

perangkat keras meliputi (1) pergantian pelaku, (2)


tumbuhnya institusi atau lembaga-lembaga baru, (3)
perubahan dan pergantian aturan, (4) perubahan atau
pergantian mekanisme kerja politik, ekonomi, dan
sosial.
Sementara itu, perangkat lunak, yakni cara
berpikir, pola perilaku, tabiat dan kebudayaan. Kalau
menggunakan key succes indicator (kis) tersebut untuk
saat ini agaknya terlalu cepat, pemerintahan ini masih
seumur jagung. Namun demikian semangat
melanjutkan transisi demokrasi sebagaian kecil telah
nampak, minimal shock terapi pemberantasan kasuskasus korupsi yang meluas sampai tingkatan daerah.
Apabila performa ini yang dijaga, maka secara
otomatis legitimasi pemerintahan ini akan bertambah
kuat.

Trend Gerakan Mahasiswa Esok?

Lalu bagaimana trend gerakan mahasiswa


sendiri mengahadapi kondisi objektif tersebut.
Bagaimanapun gerakan mahasiswa sudah menjadi
fatsunnya untuk melakukan gerakan politik ekstra
parlementer. Dalam hal ini menjadi tanggung
jawabnya untuk mengawal setiap agenda reformasi.
Namun demikian melihat internal gerakan mahasiswa
setahun terakhir ini seolah-olah mengalami kehabisan
darah, ketika tidak ada isu besar reformasi yang bisa
dijadikan isu bersama. Gerakan mahasiswa mengalami
145

dilema bahkan pilihan-pilihan gerakan secara praktis


dilakukan sekedar menunjukan eksistensi semata.
Gerakan mahasiswa sama sekali tidak banyak bekerja
dalam memfasilitasi pembentukan masyarakat warga
(civil society) melalui program-program pendidikan
maupun advokasi rakyat. Kalaupun ada mereka masih
memaksakan diri untuk menjadikan aksi jalanan
sebagai pilihan paling dominan, celakanya ini sangat
sporadis karena isu gerakannya tidak membuat snow
ball effect yang berarti. Dengan dua variabel diatas;
pertama dinamika politik yang relatif stabil beserta
segenap legitimasinya, Kedua bermasalahnya internal
gerakan saat ini, maka kemudian muncul pemikiran
bahwa langkah yang paling bijak bagi gerakan
mahasiswa seperti saat ini adalah mencegah gerakan
ini agar tidak terjebak dan larut dengan problem
kekinian semacam diatas. Gerakan mahasiswa harus
bernafas panjang, berfikir jauh kedepan, dan justru
tidak meninggalkan fokus gerakan utamanya yakni
menyiapkan generasi pengganti yang akan memimpin
perubahan, inilah yang dimaksud peran iron stock
gerakan mahasiswa. Kondisi realatif stabil sekarang ini
sangat mendukung untuk melaksanakan program ini.
Pemikiran ini sama sekali tidak ingin mengebiri
gerakan politik ekstra parlementer mahasiswa, peran
itu adalah keharusan yang tidak perlu di tinjau ulang,
namun pemikiran ini ingin mengkontekstualisasikan
trend gerakan mahasiswa dengan kondisi internalnya
dan realitas eksternal yang sekarang dan esok.

146

Pemikiran-pemikiran
futuristik
terhadap
gerakan mahasiwa mesti diskenario dengan rencana
strategis yang baik. Plan of Action (POA) jangka pendek
dan panjang harus didukung dengan paradigma yang
jelas diawal, sehingga gerakan mahasiswa dapat secara
konsisten melaksanakannya. Kedepan, sesuai dengan
demokratisasi yang sedikit banyak stabil, maka
gerakan mahasiswa harus mengarahkan fokus
gerakannya kepada gerakan intelektual profetik. Hal ini
lebih karena kondisional, penyelesaian persoalan
bangsa kedepan harus dilakukan dengan analisa yang
ilmiah sekaligus transendental. Dengan demikian
gerakan mahasiswa tidak berputar-putar pada kasus
sekarang saja, tetap bertindak visioner. Gerakan
intelektual disini berarti dalam hal penyikapanpenyikapan yang dilakukan harus didasari oleh nalar
akal dan dilanjutkan dengan strategi gerak yang ilmiah.
Dalam hal ini setidaknya ada empat perangkatnya
Lokus, Riset, Jurnalistik, dan Networking.
Pertama, Lokus digunakan sebagai forum
diskusi disipliner yang dipecah-pecah menjadi lokus
hukum, ekonomi, pendidikan dll. Kedua, Riset sangat
penting dalam hal ini untuk menganalisis, mengkaji,
dan merekomendasikan kebijakan dilapangan yang
diambil. Kemandegan gerakan mahasiswa sejauh ini
adalah karena mereka bergerak tanpa didukung oleh
data dan informasi yang memadai. Sehingga sebagian
terkadang gagap dalam bersikap bahkan beberapa kali
salah mengambil sikap. Data dan informasi yang kerap
selama ini dipakai adalah data sekunder, dari media
147

masa atau elektronik, yang sebenarnya tidak semua


proses politik yang ditampilkan di media itu benar.
Proses politik itu ada dibalik layar yang kerap tidak
terbaca oleh publik karena itulah sesungguhnya dunia
politik. Sehingga praktek intelejen gerakan mahasiswa
disini penting agar dapat melacak data dan informasi
yang sebenarnya. Sekaligus ini penting agar kita dapat
mengambil tindakan antisipatif sebelum kebijakan
pemerintah betul-betul dilempar ke publik.
Ketiga Jurnalistik, Gerakan mahasiswa harus
memiliki sarana ini guna propaganda dan pendidikan
politik. Pada tingkat lokal, gerakan mahasiswa perlu
menggarap media watch yang dapat dikelola dengan
profesional untuk mempengaruhi mind set publik dan
tentunya mendelegitimasi pro status quo yang
bermasalah atau sarana negatif campaign.
Terakhir gerakan mahasiswa harus memilki net
working yang mapan . Net working ini harus
menghubungkan
gerakan
mahasiswa
dengan
kekuatan-kekuatan
pro-demokrasi.
Gerakan
mahasiswa harus memiliki patner kerja dari semua
kalangan masyarakat; akademisi, LSM, ormas, buruh,
petani dll. Akhirnya, Gerakan intelektual profetik
semacam ini tidak bisa berjalan apabila Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dimilki gerakan mahasiswa tidak
memilki kompetensi, satu contoh misalnya dalam hal
riset data dan informasi mereka tidak kompeten
karena
tidak
menguasai
keilmuan
bidang
metodologinya. Secara demikian persoalannya kembali
148

ke atas, gerakan mahasiswa harus merevitalisasi peran


iron stock melalui gerakan kompetensi. Wallahu alam.

# Oleh Aji KD
Penulis adalah Ketum KAMMI UNS, Solo ((Izzatul
Ikhwan)

149

Serial 2

Harokatut Tajnid
Sulit membayangkan akan seperti apa wajah
Indonesia saat ini, manakala tidak lahir sebuah organ
gerakan anak-anak muda yang bersemangat pada 29
Maret 19998 lalu. Berhimpun dalam wadah KAMMI,
para aktivis dakwah yang selama 20 tahun aktivitasnya
di LDK terus terjadi penguatan-penguatan visi
keagamaan, intelektual dan juga politik ini. Begitu
Mahfudz Zidiq menuliskan sekapur sirih untuk
mewarnai paragraf pertama di halaman pertama
bukunya KAMMI dan pergulatan reformasi terbitan
tahun 2003.
Hanya ada dua buku yang secara spesifik
mengulas tentang KAMMI, buku tersebut dan lainnya
ditulis Andi Rahmat dan Muhammad Najib, keduanya
mantan pengurus KAMMI Pusat. Bukunya Mahfudz
Sidik jauh lebih tebal dan sarat referensi karena
sebenarnya itu tesis beliau di Program Sarjana Ilmu
Politik, Universitas Nasional, Jakarta. Tidak salah kalau
sepekan ini ada teman yang menghubungi untuk
meminjam buku ini. Dia tidak berlebihan menulis
realitas itu, justru disitulah informasi penting yang
menjadi key words untuk mengetahui dan mengenali
KAMMI.
150

Sejak lahir pergerakan ini memang sudah besar,


aksi pertama kurang lebih 20 ribu. Dari situlah kita bisa
mengenali bahwa dia tidak dapat dilepaskan dari
proses pembentukan (takwin) sebelum-sebelumnya.
Pergerakan ini adalah sedimentasi sejarah yang
panjang, lebih dari itu berarti waktu yang panjang itu
adalah masa tasis (peletakan pondasi salah satunya
memapankan kaderisasi. Sampai sekarang mungkin
secara kuantitas masih menjadi yang terbesar. Terakhir
saya dikabari salah seorang akh bahwa masa depan
gerakan mahasiswa ditangan dua organisasi, KAMMI
dan FMN (Front Mahasiswa Nasional). Bagi saya itu
tidak terlalu penting, betapa banyak organisasi itu
besar tapi lemah secara kualitatif. KAMMI harus di set
ulang pola kaderisasinya kedalam piramida kaderisasi
yang baik sebagaimana ada dalam GBHO KAMMI.
Lapisan yang pertama yang digarap oleh
KAMMI adalah albina al qoidah al ijtimaiyah (basis
sosial), membangun lapisan masyarakat yang simpati
dan mendukung perjuangan KAMMI, yang meliputi
masyarakat umum, mahasiswa, organisasi, dan lainlain. Lapisan kedua adalah melakukan albina al-qoidah
al-harakiah (basis operasional), yakni membangun
lapisan kader KAMMI yang bergerak ditengah-tengah
masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi
tugas-tugas dakwah. Lapisan ketiga adalah melakukan
albina qoidah al-fikriyah (basis konsep), yakni
membangun kader pemimpin yang mampu menjadi
teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang
tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi
151

gerakan, mengislamkan ilmu pengetahuan pada


bidangnya, dan mempelopori penerapan solusi Islam
terhadap berbagai segi kehidupan manusia. Lapisan
paling atas, adalah melakukan albina al-qoidah
siyasiyah (basis kebijakan), yakni kader-kader idelog,
pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak
dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang
berkembang. Keempat lapisan ini adalah piramida
yang seimbang, harmonis dan kokoh yang menjamin
suistanable-nya kualitas kaderisasi KAMMI. Dengan
demikian maka akan terjadi transformasi kader
gerakan dakwah dari kader mahasiswa (thulabiyah)
menjadi kader masyarakat (syabiyah), profesional
(mihaniyah), dan politik (siyasiyah). Mungkin lapisan
paling atas, qoidah siyasiyah ini akan memancing
pertanyaan, kenapa harus basis kebijakan/politik.
KAMMI memang munazomah tarbawiyah siyasiyah
(organisasi pendidikan politik), namun KAMMI
memahami politik disini tidak an sich perihal kekuasan
dan pemerintahan dengan hal-hal lain yang dekat
dengan itu.
Dr Usman Abdul Muiz Ruslan dalam bukunya
setebal 600 halaman lebih (karena ini tesisnya untuk
gelar magister Fakultas Tarbiyah, Universitas Thanta,
Mesir dan mendapat nilai mumtaz/ caum laude) yang
berjudul Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Studi
analitis evaluatif proses pendidikan politik ikhwan dst
panjang memang, Beliau meresume konsepsi politik
dari banyak kalangan ilmuwan politik dari Aristoteles,
filsof Yunani sampai literatur Islam; Malik bin Nabi
152

maupun Rifaah At Thahthawi. Malik bin Nabi


membawa konsepsi politik kepada pengertian yang
lebih luas dan bersentuahan dengan berbagai
persoalan umat. KAMMI dalam melakukan kaderisasi
politiknya berarti mencetak wayu siyasiyah (kesadaran
politik) lebih dari itu dzat siyasiyah (kepribadian politik)
dalam batasan setiap kader yang berpandangan
universal yang mencakup wawasan pengetahuan
terhadap situasi, kondisi, dan problematika
masyarakatnya,
memecahkan,
memberikan
keputusan, dan menentukan pendirian terhadapnya,
yang mendorongnya untuk bergerak dalam rangka
mengubah kearah perbaikan dan kemashlahatan.
Politik adalah fan-al-mumkin (seni kemungkinan) untuk
merekayasa kebijakan publik.
KAMMI harus tahu dengan filosofi ini,
pergerakan ini adalah harokatut-tajnid (organisasi
kader) bukan organisasi masa. Pengalaman 20 tahun
dalam fase tasis (penguatan kaderisasi) memang sarat
dan kental dengan keribadian dai, belum sampai pada
dua lapisan diatasnya; basis konsep dan kebijakan.
Saya membuka laporan hasil-hasil muktamar di
Samarinda yang dibawa akhuna Sukmono Adi, Ketua
KAMMI Daerah (KAMDA) Solo ternyata agenda jangka
pendek 2004-2006 KAMMI secara nasional dalam
kebijakan kaderisasi adalah pencapaian target rasio
jenjang kader KAMMI Daerah secara piramida dengan
rincian AB 1 60%, AB 2 30%, dan AB 3 10%. Melihat
proporsi ini saya ingat salah satu akh yang
bersemangat di Departeman Kastrat, akhuna Samsul
153

Bahri yang berkomentar Komisariat lebih pas kalau


kebijakan, arah, kerja dan rencana strategisnya
bertumpu di Departemen Kaderisasi, sedangkan
Daerah (KAMDA) di Departemen Kajian Strategis. Ya.
Memang demikian. Wallahu alam bishawab.

Aji kd,ketum kammi uns, solo


(Izzatul Ikhwan)

154

Serial 4
Build Together !
Pemilu Raya Mahasiswa UNS telah menjadi
sejarah yang meninggalkan hikmah. Bahwa
Kedewasaan untuk menang dan kalah adalah bumbu
paling manis dari sajian demokrasi. Kedewasaan bagi
yang yang menang, berarti menganggap dirinnya tidak
superior dalam segala hal, sekaligus sadar bahwa yang
membuatnya adigdaya tidak lebih adalah suaranya
yang lebih banyak.
Tetapi sisi yang lain yaitu menyangkut
kompetensi dan kredibilitas baru akan diuji setelah
berkuasa. Pada sisi inilah pemenang selalu mencari
infus kekuatan yang berupa dukungan legitimasi,
kontribusi gagasan dan mekanisme self control.
Demikian pula kedewasaan bagi yang kalah,
berarti sadar bahwa sampai batas itulah kekuatannya
dan sadar pula bahwa kalah dalam mekanisme
demokrasi (baca:pemilu) bukan berarti mengalah
dalam membangun demokrasi. Titik temu antara
kedewasaan pemenang dan kedewasaan yang kalah
semacam tadi menurut hemat saya dinamakan
konsensus membangun bersama; build together
Membangun bersama dalam kamus demokrasi
kontemporer tidaklah dimaknai secara pragmatis
155

semata-mata diakomodasinya kelompok-kelompok


kepentingan
dalam
jabatan-jabatan
pemerintahan/eksekutif. Membangun bersama adalah
komitmen bersama semua pihak untuk bekerja dalam
agenda perbaikan meskipun dikerjakan dengan piranti
yang dimilikinya masing-masing.
Pemira juga telah menghasilkan benang merah
bahwa partisipasi politik (musyarakah siyasiyah) dalam
pemilu ini adalah cerminan kualitas kesadaran politik
(wayu siyasiyah) segenap interest group yang ada
dalam mahasiswa. Partai-partai politik menjadi merasa
penting untuk memegang pemerintahan karena
kesadaran dan tanggung jawab membangun
demokrasi melalui versi dan tafsirannya yang diyakini
benar. Dalam konsepsi KAMMI, politik semacam inilah
yang yang bermuatan akhlak. Politik yang
didedikasikan untuk memikirkan, memberikan
perhatian, dan memperbaiki persoalan publik. Siyasah
dari as-saus yang berarti ar riasah (kepengurusan) atau
melakukan sesuatu yang membawa kemaslahatan bagi
umat. Tesis Politik siapa mendapat apa, sekedar itu
tidak diakui dalam konsepsi KAMMI, karena tidak
bermuatan akhlak. Dalam kacamata politik KAMMI,
mengurus publik mesti bekerja sama dengan semua
pihak yang mendukung tujuan itu. Dalam manhaj
haraki , KAMMI meyakini tiga bentuk aliansi. Aliansi
Idelogis, aliansi Strategis, dan Aliansi Taktis. Ketika
Halful Fudhul disebut dihadapan Rasul SAW beliau
dengan tegas mengatakan Aku telah menyaksikan
suatu perjanjian di rumah Abdullah bin Jadan yang
156

kalau aku diminta turut serta melakukannya dalam


Islam, aku pasti akan memenuhinya. Perjanjian dengan
kabilah Juhaina atau dengan pemimpin Bani Dhamra
Amru Bin Maksy Al-Dhamri. Adalah Rasul SAW juga
yang melakukan perjanjian dengan 12 suku Arab dan
10 suku Yahudi di Madinah. Semuanya didedikasikan
untuk kemaslahatan dakwah. Dalam politik modern,
pasal pertama yang menyebutkan Islam agama resmi
negara dan sumber perundang-undangan di Suriah
dipromotori oleh Musthafa al-Shibai (tokoh Ikhwan)
setelah membuka aliansi dalam kubu sosialis islamis.
Partai politik harus bekerja diatas pilar-pilar itu.
Kerja sama yang dilakukan tidak sekedar politik dagang
sapi, tetapi melakukan share pikiran dan peran dalam
koridor demokratisasi kampus (fastabiqul khairat),
bukan sebaliknya taawuna alal itsmi wal udwan (kerja
sama dalam dosa dan permusuhan). Membangun
bersama tidaklah dimaknai secara pragmatis sematamata bagi-bagi jabatan tetapi komitmen bersama
semua pihak untuk bekerja dalam agenda perbaikan.
Proposal-proposal aliansi politik didalamnya menjamin
komitmen moral para pihak untuk berperan optimal
dalam agenda perbaikan. Sebaliknya pihak yang
memutuskan dirinya sebagai oposan group juga tidak
terjebak pada dinamika vis a vis student government
semata, tetapi mampu melakukan program-program
demokratisasi dengan cara dan pirantinya sendiri.
Dalam batasan-batasan semacam itulah kita
menafsirkan build together

157

Setelah kita menerima tafsiran saya tadi, maka


mestinya kedepan harus ada perubahan paradigma
berfikir. Paradigma konservatif selalu sejak dulu
mengkambinghitamkan kekuatan majority di eksekutif
sebagai biang monolitisme. Paradigma yang sekarang
harusnya diubah bahwa monolitisme ada apabila
oposan group mandul, stagnan dan mundur dalam
melakukan pekerjaan demokrasinya antara lain cek
and balances, political education, counter policy.
Konsensus membangun bersama dapat dilakukan
dengan lima cara. Pertama, Kekuatan mayoritas harus
membuka akses partisipasi, komunikasi dan informasi.
Kedua, oposan group melakukan pekerjaannya secara
profesional dalam hal cek and balances, political
education, counter policy. Ketiga, Keduanya (kekuatan
mayoritas dan oposan group) menemukan agenda
gerakan yang sama dan spesifik yang sedang diarahkan
dalam goal setting. Keempat, Keduanya harus sadar
betul pilihan-pilihan alternatif dalam dinamika
perjuangan salah satunya misalnya menyiapkan winwin solution setelah pilihan win-lose gagal ditempuh.
Cara ini akan tetap sulit kalau tidak terpenuhi cara
yang kelima yaitu mengurangi sentimen identitas yang
didasari oleh egosentrisme dan eksklusivisme yang
tidak beralasan. Terakhir, saya ingin menutup tulisan
ini dengan mengutip filsafati jawa, kurang lebihnya
bermakna pada semua posisi tetap harus berperan;

Ing ngarso sung tuladha


Ing madya mangun karsa
158

Tut wuri handayani


Aji kd,ketum kammi uns,solo ()

159

Serial 5
Ideologi Dan Asholah Gerakan
Pluralitas ideologi adalah kenyataan sejarah
gerakan mahasiswa dibelahan dunia manapun,
termasuk Indonesia.Gerakan mahasiswa tidak bisa
dilepaskan dari basis ideologis, karena basis ideogis
merupakan manifestasi dari cita-cita besarnya.
Menurut Arbi Sanit, secara khusus ideologi adalah
perangkat cita-cita tentang kehidupan masyarakat dan
negara yang tersusun secara alamiah atau di rancang
secara sistematis dalam rangka memenuhi kebutuhan
segenap warganya.
Agama yang diideologikan termasuk ke dalam
ideologi yang tersususun secara alamiah karena proses
pembentukannya terjadi secara berangsur-angsur dan
tanpa melalui suatu prosedur yang diatur secara ketat.
Lain halnya ideologi Marxisme, Komunisme, atau
marhaenisme, yang memang dirancang secara
sistematik oleh penggagasnya (ideolog). Ideologi ini
merupakan sistem penjelasan terhadap eksistensi,
sejarah, dan cita-cita besarnya kelak. Sebagai sistem
penjelasan, ideologi berfungsi untuk menempatkan
seseorang atau sekelompok orang dalam satu posisi
dan sikap politik tertentu. Ideologi akan membantu
organisasi itu menafsirkan peristiwa-peristiwa yang
160

dihadapi,
politiknya.

sekaligus

merumuskan

kepentingan

Ideologi inilah yang secara dominan


mendorong
organisasi-organisasi
menggerakan
perubahan sosial. Dalam literatur, perubahan sosial
dipengaruhi salah satunya oleh keyakinan (bacaideologi) disamping, organisasi dan penemuan
teknologi. Celakanya dalam sejarah kemanusian,
ideologi dikenal secara plural, yang dengan
keyakinannya masing-masing kerap dibenturkan oleh
kondisi politik tertentu. Dalam hal menghadapi rezim
penguasa, misalnya, sikap gerakan mahasiswa
mendukung maupun oposan dipengaruhi oleh posisi
ideologisnya.
Di China misalnya, mahasiswa yang mendukung
pemikiran-pemikiran maois menentang aksi-aksi
mahasiswa pro demokrasi dan mencapnya sebagai
satu aksi ilegal yang salah, pertikaian antara kelompok
mahasiswa yang pro terhadap ide-ide reformasi
Khatami melawan kelompok mahasiswa yang pro
terhadap ide-ide konservatisme Revolusi islam Iran.
Dalam konteks sejarah gerakan mahasiswa di
Indonesia, untuk memahami sekian banyak ideologi
yang dianut, perlu kiranya terlebih dulu berbicara
ihwal teori (politik) aliran yang ada sejak orde lama.
Hasil penelitian Geerzt tahun 50-an di Pare, Kediri,
Jawa Timur membagai tiga kategorisasi aliran politik
menjadi : santri, priyayi,dan abangan. Selain Geerzt,
sebelumnya Soekarno muda (1923) pernah menuliskan
161

adanya tiga kelompok besar dalam aliran politik di


Indonesia : Nasonalisme,Islamisme,dan marxisme.
Pada zaman demokrasi parlementer (1951) muncul
tiga kategori aliran politik : Ketuhanan, Kebangsaan,
dan Marxisme. Pada zaman Demokrasi Terpimpin,
Presiden Soekarno merumuskan konsep Nasakom :
Nasionalisme, Agama, dan Komunis. Herbert Feith dan
Lance Castles (1970) membagai aliran politik kita ke
dalam lima kategori : Komunisme, Nasionalisme
radikal, tradisionalisme jawa, Islam, dan sosialisme
demokratis. Aliran politik inilah yang pada kurun waktu
berikutnya akan ikut mempengaruhi idelogi gerakan
mahasiswa di Indonesia.
Gerakan mahasiswa Islam sudah seharusnya
(dharuratussyariah) mendasarkan gerakannya pada
ajaran islam. Gerakan mereka harus terinspirasi dan
dibangut dengan spirit cita-cita Islam. Gerakan harus
memiliki basic values yang sesuai dengan manhaj
asasi-Al Quran dan as-Sunah. Dengan itulah mereka
akan menentukan khitah perjuangannya. Menurut
Andi Rahmat, kebutuhan terhadap ideologi bersifat
asasi, karena kehadirannya dipandng sebagai satu
kehadiran yang sadar dari cita-cita politik umat islam,
kedua karakteristik Islam itu sendiri yang tidak
mengenal pemisahan antara praktek politik dan
ideologi yang mendasarinya, ketiga karena akttivitas
mahasiswa Islam sesungguhnya merupakan cerminan
langsung dari kualitas keimanannya. Keyakinan yang
kuat terhadap cita-cita Islam merupakan prasyarat bagi
ukuran keberhasilan aktivitas mahasiswa Islam. Islam
162

sebagai satu ideologi kerap dianggap tidak relevan,


karena dicap sebagai affirmasi fundamentalisme
agama. Bahkan karena mengasumsikan Islam kurang
lengkap, ditawarkan pencangkokan dengan pemikiranpemikiran alternatif dari luar Islam. Maka Mark diambil
diambil untuk diformulasiulangkan sehingga menjadi
lebih Islami. Lahirlah kegandrungan terhadap
ideologi kiri. Yang didukung oleh hembusan yang
sama dari Hasan Nanafi di Mesir dalam bentuk
Alyassar Al Islami. Hilangnya orisinalitas (asholah) ini,
dipastikan akan membawa menuju kebangkrutan
gerakan. Daya tahan yang kuat terhadap cobaan dan
tantangan (mihnah) harus dimiliki karena tabiat zaman
akan membenturkan satu kemapanan ideologi dengan
lainnya. Ibrahim muda yang vis a vis dengan Aazar dan
Namrud, maupun Daud muda yang menghadapi Rezim
tirani Jalut. Maupun dalam konteks zaman yang lebih
kontemporer Ikwanul Muslimin yang dibentuk 1928
harus melalui mihnah yang berat, dibubarkan 1948,
disita aset-asetnya oleh pemerintahan Mesir yakni
Ibarahim Abdul Hadi sampai berlanjut ke kekuasaan
Gamal Abdul Naser di penjarakan sampai puncaknya
terjadi penyiksaan terhadap tokoh-tokoh Ikhwan
dalam penjara 1965. Atas nama ideologi Islam, spirit
jihad itu dibangun dan atas nama itu pula mereka
mengakiri hidupnya sebagai Syahid.
Muktamar I yang menjadikan KAMMI sebagai
ormas, menetapkan organisasi dan asas perjuangan
KAMMI adalah Islam. Asas Isalam bagi KAMMI, tidak
berhenti sebatas identitas simbolik organisasi, Islam
163

bahkan menjadi kepribadian organisasi dan gerakan


yang tercermin dalam penampilan aktivis KAMMI
secara personal maupun organisasi. Kokohkan ideologi
jaga asholah! (Izzatul Ikhwan)

164

Serial 6
Akhwat Haroki;
Nalar Intelektual
dan Sensitivitas Perasaan
Tulisan ini adalah diskursus yang wajar dan
mengalir biasa saja, tanpa dibalut sentimental gender
apalagi pretensi khusus terhadap akhwat. Beberapa
artikel yang mengupas kaum bani hawa semacam ini
mungkin sudah kerap berlalulalang. Hanya saja
pembahasan mengenai tema semacam ini kebanyakan
akan mengalir sampai jauh (kayak sungai bengawan
solo), yang ujung-ujungnya dibekukan oleh timpalan
interupsi yakni tabu.
Saya berusaha menulis tidak mengalir sampai
jauh (sebagaimana kebanyakan orang), ini sekedar
meletakan masalah (qodhoya dakwah) secara wajar
dan biasa dan mensandarkan pada patron refrensi
dakwah kita. Dengan demikian saya bisa bebas dari
interupsi melanggar internal roles, kaidah
kejamaahan. Tentu masih ingat bagi saya, ketika
165

akhuna Imran Rosadi menulis jangan berdiskusi


tentang gender, feminisme dll dengan akhwat karena
lugu-lugu dan kurang baca buku Saya tidak ingin
memperpanjang kasus ini, meskipun ukhti Evi Fitria,
akhwat KAMMI Jogya lewat risalahnya dalam edisi
berjilid bagi bunga haroki diam berarti mati telah
menginterupsinya. Bahkan akh Imran kena teror sms
atas nama koalisi akhwat Jogja. Ada satu cerita
menarik, ketika saya mengikuti dauroh kepemimpinan
dengan kader-kader yang dipersiapkan di lembaga
kampus belum lama ini. Dauroh mengangkat materimateri beragam, antara lain soal birokrasi, keuangan
kampus, ditambah tema-tema gerakan; reformasi TNI,
Gerakan Mahasiswa dll Sebagaimana saya menebak
sebelumnya; antusiasme akhwat peserta dauroh untuk
bertanya, mendiskusikan sampai akar-akarnya justru
pada materi perihal keuangan kampus, selebihnya
semacam tema-tema gerakan mahasiswa yang
belakangan saya sebut tadi hampir semuanya abstain
bicara. Kecuali satu akhwat yang lahir besar di KAMMI
(afwan,
meskipun
kurang
substantif
juga
pertanyaannya). Pada tema semacam keuangan
kampus itulah yang terjadi diskusi yang dinamis dan
hampir semua akhwat merasa kompeten dengan soal
seputar menejemen keuangan, hitung-menghitung,
kebendaharaan dll. Lebih dari itu, diam. Dan baru akan
mulai bicara sebagimana daun putri malu, harus
distimulir.Belajar dari kasus itu, ada yang lemah
memang dalam hal tradisi pergulatan wacana gerakan
di akhwat Ada kesan ruang pergulatan wacana gerakan
dikooptasi oleh ikhwan secara dominan. Bahkan masih
166

ada sebagian akhwat dakwah kampus yang phobi


bergulat dengan perkara berbau politik. Disinilah letak
qodhoya itu, yang sebenarnya sangat fundamental
bagi keberhasilan kaderisasi aktivis dakwah kampus
yang terintegrasi (mutakamil). Hanya sedikit dari
mereka, yang bisa bergulat dengan lingkungan publik,
menjadi jarum jam individual yang bergerak keluar
margin lingkaran internal yang keras dan terbuka,
memiliki tujuan dakwah, loyal pada asholah, dengan
daya imunitas tinggi dan bersenjatakan nasrulfikrah.
Sebagian besar yang lainnya, masih bertahan dalam
rekayasa dan lingkungan internal yang komunalistik
(meskipun muntijah dakwahnya) Kelompok yang
pertama inilah yang saya maksud dengan akhwat
haroki, yang memiliki jam kerja tinggi dengan daya
jelajah yang jauh plus kebiasaan membaca, diskusi dan
menulis yang prima. Keterlibatannya mereka di
lembaga-lembaga publik, mampu mentransformasikan
konsepsi, menejemen yang dibaca dan ditafsirkannya
dari Al Quran, As sunnah, maupun kitab-kitab fiqh dan
literatur gerakan. Sehingga dengan begitu mereka
mengelola dan berjuang dengan figh tagyir
(perubahan) yang manhaji (sistemik).
Saya akan menyederhanakan masalahnya,
sebenarnya ada dua kutub di sana; pertama
Sensitivitas perasaan, kedua nalar intelektualitas.
Kutub yang pertama inilah yang tarikannya jauh lebih
kuat dan sangat mempengaruhi profil mereka. Karena
persoalan
serba
berperasaan
inilah,
maka
kecenderungan performer yang muncul adalah lemah,
167

manutan, tidak independen, dan kurang gerak.


Bukankah, sebagian shahabiyah dalam tarikh (sejarah)
bekerja diatas nalar intelektualitas tadi, tampil berani
dengan rasionalitas yang progresif. Ada satu tarikh
bagaimana Sayyidah Khadijah berbaiat kepada Islam.
Gambaran ke-Islaman Khadijah adalah contoh
kapasitas akal wanita bangsa Arab pilihan yang ada
pada saat itu. Sebab Khadijah yang memiliki ikatan
dengan Rasulullah, tetap menggunakan akal dan
kesadarannya ketika menyikapi wahyu, menguji dan
menyimpulkan serta mencari penguat yang
membuktikan kebenaran risalah itu. Bahkan dia masih
merasa perlu merujuk ke sumber yang dapat dipercaya
dan layak untuk itu, seperti menemui Waraqah bin
Naufal, agar menambah keyakinannya. Pada kurun
waktu selanjutnya, ada beberapa wanita yang lebih
dahulu masuk Islam dari pada bapak, suami dan
keluarga mereka. Ini merupakan satu hal yang
menguatkan bahwa ke-Islaman mereka bukan sekedar
didorong sensitivitas terbawa arus semata. Ummu
Habibah lebih dulu masuk Islam ketimbang Ayahnya,
Abu Sufyan, Zainab binti Rasullulah saw lebih dulu
masuk Islam ketimbang suaminya, Abul Ash bin Ar
Rabi, dan Ummu Kultsum binti Uqbah lebih dulu
masuk Islam ketimbang semua anggota keluarganya.
Dr Mahmud Ali Miqdad dalam buku Al Mawaly wan
Nizham Al Wala, mengatakan Dalam setiap
momentum sejarah tentang proaktif-nya wanita untuk
masuk Islam, terkandung bukti yang mencederai opini
bahwa penalaran wanita dan kehebatannya sangat
terbatas pada waktu itu, tidak mampu melebihi
168

pengetahuan kecuali yang berkaiatan


tabiatnya ibu, istri dan pengasuh anak.

dengan

Pada momentum Hijrah, Shahabiyah ikut hijrah


tanpa ada alasan dispensasi karena jenisnya yang
wanita atau alasan tidak mampu dari kewajiban syariat
ini. Mereka melakukan hijrah, yang bersuami atau
tanpa suami, hamil muda atau tua, meskipun hijrah
mengakibatkan keguguran kandungan seperti yang
dialami Ruqayyah binti Rasulullah, hijrah bersama
rombongan atau sendirian, berjalan kaki seperti Ummu
Kultsum atau berkendaraan Ini adalah bukti urgensi
hijrah dan kewajibannya atas wanita. Satu lagi tentang
masukan Ummu Salamah sebagai bentuk aktivitas
ilmiah yang membangkitkan para shahabat untuk
melakukan ketaatan saat penolakan sahabat terhadap
sikap Rasululluh yang menyepakati perjanjian dengan
quraisy untuk melakukan gencatan senjata selama
sepuluh tahun. Sahabat menolak karena klausul
sahabat yang datang ke mekah, tidak boleh
dikembalikan ke Rasulullah di Madinah. Tetapi muslim
yang datang ke beliau di Madinah, harus dikembalikan
kepada mereka (quraisy).
Kemudian, Ummu Salamah hadir dengan nalar
intelektualitasnya melewati cara Rasullulah yang telah
menyeru tiga kali dan tak seorangpun sahabat yang
taat. Setelah selesai menulis perjanjiannya, maka
Rasulullah bersabda, bangkitlah kalian, sembelihlah
korban, dan cukurlah rambut kalian begitu beliau
melakukannya tiga kali tanpa ada ketaatan dari
sahabat. Maka Ummu Salamah menginterupsi kepada
169

Rasulullah Wahai Rasulullah, apakah engkau


menyukai demikian? Keluarlah dan jangan ucapkan
sepatah katapun dengan siapapun diantara mereka,
hingga engkau sembelih hewan korbanmu, dan engkau
panggil tukang cukurmu agar mencukur engkau
Dengan cara inilah sahabat kemudian taat. Inilah
sedikit serpihan tarikh, yang membawa hikmah bahwa
sekali waktu akhwat bekerja diatas nalar
intelektualitas, tidak melulu sensivitas perasaan. Bagi
pembaca akhwat, mohon setelah membaca diterima
dengan sedikit perasaan. Wallahu alam bishawab.
aji kd,ketum kammi uns,solo

170

Serial 7
Afdhalul Amal
dalam Muskernas
Sejumput pagi berpeluh embun di hari itu, dua
puluh satu februari, pagi setelah malam penutupan
mukernas KAMMI di Cibubur tidak terasa segar bagi
ritmik nafas dan degup jantung ini. Gundah
menggulana, karena muskernas berjalan biasa-biasa
saja, padahal semua orang yang hadir seharusnya tahu
bahwa muskernas harus diset luarbiasa. Muskernas
berjalan apa adanya, dengan draft yang ala kadarnya ,
program kerja yang biasa dan ditambah lagi pengurus
pusat tidak seberapa.
Saya bersama tiga ikhwah dari Solo hadir
terlambat di mukernas, bukannya ingin melestarikan
tradisi keterlambatan di KAMMI, tapi karena saku ini
baru terisi pada hari kedua mukernas. Bergegas
dengan kereta rakyat, kelas ekonomi bagi saya ini
adalah kedua kalinya karenanya batin ini sudah siap
dengan konsekuensi yang harus ditanggung.
Pengamen, jasa kebersihan, penjual akan ikut
meramaikan orkestra kereta yang hiruk-pikuk. Seolah
tidak mau tahu dengan kegaduhan dikereta, saya
mencari
keindahan
alam
mimpimatapun
171

terpejamtidur. Begitu bangun, subuh itu saya tidak


mendapatkan mimpitidak ada bunga tidur.
Pembahasan tatib menyita waktu yang
panjang, karena mulai jengah ikhwah dari Semarang,
Akh Wahyu menginterupsi mengingatkan tenaga dan
pikiran jangan dihabiskan untuk masalah ini. Bagi saya,
yang terlalu banyak bicara menganggap biasa dinamika
semacam ini. Saya kira tidak haram untuk berlamalama dalam dialektika intelektual kalau memang itu
diperlukan. Dalam hal ini tentunya harus memenuhi
prasyarat antara lain; ada banyak hujah yang samasama kuat, adanya menejemen forum yang sehat dan
Islami, dan semuanya masih dalam koridor mekanisme
persidangan. Belajar dari pengalaman, biasanya
mereka yang mengusulkan semuanya berjalan cepat
pada umumnya dilatarbelakangi oleh; persepsi dasar
mereka bahwa diskusi yang bersitegang tidak syari,
katanya terkesan mengumbar hawa nafsu saja.
Kelompok lain menolak biasanya hanya karena tidak
enjoy saja dan kebanyakan memilih cuek bahkan
sebagian melarikan dari masalah dengan tidur saat
persidangan. Pada titik inilah mereka yang bersitegang
di persidangan adalah pahlawan-pahlawan tanpa
tanda jasa, mengikhlaskan diri berbusa-busa disaat
yang lain roboh dalam kelelahan yang pasif.
Saya menemukan bahasa yang tepat untuk
memberikan penjelasan bagi ikhwah yang mau
berpeluh keringat-pikiran di persidangan yaitu
progresifitas intelektual. Saya memaknai progresifitas
intelektual adalah kumpulan dari spirit batin, buah
172

pikir dan antusiasme lahir untuk mengupayakan


pilihan yang terbaik. Kelompok ikhwah yang semacam
ini biasanya mereka yang memiliki konsep diri yang
matang dan konsistensi pilihan sikap. Mereka tidak
akan mudah mengalah dengan argumentasi orang lain
karena mereka merasa telah mereproduksi
argumentasinya dengan riset otak intelektualnya yang
prima. Mereka menganggap lumrah dan biasa dengan
silang pendapat, justru itulah yang ditunggu-tunggunya
sehingga ada uji materiil antara satu hujah dengan
hujah yang lainnya. Uji materil atas hujah ini biasanya
dilakukan dengan dua pendekatan. Teoritik dan
empirik. Setiap hujah akan didekati secara teoritik dan
dicari apakah ada kebenaran normatifnya. Pendekatan
teoritik biasanya mengharuskan setiap ikhwah yang
terlibat dalam silang pendapat menguasai cukup
bacaan, literatur. Secara empirik berarti, mereka juga
harus sarat dengan pengalaman, ekperimentasi.
Sehingga hujah itu layak tidak saja secara rasional
tetapi juga secara operasional. Saya meyakini aktivitas
kelompok yang mau berargumentasi secara elan vital
dan rasional dalam muskernas adalah satu bentuk
afhalul amal (amal terbaik) yang diperlukan.
Muskernas membagi komisi menjadi empat;
Kaderisasi, Kebijakan publik dan Humas, Organisasi
dan Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan. Ikhwah dari
Solo melepas satu komisi yaitu sosial-kemasyarakatan.
Saya sendiri berada di Komisi B Kebijakan publik dan
Humas. Itupun dibagi lagi menjadi sub-komisi. Di sub
komisi kebijakan publik, berjalan sangat alot.
173

Kekecewaan ikhwah daerah muncul karena Kadep


Kebijakan publik, akh ardi purwasani absen. Ikhwah
dari Lampung, teman dekat saya di DM III Teritorial V,
akh Habib mengusulkan grand desain Kebijakan publik,
sementara KAMMI Pusat hanya membagikan draft
program kerja biasa saja. Saya mengambil jalan tengah
karena kalau membuat grand desain butuh lokakarya
khusus maka sebagai gantinya dibahas visi dan misi
Kebijakan publik. Usulan inilah yang akhirnya direspon
semua daerah.
Persoalan
kembali
menyeruak,
ketika
merumuskan visi tadi. Ikhwah Solo dan Padang (akh
andi) satu kubu mengusulkan visi kebijakan publik
dengan titik tekan pada kepemimpinan gerakan sosialpolitik (ar riyaadah as siyasiyah) untuk menuntaskan
reformasi. Sementara pengurus pusat tetap pada
rumusannya yaitu dengan titik tekan Kebijakan publik
sebagai
pusat
perumusan
kebijakan.
Saya
mengasumsikan set semacam ini akan menjadikan
Kebijakan publik tidak ubahnya seperti LIPI yang hanya
me-riset tetapi miskin aktivitas gerakan. Bukankah
masalah besar pusat sekarang ini adalah ketokohan
dan kepemimpinan lapangan sosial-politik yang lemah.
Sebagai bentuk komitmen untuk lebih baik,
seharusnya Kebijakan publik yang akan menjadi
lokomotif kebijakan sosial-politik KAMMI harus menset dirinya untuk concern pada wilayah operasional
sosial-politik, bukan titik tekan perumusan kebijakan
lagi, karena terkesan pasif eksistensinya. Pusat juga
tidak mengkoridori visi termasuk program kerja dua
174

tahun kedepan pada main isue reformasi, akhirnya


target kepengurusan ini terkesan ngambang tanpa
the main goal. Seharusnya semua visi dan program
dalam jangka waktu dua tahun kepengurusan diset
secara tertulis untuk concern pada main isue
reformasi.
Saya tidak tahu, semua keterbatasan yang ada
dimukernas tadi dilakukan secara sengaja, atau hanya
kelemahan teknis-operasional saja. Saya harus jujur,
saya tidak terlalu optimis kelemahan-kelemahan
KAMMI selama ini dapat diperbaiki dengan set
programatika gerakan hasil muskernas semacam tadi.
Sejak awal kurang nampak afdhalul amal, satu eksplisit
cara kerja yang terbaik dan profesional. Jangan-jangan
benar yang dikatakan oleh Akhuna dari Padang pusat
memang gak mau repot-repot Kalau memang
demikian ngapain daerah ikut repot-repot ngluyur ke
cibubur. Repot karena harus dengan kereta rakyat,
kelas ekonomi. Bukan dengan pesawat terbang
sebagaimana ikhwah Padang.

Aji Kd, Ketum KAMMI UNS, Solo

175

Serial 8
Ices, Trend Setter Kaderisasi
Gerakan KAMMI UNS
Melalui lokakarya yang diselenggarakan oleh
Forum AB II KAMMI UNS, akhirnya dibentuklah Islamic
Civilization Engineering School (ICES). KAMMI UNS
menyadari bahwa harus ada sistem dan model
kaderisasi yang baru yang lebih progresif dan
compatibel (sesuai) dengan konteks zaman. AB II
melalui lokakaryanya mengevaluasi atas efektivitas
pentahapan suplemen kaderisasi Anggota Biasa (AB) I.
Selama ini pentahapan suplemen kaderisasi untuk AB I
dilaksanakan dengan Madrasah Klasikal dan Khos yang
secara umum dapat dikatakan gagal. Kesimpulan ini
diambil mengingat munculnya permasalahan dari segi
konsep dan menejemen pelaksanaan, sistem
pendidikan yang monoton (ceramah satu arah),
intensitas yang tidak memenuhi target, kualifikasi
pemateri yang tidak kafaah, dan legitimasi yang lemah
sebagai sebuah pentahapan suplemen wajib
kaderisasi.
ICES didirikan karena secara filosofi KAMMI
adalah harokatuttajnid (organisasi kader) yang harus
harus memiliki pola kaderisasi (polkad) yang integratif,
sistem pentahapan suplemen (marhalah tastqif) yang
efektif sekaligus sarana (wasilah) yang profesional.
176

ICES diharapkan dapat mengakselerasi kematangan


kualitas kader yang diproduk KAMMI, sehingga dalam
jangka pendek mampu memiliki kualifikasi jati diri
kader yang kompeten dan compatible dengan
dinamika zaman, dalam jangka panjangnya akan
menyiapkan kader untuk terjun langsung dalam
membangun warga masyarakat (civil society). Dalam
blue printnya ICES bertujuan untuk 1) Meningkatkan
kualitas kader dengan menggali, membina, dan
mengarahkan potensi dakwah, intelektual, sosial, dan
politik sehingga memenuhi kualifikasi indek jati diri
kader. 2) Membentuk wasilah takwiniah kaderisasi
yang integratif, intensif, profesional, dan efektif dari
segi
kurikulum,
konsep,
dan
menejemen
pelaksanaannya. 3) Membentuk metode (uslub)
takwiniah kaderisasi melalui model pembelajaran yang
memfasilitasi ruang ekspresi, aktualisasi dan artikulasi
kader. 4) Menguatkan kultur akademik berupa diskusi,
membaca dan menulis. 5) Memapankan eksistensi
gerakan melalui satu bentuk trend setter kaderisasi
gerakan yang establish.
Secara garis besar gambaran umum sekolah
dapat
dijelaskan
sebagai
berikut;
Sekolah
diselenggarakan untuk satu masa semester dua belas
kali pertemuan dengan kegiatan belajar mengajar tiap
pekan sekali yang secara berselang terdiri dari in door
study dan out door activities. Sekolah diselenggarakan
dengan melibatkan peserta ikhwan dan akhwat dalam
satu sesion materi pembelajaran. Sistem pembelajaran
diselenggarakan dengan pendekatan in door study
177

antara lain dengan penyampian materi (presentasi)


dosen/tutor, diskusi, penugasan, bedah buku dan out
door activities antara lain training, game, silaturahmi
tokoh, studi klinik, libraryan days, dan internet days.
Sistem pendidikan didukung oleh dosen/tutor yang
berasal dari tokoh dakwah, politik, sosial dan
kemasyarakatan lintas sektoral dan pemikiran yang
berdomisili di Solo, Semarang dan Jogjakarta.
ICES ini dilengkapi struktur pengelola antara
lain Dewan Penasehat, Konsultan Ahli, Penanggung
Jawab, Rektor, Sekretaris, Bagian Kurikulum dan
pengajaran, Bagian Anggaran dan Pendanaan.
Materinya meliputi Pemikiran dan gerakan Islam klasik
(Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al afgani, Rassid Ridha,
Muhammad Abduh dll), Pemikiran dan gerakan Islam
kontemporer (Al Maududi, Hasan al banna, sayyid
qutb, Hasan turabbi), Pengantar politik aliran
Indonesia (Clifford Gerzt, Herbert Feith dan Lance
Castles, sukarno dll), sistem politik dan pemerintahan
Indonesia (partai politik, pemilu, sistem demokrasi,
birokrasi), Kepribadian, kesadaran dan partisipasi
politik (dzat, wayu, dan musyarokah siyasiyah ), Politik
Islam (syura, pemerintahan), Community Development
(lokal community, advokasi, pemberdayaan) dan
Anatomi Gerakan KAMMI. Peserta ICES dilengkapi
kode etik antara lain: 1) Komitemen, antusias dan
pantang mengeluh disetiap aktivitas, 2) Disiplin tinggi
pada waktu, 3) Memilki tradisi membaca dengan
standar menguasai pokok bahasan satu buku satu
pekan, 4) memilki tradisi menulis dengan
178

menghasilkan minimal satu artikel tiap bulan yang


dipublikasikan di web site KAMMI maupun media
lainnya. 5) memilki tradisi bicara dan diskusi dengan
argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan
secara moral dan intelektual. ICES melangkah dengan
kredo (moto): movement based on knowledge.
Aji Kd, Penanggung Jawab ICES KAMMI UNS, Solo.

179

Serial 9
Imalu Alaa Makanatikum.
Inni Amil
Hasan Al Banna pernah menceritakan salah
satu muridnya yang istimewa, muridnya mula-mula
keluar dari tempat kerjanya di Kairo Kamis petang. Isya
ia berjamaah di Munia dan memberikan haflah (acara
peringatan) pada masyarakat. Khutbah jumat di
Manthalub di hadapan ribuan jamaah. Asharnya ia
berceramah di Asyiut. Malam sabtu di mulai dengan
shalat Isya ia masih menyempatkan diri bertemu
dengan saudara-saudaranya di Syauwhat. Sabtu pagi ia
kembali ke pabrik sebelum waktu kerja dimulai. Hanya
ada satu penjelasan dari pengalaman ini, murid Al
Banna bekerja dengan Ihsanul amal, amal terbaik yang
berkelanjutan, kongkrit dengan keringat antusiasme
yang prima.
Saat ini, kita dihimpun dalam organisasi
pergerakan (harokatul amal) yang besar dan
berpengaruh dalam realitas sosial-politik sekarang
(waqisiyasi) dan esok. Bergabung didalamnya, berarti
bekerja, bergerak, berubah dan mengubah realitas
sosial-politik itu. Lihatlah ketinggian semangat
Shalahuddin Al Ayyubi, sultan dan panglima perang
dari suku kurdi, dia tidak termasuk orang yang pintar
180

meski tentaranya menang dengan gemilang melawan


pasukan Salib, akan tetapi ia memiliki taktik yang
hebat. Ia juga bukan administratur yang baik karena
perhatiannya pada masalah ini tidak besar. Usahanya
yang terbaik adalah mempertahankan negara dengan
baik pada saat kritis. Kebutaan juga tidak melambatkan
amal terbaik Syekh Abdul Azis Bin Baz sebagai ulama
terbaik abad ini. Kelumpuhan Syeih Ahmad Yasin tidak
mengganggu amal terbaiknya berhadapan dengan
Israel.
Saya berharap tidak ada alasan lagi untuk tidak
bekerja dengan posisi dan peran kita dalam
pergerakan ini. Kita harus melecut spirit jiddiah dengan
amal yang nyata dan berkelanjutan (Q.S 94:8). Saya
berharap kita mengurangi masalah-masalah internal
yang membelit langkah pasti kita kedepan. Kita tidak
memboroskan energi untuk menaggapi kelompokkelompok yang terganggu batinnya dengan dinamika
yang kita ciptakan, tegaklah dengan gagah ber-Izzah.
Saya berharap, top management di pergerakan ini
adalah satu kepemimpinan yang layak (al qiyadah al
alhiyah wa kamiyah), mengimbangi instruksi dan
rekomendasi ke struktur bawah dengan aksi praksis.
Bukankah akhirnya Rasululullah sendiri yang
memberikan contoh konkret untuk bertahalul dan
menyembelih hewan (atas usul Ummu Salamah),
disaat semuanya gamang melakukannya karena
kecewa dengan perjanjian Hudaibiyah. Top
management boleh saja bermimpi besar, tapi pikiran
mereka tercurahkan sepenuhnya pada kerja.
181

Sebaliknya, anggota pergerakan ini, haruslah


menyadari peran dan posisinya masing-masing,
bersedia untuk di review secara reguler (nadzrotul
amal al istimroriyah). Saya telah menyaksikan sendiri
perkembangan positif kearah sana, beberapa akh yang
harus selalu menyekat keringat kebaikan karena
amalnya yang prima, menerima segala cuaca, hujan
dan panas. Dipikirannya ada mimpi, dadanya berdetak
bersemangat, dan rengkuh langkahnya ringan penuh
keihklasan. Beberapa ukh menunjukan dinamika yang
sama, cepat bertindak dan selalu berlomba dalam
kebaikan.
Bukankah kita menyimpan kata-kata yang
keluar dari lisan Yusuf Al Qaradhawi, Indonesialah
yang berpeluang memimpin perubahan peradaban
Islam di dunia Bukannya kebetulan, tetapi memang
telah diskenariokan, bahwa KAMMI lah yang disiapkan
untuk melahirkan kepemimpinan Indonesia masa
depan melalui, selanjutnya melalui hizb dakwah yang
dipercayainya akan menegakan Dawlah Islamiyah.
Jangan tunda pekerjaan dalam waktu dekat KAMMI
akan membuat sejarah besar, make a spectacular of
history.
Hanya ada tiga peluang, anda terlibat dalam
agenda ini, kedua anda tertinggal di luar agenda ini,
dan ketiga anda dalam posisi abu-abu (grey area),
antara terlibat dan tidak. Mereka yang diatas kertas
anggota bahkan pengurus KAMMI, namun belum
bertindak dan bekerja dengan prima, masuk dalam
kategori terakhir ini. Pesan saya terakhir, Imalu alaa
182

makanatikum. Inni amil, Bekerjalah kalian pada posisi


kalian masing-masing. Sungguh saya juga bekerja.
Aji KD, Ketum KAMMI UNS, Solo (Izzatul Ikhwan)

183

Serial 10
The Channel Of Love
Cinta adalah bahasa universal orang yang
menaruh hati dan perasaannya pada orang lain. Selalu
ada kerinduan dan kesyahduan dalam hubungan yang
terjaga antara keduanya. Selalu saja mengharapkan
pertemuan dan terjaga dalam kesetiaan. Banyak novel,
sastra, film, puisi, sajak maupun lagu yang
mengangkatnya sebagai lirik yang laris dipasaran. Kata
ini memang fenomenal sekaligus spektakuler
karenanya kata seorang sahabat, cinta dapat
mengubah dunia. Namun ingat, memang benar cinta
dekat dengan kasih sayang, kedamaian, dan
persahabatan, tapi oleh sebagian ikhwah dikampus
cinta sudah terlanjur dikonotasikan jelek. Cinta adalah
bahasa orang yang sedang pacaran. Begitu tanggapan
ketusnya.
Kalaupun ada bahasa lain yang lebih aman,
tidak membawa fitnah dan prasangka, mungkin saya
akan memakainya. Ternyata tidak, cinta memang
bahasa yang selaras dengan makna filosofinya, sejauh
kita menaruhnya pada saluran dan frekuensi yang
tepat, jelas, jernih dan bening, tidak bercampur
dengan gelombang lainnya, menaruhnya pada The
Channel of Love, Saluran Cinta. Marilah kita berpikir
184

positif tentang cinta atau love. Guru Trainer saya, Bang


Reza mengatakan, LOVE terkandung didalamnya
kekuatan yang spektakuler dan menakjubkan.
Masing-masing hurufnya mengandung arti yang
luar biasa. L adalah Loyal, Kepada Allah semata sajalah
kita menundukan diri kita, O berarti Obey your deep
heart feeling, ikuti kata hati anda yang mendalam. Kata
hati adalah bahasa yang menyerukan kejujuran dan
kebaikan. V adalah Victory, Kemenangan. Sebagai
muslim kita dituntut menang dalam setiap situasi dan
kondisi. Menang dalam ibadah dan keimanan. E berarti
Enligment, pencerahan, bahwa setiap aktivitas kita
harus membawa pencerahan, hidayah dan berkah.
Itulah saluran cinta yang sebanarnya, bersih dan suci.
Bagi kepemimpinan saya. Cinta adalah bahasa
simpati dan apresiasi saya kepada siapun dia, ikhwan
maupun akhwat yang bekerja dengan semangat prima,
bekerja dengan cipta, karya dan langkah nyata.
Meskipun gagal. Tapi dia patut mendapatkannya,
karena dia sudah mencoba. Penghargaan dan
perhatian kepada semua pengurus adalah seni
kepemimpinan yang efektif.
Saya berpandangan bahwa apresiasi kita harus
didistribusikan kepada akhwat sekalipun. Al Banna
pernah disurati untuk menulis tentang wanita dan
sikapnya terhadap pria, juga sebaliknya. Lalu kita
mendapatkan tulisannya dalam majmuah rasail. Saya
ingin mengutip salah satu pembahasannya:
185

Wanita adalah bagian dari laki-laki dan laki-laki


adalah bagian dari wanita. Sebagian kamu adalah
bagian dari yang lain. Islam mengakui hak-hak pribadi,
hak-hak peradaban, dan hak-hak politik wanita secara
utuh dan sempurna. Islam memperlakukannya sebagai
manusia dengan kesempurnaan kemanusiaannya. Ia
mempunyai hak dan kewajiban, ia dipuji jika berhasil
menunaikan kewajibannya, dan pada saat yang sama
hak-haknya wajib dipenuhi.
Sedikit memang, yang menerima saluran cinta
yang saya sampaikan diatas. Saluran yang
mempersatukan persaudaraan dalam keimanan dan
keistiqomahan. Saluran yang mengalirkan antusiasme
dakwah, saluran yang mendekatkan penghambaan
kepada-Nya, saluran yang menggelorakan jihad
berkelanjutan. Saluran cinta adalah saluran apresiasi
dan simpati karena illahi Rabbi.
Seorang sahabat mengirim pesan singkat baru
saja, tertulis lugas setiap aktivitas terasa indah jika
karena cinta. Ternyata, yang satu ini, tengah
membuka saluran cinta.the channel of love. Belum
saya balas, tak ada pulsa, atau saya rencanakan
bersilaturahmi langsung. Jangan berprasangka. Bukan
siapa-siapa, namanya Bisma Hidayat, Mantan Ketum
Lembaga Kerohaniaan Islam FISIP UNS.

Atas nama Cinta, Aji KD, Ketum KAMMI UNS Solo


(Izzatul Ikhwan)
186

Serial 11
Kerinduanku pada Nayu
Selalu saja langkah saya rapuh, karena trenyuh
begitu menginjakan kaki diperkampungan bantaran
sungai Nayu, pinggiran utara Solo. Sesekali melempar
senyum pada orang-orang yang berpapasan. Sebagian
yang lain ketus, terutama beberapa remaja yang
berpenampilan seram, entahlah apa memang begitu
kondisi orang-orang pinggiran, karena tekanan batin,
ekonomi dan segala keterbatasan lainnya. Hari itu,
seperti sebelum-sebelumnya. saya berpenampilan
biasa, kaos oblong dan sandal jepit, maksud saya agar
enak bergaul dengan orang disana.
Kedatangan saya, tentu saja tidak lagi asing
bagi mereka, beberapa kali sudah saya berkunjung,
ngobrol dengan mereka, bahkan ramadhan kemarin
saya berbuka bersama dengan mereka, tidak hanya itu,
kita berjamaah maghrib di pelataran rumah,
beratapkan angkasa raya. Petang itu udara begitu
dingin, disamping pelataran sudah sungai. Sementara
kertas koran sebagai sajadah, basah karena lembabnya
tanah. Sujud petang itu terasa lebih khusuk, batin ini
tenang dibalut ketentraman. Bagi saya, hari itu
bersejarah, datang ke Solo untuk kuliah, bisa diberikan
kesempatan bergaul dengan masyarakat di sudut Solo,
yang jarang dikunjungi orang Solo sekalipun.
187

Bayangan kisah lama itu buyar, begitu anakanak kecil merebut menarik tangan saya kuat-kuat,
mengajak bermain bola sepak dilapangan ditengahtengah sungai, ya ditengah-tengah sungai ada
gundukan tanah lapang yang cukup untuk bermain
bola. Mereka lebih dari dua puluhan orang, laki-laki
dan perempuan. Hampir setiap waktu, mereka
berkelahi atau setidaknya memaki-maki dan berkata
jorok satu sama lainnya, itu sudah biasa untuk
kehidupan mereka. Untuk bisa bermain dilapangan itu,
tentu saja kita harus mau menyebrang sungai yang
kotornya minta ampun. Sebelumnya kita harus
menuruni dinding sungai yang curam, karenanya
sejulur tali disediakan untuk membantu naik dan turun
kebawah.
Setengah hari saya bermain dengan mereka.
Jelang siang, permainan diakhiri, sumur di pinggiran
sungai dipakai untuk membersihkan debu dan kotoran
yang melekat sekujur tangan dan kaki. Saya kedapatan
jatah terakhir untuk menimba air sumur. Kaki, tangan,
dan rambut saya cuci setidaknya untuk sementara,
begitu pulang tentu tak ada alasan untuk tidak mandi.
Begitulah satu sisi kehidupan mereka. Entahlah
bagaimana sepanjang malam disana. Saya sendiri baru
sebatas siang dan menjelang petang, bermalam disana
belum kesampaian. Bukan apa-apa bingung mencari
kamar yang bisa menampung saya, buat keluarga
mereka saja bisa jadi kurang, apalagi ditambah saya.
Air mata ini menetes, meresapi makna cerita
nayu. Perubahan terasa masih panjang, ada sebagaian
188

besar lainnya di tempat yang berbeda yang perlu


dientaskan. Butuh keistiqomahan untuk mengajari
mereka tentang hidup, menyadarkan untuk beribadah,
membuka pengetahuan mereka. Harus ada kerinduan
yang menggebu kepada mereka. Dibalik gerakan
intelektual KAMMI yang elegan, eksklusif, intelek,
elitis, normatif dll, mulailah untuk menjadwalkan
pertemuan dengan mereka, mendekati lebih dekat,
mendekap lebih hangat, mencium kening mereka,
mengusap keringat mereka, membantu anak-anak
pinggiran nayu mendapatkan hak-haknya dari anda,
yang berkecukupan.
Sahabat Rasululullah pernah ditanya oleh salah
seorang tamunya; Dimanakah saya bisa menemui
Rasulullah. Sahabat menjawab; hanya ada dua
tempat yang biasa dikunjungi Rasululullah, masjid dan
tempat orang-orang miskin. Pertanyaan buat anda
wahai aktivis yang biasa mengatasnamakan rakyat
miskin; siapa yang belum berkunjung ketempat orangorang miskin?.
Hari ini, departemen Pengabdian Masyarakat
KAMMI memasang pamplet. Tertulis lugas; NAYU
BUTUH RELAWAN.
Aji Kurnia Dermawan, Ketum KAMMI UNS, Solo
(Izzatul Ikhwan)

189

Serial 12
Thinking Critically,
Acting Tactically
Dalam salah satu pidato muktamar Ikhwan, Al
Banna
membukanya
dengan
bersemangat:
Sebenarnya saya mengharapkan agar kita senantiasa
bekerja secara terus menerus, tanpa banyak bicara.
Saya berharap pembahasan tentang ikhwan dan
langkah-langkah mereka akan terbukti sendirinya
dengan kerja dan amal yang dilakukan.
Bagi saya sendiri, berjuang itu tak hanya
bersuara namun dengan bukti dan langkah nyata.
KAMMI harus mengambil pelajaran dari Ikhwan dalam
sisi perhatiannya terhadap amal. Salah satu berita
menginformasikan, Kantor Ikhwan selalu hidup
dengan berbagai macam aktivitas dan kegiatan.
Semuanya berkesinambungan. Istimroriyatulamal.
KAMMI sekarang sedang memiliki masalah disini. Mata
rantai gerakannya yang seharusnya melesat cepat dan
lugas, sewaktu-waktu macet. KAMMI gagal
menyambung estafeta amal perjuangan yang
sebenarnya ini diperlukan untuk mengimbangi estafeta
kemungkaran. Dalam usianya yang prematur, yang
seharusnya gesit dan lincah malah sebaliknya tertatih190

tatih kehilangan keseimbangan dalam


lingkungan baru yang berubah cepat.

adaptasi

Bagi saya, ada jalan keluar yang dapat kita


pakai. Pertama, KAMMI harus mendesentralisasikan
isu dan pola gerakannya pada dinamika kedaerahan.
KAMMI akan ditantang dengan problem lokalitas.
KAMMI akan dituntut membaca lingkungan
terdekatnya. Seharusnya menjadi malu bagi KAMMI,
apabila gerakan ini menonton saja dinamika
kedaerahan. Semakin dia concern dengan daerahnya,
maka akan banyak tumpukan pekerjaan yang harus
dikerjakan. Hal ini sejalan dengan dinamika otonomi
daerah; bahwa kewenangan rumah tangga daerah
ditentukan oleh daerah, ada Kepala Daerah dan DPRD
sebagai eksekutif dan legislatif di daerah yang
keduanya elit lokal yang paling korup menurut laporan
ICW. Kendali kebijakan dan politik sekarang di daerah,
akses kontrol gerakan ekstra-parlementarian KAMMI
seharusnya sangatlah efektif.
Kedua, KAMMI harus thinking critically acting
tactically. KAMMI harus mengedepankan daya
pikirnya, rasionalitasnya, kekritisannya melalui
gerakan-gerakan taktis-stategisnya. KAMMI harus
pandai berhitung terhadap agenda gerakannya,
terutama mau menghitung efektivitas aksi jalanannya.
Dua gerakan yang menjembati langkah kedua ini
adalah Media Centre dan Research Centre. Tentunya
jangan sekedar jargon, seperti dewasa ini, selalu
merencanakan, bermimpi tentang agenda ini, tapi
sama sekali tak konkrit, untuk sekedar memulai
191

langkah kecil saja tak ada. Lalu dimana-mana berbusabusa tentang gagasan ini. Saya berharap KAMMI UNS
menjadi contoh buat yang lainnya. Dengan sumber
daya yang kita miliki, kita sudah bekerja sama dengan
Radio (Mq fm Solo) yang frekuensinya sangat luas.
Bukankah ini aset dan piranti informasi, sosialisasi, dan
edukasi politik untuk masyarakat yang luas.
Disinilah manifestasi gerakan taktis itu, kita bisa
menghemat tenaga turun dilapangan untuk
mensosialisasikan agenda gerakan kita, melalui media
elektronika tadi, gerakan kita jauh lebih efektif dan
secara akseptabilitas publik lebih luas. Itupun rutin
dilakukan, setiap pekan, sungguh ini gerakan taktis
yang berkesinambungan. Pekerjaan ini menuntut SDM
yang kita miliki harus menguasai materi, peta
persoalan, membaca berita, mengakses data dll.
Kedua, soal research centre, saya mengakui,
KOMPAS terdepan dalam memainkan gerakan ini.
Hampir setiap pekan, selalu kita baca hasil laporan
risetnya. Riset ini jugalah yang sewaktu-waktu bisa
menjadi kekuatan kontrol yang lugas, seperti kasus
pungutan liar di kantor bea cukai, yang kali pertama
dibuka oleh hasil risiet Universitas Indonesia. Mulailah
dari yang kecil, kalau mau serius dengan ini semua,
mau untuk mendokumentasikan potongan-potongan
berita dimedia cetak, membaca juklak-juknis proposal
penelitian, khawatirnya sudah jauh-jauh kita bicara
riset, ternyata membuat proposal kegiatan saja susah.
KAMMI akan disibukan dengan agenda riset karena
gerakan ini menuntut intensitas dan progresifitas yang
192

prima.
Mengidentifikasi
masalah,
membuat
metodologi, mencari dasar kepustakaan dan
pemikiran, mengambil sample, bertemu responden dll,
dengan begitu KAMMI terlepas dari kemandegan.
Itupun kalau anda mau sibuk.

Aji Kurnia Dermawan, Ketum KAMMI UNS, Solo


(Izzatul Ikhwan)

193

Serial 14
Memupuk
Taman Persemaian Gerakan
Kampus telah mempertemukan banyak sekali
harokah dakwah. Saya mengetahui itu belakangan,
setelah saya sendiri berbaiat satu diantara yang
banyak itu. Ya, KAMMI. Kampus adalah taman
persemaian pemikiran dan gerakan dakwah, hanya ada
satu alasan kenapa demikian, lantaran disana
berkumpul mahasiswa yang terbuka menerima
perubahan. Tidak bisa disalahkan apabila setiap
pergerakan berlomba-lomba merekrut mahasiswamahasiswa
yang
sebagaian
besar
belum
berpengalaman dalam dinamika pergerakan. Saya
pribadi terbuka dan bahagia ketika menerima muhibah
ikhwah dari Gema Pembebasan, temen-temen bilang
ini anak mudanya Hizbut Tahrir. Kita mulai berdiskusi,
hingga mengalirkan kesejukan dan ketentraman. Rasarasanya tidak banyak perbedaan yang besar, kita
sama-sama komitmen pada tujuan untuk mencapai
masyarakat yang tegak diatas sistem islam. Kalaupun
metodenya berbeda, jadikanlah kelebihan salah
satunya menutupi kelemahan lainnya, demikian
sebaliknya. Dalam satu kesempatan diforum, saya
ditanya apakah benar dakwah Front Pembela Islam
(FPI) yang keras itu. Saya menjawabnya, secara umum
194

gerakan islam selagi masih memegang dusturnya Al


Quran dan Sunnah adalah saudara kita, adapun FPI
adalah bagian didalamnya, Hizbut Tahrir, Jamaah
Tablig, Muhammadiyah adalah bagian didalamnya
pula. Umat Islam harus memiliki spektrum gerakan
yang luas. Biarlah FPI beramar maruf nahi munkar
dengan keras, karena yang dihadapinya memiliki sifat
yang sama, biarlah tarbiyah intensif dengan dakwah
parlemennya, biarlah Hizbut Tahrir mengkampanyekan
penegakan khilafah islamiyah, sebagai pengingatan
kepada politisi islam agar selalu mengarahkan
tujuannya kesana. Biarlah Muhammadiyah mendirikan
amal usaha yang banyak, tapi jangan menuntut
terlampau berlebihan organisasi ini harus terjun ke
politik praktis. Masing-masing memiliki spektrum,
sejauh masing-masing organisasi tersebut menyadari
keparipurnaan Islam. Melihat dinamika itu, KAMMI
dikampus harus bersimponi dengan pergerakan lain,
begitupun sebaliknya. Sebagaimana prinsip gerakan
yang dituangkan dalam aturan organisasi kita, bahwa
persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI.
KAMMI membuka komunikasi dan kerjasama
yang seluas-luasnya dengan semua pihak dalam usaha
dakwah dan syiar Islam. KAMMI tidak pernah
bermimpi bahwa segalanya ditangannya dan merasa
paling benar dalam setiap langkah perjuangan. KAMMI
bukan jamaah yang melempar prasangka diatas
egosentrisme yang emosional. KAMMI diisi oleh
intelektual-intelektual muslim yang terbuka pikirannya
(open mind), dewasa, realistik, dan rasional.
195

Selanjutnya, KAMMI jangan terjebak kedalam


perdebatan yang tidak perlu. Saya baru saja membaca
buletin lembaga pers dikampus, isinya benar-benar
memojokan
KAMMI.
Seorang
ikhwah
PMII
mengatakan dalam wawancara didalamnya; KAMMI
adalah tangan panjangnya PKS di Kampus dan BEM
adalah sekoci-kocinya KAMMI. Saya hanya bisa
menarik nafas panjang, berusaha tenang, berpikir
positif. Ya. begitulah pekerjaan ikhwah kita PMII ini,
saya hanya mengatakan kepada pengurus KAMMI,
tolong difahami masalah ini tidak lebih dari ekspresi
kegelisahan saja. Semuanya dipergilirkan, sekarang
KAMMI besar dan berpengaruh, kita beri dulu
kesempatan organisasi ini beraktualisasi. KAMMI akan
menghormati prinsip gerakan lain dan mengakui
sebagian diantaranya berpegangan diatas hujah yang
shahih. KAMMI selalu menunggu amal-amal nyata
yang dikerjakan pergerakan lain, sembari KAMMI
sendiri
memacu
produktivitasnya.
Marilah
membangun orkestra kebaikan yang elegan. KAMMI
berkeyakinan bahwa menegakan sistem islam
bukanlah barang sekejap. KAMMI tidak bisa
membohongi dirinya sendiri bahwa pembentukan dan
pembinaan (takwin wa tarbiyah) masyarakat itu
membutuhkan waktu yang panjang, menyiapakan
usrah (kelompok, keluarga), mujtama (masyarakat)
dst. Barangsiapa yang tidak sabar dengan tujuan ini,
maka silakan mencari jalan yang lain. Lalu marilah kita
berlomba-lomba dalam kebaikan. Pelan tetapi pasti
langkah pergerakan ini, tetapi itu cara yang relatif
cepat dari pada cara-cara yang lain. Biarkanlah hari
196

esok yang akan menilai siapa yang lebih cepat


menegakan sistem Islami. (Izzatul Ikhwan)

197

Serial 15
Evaluasi atas
Lokalitas Gerakan KAMMI
Saya termasuk didalamnya, menyepakati
KAMMI harus diset dilevel lokal. Diakhir tahun 2004
setelah pemilu itu, kita membuat starting pointnya
melalui seminar. Lalu semuanya berlanjut melalui
pokja-pokja dan aktualisasi gerakan dengan isu lokal.
Saya jadi ingat, DM III di Semarang tahun kemarin ,
saya mempresentasikan makalah saya gerakan
intelektual yang transformatif. Berulang-ulang saya
meyakinkan peserta dan panitia, transformatif disini
artinya KAMMI harus tanggap dengan lingkungan riil
terdekatnya. Hari ini saya masih konsisten, diskusi
pekanan KAMMI di radio di Solo semuanya masalah
kedaerahan, hampir tidak menyebut masalah elitis.
Ketua Gema Pembebasan, anak mudanya
Hizbut
Tahrir
pada
kesempatan
muhibah
mengingatkan KAMMI. Ikhwah ini khawatir kalau porsi
perhatian gerakan KAMMI melulu lokal, maka KAMMI
lemah dijaringan internalnya, bahkan bisa tidak solid,
lanjut beliau justru inilah yang dinginkan oleh
pengambil kebijakan di pusat, agar struktural
gerakannya mahasiswa pecah. Saya menjawabnya
lugas saja; saya adalah orang kedua yang khawatir juga
198

terhadap yang disampaikannya, kita berpotensi untuk


tidak solid secara struktural pusat-daerah. Cuma, batin
saya, tentu saja Gema Pembebasan tidak terlalu
sepakat dengan aktualisasi gerakan lokal, karena
prinsip gerakannya mengharuskannya mengangkat isuisu elitis yang sentris diaras nasional. Seorang aktivis
kiri belum lama ini berkesempatan diskusi dengan
saya, dia mengkomentari trend gerakan KAMMI yang
berbasis riset dan diplomasi. Maksud saya dia
mengingatkan KAMMI, dia mengatakan jangan berpikir
pengambil kebijakan akan menerima kacamata
intelektual KAMMI melalui hearing, audiensi, negosiasi
dll. Banyak pelajaran yang sudah-sudah bahwa tidak
seberapa besar efektivitas upaya diplomasi tersebut.
Lanjut dia, jangan-jangan ini akan memperkuat negara.
Yang terjadi adalah tujuan KAMMI tidak tercapai, tapi
KAMMI sudah terlanjur terjebak dalam akomodasi dan
legitimasi
pengambilan
kebijakan.
Terhadap
komentarnya saya jadi ingat, keputusan pjs walikota
Anwar Cholil yang mengambil kebijakan hutang 10
Milyar ke BPD Jateng untuk menutupi defisit APBD solo
18 Milyar. Kebijakan itu tetap jalan begitu saja.
Teorinya kita hafal; menutup defisit jangan dengan
hutang! Tapi, pengambil kebijakan berdalih lain.
Terakhir saya berbicara dalam Training Orientasi Partai
(TOP) di Kampus. Kita berbicara tentang gerakan
mahasiswa. Saya secara tenang mengatakan;
janganlah kita terlalu ekspektatif (berharap) bahwa
gerakan mahasiswa, siapapun itu akan mudah
mengubah kebijakan, mulailah untuk menyadari,
bahwa kita sedang berhadapan dengan sistem yang
199

predatorik yang unsur-unsur didalamnya saling


interkonektif (berhubungan). Kita sedang menghadapi
makhluk-makhluk predatorik yang mereka fokus
dengan pekerjaan korupsi dan manipulasinya. Mereka
punya
jam
kerja
untuk
terus
menerus
melipatgandakan kerja korupsinya. Sementara kita,
tidak sedang fokus dan berprofesi di politik praktis.
Status kemahasiswaan kita tidak lama, kapasitas kerja
kita juga terbatas. Terbatas, contoh saja, tidak ada
pengalaman gerakan mahasiswa berani dan cakap
memperkarakan kasus secara ligitasi (hukum). Kita
hanya bermain dijargon. Tetapi itupun jangan
disalahkan, itu cukup bagi gerakan mahasiswa. Belum
sempurna memang. Dalam satu kesempatan ada
pembaiatan oleh KAMDA Solo terhadap anggota
yang dilatarbelakangi KAMMI bervisi kedaerahan
sedang membutuhkan kader-kader yang siap dan
konsekuen fokus pada spesifikasi gerakan di daerah.
Satu persatu ditanya kesiapannya, giliran saya lugas
saja saya menjawab saya tidak siap fokus full time di
gerakan daerah. Dalam setiap kepahlawanan ada yang
namanya keterbatasan, demikian akhwat kastrat
mengingatkan. Saya tidak mengatakan saya ini
pahlawan. Tapi keterbatasan adalah keniscayaan bagi
saya, terbatas karena saya terlalu pagi mengakhiri
status mahasiswa saya. Saya takut jangan-jangan
terbatas lagi, karena tidak lama saya harus
mempensiunkan diri dari gerakan mahasiswa. Saya jadi
ingat Imran Rosadi, lebih dekat lagi Fathoni. Mereka
yang memiliki keterbatasan kepahlawanan. Harus
pensiun dini dari KAMMI, meskipun saya sendiri tahu
200

mereka telah berkontribusi. Belum sempurna


memang. Aji Kurnia Dermawan, Ketum KAMMI UNS
Solo (Izzatul Ikhwan)

201

Serial 16
Saya Ingin Menyambutnya
Dengan Istimewa
Tanggal 15-19 Agustus kemarin, mahasiswa
baru (maru) datang pertama kali untuk mengikuti
masa registrasi. Bagi semua pihak ini penting, bagi
maru sendiri ini berkaitan dengan masalah
administrasi kemahasiswaannya. Pihak lain yang
berkepentingan dengan masa tiga hari ini adalah
organisasi mahasiswa, yang mengambil kesempatan ini
untuk aktivitas pelayanan, pencitraan, dan perekrutan
anggota. Aktivitas ini telah berlangsung hampir setiap
tahun sejalan dengan tanggungjawab masing-masing
organisasi mahasiswa dalam mengarahkan maru.
Untuk menjembati aktivitas ini maka hampir
semua
organisasi
mahasiswa
menggunakan
pendekatan persuasif dan edukatif. Pendekatan yang
persuasif dirasa lebih efektif dengan cara melayani
kebutuhan maru terutama pada masalah-masalah
teknis dilapangan. Organisasi mahasiswa harus mampu
menjadi fasilitator yang baik dalam hal pelayanan dan
akses informasi. Pendekatan yang edukatif dilakukan
dengan
cara
memberikan
stimulan-stimulan
pendidikan keorganisasiaan bahkan pendidikan politik
secara umum kepada maru. Disamping itu organisasi
mahasiswa harus menggunakan metode komunikasi
202

massa yang baik sehingga pesannya dapat diterima


sebagai kebutuhan bagi maru. Metode komunikasi
masa ini dilakukan salah satunya dengan memberikan
akses informasi dan data secara cuma-cuma yang
menunjang kepentingan akademik maru. Hanya saja,
tidak semuanya berpikiran demikian. Waktu itu saya
mendengar kabar, ada kelompok mahasiswa yang
ingin menyambut maru dengan aksi soal pendidikan.
Mereka tergabung dalam AMPP, Aliansi
Mahasiswa Peduli Pendidikan. Sebenarnya KAMMI
terlibat didalamnya, yap awalnya. Cuman belakangan
kita non aktif karena tidak pas untuk agenda
dakwah. Yap, kita pakai fiqh muwazanah.
Kemaslahatan. Hanya saja sampai akhir-akhir, kita
masih kerap dihubungi untuk melanjutkan aliansi,
mungkin karena legitimasi kita dirasa kuat bagi
akseptabilitas (ketertrimaan) publik, masa kita banyak,
dan kualitas jelas sangat baik. Akhirnya saya
mengambil
inisiatif,
mengumpulkan
gerakan
mahasiswa Islam, semuanya hadir dan berakhir
dengan kesepakatan tidak akan memainkan isu selama
sambut maru nanti, dan tidak ada aksi kecuali hanya
sekedar layanan dan pendekatan edukatif seputar
keorganisasiaan. Pasca pertemuan gerakan Islam yang
difasilitatori KAMMI itu, kawan-kawan dari kiri kembali
mengumpulkan elemen AMPP tadi minus KAMMI.
Setelah hari H sambut maru, IMM dan PMII
yang dulu bersepakat untuk tidak aksi dan tidak
mainkan isu, malah berbalik arah seratus 180 derajat,
hari itu mereka aksi isu pendidikan dihadapan maru,
203

meskipun tidak seberapa efektif. Sedikit jumlahnya,


dan tak sampai pesannnya. Ada yang menarik ternyata
HMI tidak terlibat didalamnya, malamnya saya
bertemu salah satu pimpinan HMI, dari dia saya jadi
tahu bahwa HMI tak mau aksi atau memainkan isu
pada saat itu karena momentumnya kurang pas.
Jawabannya pendek dan lugas, dan saya sendiri mudah
sekali memahaminya, karena begitu juga cara berpikir
kita. Ditempat yang berbeda KAMMI dengan percaya
dirinya tampil dengan stand layanannya. Menyebarkan
kader di segenap titik untuk membantu secara cumacuma maru. Saya terlibat langsung dilapangan.
Terlambat memang persiapan kita. Tapi dimenit-menit
terakhir justru dinamikanya baik. Malam menjelang
sambut maru, puluhan ikhwan KAMMI berkumpul
rame-rame mendirikan stand. Tidak mudah. Karena
kita harus membuatnya lebih besar untuk menampung
akhwat sekalian. Selesai pekerjaan ini pukul 13.00 dini
hari. Saya memperhatikan wajah-wajah mereka.
Antusiasme dan kerja keras yang besar untuk
memberikan yang terbaik untuk maru. Esok harinya
semuanya berjalan cukup baik. KAMMI tampil dengan
caranya, ditempat lain orasi pendidikan berkoar-koar
menganggu konsentrasi maru. KAMMI menyadari hal
lain yang penting pada masa tiga hari kemarin adalah
usaha pencitraan kampus sebagai lingkungan
akademik. Lingkungan akademik dimanifestasikan
dalam aktivitas belajar secara umum, belajar yang
menyangkut disiplin ilmunya sampai belajar yang
berkitan dengan pengembangan dirinya melalui

204

organisasi-organisasi kemahasiswaan. Kampus harus


tercitrakan dengan integritas moral-intelektualnya.
Melalui masa tiga hari ini, organisasi mahasiswa
juga berkepentingan untuk menawarkan ruang
aktualisasi alternatif melalui sarananya masing-masing.
Ruang aktualisasi alternatif itu terkait dengan
pengembangan diri maru dalam hal politik, minatbakat, kerohaniaan dll. Secara demikian penting dan
relevan bagi KAMMI sendiri dan juga organisasi
mahasiswa islam pada umumnya terus mengarahkan
maru kepada main stream Revitalisasi Integritas
moral-intelektual Mahasiswa. aji kurnia dermawan.
Ketum KAMMI UNS Solo (Izzatul Ikhwan)

205

Serial 17
Think Slow Move Slow
akhwat KAMMI Solo
Berada ditengah-tengah (jangan difahami lain)
akhwat KAMMI di Solo memang serba salah. Saya
merasakannya sejak petama kali bergabung di Kastrat
pada awal-awal kuliah, pun sampai sekarang.
Sebenarnya banyak kelemahannya, cuman yang paling
saya rasakan adalah mereka kerap think slow move
slow. Loadingnya lama. Terutama pas kita diskusi pasti
harus menunggu untuk menyamakan frekuensi.
Tolong dimaklumi akh, penerimaan akhwat kan
berbeda demikian nasehat salah satu diantaranya. Itu
pas diskusi. Apalagi pas sesi tanya jawab, diam seribu
bahasa. Tiap kali demikian, selalu saya menarik nafas
panjang dan mencoba tetap berpikiran positip. Belum
lama ini saya berkesempatan menjadi co trainer Cipto
Utomo dari Motivasindo Persada Jakarta dalam sebuah
Leadership Menegerial Training tingkat Joglosemar.
Saya berpartner dengan dua co trainer akhwat.
Usianya lebih dewasa dari saya. Pikirannya cepat, pun
gerakannya. Dia gak mau kompromi dengan kesalahan,
semuanya harus perfect. Karena dia jadi komandan
disiplin, suaranya tegas dan perangainya keras. Pun
dikelas. Mungkin ini satu-satunya akhwat, ya satusatunya ketika dia memberanikan diri mengisi training
206

didepan kelas, posisi akhwat yang ditabukan karena


tidak syari. Dalam satu kesempatan ngobrol dibreak
acara, dia berpesan tolong jangan suruh akhwat lain
di Solo seperti saya, cukup saya saja. Solo emang
belum siap Saya tidak sedang membenarkan, atau
menyalahkan, tapi inilah sisi lain yang mencoba
dibangun.
Sisi lain adalah tentang sebuah cerita, akhwat
yang menabrak tiang listrik hanya gara-gara over
menundukan pandangan pas berpapasan dengan
ikhwan. Nervous atau apa ya? Cerita lain seorang akh
mengadu kepada saya, kenapa sih kalo akhwat
ketemu ikhwan kok membuang muka bahkan
cemberut, gak boleh to sekedar menyapa Saya tahu
persis soal ini, semuanya terpulang ke masing-masing.
Kalau si Ikhwan cukup mengganggu pandangan, ya
sudah tiarap aja tuh mata. Pun sebaliknya. Nursanita
Nasution, Yoyoh Yusroh. Ya bukankah mereka inspirasi
buat akhwat KAMMI. Coba jawab, sejak KAMMI berdiri
98, mana tokoh akhwat KAMMI yang kaliber nasional,
minimal sekaliber fahri hamzah atau mantan ketua
senat UI rama pratama. Melihat masalah ini, kabarnya
KAMMI Pusat tengah membentuk departemen
kemuslimahan di KAMMI. Bagi saya semuanya
terpulang kepada akhwat-akhwat sendiri. Apa sulitnya
percaya diri, berani dan tangguh. Siapa yang mau
ditokohkan sebagai muslimah-muslimah pemimpin
masa depan KAMMI? Pasti diam lagi, tak ada jawaban.
Ya sudah mohon dimaklumi (sekali lagi). Aji Kurnia
Dermawan, Ketua KAMMI UNS Solo (Izzatul Ikhwan)
207

Penyusun
Eko Susanto

208

Biografi singkat penulis


Imran rosyadi
Evie fitria
Aji kurnia Dermawan (izzatul ikhwan)

209

Daftar pustaka
www.kammi.or.id
www.kammisuka.multiply.com

210

Anda mungkin juga menyukai