Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diihat dari segi bahasa, maka “filsafat” berasal dari kata Arab yang berasal
dari bhahasa yunani kuno “philosophia” yang merupakan kata
majemuk. Philo berarti suka atau cinta, dan Sophia berarti kebijaksanaan. Jadi arti
menurit namanya saja: cinta kepada.kebijaksanaan. Menurut sejarah filsafat, istlah
“philosophi” pertama sekali dipergunakan sekolah Socrates, kemudian
platomenamakan suatu ilmu pengetahuantentang kegiatan jiwa manusia.
Guna memahami maksud dan tujuan serta lingkaran pembahasan filsafat,
maka tidak hanya diperlukan makna filsafat menurut bahasa(logat), melainkan
lebih dari pada itu diperlukan pengertian menurut istilah yang diberikan oleh para
ahli yang terkandung jauh lebih luas dibandingkan dengan arti menurut arti
bahasa. Percakapan antara Herodates dan Thucydides (yunani) membayangkan
makna filsafat menurut alam pikiran yunani yakni sebagai berikut: “perasaan cinta
kepada ilmu kebijjaksanaan dengan keinginan untuk memperoleh kepandaian atau
ilmu kebijaksanaan itu”

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Ketuhanan?
2. Apa yang dimaksud dengan Filsafat India?
3. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Tiongkok?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang arti Filsafat Ketuhanan
2. Mengetahui tentang arti Filsafat India
3. Mengetahui tentang arti Filsafat Tiongkok

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal
budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut
agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan
pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah
pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang
dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau
mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia
untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.
Berikut adalah pemikiran dan pendapat beberapa tokoh filsafat tentang Tuhan :
1. Ludwig Wittgenstein
Tuhan adalah dzat transedental yang eksistensi-Nya melampaui seluruh matra
materi duniawi, Dia adalah mystic yang tidak pernah dapat diekspresikan dengan
bahasa duniawi. Namun demikian, percaya akan adanya Tuhan itu berarti
memahami berbagai persoalan makna kehidupan. Beriman kepada Tuhan juga
berarti memandang berbagai fakta duniawi ini bukanlah akhir dari segalanya, dan
beriman kepada Tuhan juga berarti memandang bahwa hidup ini sungguh
mempunyai suatu maksud dan tujuan yang bermakna.1
2. Al-Kindi
Tuhan adalah wujud yang hak. Ia ada dari semula dan ada untuk selama-
lamanya. Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud
lain. Wujudnya tidak berakhir dan tidak ada wujud selain daripada-Nya. Tidak
berserikat Dia. Mustahil Ia tidak ada.2
Sementara dalam versi lain, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan
asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tiada ada. Ia selalu ada
dan akan selalu ada. Oleh karenanya Tuhan adalah wujud sempurna yang yang

1 Win Ushuluddin Bernadien, Ludwig Wittgenstein : pemikiran ketuhanan & implikasinya


terhadap kehidupan keagamaan di era modern (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
2 Sidi Gazalba, Sistematika filsafat : pengantar kepada dunia filsafat, teori pengetahuan,
metafisika, teori nilai (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), 326.

2
tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud
kecuali dengan-Nya.
3. Al-Farabi
Tuhan Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa sebab suatu
sebab, karena kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab
tergantung kepada-Nya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang paling dulu
adanya. Karena itu Tuhan adalah zat yang azali (tanpa permulaan) dan yang selalu
ada. Zatnya itu sendiri sudah cukup menjadi sebab bagi keabadian wujud-Nya.
Wujud-Nya tidak terdiri dari hule (matter ; benda) dan form (shurah), yaitu dua
bagian yang terdapat pada makhluk. Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara
tersebut, tentunya akan terdapat susunan (bagian-bagian) pada Zat-Nya.3
4. Aristoteles
Tuhan sebagai ‘Aktualitas Abadi’ yang menyebabkan perubahan dan
merupakan ‘Aktualitas Murni’ (Actus Purus) bukan benda material, karena jika
penggerak pertama sebagai benda material berarti dia sebagai subjek yang
berubah, padahal dia adalah ‘Penyebab Awal’ yang tidak terciptakan dan bersifat
abadi.4

B. Filsafat India
India adalah suatu wilayah yang di batasi pegunungan yang terjal. Tidak ada
jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar. Pada zaman kuno, daerah india sulit
dimasuki oleh musuh sehingga penduduknya dapat menikmati kehidupan yang
tenang dan banyak peluang untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan
kerohanian. Filsafat india berkembang dan menjadi satu dengan agama sehingga
pemikiran filsafatnya bersifat religius dan tujuan akhirnya adalah menvari
keselamatan akhirat.5

3 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta :Bulan Bintang, 1990), 77.
4 Win Ushuluddin Bernadien,Op. Cit., hal. 22.
5 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85

3
1. Ciri khas filsafat india
Menurut Rabindranath tagore (1861-1941) filsafat india berpangkal pada
keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia dan alam, harmoni
individu dan kosmos. Harmoni ini harus disadari supaya dunia tidak dialammi
sebagai tempat keterasingan sebagai penjara. Orang india bukan belajar
menguasai dunia, tetapi untuk berteman dengan dunia.
Semua filsafat muncul dari pemikiran-pemikiran yang semula bersifat
keagamaan, baik itu filsafat yunani, filsafat china dan filsafat india. Karena
kurang puas akan keterangan-keterangan yang diberikan agama, atau karena
sebab-sebab lainnya akal manusia mulai dipakai untuk memberi jawaban atas
segala persoalan yang dihadapinya.
Di Barat, sekalipun semula filsafat tumbuh dari perkembangan agama, namun
lama-kelamaan filsafat memisahkan diri dari agama dan berdiri sendiri sebagai
kekuatan rohani, yang sering bahkan bertentangan dengan agama. Akan tetapi,
tidak demikian keadaan filsafat india. Filsafat itu tidak pernah berkembang sendiri
dari agama, serta menjadi suatu kekuatan yang berdiri sendiri. Di india, filsafat
senantiasa bersifat religius. Tujuan terakhir bagi filsafat adalah keselamatan
manusia di akhirat.6
2. Periodisasi filsafat india
Filsafat india terbagi menjadi lima zaman berikut ini:
a. Zaman weda (1500-600 SM)
Dikatakan zaman Weda karena sumber banih pemikiran filsafat berasal dari
kitab-kitab Weda, yang terdiri dari samhita, brahmana, arayanka, dan upanisad.
Samhita memuat rigweda ( berisi pujian), samaweda( nyanyian-nyanyian), yajur
veda(mantra-mantra), antharwaveda( berisi uraian dan doa-doa). Zaman ini diisi
oleh beradaban bangsa arya. pada saat itu baru muncul benih pemikirn filsafat
yang berupa mantra-mantra, pujian keagamaan yang terdapat dalam sastra
Brahmana dan Upanishad.7
b. Zaman wiracarita (600-200 SM)

6 Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:167


7 Opcit, hal: 86

4
Zaman ini diisi oleh perkembangan sisitem pemikiran filsafat yang
berupa Upanishad. Ide pemikiran filsafat tersebut muncul berupa tulisan-tulisan
tentang kepahlawanan dan tentang hubungan antara manusia dengan dewa.
c. Zaman sastra sustra (200 SM -1400 SM)
Zaman ini diisi oleh semakin banyaknya bahan-bahan pemikiran filsafat
(sutra), ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh seperti sankara, ramamuja, madhwa,
dan lainnya.
d. Zaman kemunduran (1400 – 1800 M)
Zaman ini diisi dengan pemikiran filsafat yang mandul karena para ahli pikir
hanya menirukan pemikirn filsafat yang lampau. Timbulnya keadaan ini
disebabkan oleh pertemuan antara kebudayaan barat dengan pemikiran india
sehingga menimbulkan reakasi hebat dari para pemikir india.
e. Zaman pembaharuan (1800 -1950 M)
Zaman ini diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat india. Pelapornya adalah
Ram Mohan Ray, seorang pembaru yang mendapatkan pendidikan di barat.8
3. Kesamaan dalam ajaran di Filsafat India
Filsafat India di dalam perjalanannya disepanjang zaman, sekalipun terdapat
banyak perbedaan disana-sini, namun pada pokoknya menampakkan suatu
kesamaan. Kesamaan itu ternyata bahwa filsafat india bukan hanya bermaksud
untuk memuaskan orang-orang yang gemar akan pikiran yang spekulatif saja,
melainkan terlebih-lebih bermaksud untuk membawa orang kepada
pengrealisasian cita-cita yang tertinggi di dalam agama dan hidup. Harun
Hariwijono (1985) menyebutkan kesamaan itu ada dalam empat ajaran yaitu
sebagai berikut:
a. Ajaran Tentang Kenyataan Yang Tertinggi
Seberapa system-sistem yang mengajarkan hal ini, semua mengemukakan
bahwa kenyataan yang tertinggi adalah Zat yang Mutlak, dalam arti filsafati,
artinya bahwa kenyataan yang tertinggi itu bebas dari segala sebutan ( tidak dapat
dikatakan bagaimana) dan bebas dari segala hubungan (tidak memiliki hubungan
apapun, karena memang tidak ada hubungan yang lain).

8 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85-86

5
b. Ajaran Tentang Jiwa
Kecuali sistem yang tidak mengakui adanya Tuhan, dapat dikatakan bahwa
semua sistem mengajarkan bahwa karena emanasi, jiwa manusia sebagai sebagian
dari Zat yang Mutlak, atau bahwa jiwa adalah Zat yang mutlak itu selengkapnya.
Jiwa adalah bagian yang tetap dari manusia, bagian yang murni dan yang tidak
tercela, yang berada di samping ego yang lebih rendah atau disamping alat- alat
batiniah, dengannya manusia berhubungan dengan dunia luar.
c. Ajaran Tentang Karma
Segala sistem filsafat india mengajarkan bahwa segala perbuatan manusia,
yang baik maupun yang jahat, meninggalkan bekas-bekasnya pada manusia, yang
tinggal sebagai daya terpendam, yang kemudian akan menghasilkan
kesusahan.jiwa manusia berada di dalam samsara, yaitu perputaran jantera hidup.
Oleh karena itu, dunia yang tampak beraneka ragamnya ini, baik itu di pandang
sebagai khayalan maupun hal yang nyata , mewujudkan suatu godaan yang besar
bagi kehidupan manusia.
d. Ajaran Tentang Kelepasan
Jikalau ajaran tentang karma dan samsara memberikan sikap hidup yang
pesimistis, maka ajarannya tentang kelepasan memberikan harapan yang optimis
kepada hari depan manusia. Sebab ajaran tentang kelepasan itu memberi
keyakinan, bahwa perputaran jantera hidup, yaitu perputara karma dengan buah-
buahnya, ada akhirnya. Padahal akhir itu tidak pelu dicari jauh-jauh. Sebab akhir
itu telah berada di dalam diri manusia sendiri.segala perbuatan yang di dorong
oleh emosi-emosi membawa akibatnya, membawa karmanya.9

C. Filsafat Tiongkok
Banyak aspek yang melatarbelakangi pemikiran filsafat tiongkok, seperti
aspek-aspek geografi, ekonomi, sikap terhadap alam, sistem kekerabatan dan
lainnya. Tiongkok adalah suatu negeri daratan yang luas sekali, tidak pernah
melihat lautan. Dalam tradisi tiongkok, jenis pekerjaan yang mendapat tempat
terhormat adalah menuntut ilmu( belajar) dan mengolah tanah (bertani). Jenis

9 Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:169-170

6
pekerjaan ini akan mempengaruhi sikap mereka terhadap alam dan pandangan
hidupnya.
Akar atau sumber alam pikiran rakyat tiongkok adalah Taoisme dan
Confucianisme. Taoisme adalah pandangan hidup yang menitik beratkan pada
hal-hal yang sifatnya naturalistic yang berada dalam diri manusia. Sementara itu,
Confucianisme adalah suatu pandangan hidup yang menitik beratkan pada
organisasi sosial dan menekankan kepada tanggung jawab manusia terhadap
masyarakat.10
Jika dibandingkan dengan filsafat barat dan india, filsafat cina lebih
antroposentris dan pragmatis. Filsafat cina dibagi dalam empat periode, yakni:
zaman kuno, zaman pembauran, zaman neo-konfusianisme, dan zaman modern.
1. Zaman kuno
Zaman ini ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat klasik antara lain:
a. Konfusianisme- Ju Chia
Yaitu suatu aliran yang terdiri atas ornag-orang terpelajar yang mempunyai
keahlian dibidang kitab-kitab klasik. Titik berat ajaran aliran ini dibidang etika.
Etika konfusianisme didasarkan pada kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan akan
kebahagiaan hidup.
b. Taoisme: Tao te Chia
Yaitu suata mazhab yang terdiri atas orang-orang yang terpelajar atau
mengalami kekecewakan karena keadaan Negara pada waktu itu mengalami
kemunduran. Pokok-pokok ajaran dari tao te chia terutama mengenai metafisika
dan filsafat sosial. Mazhab ini mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan
manusia harus hidup dengan wu wei yang artinya tidak berbuat apa-apa,
nonaction yaitu tidak berbuat apa-apa yang bertentangan dengan alam. Sesuai
dengan ajaran ini maka manusia yang berbahagia menurut aliran taoisme adalah
mereka yang hidup dekat dengan alam.

10 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 92-93

7
c. Mazhab Yin Yang
Yaitu suatu mazhab yang dipelajari oleh orang-orang yang pada mulanya
mempunyai kedudukan penting dalam istana. Mereka itu ahli nujum dan ilmu
perbintangan kemudian mereka menawarkan keahliannya kepada masyrakat.
d. Mohisme atau Mo Chia
Yaitu suatu aliran yang terdiri atas kelompok kaum kesatria yang telah
kehilangan kedudukannya, mereka menawarkan keahliannya dibidang peperangan
kepada penguasa baru.

e. Dialektisisme: Ming Chia


Yaitu aliran dialektisi juga dikenal dengan sebutan mazhab nama-nama.
Aliran ini dipelopori oleh orang-orang yang ahli dalam bidang debat dan pidato.
Mereka menyalurkan kepandaiaanya kepada rakyat.
f. Legalisme: Fa Chia
Yaitu suatu aliran yang dipelopori oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
pemerintahan. ,mereka menawarkan kepandaiannya kepada para pengusaha di
berbagai daerah. Fa Chia mengajarkan bahwa pemerintahan yang baik harus
didasarkan pada kitab undang-undang yang tetap dan tidak didasarkan pada
pendapat orang-orang yang berilmu, baik dalam bidang pemerintahan maupun
bidang moral. Menurut pandangannya bahwa setiap manusia itu jahat oleh karena
itu harus diperlakukan dengan kekerasan dan hukum yang ketat agar
tidakmelakukan pelanggaran.
2. Zaman Pembauran
Zaman ini ditandai dengan masuknya budisme dari india yang kemudian
berkembang peesat di cina dan memberikan warna baru bagi pemikiran
kefilsafatan di cina. Budisme sendiri banyak berbaur dengan alam pemikiran
filsafat cina sehingga kemudian melahirkan aliran baru dalam budisme cina yang
diberi nama Ch’an Budhisme atau Ch’anisme.
3. Zaman Neo-Konfusianisme
Zaman ini ditandai dengan adanya gerakan untuk kembaki kepada ajaran-
ajaran konfusius yng asli.

8
4. Zaman Modern
Pada zaman ini sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang
berasal dari china, hal ini karena banyaknya padre-padri yang masuk kedaratan
china.11

11 Ibid, hal: 164-166

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran para tokoh filsafat tentang Tuhan disampaikan antara lain oleh
Ludwig Wittgenstein, Al-Kindi, Al-Farabi, dan Aristoteles. Masing-masing
mengemukakan pendapatnya tentang Tuhan.
Dalam filsafat ketuhanan muncul pula berbagai istilah-istilah mengenai
ketuhanan, diantaranya : Teodise, Theisma, Henotheism, Ketuhanan Maha Tiga
(Trinitheisma), dan Monotheisma Murni.
Sifat dan Hakikat Tuhan dalam islam telah tercantum dalam Al-Quran, selain
itu salah satu filsuf, Al-Farabi mengemukakan teori wujud yang terbagi menjadi
dua, yaitu wajibul wujud lidzatihi dan wajibul wujud lighairihi. Sifat Tuhan juga
dijelaskan dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu tauhid.
Segala ilmu berasal dari Allah. Termasuk ilmu filsafat. Ilmu filsafat
mempunyai hubungan dengan Tuhan karena Tuhan termasuk salah satu objek
yang dikaji dalam bab metafisika. Salah satu fungsi filsafat dalam Ketuhanan
adalah sebagai analisis konseptual.
Dari uraian diatas dapat simpulkan bahwa Filsafat india terbagi menjadi lima
zaman berikut ini:
a. Zaman weda (1500-600 SM)
b. Zaman wiracarita (600-200 SM)
c. Zaman sastra sustra (200 SM -1400 SM)
d. Zaman kemunduran (1400 – 1800 M)
e. Zaman pembaharuan (1800 -1950 M
Adapun Kesamaan dalam ajaran di Filsafat India, menurut Harun Hariwijono
(1985) ada dalam empat ajaran yaitu sebagai berikut: Ajaran tentang kenyataan
yang tertinggi, Ajaran tentang jiwa, Ajaran tentang karma, Ajaran tentang
kelepasan.
Pada filsafat Tiongkok dibagi dalam empat periode, yakni: zaman kuno,
zaman pembauran, zaman neo-konfusianisme, dan zaman modern. Perbandingan
antara Filsafat Barat, India dan Tiongkok, pada pemikiran Cina lebih antropologis

10
dan pragmatis Ketika kebudayaan yunani masih berpendapat bahwa manusia dan
dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta (Moira), dan ketika kebudayaan
India masih mengejar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi
yangterus menerus, maka di cina sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat
menentukan nasib dan tujuannya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bernadien, Win Ushuluddin.2004.Ludwig Wittgenstein : Pemikiran


Ketuhanan dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Keagamaan di Era Modern.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Gazalba, Sidi. 1977. Sistematika Filsafat, pengantar kepada: dunia


filsafat, teori pengetahuan, metafisika, teori nilai. Bulan Bintang: Jakarta.

http://yunika2896.blogspot.com/2015/06/filsafat-india-dan-tiongkok.html
https://pgmickudus.blogspot.com/2014/09/makalah-filsafat-ketuhanan.html

12

Anda mungkin juga menyukai