Anda di halaman 1dari 2

Filsafat India mengacu pada tradisi filsafat kuno di subbenua india.

Aliran-aliran filsafat utama


diklasifikasikan dalam ortodoks atau heterodoks (astika atau nastika) tergantung pada satu dari tiga
kriteria pilihan: aliran itu percaya pada weda sebagai sumber pengetahuan yang valid atau tidak;
aliran itu percaya pada premis brahman dan atman atau tidak; dan aliran itu percaya pada kehidupan
setelah kematian dan dewa dewa atau tidak. Terminologi ortodoks-heterodoks ini adalah suatu
susunan dari bahasa Barat, dan tidak memiliki dasar keilmuan dalam bahasa sansekerta Menurut
Andrew Nicholson, ada beragam terjemahan heresiologis dari astika dan nastika dalam literatur abad
ke-20 mengenai filsafat India, tapi cukup banyak yang sederhana dan lemah.
Aliran-aliran utama filsafat India diformalkan terutama antara tahun 1000 SM hingga awal abad-abad
era umum. Persaingan dan integrasi di antara berbagai aliran meningkat dalam tahun-tahun
pembentukan mereka, khususnya antara tahun 800 SM dan 200 M.

Dalam tradisi India, benih-benih pemikiran filsafat telah bermula jauh sebelum masehi,
bahkan sebelum buddha, namun dokumentasi-dokumentasi dan manuskrip-manuskrip sejarah
yang dapat dijadikan literatur primer sangat minim, sehingga upaya-upaya penulisannya pun
kurang diminati disatu sisi dan pasang surut disisi lain.[7]
Menurut Radhakrishnan memberikan tujuh ciri-ciri filsafat India:
1) Motif spiritual, ini mendasari seluruh filsafat India maupun kehidupan masyarakat kevuali
aliran Carvaka. Itulah sebabnya penghayatan agama sangat erat kaitannya dengan filosofis
filsafat India.
2) Sikap introspektif dan pendekatan introspektif terhadap realitas, filsafat dipahami
sebagai pengetahuan akan diri. Psikologi dan etika dianggap lebih penting daripada ilmu
pengetahuan alam.
3) Mengakui hubungan erat antara hidup dan filsafat. Filsafat merupakan usaha untuk
mencari kebenaran yang dapat membebaskan manusia, tapi kebenaran tersebut diakui sebagai
satu-satunya petunjuk untuk kehidupan.
4) Idealis.
5) Memberikan peran sentral terhadap intuisi. Hanya intuisi mampu menyingkap kebenaran
tertinggi. Bukan berati peran akal ditolak, pengetahuan intelektual tidak mencukupi. Kata yang
tepat untuk filsafat adalah Darsana, berasal dari kata drs yang berarti melihat, mengalami
secara intuitif. Akal mampu menunjukan kebenaran tetapi tak mampu mencapainya.
6) Mengakui otoritas. Para filsuf India selalu memperhitungkan tradisi yang diajarkan para guru
Upanisad, Budha, atau Mahavira. Ini berpengaruh pada metode filsafat yang dimulai dengan
stravana (mendengarkan)
7) Tendensi untuk mendekati berbagai aspek pengalaman dan realitas dengan pendekatan
sintesis. Beranggapan bahwa agama yang benar mencakup semua agama.tuhan itu menurut
mereka satu, hanya saja disebut manusia dengan berbagai nama. Agama dan filsafat,
pengetahuan dan tindakan, intuisi dan pemikiran, tuhan dan manusia, diletakan dalam harmoni.
Dengan demikian menyebabkan semua sistem dapat hidup dalam harmoni dan toleransi. Itulah
sebabnya filsafat tidak bisa dijauhkan dengan agama.
Ciri khas filsafat India
Filsafat India berpangkal pada keyakinan bahwa ada sesuatu yang fundamental antara
manusia dan alam, harmoni antar individu dan kosmos. Harmoni ini harus disadari supaya
dunia tidak dialami sebagai tempat keterasingan atau sebagai penjara. Orang India bukan
belajar untuk menguasai dunia, tetapi untuk berteman dengan dunia.
Dalam buku Surajiyo dalam bukunya berjudul Ilmu Filsafat Suau Pengantar dikatakan
bahwa semua filsafat muncul dari pemikiran-pemikiran yang semula bersifat keagamaan, baik
itu filsafat Yunani, maupun filsafat Cina dan Filsafat india. Karena kurang puas akan
keterangan-keterangan yang diberikan agama, atau karena sebab-sebab lainnya akal manusia
mulai dipakai untuk memberi jawaban atas segala persolanan yang dihadapinya.
Di Barat, sekalipun semua filsafat tumbuh dari perkembangan agama, namun lama
kelamaan filsafat memisahkan diri dari agama dan berdiri sendiri sebagai kekuatan rohani,
yang sering bahkan bertetangan dengan agama. Akan teteapi, tidak dengan keaadan filsafat
India. Filsafat itu tidak pernah berkembang sendiri lepas dari agama, serta menjadi suatu
kekuatan yang berdiri sendiri. Di India, filsafat senantiasa bersifat religius. Tujuan akhir bagi
filsafat adalah keselamatan manusia di akhirat.
Menurut Harun Hadiwijoyo (1985), pertumbuhan filsafat India keluar dari agama itu
meliputi suatu proses yang sangat pelan-pelan. Jikalau zaman Upanisad pada umumnya
dipandang sebagai saat kelahiran sang bayi filsafat India maka bayi sudah ada di dalam
kandungan sang ibu “Agama Hindu” selama lebih dari sepuluh abad. Di dalam waktu yang
sekian lamanya itu “embrio filsafat India” berkembang sehingga akhirnya lahir sebagai filsafat
India, sekalipun setelah kelahirannya filsafat India tidak pernah melepaskan diri dari pelukan
sang ibu “Agama Hindu”.[8]

Anda mungkin juga menyukai