FILSAFAT AGAMA
Dosen Pengampu :
Di Susun Oleh :
Kelompok 16
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,yang mana Limpahan
nikmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan
judul “EKSISTENSIALISME” yang telah disusun dengan baik meskipun jauh dari
kesempurnaan.
Sholawat bertangkaikan salam marilah sama-sama kita hadiahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, semoga dengan memperbanyak bersholawat kepadanya,dan melaksanakan
segala sunnah-sunnahnya kita termasukummatnyayangmendapatsyafaatdihariakhirkelak.
Dalam penulisan makalah ini,tidak lepas dari hambatan dan kesulitan. Namun Berkat bimbingan,
bantuan, nasehat, dan juga saran. Maka Alhamdulillah kami Dapat menyelesaikan makalah ini.
Wassalamu'alaikumWr.Wb
Penulis
DAFTAR ISI
A .Kesimpulan ............................................................................................................ 6
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976).
Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda
fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal
dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk
menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena
pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard
menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang
autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Nitzsche
(1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana
caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Bagaimana pengertian eksistensialisme.
2. Bagaimana sejarah munculnya eksistensialisme
3. Mengetahui para tokoh-tokoh aliran eksistensialisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Eksistensialisme
Pengertian eksistensialisme memang tidak mudah dirumuskan. Ini karena ketika ada definisi
berarti adanya pembatasan. Kaum eksistensialis sendiri belum menemukan kesepakatan
mengenai apa makna dari eksistensi itu sendiri. Namun, setidaknya dalam kesempatan ini ada
beberapa referensi tentang definisi eksistensi1
Istilah Eksistensialisme berasal dari kata latin “ eksistere” yakni “ex” yang berarti “keluar” dan
“sitere” yang berarti membuat, berdiri. Sehingga eksistensi berarti ”apa yang ada”, “apa saja
yang dialami”, “apa yang memiliki kualitas”. Secara singkatnya, eksistensi menekankan akan
keberadaan.
Definisi lain menyatakan bahwa, Eksistensi berasal dari eks artinya keluar, sintesi artinya berdiri.
Tidak jauh berbeda dengan definisi awal, eksistnsi di sini berarti berdiri sebagai diri sendiri.
Menurut Heideggard “Das wesen des daseins liegh in seiner Existenz” , da-sein adalah tersusun
dari dad an sein. “da” disana. Sein berarti berada. Dengan demikian manusia sadar dengan
tempat atau keberadaannya. Ini definisi dari eksistensi.2
Eksistensialisme adalah aliran filosofis yang berasal dari abad ke-19 dan berlangsung hingga
pertengahan abad ke-20, serta gerakan sastra yang dihasilkan di dalamnya. Para pemikirnya
menentang filsafat tradisional karena mereka menganggap bahwa titik awal dari latihan filosofis
adalah pengalaman individu dan subyektif (fenomenologis) dari dunia.
Bagi para eksistensialis, pemikiran moral dan ilmiah tidak cukup untuk memahami keberadaan
manusia. Jadi diperlukan kategori baru, yang mereka coba bangun, dan yang diatur oleh standar
keaslian. Baik Denmark Søren Kierkegaard (1813-1855) dan Jerman Friedrich Nietzsche (1844-
1900) secara khusus mencoba meletakkan dasar bagi filosofi eksistensialis yang akan datang.
Eksistensialisme yang berkembang pada abad ke 20 di Perancis dan Jerman, bukan sebagai
akibat langsung dari suatu keadaan tertentu, tetapi lebih disebabkan oleh respon yang dialami
secara mendalam atas runtuhnya berbagai tatanan di dunia Barat yang sebelumnya dianggap
stabil. Meletusnya perang dunia pertama telah menghancurkan keyakinan atas keberlanjutan
kemajuan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan. Kemudian dengan melemahnya banyak
struktur eksternal kekuasaan, seperti struktur ekonomi, politik serta kekuasaan pada saat itu yang
1
Fuad Hasan, Kita dan Kami (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 8
2
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre,(Yogyakarta : Pusaka Pelajar, 2002).
sudah kehilangan legetimasinya, dan kuasa atas individu jadi terasa sudah tidak lagi ditolerir
karena ditentang dan dianggap tidak memiliki peran yang berarti, dan pada saat itu manusia
perorangan hanya bisa tunduk pada kekuasaan internal atas dirinya sendiri. Kondisi seperti itu
telah mengantarkan para eksistensialis kembali pada diri manusia sebagai pusat filsafat yang
sejati dan sebagai satu-satunya kekuasaan yang berlegitimasi.3
Aliran ini lebih menekankan perhatiannya pada subyek, bukan pada obyek, hal ini tentu saja
berbeda dengan fenomenologi yang lebih menekankan hubungan subyek dan obyek pengetahuan
dengan intensionalitasnya, maupun dengan filsafat bahasa yang lebih menyoroti obyek.
Namun, tidak pernah ada kesepakatan umum mengenai definisi yang ketat dari istilah ini, dan
dalam banyak kasus digunakan untuk mengumpulkan karya para filsuf ini dari perspektif
anumerta, retrospektif. Dengan kata lain, itu bukan sekolah filsafat yang homogen atau
terstruktur.
Sila utama eksistensialisme berkaitan dengan fakta bahwa keberadaan manusia mendahului
esensinya (karena itu namanya), bahwa realitas mendahului pemikiran dan keinginan manusia
untuk kecerdasan. Dari perspektif ini, individu benar-benar bebas dan bertanggung jawab atas
tindakan mereka, dan mereka membutuhkan etika asing untuk sistem kepercayaan apa pun di
luar tanggung jawab individu.
C. Tokoh-tokoh Eksistensialisme
1. Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Saat itu, ayahnya sedang
berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Awal ia belajar tentang teologi adalah ketika ia masuk
universitas Kopenhagen. Ia membuat gebrakan dengan menentang keras pemikiran Hegel, yang
kala itu sedang mendominasi universitasnya. Ia juga sempat merasa absurd dengan agama. Ia
ingin bebas dari aturan agama. Itulah masa krisisnya. Namun, akhirnya ia kembali ke lingkungan
aturan agama. Bahkan, ia menjadi Pastor Lutheran.
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris dari seorang keluarga
cendekiawan. Namun, sewaktu masih kecil, Sartre ditinggal mati oleh Ayahnya. Hingga ia
dibesarkan oleh ibu dan kakeknya. Hasil didikan dari kakeknya lah yang paling mempengaruhi
pemikiran Sartre kedepannya. Sartre benar-benar dipaksa untuk belajar ilmu pengetahuan serta
mengembangkan bakatnya semaksimal mungkin.4
Eksistensi manusia diidentikan dengan pilihannya, dengan kebebasan dan keputusannya. Karena
tanggung jawab menyeluruh dalam kebebasan ini, eksistensi banyak digambarkan dengan istilah-
istilah rasa takut, kesedian yang mendalam dan diabaikan.
3. Albert Camus
Seperti halnya Kierkegaard dan Sartre, Camus sangat dipengaruhi pemikiran mengenai
absurditas.5 Pertama; ada ketidakmampuan memahami dunia. Camus adalah seorang ateis dan
sangat percaya bahwa tidak ada penjelasan final mengenai dunia. Camus nampaknya juga
menginginkan sebuah kepuasan akan kesempurnaan. Namun, ia tak kunjung mendapatkannya.
Penjelasan-penjelasan yang ia dapat hanya bersifat parsial. Martin Haidegger
4. Martin Haidegger
Bahwa Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala
sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-
benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia
karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan
dan tujuan mereka.
a. Menurut metafisika: (hakekat kenyataan) pribadi manusia tak sempurna, dapat diperbaiki
melalui penyadaran diri dengan menerapkan prinsip & standar pengembangan ke
pribadian
b. Epistimologi: (hakekat pengetahuan), data-internal–pribadi, acuannya kebebasan individu
memilih
c. Logika: (hakekat penalaran), mencari pemahaman tentang kebutuhan & dorongan
internal melaui analis & introfeksi diri
4
Dagun, Filsafat Eksistensialisme, 94.
5
Abraham Sagi, Albert Camus And Philosophy of the Absurd (New York : Amsterdam, 2002), 45.
d. Aksiologi (hakekat nilai), Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas
untuk dipilih-diambil
e. Etika (hakekat kebaikan), tuntutan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang
lain
f. Estetika (hakekat keindahan), keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang
oleh dirinya
Tujuan hidup menyempurnakan diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu,
mencari kesempurnaan hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://alfykdr.blogspot.com/2013/07/filsafat-pendidikan-eksistensialisme.html
http://www.slideshare.net/elcepurwandarie/eksistensialisme
Johanes Laba. Humanisme Eksistensial Kierkegaard, dalam Majalah Filsafat STF Driyarkara, Th
XXXI No. 4/1994/1995.
Kaufmann (ed)., 1956, Existentialism from Dostoevsky to Sartre. New York: World Publishing.