Anda di halaman 1dari 9

EMPIRISME

1. Pengertian Empirisme
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan
experience.Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία(empeiria) dan dari
kata experietia yang berarti ―berpengalaman dalam‖,―berkenalan dengan, ―terampil
untuk. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di
ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai
suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan
di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan
hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman
manusia.Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu: pertama, Pandangan bahwa semua ide
atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang
dialami. kedua, Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan
bukan akal atau rasio.ketiga, semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada
data inderawi. keempat, Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan
secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika
dan matematika). Kelima, akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan
tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera
kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari
pengalaman. Keenam, Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa
pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan berdasarkan akar katanya
Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara
keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di
antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman,
pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal. Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari
pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat
kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun
bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan
mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk
benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin. Kaum empiris
memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat
pengalaman. seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan halitu
kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh
pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di kamar
mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat sampai
kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat harimau
tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan
mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut jika dia atau
orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat harimau
itu dengan mata kepalanya sendiri.
Penganut empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang
merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian dipahami di dalam otak, dan akibat dari
rangsangan tersebut terbentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek telah
merangsang alat-alat indrawi tersebut. Empirisme memegang peranan yang amat penting
bagi pengetahuan. Penganut aliran ini menganggap pengalaman sebagi satu-satunya
sumber dan dasar ilmu pengetahuan. Pengalaman indrawi sering dianggap sebagai
pengadilan yang tertinggi (Ratna Puspitasari, 2012, p.28)
Namun demikian, aliran ini banyak memiliki kelemahan karena (1) indra sifatnya
terbatas, (2) indra sering menipu, (3) objek juga menipu, seperti ilusi/fatamorgana, dan
(4) indra dan sekaligus objeknya. Jadi, kelemahan empirisme ini karena keterbatasan
indra manusia sehingga muncullah aliran rasionalisme, (Setia budhi wilarjo, p.03)
2. Karakter Empirisisme
Secara lebih detail, paham empirisisme dapat diindikasikan oleh pemikiran sebagai
berikut (Sudaryono, 2001):
1. Dunia merupakan suatu keseluruhan sebab akibat.
2. Perkembangan akal ditentukan oleh perkembangan pengalaman empiris (sensual).
3. Sumber pengetahuan adalah kebenaran yang nyata (empiris)
4. Pengetahuan datang dari pengalaman (rasio pasif waktu pertama kali pengetahuan
didapatkan)
5. Akal tidak melahirkan pengtahuan dari dirinya sendiri
6. Mengajukan kritik terhadap rasionalisme yang dianggap tidak membawa kemajuan
apapun.
7. Asas filsafatnya bersifat praktis (bermanfaat)
8. Awal digunakannya prosedur ilmiah dalam penemuan pengetahuan, karena
sesungguhnya hakikat ilmu pengetahuan itu adalah pengamatan, percobaan, penyusunan
fakta, dan penarikan hukum- hukum umum.
9. Metoda yang dipakai adalah metode induktif.
Sementara menurut Honer dan Hunt (1985), aspek-aspek empirisisme adalah:
1. adanya perbedaan antara yang mengetahui (subjek) dan yang diketahui (objek).
Terdapat alam nyata yang terdiri dari fakta atau objek yang dapat ditangkap oleh
seseorang.
2. kebenaran atau pengujian kebenaran dari objek tersebut didasarkan pada pengalaman
manusia. Bagi kaum empiris, pernyataan tentang ada atau tidaknya sesuatu harus
memenuhi persyaratan pengujian publik.
3. adanya prinsip keteraturan. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan
bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah
laku benda-benda yang sama pada saat ini, apa yang akan terjadi pada objek tersebut di
masa depan akan bisa diprediksikan.
4. adanya prinsip keserupaan, berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan
pengalaman adalah identik atau sama, maka ada jaminan untuk membuat kesimpulan
yang bersifat umum tentang hal itu. Jika kita mengetahui bahwa sebuah rumah dengan
desain tertentu berhawa nyaman, maka rumah lain yang desainnya serupa dengan rumah
yang pertama kita
yakini juga memiliki penghawaan yang nyaman. Makin banyak pengalaman kita tentang
desain rumah, makin banyak juga pengetahuan yang bisa diperoleh tentang rumah itu
sendiri (Sativa, 2011, p.117).
3. Sejarah perkembangan empirisme
Empirisme merupakan salah satu aliran filsafat yang berkembang pada zaman
pencerahan, yang berlangsung pada abad ke-17 dan abad ke-18. Periode ini mencakup
dua peristiwa penting yaitu The Glorious Revolution di inggris dan revolusi prancis tahun
1789. Semua filsuf yang hidup pada zaman ini dapat dikatakan terlibat dalam proses
pencerahan. Istilah pencerahan digunakan karena manusia mulai mencari cahaya baru
dalam rasionya. Menurut Kahn, isitilah pencerahan yang dimaksudkan bahwa manusia
terlepas dari sikap tidak dewasa akibat kesalahannya sendiri. kesalahan itu terletak dalam
keenganannya untuk menggunakannya. Orang-orang lebih suka berpaut pada otoritas
lain diluar dirinya. (Zubaedi, 2007)
Di zaman ini para pemikir sangat yakin bahwa umat manusia dapat mencapai
kesempurnaan dan kebahagiaan di dunia ini sehingga manusia tidak perlu menunggu-
nunggu rahmat atau kehidupan akhirat sebagaiman yang diajarkan oleh agama Kristen.
Kebahagiaan itu sekarang tidak sekedar dinantikan, melainkan diwujudkan dalam
kehidupan material dan untuk itu orang-orang menyandarkan diri pada kekuatan rasio.
Menurut pandangan zaman ini, rasio merupakan tenaga baru yang menggantikan iman
kepercayaan, rasio tidak hanya membawa kebenaran tetapi juga membawa kebahagiaan
bagi kehidupan manusia. (Zubaedi, 2007)
Istilah empirisisme sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu en (di dalam dan peira
(suatu percobaan). Dari makna awal itu kemudian empirisisme diartikan sebagai suatu
cara menemukan pengetahuan berdasarkan pengamatan dan percobaan (Nasoetion,
1988). Suatu pernyataan dianggap benar apabila isi yang dikandungnya memiliki
manifestasi empiris, yaitu perwuju dan nyata di dalam pengalaman. Atau dengan kata
lain, pengalaman inderawi dianggap menjadi sumber utama pengetahuan atau kebenaran.
Di dalam perjalanannya, aliran ini tercatat mempunyai akselerasi perkembangan yang
pesat pada abad ke-17 dan 18 khususnya di dataran Inggris dan sekitarnya. Pemicu
perkembangan empirisisme yang meluas itu adalah karena ada kekecewaan, khususnya
di kalangan pemikir, terhadap aliran rasionalisme yang memang telah berkembang
terlebih dahulu. Beberapa kritikan yang ditujukan atas rasionalisme adalah (Honer dan
Hunt,1985):
1. pengetahuan rasional dibentuk oleh ide yang abstrak – tidak dapat dilihat atau diraba,
sehingga belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan keyakinan yang sama.
Bahkan di kalangan tokoh rasionalis sendiri terdapat perbedaan yang nyata mengenai
kebenaran dasar yang menjadi landasan dalam menalar.
2. banyak kalangan yang menemukan kesukaran dalam menerapkan konsep rasional ke
dalam masalah kehidupan yang praktis, karena paham ini cenderung meragukan bahkan
menyangkal sahnya pengalaman inderawi untuk memperoleh pengetahuan.
3. rasionalisme dianggap gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan
pengetahuan manusia selama ini. Banyak ide yang tampaknya sudah mapan pada satu
waktu bisa berubah drastis pada waktu yang lain, misalnya ide tentang sistem tatasurya.
Kritik-kritik yang muncul semacam di atas itulah yang kemudian mendorong beberapa
pemikir pada masa itu untuk ‘berpaling’ dan menyuburkan kembali paham empirisisme
yang sempat surut pada masa sebelumnya. Para tokoh empirisisme tersebut (dikenal juga
sebagai kaum empiris), menolak kebenaran berdasarkan pengetahuan yang mengabaikan
pengalaman sekarang atau pengalaman yang akan datang. Mereka juga menyangkal
pengetahuan yang berdasarkan intuisi atau pengetahuan bawaan. Menurut kaum empiris
ini, pengetahuan yang paling jelas dan sempurna adalah pencerapan inderawi yang
berarti tidak hanya melihat, meraba, mendengar atau mencium, tetapi juga semacam
indera batin (daya ingat, kesadaran). Mereka berpendapat bahwa akal budi hanyalah
memadukan pengalaman-pengalaman inderawi (Sativa, 2011, p.116)
4. Tokoh-tokoh empirisme
Seperti juga pada Rasionalisme, maka pada Empirisme pun terdapat banyak tokoh
pendukungnya yang tidak kalah populernya. Tokoh-tokoh dimaksud di antarnya adalah
David Hume, John Locke dan Bishop berkley (Ratna puspitasari, 2012, p.30).
a. John Locke (1632-1704)
Locke dilahirkan di Wrington di kota Somerset tahun 1632 di Bristol Inggris dan
wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran.
Orang tuanya adalah penganut Puritan. Ayahnya adalah seorang tuan tanah kecil dan
pengacara yang berperang di parlemen pada waktu perang sipil. Locke belajar di
Oxford di mana ia memperoleh gelar BA dan M.A. Ia kemudian belajar ilmu
kedokteran dan pada tahun 1667 menjadi sekretaris dan dokter pribadi Earl
Shaftesbury pertama, yang memimpin partai Whig. Selama menduduki jabatan
sebagai Lord Chancellor, Locke menduduki beberapa jabatan publik penting yang
memberinya pengalaman dan penglihatan langsung pada realitas dan jalannya politik.
Gangguan kesehatannya membuatnya pindah ke Perancis selama empat tahun, dan
waktu luangnya memberinya kesempatan untuk mengembangkan pandangan-
pandangan filsafatnya sendiri. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran.
Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu Essay Concerning Human
Understanding, terbit tahun 1600; Letters on Tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan
Two Treatises on Government, terbit tahun 1690. Berikut ini adalah karya-karya John
Locke: 1. Two Treatises of Government, berisi tentang politik, terbit sebanyak 2 kali.
a. Buku pertama berisikan penolakan terhadap hak ketuhanan Filmier b. Buku kedua
berisikan ide-ide Locke sendiri yang konstruktif tentang watak negara dan
kekuasaannya. Buku Two Treatises of Government sering disebut sebagai bibel
liberalisme modern. Buku ini ditulis untuk mempertahankan penyelesaian
revolusioner, atau sebagai mana yang telah dikemukakan oleh Lock : ―Untuk
membangun tahta bagi pembantu kita, Raja William, untuk mendukung
kedudukannya melalui persetujuan rakyat‖ 2. Essax Concerning Human
Understanding (1689) Buku ini ditulis berdasarkan satu premis, yaitu semua
pengetahuan datang dari pengalaman. Di buku ini Locke menolak ide-ide bawaan.
Dia berkata: ―Marilah kita andaikan jiwa itu laksana kertas kosong, tidak berisi apa-
apa, juga tidak ada idea di dalamnya. Bagaimana ia berisi sesuatu? Untuk menjawab
pertanyaan ini saya hanya mengatakan : dari pengalaman, di dalamnya seluruh
pengetahuan di dapat dan dari sana seluruh pengetahuan berasal” (Ratna puspitasari,
2012, p.23)
b. Francis Bacon de Verulam (1561 -1626)
Perintis empirisisme di abad pertengahan ini mengatakan bahwa pengetahuan akan
maju jika menggunakan cara kerja yang baik, yaitu melalui pengamatan,
pemeriksaan, percobaan, pengaturan dan penyusunan. (Sativa, 2011, p.117)
c. Thomas Hobes (1588-1679)
Berpandangan lebih jelas, yaitu bahwa pengalaman adalah permulaan, dasar segala
pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lebih dari perhitungan, penggabungan data
inderawi dengan cara berbeda-beda. (Sativa, 2011, p.117)
d. George Berkeley (1685-1753).
seorang filsuf Irlandia yang mengungkapkan “idealisme pengamatan”, artinya segala
pengetahuan manusia didasarkan atas pengamatan. Karena pengamatan itu selalu
bersifat konkret, maka anggapan umum sama sekali tidak ada. Dunia luar tergantung
sepenuhnya pada pengamatan subjek yang mengamati. Berkeley terkenal dengan
ungkapannya “esse est percipi”, sesuatu ada karena diamati. (Sativa, 2011, p.117)
e. David Hume (1711 -1776)
pencetus empirisisme radikal, yang juga dianggap sebagai puncak empirisisme.
Hume sangat kritis terhadap masalah pengenalan dan pengetahuan manusia, sehingga
ia sampai pada kesimpulan yang menolak substansi dan kausalitas (setiap perubahan
karena sesuatu). (Sativa, 2011, p.117)
5. Aplikasi empirisme dalam dunia keperawatan
Teori yang berfokus total terhadap lingkungan dikemukakan melalui dukungan
beberapa ahli teori keperawatan yaitu Nightingale, Levine, Rogers, Roy, Neuman, dan
Johnson yang memandang bahwa lingkungan merupakan kondisi eksternal sebagai
sumber ventilasi, kehangatan, kebisingan, dan pencahayaan dimana perawat dapat
mengatur dan memanipulasinya dalam rangka membantu klien memulihkan diri.
Dengan demikian, kegiatan keperawatan meliputi antara lain menciptakan lingkungan
yang memungkinkan terjadinya penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien. Teori
ini juga menekankan bahwa keperawatan seyogyanya berperan aktif dalam
memfasilitasi interaksi antara individu dan lingkungannya melalui upaya menciptakan
lingkungan fisik yang kondusif agar kondisi kesehatan dapat tercapai. Selain itu,
berperan aktif melalui hubungan interaksi klien dan lingkungan yang tidak
terpisahkan dan amat ekstensif (komplementer, helisi, dan resonansi). Juga, melalui
upaya mempertahankan dan meningkatkan kemampuan proses adaptasi klien terhadap
berbagai stimulus. Disamping itu, melalui kemampuan meningkatkan sistem terbuka
klien secara intrapersonal, interpersonal, dan ekstrapersonal, dan memfasilitasi sistem
perilaku yang positif rnelalui peningkatan fungsi - fungsi interrelasi dan
interdependensi subsistem yang terdapat dalam setiap individu.
a. Watson
Keperawatan adalah filosofi dalam usaha merawat untuk memberi definisi hasil
tindakan keperawatan dengan memperhatikan aspek humanistic dalam
kehidupan.Tindakan keperawatan diarahkan pada pemeliharaan hubungan timbal
balik dalam kesehatan. Sakit dan perilaku. Perawat berkonsentrasi pada peningkatan
kesehatan, mempertahankan kesehatan dalam pencegahan penyakit.Model Jean
Watson ini bentuk proses perawatannya menolong klien untuk mencapai atau
memelihara kesehatan atau mati dengan tenang. Tindakan berhubungan dengan
proses perawatan manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dalam memberikan
tindakan perawatan megenai perilaku manusia dan respon menusia untuk
menentukan masalah yang nyata atau potensial kebutuhan klien.Perawatan diberikan
secara langsung terhadap orang sakit atau sehat, kelompok, keluarga dan
masyarakat. Perawatan menggunakan proses untuk melakukan rencana perawatan.
Perawatan meliputi hubungan interpersonal yang berkelanjutan, hubungan perawat
hubungan yang dekat dengan klien (Kusnadi, 2014, p. 36)
b. Adaptasi (Roy)

Menurut Roy keperawatan adalah sebagai ilmu pengetahuan melalui proses analisa
dan tindakan yang berhubungan untuk merawat klien yang sakit atau yang kurang
sehat.Sebagai ilmu pengetahuan keperawatan metode yang digunakan adalah
terapeutik, scientik dan knowledge dalam memberikan pelayanan yang esensial untuk
meningkatkan dan mempengaruhi derajat kesehatan. Dimana lingkungan berpengaruh
terhadap perkembangan manusia, pengaruh lingkungan bisa mendukung atau
mengganggu kesehatan. (Kusnadi, 2014, p.49).
The Roy’s Adaptation Model, menjelaskan 4 (empat) elemen essensial dalam model
adaptasi keperawatan yaitu: manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Roy
menjelaskan bahwa manusia memiliki sistem adaptasi terhadap berbagai stimulus atau
stressor yang masuk. Mekanisme koping merupakan proses penterjemahan stimulus
dengan dua subsystem yaitu sub systemcognator dan sub system regulator. Hasil dari
proses adaptasi akan menghasilkan respon adaptive atau maladaptive. Secara spesifik
Roy menyebutkan dengan istilah “manusia sebagai system adaptive”. Asuhan
keperawatan dengan penerapan teori Roy melalui metode prosses keperawatan
merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari. (Kusnadi, 2014, p.69)
c. Model konseptual
Model konseptual tersusun dari ide-ide (konsep-konsep) abstrak dan umum, dan
proposisi yang menspesifikasi hubungan diantara keduanya. Model konseptual amat
penting sebagai landasan perkembangan disiplin keperawatan. Tetapi, perbedaan antara
skema yang abstrak dan teori substansi sering membingungkan profesi keperawatan itu
sendiri. Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau
skema yang menerangkan tentang serangkaian idea-idea global tentang keterlibatan
individu, kelompok, situasi, atau kejadian, terhadap suatu ilmu dan pengembangannya.
Fenomena ini diklasifikasikan menjadi konsep, terdiri dari kata – kata yang mengandung
citra mental dari sesuatu yang akan dijelaskan. Konsep bisa berupa idea abstrak (seperti
adaptasi, ekuilibrium) atau idea konkrit (misalnya bangku atau papan tulis). Karena itu,
model konseptual dapat dijabarkan sebagai serangkaian konsep dan asumsi yang
berintegrasi menjadi suatu gambaran yang berrnakna.
Model konseptual keperawatan menguraikan situasi yang terjadi dalam suatu lingkungan
atau stressor yang mengakibatkan seseorang individu berupaya menciptakan perubahan
yang adaptif dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Model konseptual
keperawatan mencerminkan upaya menolong orang tersebut mempertahankan
keseimbangan melalui pengembangan mekanisme koping yang positif untuk rnengatasi
stressor ini. Melalui penjelasan tentang fenomena ini dan keterkaitan antara istilah
umum dan abstrak maka model konseptual mencerminkan langkah pertama.
mengembangkan formulasi teoritis yang diperlukan untuk kegiatan ilmiah. Model
konseptual sering tersusun sebagai hasil dari pendalaman intuitif seorang ilmuwan
terutarna terjadi dalam lingkup keilmuan disiplin terkait. Sintesis yang terjadi dalam
pengembangan skema konseptual baru sering mengakibatkan suatu hasil yang unik untuk
lingkup keilmuan tersebut.
Model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena ilmu
keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu manusia sebagai pribadi yang utuh dan
unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukan hanya merupakan surnber awal
masalah tetapi juga merupakan sumber pendukung bagi individu. Kesehatan merupakan
konsep ketiga dimana konsep ini menjelaskan tentang kisaran sehat-sakit yang hanya
dapat terputus ketika seseorang meninggal. Konsep keempat adalah keperawatan
sebagai komponen penting dalam perannya sebagai faktor penentu pulihnya atau
meningkatnya keseimbangan kehidupan seseorang (klien).
Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, rnasyarakat, dan kelompok lain
termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi cara pandang dan fokus penekanan pada skema
konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada
sistem adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer. Model konseptual
mendefinisikan sehat sebagai kisaran sehat-sakit dari seseorang, dan lingkungan kondusif
untuk pemulihan kesehatan. Model ini juga mengidentifikasi tujuan keperawatan yang
biasanya menterjemahkannya dari definisi sehat yang dimaksud. Dalam konsep
keperawatan juga terlibat suatu penjelasan tentang proses keperawatan dan pola pikir
yang terbentuk dari konsep ini. (Kusnadi, 2014, p.61)

Anda mungkin juga menyukai