Anda di halaman 1dari 8

Empirisme

 Empirisme merupakan salah satu aliran filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengalaman berasal dari manusia.
 Aliran ini berkembang pesat pada masa Rennaisance dirintis oleh filsuf Inggris,
Francis Bacon de Verulam dan kemudian dilanjutkan oleh filsuf John Locke, Geroge
Berkeley, Thomas Hobes, dan David Hume.
Empirisisme muncul pada saat itu sebagai reaksi atas kelemahan paham rasionalisme –
sebuah aliran filsafat yang berkembang lebih dahulu daripada empirisisme, yang
beranggapan bahwa pengetahuan manusia yang sejati hanyalah berasal dari rasio atau
akal semata, sementara pengalaman inderawi hanya dianggap sebagai pengenalan dan
justru sering diabaikan

Sejarah Perkembangan Empirisme

Rasionalisme merupakan paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah
alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan . Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berpikir, alat dalam berpikir adalah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.

 ‘a priori’, yaitu sesuatu berkaitan dengan alasan atau pengetahuan yang berasal dari
deduksi teoritis yang bukan dari pengamatan atau pengalaman. Contoh
mengetahui jika 2+2=4 (penyimpulan tanpa pengalaman) => nalar

 ‘a posteriori’, yaitu yang melibatkan deduksi teori dari fakta dan pengalaman.
Contoh suku bunga mempengaruhi inflasi

 Penganut paham empirisme lebih mengutamakan indranya, dan mencoba mencari


pengetahuan berdasarkan pengalaman.
 Tokoh Empirisme pada zaman Yunani Kuno adalah Demokritos.
 Istilah empirisme berasal dari bahasa Yunani yaitu en (di dalam) dan peira (suatu
percobaan), kemudian empirisme diartikan sebagai suatu cara menemukan
pengetahuan berdasarkan pengamatan dan percobaan.
 Suatu pernyataan dianggap benar apabila isi yang dikandungnya memiliki manifestasi
empiris, yaitu perwujudan nyata di dalam pengalaman. Atau dengan kata lain,
pengalaman inderawi dianggap menjadi sumber utama pengetahuan atau kebenaran.
 Perkembangan pesat empirisme terjadi pada abad ke-17 dan ke-18.
 Di dalam perjalanannya, aliran ini tercatat mempunyai akselerasi perkembangan yang
pesat pada abad ke-17 dan 18 khususnya di dataran Inggris dan sekitarnya. Pemicu
perkembangan empirisisme yang meluas itu adalah karena ada kekecewaan,
khususnya di kalangan pemikir, terhadap aliran rasionalisme yang memang telah
berkembang terlebih dahulu
 Kritikkan terhadap paham rasionalisme:
1. Pengetahuan rasional dibentuk oleh ide yang abstrak – tidak dapat dilihat atau
diraba, sehingga belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan keyakinan
yang sama. Bahkan di kalangan tokoh rasionalis sendiri terdapat perbedaan yang
nyata mengenai kebenaran dasar yang menjadi landasan dalam menalar.
2. Banyak kalangan yang menemukan kesukaran dalam menerapkan konsep rasional
ke dalam masalah kehidupan yang praktis, karena paham ini cenderung
meragukan bahkan menyangkal sahnya pengalaman inderawi untuk memperoleh
pengetahuan.
3. Rasionalisme dianggap gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan
pengetahuan manusia selama ini. Banyak ide yang tampaknya sudah mapan pada
satu waktu bisa berubah drastis pada waktu yang lain, misalnya ide tentang sistem
tatasurya.

 Para kaum empiris menolak pengetahuan yang berdasarkan intuisi, karena


mengandalkan pengalaman.
 Para tokoh empirisisme tersebut (dikenal juga sebagai kaum empiris), menolak
kebenaran berdasarkan pengetahuan yang mengabaikan pengalaman sekarang atau
pengalaman yang akan datang. Mereka juga menyangkal pengetahuan yang
berdasarkan intuisi atau pengetahuan bawaan. Menurut kaum empiris ini,
pengetahuan yang paling jelas dan sempurna adalah pencerapan inderawi yang berarti
tidak hanya melihat, meraba, mendengar atau mencium, tetapi juga semacam indera
batin (daya ingat, kesadaran). Mereka berpendapat bahwa akal budi hanyalah
memadukan pengalaman-pengalaman inderawi (Ensiklopedi Nasional, 1980).
 Menurut kaum empiris, pengetahuan yang paling jelas selain indrawi (melihat,
meraba, mendengar) juga indra batin (daya, ingat, kesadaran).
 Pengalaman memiliki 2 bentuk :
- Inner (mental) experiences, seperti mimpi, berkhayal, varian emosi.
- Sensory experiences, yang berupa pengalaman hasil pengindraan.
 Menurut kaum empiris:
- Sumber pengetahuan harus dicari dalam pengalaman.
- Semua ide gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami
- Pengalaman indrawi satu-satunya pengetahuan
- Akal budi tidak dapat memberikan realitas tanpa acuan pengalaman indrawi.

Tokoh Empirisme dan Pemikirannya

1. Francis Bacon de Verulam (1561 M – 1626 M): perintis empirisisme di abad


pertengahan ini mengatakan bahwa pengetahuan akan maju jika menggunakan cara
kerja yang baik, yaitu melalui pengamatan, pemeriksaan, percobaan, pengaturan dan
penyusunan. Menurut Franccis Bacon bahwa pengetahuan ynag sebenarnya adalah
pengetahuan yang diterima orang melaui persatuan inderawi dengan dunia fakta
2. Thomas Hobes (1588 M – 1679 M): berpandangan lebih jelas, yaitu bahwa
pengalaman adalah permulaan, dasar segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak
lebih dari perhitungan, penggabungan data inderawi dengan cara berbeda-beda. Ada
yang menyebut Hobbes itu menganut sensualisme, karena ia amat mengutamakan
sensus (indra) dalam pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah ia anggap
salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persentuhan dengan
indera (empiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.

3. John Locke (1632 M – 1704 M): menegaskan bahwa pengalaman adalah satusatunya
sumber pengenalan. Akal budi manusia sama sekali tidak dibekali oleh ide bawaan. Akal
manusia bagai sehelai kertas putih kosong yang akan terisi dan ditulisi dengan pengalaman
inderawi. Ia juga membedakan antara pengalaman lahiriah dan batiniah
John Locke berargumen:

 Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak ada,
memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti
ditempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya
kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu dating,
yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita
sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli.
 Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat
disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru dijadikan alasan untuk
mengatakan ia tidak ada.
 Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
 Apa innate itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui
adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate itu ada justru saya jadikan alasan
untuk mengatakan ia tidak ada.
 Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot ide yang innate
itu tidak ada padahal anak normal dan akan “idiot sama-sama berpikir”.

4. George Berkeley (1685 M – 1753 M): seorang filsuf Irlandia yang mengungkapkan
“idealisme pengamatan”, artinya segala pengetahuan manusia didasarkan atas
pengamatan. Karena pengamatan itu selalu bersifat konkret, maka anggapan umum
sama sekali tidak ada. Dunia luar tergantung sepenuhnya pada pengamatan subjek
yang mengamati. Berkeley terkenal dengan ungkapannya “esse est percipi”, sesuatu
ada karena diamati.
5. David Hume (1711 M – 1776 M): pencetus empirisisme radikal, yang juga dianggap
sebagai puncak empirisisme. Hume sangat kritis terhadap masalah pengenalan dan
pengetahuan manusia, sehingga ia sampai pada kesimpulan yang menolak substansi
dan kausalitas (setiap perubahan karena sesuatu). Yang menyebabkan kita mempunyai
pengertian sesuatu yang tetap – substansi – itu tidak lain dari perulangan pengalaman
yang demikian acap kalinya,
6. James Mill (1773 M – 1836 M): pikiran yang rumit tersusun dari pikiran-
pikiran yang sederhana lainnya. Kontribusi yang paling signifikan dari Mill dalam
dunia psikologi adalah Analysis of the Phenomena of the Human Mind. Analisis Mill
terhadap Asosiasi Pada prinsipnya meneruskan Hartley, Mill berusaha untuk
menunjukkan bahwa pikiran hanya terdiri dari sensasi dan akal yang saling berkaitan
satu sama lain secara berdampingan. Mill berpendapat bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi asosiasi: Kejelasan dan frekuensi

 Semakin jelas hubungan antara sensasi dan pikiran, maka bentuk asosiasi tersebut
akan lebih kuat daripada kejelasan sensasi dan pikiran lainnya yang lebih kabur.
 Semakin banyak frekuensi antara pasangan sensasi dan pikiran, maka bentuknya akan
lebih kuat dibandingkan dengan pasangan yang lebih sedikit frekuensinya.
Menyangkut tentang kejelasan, Mill berpendapat bahwa
 Sensasi lebih jelas daripada pikiran.
 Sensasi dan pikiran yang berhubungan dengan kesenangan dan rasa sakit akan lebih
jelas.
 Pikiran yang terbaru akan lebih jelas.

Karakter Empirisme

Menurut Sudaryono (2011), empirisme dapat diindikasikan dengan:

1. Dunia merupakan suatu keseluruhan sebab akibat.

2. Perkembangan akal ditentukan oleh perkembangan pengalaman empiris (sensual).

3. Sumber pengetahuan adalah kebenaran yang nyata (empiris)

4. Pengetahuan datang dari pengalaman (rasio pasif waktu pertama kali pengetahuan
didapatkan)

5. Akal tidak melahirkan pengtahuan dari dirinya sendiri

6. Mengajukan kritik terhadap rasionalisme yang dianggap tidak membawa kemajuan


apapun. 7. Asas filsafatnya bersifat praktis (bermanfaat)

8. Awal digunakannya prosedur ilmiah dalam penemuan pengetahuan, karena sesungguhnya


hakikat ilmu pengetahuan itu adalah pengamatan, percobaan, penyusunan fakta, dan
penarikan hukum- hukum umum.

9. Metoda yang dipakai adalah metode induktif.

Menurut Honer dan Hunt (1985), aspek-aspek empirisme adalah sebagai berikut:

1. Adanya perbedaan antara yang mengetahui (subjek) dan yang diketahui (objek). Terdapat
alam nyata yang terdiri dari fakta atau objek yang dapat ditangkap oleh seseorang.

2. Kebenaran atau pengujian kebenaran dari objek tersebut didasarkan pada pengalaman
manusia. Bagi kaum empiris, pernyataan tentang ada atau tidaknya sesuatu harus memenuhi
persyaratan pengujian publik.

3. Adanya prinsip keteraturan. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan
bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah laku
benda-benda yang sama pada saat ini, apa yang akan terjadi pada objek tersebut di masa
depan akan bisa diprediksikan.
4. Adanya prinsip keserupaan, berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan
pengalaman adalah identik atau sama, maka ada jaminan untuk membuat kesimpulan yang
bersifat umum tentang hal itu. Jika kita mengetahui bahwa sebuah rumah dengan desain
tertentu berhawa nyaman, maka rumah lain yang desainnya serupa dengan rumah yang
pertama kita yakini juga memiliki penghawaan yang nyaman. Makin banyak pengalaman kita
tentang desain rumah, makin banyak juga pengetahuan yang bisa diperoleh tentang rumah itu
sendiri.

Derajat Empirisme.

1. Empirisisme absolut; menganggap bahwa tidak ada a priori, baik dalam konsep
formal maupun kategorikal, juga dalam proposisi. A priori berasal dari bahasa
Latin yang artinya adalah from the former, kebalikan dari posteriori (from the
latter). Beberapa ilmuwan menyebutkan a priori ini sebagai ide bawaan, yang
dimiliki seseorang sebelum ia bersentuhan dengan dunia empiri. Konsep formal
menunjukkan struktur dasar logika dan matematika dalam wacana ilmiah , seperti:
‘tidak’, ‘dan’, ‘jika’, ‘atau’, ‘semua’, ‘beberapa’, atau ‘kesatuan’. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan konsep kategorikal adalah pengelompokan ide atau gagasan
misalnya: ‘tuhan’, ‘penyebab’, ‘pikiran’ atau ‘substansi’. Sementara proposisi
adalah pernyataan atau dalil tentang suatu hal.

2. Empirisisme substantif; empirisisme ini lebih moderat, mengakui bahwa di dalam


konsep formal ada a priori, tetapi tidak mengakui adanya a priori dalam konsep
kategorikal dan proposisi.

3. Empirisisme parsial; mengakui bahwa ada konsep lain selain konsep formal yang
bersifat a priori, dan bahwa kadang-kadang ada proposisi informatif substansial
tentang alam yang tidak empiris.

Sensasionalisme

 Sensasionalisme dan empirisme pada dasarnya memiliki inti yang sama, yaitu semua
pengetahuan datang dari pengalaman manusia itu sendiri. Namun pada
sensasionalime, sensasi diperlukan dalam menjelaskan pengalaman tersebut.
 Sensasionalisme banyak berkembang pada filsuf-filsuf prancis (French
Sensationalism)
 Para filsuf prancis disebut sebagai sensasionalis karena beberapa dari mereka dengan
sengaja menekankan pentingnya sensasi dalam menjelaskan semua pengalaman
dalam keadaan sadar dan karena label itu pula menyediakan cara untuk membedakan
filsuf inggris dan filsuf prancis.
Tokoh- Tokoh Sensasionalisme

 Pierre Gassendi (1592-1655)


 Julien de La Mettrie (1709-1751)
 Etienne Bonnot de Condillac (1714-1780)
 Claude-Adrien Helvetius (1715-1771)

1. Pierre Gassendi (1592-1655)

 Gassendi merupakan filsuf yang hidup pada periode yang sama dengan Descartes dan
Hobbes
 Gassendi bertujuan untuk mengkritik Descartes mengenai pemikirannya yang murni
deduktif (axiomatic) dan filsafat dualistis dan menggantinya dengan ilmu
observasional (induktif) berdasarkan monisme fisik.
 Gassendi berkesimpulan bahwa manusia hanyalah benda dan karena itu dapat
dipelajari dan dipahami seperti apa pun di alam semesta ini.
2. Julien de La Mettrie (1709-1751)

 Seorang dokter asal perancis yang juga menjadi filsuf pada bidang Kesehatan.
 La mettrie banyak merenungkan hubungan antara pikiran dan tubuh yang berujung
pada karyanya yang berjudul The Natural History of the soul (1745), yang
menghasilkan bahwa pikiran dan tubuh memiliki hubungan yang lebih erat
dibandingkan dengan apa yang diasumsikan Descrates.
 La Mettrie juga menulis buku yang dianggap sebagai bukunya paling terkenal yaitu
L'Homme Machine (Man a Machine, 1748). La Mettrie menyimpulkan bahwa
manusia adalah sebuah mesin dengan pernyataan, "kemudian marilah kita
menyimpulkan dengan berani bahwa manusia adalah sebuah mesin, dan bahwa di
seluruh alam semesta hanya ada satu unsur yang dimodifikasi secara berbeda". Satu-
satunya unsur, tentu saja, adalah zat, dan keyakinan ini bahwa setiap hal yang ada,
termasuk manusia, terdiri dari materi dan tidak ada yang lain membuat La Mettrie
menjadi monisme fisik.
3. Étienne Bonnot de Condillac (1714–1780)

 Merupakan seorang pendeta yang beralih menjadi filsuf.


 Berhasil membawa metode John Locke dan teori empirisme dari Inggris ke Perancis.
Teori empirisme mengemukakan bahwa semua pengetahuan datang dari pengalaman,
sementara metode empiris mendukung pengumpulan dan evaluasi data dimana
eksperimentasi ditekankan, dan induksi melalui observasi ditekankan melalui deduksi
dari konstruk teoritis. Condillac menentang beberapa teori, namun ia mengemukakan
analoginya yang terkenal dengan sentient statue, yang menekankan bahwa
keseluruhan kehidupan mental di dapat dari pengalaman sensasi. Intinya, semua
kehidupan mental, termasuk atensi, dapat berasal dari pengalaman sensori yang
kemudian dapat mengembangkan semua proses mental yang dimiliki manusia

4. Claude-Adrien Helvetius (1715-1771)

 Helvetius merupakan seorang penarik pajak yang sukses sebelum dirinya pensiun dan
berteman dengan beberapa pemikir-pemikir eropa.
 Helvatius beberapa kali membuat karya, karya pertamanya yaitu Essays on the Mind
yang berakhir ditolak dan dibakar. Karya keduanya yaitu A Treatise on Man: His
Intellectual Faculties and His Education (1772) dianggap lebih berhasil, bahkan
menggerakkan Jeremy Bentham mengakui apa yang Francis Bacon lakukan untuk kita
mengerti dunia fisik, dan apa yang Helvatius lakukan untuk kita mengerti dunia
moral.
 Helvatius juga berpendapat bahwa apa yang muncul dipikiran kita merupakan apa
yang kita alami. Yang dalam kata lain, apabila kita mengontrol pengalaman kita, kita
dapat mengontrol pikiran kita juga.

1. Latar Belakang

Positivisme merupakan bentuk pemikiran yang menekankan pada aspek faktual pengetahuan,
khususnya pengetahuan ilmiah. Umumnya positivisme menjabarkan pernyataan faktual pada
suatu landasan pencerapan (sensasi). Positivisme muncul pertama kali oleh Saint Simon
(sekitar 1825). Positivisme berakar pada empirisme, prinsip filosofik tentang positivisme
dikembangkan pertama kali oleh empiris Inggris Francis Bacon (sekitar 1600). Tesis
positivisme yaitu bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta - fakta
sejarah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetaahuan. Dengan demikian positivisme
menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek di belakang fakta, menolak segala
penggunaan metode diluar yang digunakan untuk menelaah fakta.

2. Sejarah Positivisme

Positivisme merupakan peruncingan tren pemikiran sejarah barat modern yang telah mulai
menyingsing sejak ambruknya tatanan dunia Abad pertengahan, melalui rasionalisme dan
empirisme. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham ontologi yang menyatakan bahwa
realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws).

Pada abad ke- 18 positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu universal bagi
kehidupan manusia. Dalam pengembangannya ada tiga Positivisme yaitu :

 Positivisme Sosial dimana positivisme sosial merupakan penjabaran lebih jauh dari
kebutuhan masyarakat dan sejarah. Tokoh utama positivisme sosial yaitu Auguste
Comte dan John Stuart Mill.
 Positivisme Evolusioner. Positivisme evolusioner berangkat dari phisika dan biologi.
Digunakan doktrin evolusi biologik.
 Positivisme Kritis
Kemudian pada abad ke- 19 positivisme berkembang dengan dimotori oleh sosiolog Auguste
Comte dengan karyanya yang terdiri dari 6 jilid dengan judul The Course of positive
philosophy (1830 -1842). Positivisme direvisi selama bertahun tahun dan akhirnya berubah
menjadi positivisme logis, filsafat positivistic memiliki dampak besar pada psikologi.

Filsafat positivistik Comte tampil dalam studinya tentang sejarah perkembangan alam fikiran
manusia. Aguste Comte terkenal dengan penjenjangan sejarah perkembangan alam fikir
manusia, yaitu: teologik, metaphisik, dan positif.

3. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan Positivisme
 Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga positifisme mencakup
kedua paham tersebut
 Manusia akan mampu menjelaskan realitas kehidupan tidak secara a spekulatif,
arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan valid.
 Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.
 Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology
ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.
b. Kelemahan Positivisme
 Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar
terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan
 Akibat dari ketidak percayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji
kebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang
nantinya tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka
 Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat
merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu
dinafikan.
 Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat
menemukan pengetahuan yang valid.
 Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang
dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada
panca indera.

Anda mungkin juga menyukai