Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

ALIRAN FILSAFAT EMPIRISME

Dosen Pengampu:

Dr. Wening Sahayu, M.Pd.

Oleh :

Ernis Rahma (18706251030)

Vina Febriyanti Fajrin (18706251025)

PRODI LINGUISTIK TERAPAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Ada orang yang berkata, bahwa orang harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yang disebut
filsafat itu. Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia tahu, bahwa ia berfilsafat?
Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu, akan tetapi sebenarnya
tidak berfilsafat, jadi kelirulah ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu.

Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan
kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, yaitu:
Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo-
Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Namun didalam pembahasan kali ini yang akan dibahas aliran Empirisme (Francius Bacon,
Thomas Hobbes. John lecke David Hume).

Filsafat pada zaman modern lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran
kaum agamawan di zaman skolastik. Salah satu orang yang berjasa dalam membangun landasan
pemikiran baru di dunia barat adalah Rene Descartes. Descartes menawarkan sebuah prosedur
yang disebut keraguan metodis universal dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada
kebingungan yang berkepanjangan, tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran akan eksisitensi
diri yang dia katakan dengan cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Teori pengetahuan
yang dikembangkan Rene Descartes ini dikenal dengan nama rasionalosme karena alur pikir yang
dikemukakan Rene Descartes bermuara kepada kekuatan rasio (akal) manusia. Sebagai reaksi dari
pemikiran rasionalisme Descartes inilah muncul para filosof yang berkembang kemudian yang
bertolak belakang dengan Descartes yang menganggap bahwa pengetahuan itu bersumber pada
pengalaman. Mereka inilah yang disebut sebagai kaum empirisme, di antaranya yaitu Fransis
Bacon, John Locke, Thomas Hobbes, George Barkeley, dan David Hume. Dalam makalah ini tidak
akan membahas semua tokoh empirisme, akan tetapi akan dibahas empirisme David Hume yang
dianggap sebagai puncak empirisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Empirisme

Empiris dinisbatkan kepada paham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan yang dimaksudkan dengannya ialah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia
maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja. (Juhaya S. Praja, 2010:115)

Penganut empiris berpandandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan


bagi manusia, yang jelas jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki
kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu. Kalaupun menggambarkan sedemikian rupa,
tanpa pengalaman hanyalah khayalan belaka. (Atang & Beni, 2008: 265-266)

Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience.
Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) yang berarti pengalaman
Sementara menurut A.R. Laceyberdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat
yangberpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkankepada
pengalaman yang menggunakan indera.

Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme diambil dari bahasa yunani emperia yang berarti coba-coba atau pengalaman. (Ahmand
Tafsir, 2009:173)

Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada abad pertengahan teori ini diringkas dalam
rumus nihil est intellectu quod non prius fuerit in sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita
selain didahului oleh pengalaman). Sebenarmya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang
terdapat di dalam bukunya ‘an essay concerning human understanding” yang ia keluarkan tatkala
ia menentang ajaran idea bawaan (innate ide) pada orang orang rasionalis. Menurutnya jiwa (mind)
orang yang baru dilahirkan, keadaannya kosong laksana ketas putih atau tabula rasa yang belum
ada tulisan diatasnya, dan setiap idea yang diperolehnya mestilah dating melalui pengalaman; yang
dimaksud dengan pengalaman disini ialah pengalaman indrawi. Atau pengetahuan itu datang dari
observasi yang kita lakukan terhadap jiwa kita sendiri dengan alat yang disebut inner sense
(pengindra dalam)

B. Ajaran-ajaran pokok Empirisme Yaitu:

a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan
pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas
untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.

C. Beberapa Jenis Emperisme

1. Empiris Kritisisme

Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik.


Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan”
pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya,
sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai
kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan).
Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi
secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga
anti metafisik.

2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem
filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:

a) Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan
induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b) Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi
mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c) Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak
mengandung makna.

3. Empiris Radikal

Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap
bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan
melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak
yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa
memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka
mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak
ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk
keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel
certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan
empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda,
dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

Metode filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih
berkembang secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh
metode filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat
digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah,
penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan
kesimpulan.
D. Tokoh-tokoh Empirisme

1. Francis Bacon (1210-1292 M)


Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima
orang melalui persentuhan indrawi dan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan yang sejati. Menurutnya ilmu yang benar adalah yang telah terakumulasi
antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat oleh sentuhan indrawi (Atang & Beni
2008: 267)

2. Thomas Hobbes ( 1588 – 1679 M)


Teori Hobbes:

a. Filsafat materialism

Hobbes merupakan penganut materialism, menurutnya segala sesuatu yang ada itu
bersifat bendawi. Yang dimaksud dengan bendawi adalah segala sesuatu yang tidak
bergantung kepada gagasan kita. Doktrin atau ajarannya menyatakan bahwa segala
kejadian adalah gerak yang berlangsung karena keharusan. Realitas segala yang
bersifat bendawi yaitu yang tidak bergantung kepada gagasan kita, terhisab di dalam
gerak itu. Dengan demikian, pengertian substansi diubah menjadi suatu teori aktualitas.
Segala ojektivitas di dalam dunia luar bersandar kepada suatu proses tanpa pendukung
yang berdiri sendiri. Ruang atau keluasan tidak memiliki “ada” sendiri. Ruang adalah
gagasan tentang hal yang berada itu sendiri. Waktu adalah gagasan tentang gerak.
Berdasarkan pandangannya itulah, ia melahirkan filsafatnya tentang manusia.

b. Manusia

Manusia tidak lebih dari suatu bagian dalam bendawi yang mengelilinginya. Oleh
karena itu, segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia pun dapat diterangkan seperti
cara-cara terjadi pada kejadian alamiah yaitu secara mekanisme. Manusia itu hidup
selama beredar darahnya dan jantungnya masih bekerja, yang disebabkan oleh
pengaruh mekanisme dari hawa atmosfir. Dengan demikian, manusia yang hidup tiada
lain adalah gerak anggota-anggota tubuhnya. (tentu saja, pendapat seperti ini jika
dibandingkan dengan islam amat bertentangan, karena manusia itu –walaupun secara
fisik (mekanisme) telah mati- jiwanya tetap hidup. Bahkan, bagi seorang mukmin,
kematian adalah lanjutan hidup yang kekal dan abadi)

c. Jiwa

Ajaran hobbes tentang jiwa itu pun sejalan dengan ajaran filsafat dasarnya, sehingga
jiwa bagianya merupakan kompleks dari proses proses mekanis di dalam tubuh. Akal
bukanlah pembawaan, melainkan hasil perkembangan karena kerajinan. Ikhtiar adalah
suatu awal gerak yang kecil. Awal gerak yang kecil ini kalau diarahkan untuk menuju
pada sesuatu disebut dengan keingininan yang sama dengan kasih; jika diarahkan untuk
meninggalkan sesuatu disebut keenganan atau keseganan yang sama dengan keinginan
dan keengganan, tetapi hal yang sama dengan itu. Namun demikian, yang terkuat
adalah jika terjadi bentrokan bentrokan. Oleh sebab itu, Hobbes merupakan orang yang
tidak mengakui kehendak bebas.

d. Teori pengenalan

Hobbes beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.


Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan data
indrawi. Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena
pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan
tentang asas asas yang diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.

Pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segala pengamatan yang disimpan di


dalam ingatan dan dibagungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan sesuai
dengan apa yang telah diamati pada masa yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi
karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam
indera kita. Gerak ini diteruskan kepada otak kemudian diteruskan ke jantung. Di dalam
jantung timbullah suatu reaksi, suatu gerak yang berlawanan. Pengamatan yang
sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi. Sasaran yang diamati adalah sifat-sifat
inderawi. Penginderaan disebabkan karena tekanan obyek atau sasaran kualitas dalam
obyek-obyek yang sesuai dengan pengindera an kita bergerak menekan indera kita.
Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar bukan benda di dalam obyek melainkan
di dalam subyeknya. Sifat-sifat inderawi tidak memberi gambaran tentang sebab yang
menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan tidak senang dan segala gejala
jiwani bersandar semata-mata pada aosiasi gambaran-gambaran yang murni bersifat
mekanis.

Hobbes berpendapat bahwa pengalaman indrawi sebagai permulaan segala pengenalan


hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indralah yang merupakan kebenaran.
Pengatahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data data
indrawi belaka.

3. John Locke (1632 – 1704 M)


John Locke1 adalah filosof Inggris, lahir tahun 1632 di Wrington, Somersetshire.
Pengindraan sederhana akan memberikan kita pengetahuan yang sederhana mengenai
sesuatu, kemudian ketika kita terus mengindrainya maka akan terbentuklah pengetahuan
yang utuh mengenai sesuatu itu. Misalnya, waktu kecil kita hanya melihat apel merah,
kemudian kita melihat lagi apel hijau, kemudian kita juga mulai merasa ada apel yang
manis, kecut ataupun asam. Pengetahuan yang menyeluruh itu akhirnya memberikan kita
pengetahuan yang utuh mengenai apel.
John Locke berpendapat bahwa manusia pada saat dilahirkan, akalnya masih merupakan
tabula (kertas putih). Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, kemudian ia memiliki
pengetahuan. Di dalam kertas putih inilah kemudian dicatat hasil pengamatan Indrawinya.
Dalam penelitiannya John Locke menggunakan istilah Sensation dan Reflection. Sensation
(pengalaman lahiriah) adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, Sedangkan
reflection (pengalaman batiniah) pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan
kepada manusia tentang kondisi psikis diri kita sendiri. Tiap-tiap pengetahuan yang
dimiliki manusia terdiri dari Sensation dan reflection. Ttidak ada sesuatu dalam jiwa yang
dibawa sejak lahir, melainkan pengalamanlah yang membentuk jiwa seseorang.
Buku Locke, Essay Concerming Human Understanding (1689) ditulis berdasarkan satu
premis yaitu semua pengetahuan datang dari pengetahuan. Ini berarti tidak ada yang dapat
dijadikan ide untuk konsep tentang sesuatu yang ada dibelakang pengalaman tidak ada ide
yang diturunkan seperti yang diajarkan Plato. Dengan kata lain, Locke menolak adanya
innate ide; adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibeninz, semuanya
ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada.
Beberapa alasan Locke Menolak tidak adanya innate:
a) Dari jalan masuknya pengetahuan kita megetahui bahwa innate itu tidak ada. Memang
agak umum orang bertanggapan bahwa innate itu ada. Seperti yang ditempelkan pada
jiwa manusia dan jiwa membawanya kedunia lain.
b) Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat
disetujui oleh umum tentang innate idea justru disajikan alasan untuk mengatakan ia
tidak ada.
c) Persetujuan umum membuktikan tidak adanya
d) innate idea itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekali juga diakui adanya.
Bukti-bukti yang mengatakan ada innate ide jusrtu saya jadikan alasan untuk
mengatakan ia tidak ada.
e) Tidak juga dicetakan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot, ide yang innate
itu tidak ada padahal anak normal dan anak idiot sama-sama berpikir.

4. George Barkeley (1665 – 1753 M)


Barkeley berpendapat bahwa di dunia ini sama sekali tidak ada substansi material
melainkan hanyalah pengalaman dalam ruh saja. Cotohnya: sebagaimana dalam bioskop,
gambar film yang ada dalam layar putih merupakan benda yang riil dan hidup. Dia
mengakui bahwa dia merupakan suatu substansi ruhani, ia juga mengakui adanya Tuhan,
sebab Tuhanlah yang merupakan asal usul ide ide yang dia lihat. Jika kita mengatakan
bahwa Tuhan menciptakan dunia, yang kita maksud adalah bukan berarti ada suatu dunia
di luar kita, melainkan bahwa Tuhan memberi petunjuk atau mempertunjukan ide ide
kepada kita.
Berkeley mengilustrasikan dengan gambar film yang ada dalam layar putih sebagai benda
yang riil dan hidup. Pengakuannya bahwa “aku” merupakan suatu substansi rohani. Tuhan
adalah asal-usul ide itu ada yang menunjukkan ide-ide pada kita dan Tuhanlah yang
memutarkan film pada batin kita.
5. David Hume ( 1711 – 1776 M)
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang
sama. Ia merupakan seorang agnostik (tidak dapat membuktikan keberadaan dan
ketidakadaan Tuhan). Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat.
Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748
dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Hume berpendirian bahwa hakikat pengetahuan adalah berupa pengalaman. David Home
termasuk dalam aliran empirisme radikal menyatakan, bahwa ide-ide dapat dikembalikan
pada sensasi-sensasi (ransangan indra).
Manusia memiliki dua jenis persepsi, yaitu kesan dan gagasan. Kesan adalah hasil
penindraan kita dan gagasan adalah ingatan kita akan kesan (ingatan akan pengindraan
kita). Jadi gagasan mirip seperti akal, hanya sumbernya murni dari hasil pengindraan. Hasil
pengindraan itu dipotong-potong lalu digabungkan menghasilkan suatu imajinasi. Kita
ernah melihat kambing dan monyet, lalu kita berimajinasi dengan membayangkan monyet
berkepala kambing. Seluruh gagasan yang tidak dapat dilacak oleh indra bukanlah
kebenaran.
Manusia tidak memiliki ego/pikiran yang abadi tetapi pikiran/ego tersebut selalu berubah.
Hume juga mendorong agar filosof seperti anak kecil, memandang alam sebagaimana
adanya, tanpa menambahkan atau melebih-lebihkannya.
Hume juga mendorong agar filosof jangan dengan mudah percaya pada hukum alam tapi
cobalah pikirkan sesuatu yang melawan hukum alam agar pengetahuan terus berkembang.
Misalnya, jangan hanya mempelajari gaya gravitas sebagai hukum alam yang selalu
menjatuhkan benda ke bumi tapi pikirkan lah sesuatu seperti pesawwat yang mampu
melawan hukum gravitasi.
Hume juga mendorong agar filsafat dapat menolak segala jenis tahayyul. Jangan hanya
melihat seseorang kecelekaan setelah menabrak kucing hitam, lalu kita menganggap bahwa
kucing hitam lah penyebab kecelakaan.
Ketika membicarakan etika, Hume tidak menyebutnya dengan akal tapi perasaan. Jadi
penentu etika seseorang adalah perasaannya. Misalnya Nazi yang membunuh jutaan
yahudi. Tidak ada yang salah dengan penalaran dan akal Nazi. Yang salah adalah
perasaannya sehingga membawa mereka tega membantai jutaan orang.

6. Herbert Spencer ( 1820 – 1903 M)


Herbert Spencer berpusat pada teori evolusi. Sembilan tahun sebelum terbitnya karya
Darwin yang terkenal. The Origin of Species (1859 M), Spencer sudah meneribitkan
bukunya tentang teori evolusi. Empirismenya terlihat jelas dalam filsafat tentang the great
unkwable (fenomena-fenomena atau gejala-gejala). Memang besar dibelakang gejala-
gejala itu ada suatu dasar absolute, tetapi yang absolut itu tidak dapat kita kenal. Secara
prinsip pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi antara gejala-gejala. Yang
dibelakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh spenser disebut yang tidak diketahui.

E. Telaah Kritis atas Pemikiran Filsafat Empirisme

Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan


andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr. Ahmad
Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu:

1) Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan
indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
2) Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin.
Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3) Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak
sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat
menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
4) Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi meta)
tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat
memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran
ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya.
Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan
bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk
hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek
tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial.
BAB III

KESIMPULAN

Emperisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin empirisme
merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang
kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari
panca indera manusia.

Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam
kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang
menggabungkan kasus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat
berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus menjadi kasus umum
REFERENSI
Ahmad Tafsir. 2009. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Atang dan Beni. 2008. Filsafat Umum: Dari Mitologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka
Setia Bandung
Juhaya S. Praja. 2010. ALiran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai