Dosen Pengampu:
Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Ada orang yang berkata, bahwa orang harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yang disebut
filsafat itu. Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia tahu, bahwa ia berfilsafat?
Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu, akan tetapi sebenarnya
tidak berfilsafat, jadi kelirulah ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu.
Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan
kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, yaitu:
Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo-
Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Namun didalam pembahasan kali ini yang akan dibahas aliran Empirisme (Francius Bacon,
Thomas Hobbes. John lecke David Hume).
Filsafat pada zaman modern lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran
kaum agamawan di zaman skolastik. Salah satu orang yang berjasa dalam membangun landasan
pemikiran baru di dunia barat adalah Rene Descartes. Descartes menawarkan sebuah prosedur
yang disebut keraguan metodis universal dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada
kebingungan yang berkepanjangan, tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran akan eksisitensi
diri yang dia katakan dengan cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Teori pengetahuan
yang dikembangkan Rene Descartes ini dikenal dengan nama rasionalosme karena alur pikir yang
dikemukakan Rene Descartes bermuara kepada kekuatan rasio (akal) manusia. Sebagai reaksi dari
pemikiran rasionalisme Descartes inilah muncul para filosof yang berkembang kemudian yang
bertolak belakang dengan Descartes yang menganggap bahwa pengetahuan itu bersumber pada
pengalaman. Mereka inilah yang disebut sebagai kaum empirisme, di antaranya yaitu Fransis
Bacon, John Locke, Thomas Hobbes, George Barkeley, dan David Hume. Dalam makalah ini tidak
akan membahas semua tokoh empirisme, akan tetapi akan dibahas empirisme David Hume yang
dianggap sebagai puncak empirisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Empirisme
Empiris dinisbatkan kepada paham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan yang dimaksudkan dengannya ialah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia
maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja. (Juhaya S. Praja, 2010:115)
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience.
Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) yang berarti pengalaman
Sementara menurut A.R. Laceyberdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat
yangberpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkankepada
pengalaman yang menggunakan indera.
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme diambil dari bahasa yunani emperia yang berarti coba-coba atau pengalaman. (Ahmand
Tafsir, 2009:173)
Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada abad pertengahan teori ini diringkas dalam
rumus nihil est intellectu quod non prius fuerit in sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita
selain didahului oleh pengalaman). Sebenarmya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang
terdapat di dalam bukunya ‘an essay concerning human understanding” yang ia keluarkan tatkala
ia menentang ajaran idea bawaan (innate ide) pada orang orang rasionalis. Menurutnya jiwa (mind)
orang yang baru dilahirkan, keadaannya kosong laksana ketas putih atau tabula rasa yang belum
ada tulisan diatasnya, dan setiap idea yang diperolehnya mestilah dating melalui pengalaman; yang
dimaksud dengan pengalaman disini ialah pengalaman indrawi. Atau pengetahuan itu datang dari
observasi yang kita lakukan terhadap jiwa kita sendiri dengan alat yang disebut inner sense
(pengindra dalam)
a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan
pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas
untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.
1. Empiris Kritisisme
2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem
filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
a) Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan
induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b) Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi
mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c) Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak
mengandung makna.
3. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap
bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan
melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak
yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa
memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka
mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak
ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk
keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel
certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan
empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda,
dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
Metode filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih
berkembang secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh
metode filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat
digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah,
penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan
kesimpulan.
D. Tokoh-tokoh Empirisme
a. Filsafat materialism
Hobbes merupakan penganut materialism, menurutnya segala sesuatu yang ada itu
bersifat bendawi. Yang dimaksud dengan bendawi adalah segala sesuatu yang tidak
bergantung kepada gagasan kita. Doktrin atau ajarannya menyatakan bahwa segala
kejadian adalah gerak yang berlangsung karena keharusan. Realitas segala yang
bersifat bendawi yaitu yang tidak bergantung kepada gagasan kita, terhisab di dalam
gerak itu. Dengan demikian, pengertian substansi diubah menjadi suatu teori aktualitas.
Segala ojektivitas di dalam dunia luar bersandar kepada suatu proses tanpa pendukung
yang berdiri sendiri. Ruang atau keluasan tidak memiliki “ada” sendiri. Ruang adalah
gagasan tentang hal yang berada itu sendiri. Waktu adalah gagasan tentang gerak.
Berdasarkan pandangannya itulah, ia melahirkan filsafatnya tentang manusia.
b. Manusia
Manusia tidak lebih dari suatu bagian dalam bendawi yang mengelilinginya. Oleh
karena itu, segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia pun dapat diterangkan seperti
cara-cara terjadi pada kejadian alamiah yaitu secara mekanisme. Manusia itu hidup
selama beredar darahnya dan jantungnya masih bekerja, yang disebabkan oleh
pengaruh mekanisme dari hawa atmosfir. Dengan demikian, manusia yang hidup tiada
lain adalah gerak anggota-anggota tubuhnya. (tentu saja, pendapat seperti ini jika
dibandingkan dengan islam amat bertentangan, karena manusia itu –walaupun secara
fisik (mekanisme) telah mati- jiwanya tetap hidup. Bahkan, bagi seorang mukmin,
kematian adalah lanjutan hidup yang kekal dan abadi)
c. Jiwa
Ajaran hobbes tentang jiwa itu pun sejalan dengan ajaran filsafat dasarnya, sehingga
jiwa bagianya merupakan kompleks dari proses proses mekanis di dalam tubuh. Akal
bukanlah pembawaan, melainkan hasil perkembangan karena kerajinan. Ikhtiar adalah
suatu awal gerak yang kecil. Awal gerak yang kecil ini kalau diarahkan untuk menuju
pada sesuatu disebut dengan keingininan yang sama dengan kasih; jika diarahkan untuk
meninggalkan sesuatu disebut keenganan atau keseganan yang sama dengan keinginan
dan keengganan, tetapi hal yang sama dengan itu. Namun demikian, yang terkuat
adalah jika terjadi bentrokan bentrokan. Oleh sebab itu, Hobbes merupakan orang yang
tidak mengakui kehendak bebas.
d. Teori pengenalan
1) Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan
indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
2) Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin.
Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3) Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak
sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat
menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
4) Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi meta)
tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat
memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran
ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya.
Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan
bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk
hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek
tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial.
BAB III
KESIMPULAN
Emperisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin empirisme
merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang
kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari
panca indera manusia.
Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam
kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang
menggabungkan kasus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat
berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus menjadi kasus umum
REFERENSI
Ahmad Tafsir. 2009. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Atang dan Beni. 2008. Filsafat Umum: Dari Mitologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka
Setia Bandung
Juhaya S. Praja. 2010. ALiran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Prenada Media Group