Anda di halaman 1dari 12

Nama Kelompok :

1. Bella Erita Ambaradani (18108820001)


2. Ericha Dwi Putri (18108820004)
FILSAFAT ALAM
KEMBALI (Kaum
Pluralis)
Ajaran mengenai keempat anasir
Empedokles setuju dengan parmenides bahwa dalam alam
semesta tidak ada sesuatu yang dilahirkan sebagai baru dan
tidak ada sesuatu yang binasa sehingga tidak ada lagi. Ia juga
tidak menerima adanya ruang kosong. Namun, ia ingin
menyelamatkan kesaksian panca indra yang senantiasa
menunjukkan pluralitis dan perubahan. Itulah sebabnya ia
mengatakan bahwa realitas seluruhnya tersusun dari empat
anasir, yaitu api, udara, tanah, dan air. Sebetulnya
empedokles sendiri tidak mempergunakan kata “anasir”,
tetapi suatu kata yang berarti “akar” (rizomata). Plato akan
menggunakan kata “anasir” (stokikheia), yang kemudian
menjadi istilah teknis dalam filsafat yunani. Keempat anasir
itu masing-masing dikaitkan dengan keempat ciri yang
berlawanan, yang sudah diketahui sejak anaximandros
Teori mengenai keempat anasir akan diambil alih oleh plato,
aristoteles dan semua filsuf yunani lain. Dan karena
kosmologi aristoteles di terima umum sepanjang seluruh
abad pertengahan, maka teori mengenai keempat anasir
merupakan pandangan dunia sampai awal zaman modern.
Baru robert boyle (1627-1691) akan membantah teori ini
secara definitif dan dengan itu ia membuka jalan untuk
kimia modern.
Empedokles berpendapat bahwa semua anasir memiliki kuantitas yang
persis sama. Anasir sendiri tidak berubah, sehingga, misalnya, tanah
tidak dapat menjadi air. Akan tetapi, semua benda yang ada di alam
semesta terdiri dari keempat anasir tersebut, walaupun berbeda
komposisinya. Contohnya, Empedokles menyatakan tulang tersusun
dari dua bagian tanah, dua bagian air, dan empat bagian api. Suatu
benda dapat berubah karena komposisi empat anasir tersebut diubah.
Pemikiran Empedokles tentang empat anasir kemudian akan diambil-
alih oleh Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lainnya. Karena
kosmologi Aristoteles diterima umum sepanjang seluruh abad
Pertengahan, maka teori tentang empat anasir merupakan pandangan
dunia sampai awal zaman modern. Setelah itu pada abad ke-17, Robert
Boyle membantah teori ini secara definitif dan dengan itu Boyle
membuka jalan untuk kimia modern.
AJARAN CINTA dan BENCI
1. Filsafat cinta dan benci menurut Empedokles
Menurut empedokles ada dua prinsip yang mengatur
perubahan-perubahan dalam alam semesta dan dua prinsip
itu berlawanan satu sama lain. Kedua prinsip dinamakan
“cinta” (phitoles) dan “benci” (neikos). Cinta
menggabungkan anasir-anasir dan benci menceraikannya.
Empedokles melukiskan kedua prinsip itu sebagai semacam
cairan halus yang meresapi semua benda lain. Itu berarti
bahwa ia juga tidak berhasil membayangkan sesuatu yang
tak jasmani sifatnya.
Atas dasar kedua prinsip itu empedokles menggolongkan kejadian-
kejadian alam semesta dalam empat zaman, yaitu :
a. Zaman pertama
Disini cinta adalah dominan dan menguasai segala-galanya. Alam semesta
dalam keadaan ini dibayangkan sebagai suatu bola (seperti “yang ada”
pada parmenides) dimana semua anasir tercampur secara sempurna.
Benci di kesampingkan ke ujung.
b. Zaman kedua
Benci mulai masuk untuk menceraikan anasir-anasir. Jadi, alam semesta
dikuasai oleh cinta dan sebagian dikuasi oleh benci. Benda-benda
mempunyai kemantapan, tetapi dapat lenyap. Makhluk-makhluk hidup
misalnya dapat matii. Menurut empedokles kita sekarang ini hidup
dalam zaman kedua ini.
c. Zaman ketiga
Apabila penceraian anasir-anasir, mulai berlaku zaman ketiga, dimana
benci adalah dominan dan menguasai segala-galanya. Keempat anasir
sama sekali telepas satu sama lain, merupakan empat lampisan
konsentris : tanah dalam pusat dan api dalam permukaan. Cinta sudah
di kesampingkan ke ujung.
d. Zaman keempat
Sekarang cinta pada gilirannya masuk kosmos, sehingga timbul situasi
yang sejajar dengan zamn kedua. Apabila cinta akhirnya menjadi
dominan maka kita kembali kezaman pertama.
2. Filsafat Cinta menurut Plato
Cinta, kata Plato, itu ibarat kereta bersayap dengan dua kuda
(hitam dan putih) yang dikendalikan oleh kusirnya.Kuda
hitam lambing nafsu-nafsu rendah, sementara kuda putih
lambing dari hasrat dan harga diri.Kusir adalah lambing dari
rasio, sementara sayap symbol dari eros atau cinta itu
sendiri.Seperti kata pepatah Arab yang mengatakan bahwa
manusia itu adalah hewan yang berpikir.Jadi, kita ibarat
kereta yang dikendalikan oleh akal.Jangan sampai akal kita
menjadi mati. Jika akal mati, maka kita akan sama dengan
binatang yang tak mempunyai akal pikiran.Orang yang jatuh
cinta harus menggunakan akalnya. Oleh karena itu, Plato
membagi cinta ke dalam tiga jenis, yaitu: cinta jasmaniah,
cinta persahabatan, dan cinta ketuhanan. Orang jatuh cinta
karena melihat faktor fisik, maka level cintanya masih berada
pada level dasar. Mencintai seseorang karena kecantikan
atau ketampanan itu termasuk cinta karena faktor fisik.
Pada level kedua, ada cinta persahabatan.Cinta persahabatan
merupakan jenis perasaan cinta yang ditujukan kepada semua
orang. Cinta kategori ini lahir karena didorong oleh ketulusan
hati untuk kebahagiaan orang lain.
Ketiga, level yang paling tinggi dalam mencintai adalah level
cinta ketuhanan.Sebuah perwujudan dari karunia Tuhan dan
cinta-Nya kepada manusia. Cinta ketuhanan ini sejalan
dengan quote bahwa mencintai seseorang bukan dilihat dari
apa agamanya dan bagaimana fisiknya, tetapi karena aku
mencintaimu sebab ada ruh Tuhan dalam dirimu.
Kritik Aristoteles dan Demokritos
terhadap Konsep Empledokles
Dalam hal ini Aristoteles mengkritisi apa yang menjadi
pendapat dari Empedokles. Aristoteles mengkritisi pendapat
Empedokles dalam konteks penjelasan Aristoteles dalam
bukunya yang berjudul Fisika. Dalam bukunya itu dikatakan
bahwa “setiap ilmu pengetahuan berusaha mencari objek
yang diselidikinya atau mencari causa tentang objek itu”.
Maka atas dasar pemikirannya inilah Aristoteles kemudian
memberikan penjelasan tentang teori empat penyebab. Atas
dasar teori inilah Aristoteles kemudian mengkritisi apa yang
dikatakan oleh Empedokles tentang konsep cinta dan benci
sebagai proses perubahan dari alam semesta ini. Aristoteles
mengatakan bahwa konsep Empedokles tentang alam
semesta hanya sampai pada penyebab efisien, dalam hal ini
Empedokles belum menyebut penyebab finalnya.
Penjelasan Empedokles dalam hal ini tidak mutlak ditolak oleh
Aristoteles tetapi melengkapi konsep itu, dalam hal ini
konsep tentang perubahan alam semesta ini. Konsep cinta
dan benci dari Empedokles dan juga konsep dari filsuf-
filsuf pra-sokratik juga menjadi patokan dari Aristoteles
untuk menemukan penyebab final dari perubahan alam
semesta ini. Aristoteles menyetujui pendapat Empedokles
ini. Kritik terhadap Empedokles sesungguhnya bukan saja
diberikan oleh Aristoteles tapi juga oleh filsuf lain seperti
Demokritos.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kritik dua filsuf di
atas bukan berarti mereka menolak konsep Empedokles.
Seperti Aristoteles mengkritisi konsep Empedokles dan
melengkapinya, kemudian untuk Demokritos hanya
mengkritisi tentang pembagian dari unsur yang membentuk
realitas itu. Namun untuk Aristoteles konsep Empedokles
tentu memberikan sumbangan yang besar baginya dalam
menemukan penyebab final dari perubahan alam semesta
ini.

Anda mungkin juga menyukai